Case Atresiaani 150904182858 Lva1 App6892
Case Atresiaani 150904182858 Lva1 App6892
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam
jarak dari peritoneum
Pada golongan yang ketiga, hampir selalu disertai dengan fistula. Pada wanita sering
ditemukan fistula rektovagina dan jarang rektoperitoneal dan tidak pernah rektourinarius,
sedangkan pada laki-laki sering ditemukan fistula rektourinarius dan berakhir di kandung
kencing atau uretra dan jarang rektoperineal.
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke
dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di
sebelah dorsal dari saluran kencing disebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran
kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama,
bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedangkan bagian
anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke-8.
Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu
spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria.
Hubungan yang menetap antara bagian genitourinaria dan bagian rektum kloaka menimbulkan
fistula.
KLASIFIKASI
Laki-laki
a. Kelompok I, kelainan:
-fistel urin
-atresia rektum
-perineum datar
-fistel perineum
-membran anal
-stenosis anus
Wanita
a. Kelompok I, kelainan:
• kloaka
• fistel vagina
• atresia rektum
• fistel perineum
• stenosis anus
1. M. pubococcygeus
2. M iliococcygeus
3. M. puborectal sling
• m. levator ani
Kerusakan salah satu otot yang terpenting ini (m. sphincter ani externum dan m.
levator ani) akan menimbulkan inkontinensia alvi, sedangkan kerusakan m. sphincter ani
internum tidak begitu berpengaruh.
1. tanpa fistula
2. dengan fistula
Macam-macam fistula:
Pada wanita, fistula rektovesical dan rektouretral sukar terjadi oleh karena
terhalang uterus. Yang paling sering terjadi ádalah fistula rektovestibularis. Bayi yang
mempunyai fistula lebih beruntung daripada yang tanpa fistula. Pada bayi tanpa fistula,
tidak ada hubungan dengan dunia luar sehingga ditemui gejala obstruksi usus. Oleh
karena merupakan obstruksi usus letak rendah, maka gejala yang ditimbulkan tidak
begitu berat.
Bayi atresia ani tanpa fistula belum ada gejala obstruksi usus pada hari pertama.
Pada hari 3-4, dimana bayi sudah aerofagi dan udara sudah sampai kedistal, akan timbul
perut kembung. Udara yang ditiup oleh bayi akan sampai ke punctum terendah paling
cepat dalam 18 jam, rata-rata 24 jam. Insiden: 1 kejadian tiap 3000-5000 kelahiran
PENYEBAB
Defek embriologi yang menyebabkan malformasi masih belum dapat dianggap sebagai
penyebab pasti, pembentukan membran kloaka dan selanjutnya gangguan dalam pembukaan
urogenital dan anal yang terjadi pada minggu ke-8 kehamilan. Defek pada proses pembentukan
dan bentuk dari septum urorektal posterior banyak dilaporkan sebagai gambaran abnormal dari
imperforasi anus. Duktus mullerri muncul setelah periode kritis, bagaimana mereka bergabung
dalam perkembangan ini tidak jelas.
Faktor predisposisi seseorang memiliki anak dengan imperforasi anus, tidak jelas.
Bagaimanapun, faktor genetik kadang-kadang ada. Banyak kasus imperforasi anus disertai
riwayat yang sama dalam keluarga, tetapi ada beberapa keluarga tanpa riwayat yang memiliki
anak dengan malformasi ini. Sampai saat ini, studi genetik tetap terus dilakukan.
GEJALA
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau imperforasi anus berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik (jungkir) dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan (foto dilakukan pada umur lebih dari 24 jam,
oleh karena pada umur tersebut dalam keadaan normal, seluruh traktus digestivus
sudah berisi udara dan bayi dibalik selama 5 menit).
PEMERIKSAAAN
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan lain. Lebih dari 50% penderita
mempunyai kelainan kongenital lain. Yang sering ditemukan adalah kelainan saluran
genitourinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran cerna misalnya atresia esophagus
atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.
PEMERIKSAAN KHUSUS PADA WANITA
Kelompok I
Pada fistel vagina, meconeum tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis dan saluran cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal. Tetapi pada pemeriksaan colok dubur,
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. tidak ada evakuasi meconeum sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram, yaitu foto rontgen
di ambil pada bayi di letak inverse (pembalikan posisi) sehingga udara di kolon akan naik
sampai di ujung buntu rectum. Jika udara >1cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
Kelompok II
Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus
dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <1cm dari kulit, dapat segera
dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada
tidaknya butir meconeum di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok
dengan atau tanpa fistel perineum.
Kelompok I
Jika ada fistel urine, tampak meconeum keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk
menentukan letak fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan
urin jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan
kateter urine mengandung meconeum berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya
sama dengan pada wanita; harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II
Fistel perineum sama dengan pada wanita: lubangnya terdapat pada anterior dari
letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan meconeum dibawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat
mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitif harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga
segera dilakukan pertolongan bedah.
DIAGNOSIS
Malformasi anorektal dapat segera diketahui begitu bayi lahir. Cara penegakan diagnosis
pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan
pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga
untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan
terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka gejala akan timbul dalam 24-48
jam. Bila atresia ani, dicari apakah ada fistula atau tidak. Hal ini dapat diketahui dengan melihat
dimana meconeum keluar. -bila meconeum keluar bersama-sama kencing, maka ada dua
kemungkinan fistula:
Fistula rektouretral
• bila meconeum mula-mula keluar bersama miksi. Urine selanjutnya makin lama
makin jernih.
Fistula recovesical
• bila meconeum keluar bersama-sama air seni dan urine tetap keruh kehitaman
sampai akhir miksi.
Pada kasus anomali anorektal tanpa fistula dimana ada gejala obstruksi usus,
teknik demikian tidak dapat diterapkan, karena isi lambung dapat keluar, sehingga terjadi
aspirasi. Untuk itu dapat dilakukan modifikasi foto mangensteen-rice yaitu dengan posisi
menunggng (knee-chest position). Dengan cara ini bahaya aspirasi menjadi berkurang.
Untuk atresia ani dengan fistula, diagnosa dengan rontgent ini tidak perlu karena
diperkirakan jenis anomali anorectal dengan mengenal jenis fistulanya:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan golongan malformasi dipakai invertogram yang dapat dibuat setelah
udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai rektum. Invertogram adalah teknik pengambilan
foto untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat
bakal anus di kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakkan terbalik (kepala dibawah)
atau tidur telungkup, dengan sinar horisontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur
jarak dari ujung udara yang ada di ujung distal rektum ke tanda logam di perineum. Biasanya
dipakai klasifikasi Wingspread (1984) sebagai penggolongan anatomi.
PENATALAKSANAAN
Pada tindak bedah plastik anorektal posterolateral yang mulai dari os koksigi, kolostomi
merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada
neonatus dan bayi, yaitu transversokolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman
adalah stoma laras ganda.
Pada pembedahan harus diperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul dan
persarafannya.
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan otot sfingter pada colok dubur.
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya,
tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
• Nama : By. JS
• Umur : 13 hari
• Agama : Islam
• MRS : 251909
ANAMNESIS
Pasien datang ke RS tanggal 12 Juli 2011 dengan keluhan : tidak BAB sudah 4 hari,
anus tidak ada, muntah sering (dari pagi muntah 3x), perut besar, tegang,agak
mengkilat. BB lahir 3 kg . BB sekarang 3 kg
PEMERIKSAAN FISIK .
Status Generalis
• Berat badan : 3 kg
• Suhu : 36,8 ºC
• Pernapasan : 60 x/menit
• Pupil : Isokor
B.Status Lokalis
Regio Anal
I: Anus (-)
Fistula (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG .
Darah rutin
• Hb : 12,3 g/dl
• Ht : 63 vol%
B.Pemeriksaan Radiologis
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
Kolostomi
o IVFD RL
o puasa
o cefotaxim
o vitamin K
PROGNOSIS
ANALISIS KASUS
Pada pemeriksaan fisik status generalis abdomen, inspeksi perut tampak kembung, pada
palpasi abdomen besar dan tegang, perkusi abdomen tympani, dan pada auskultasi tidak
terdengar bising usus. Pada regio anus, inspeksi tidak terdapat anus, fistula (-). Hasil
pemeriksaan fisik semakin menguatkan diagnosis atresia ani tanpa fistula.
Pada pemeriksaan radiologi invertogram dengan knee chest position, didapat jarak antara
marker dengan punctum dimple ±2 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa kelainan ini merupakan
kelainan letak tinggi (supralevator), dimana jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit lebih
dari 1 cm.
De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Pena, Alberto.1996. Ilmu Kesehatan Anak. Malformasi anorektum. Hal 1322-25. Editor:
Nelson; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.