Astuti - LP Cedera Kepala-1
Astuti - LP Cedera Kepala-1
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat
Disusun Oleh:
ASTUTI
PONTIANAK
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh
massa karena hemoragik, serta edema serabral di sekitar jaringan otak. (Fransisca,
2017)
Pada kecelakaan lalu lintas, cedera kepala biasanya terjadi karena kepala
yang sedang bergerak mendadak berhenti atau terpantul kembali. Apa yang terjadi
pada kepala bergantung pada kekuatan benturan, tempat berturan dan faktor-
faktor pada kepala itu sendiri. Gaya benturan dapat menimbulkan distorsi
tengkorak, gerakan otak yang lurus atau memutar di dalam rongga tengkorak
dengan akibat bermacam-macam. (Markam, 2016)
Bagian bawah tengkorak dan medulla spinalis ditutupi oleh tiga membrane
atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yaitu
melindungi, mendukung, dan memelihara otak. Meningen terdiri dari duramater,
arakhnoid, dan piamater.
a. Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak dan medulla spinalis, duramater
merupakan serabut berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal, dan tidak elastis.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang tipis dan lembut yang
menyerupai sarang laba-laba, membrane ini berwarna putih karena tidak dialiri
aliran darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid yang memproduksi
cairan cerebrospinal (CSS). Pada orang dewasa, jumlah CSS normal yang
diproduksi adalah 500 ml/hari dan sebanyak 150 ml diabsorbsi oleh vili. Vili juga
mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam system (akibat trauma,
pecahnya aneurisma, stroke, dan lainnya) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila
vili arakhnoid tersumbat (peningkatan ukuran vertikal) dapat menyebabkan
hidrosefalus.
c. Piamater
Piamater adalah membrane yang paling dalam berupa dinding tipis dan transparan
yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
3. Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer
serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kalosum
dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat sentralis) lobus
parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus lateral), lobus
oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus temporal (terletak
dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu celah dalam yaitu fisura
longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur falx serebri.
Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh substansi grisea.
Substansia griseria terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam.
Pada prinsipnya komposisi substansia griseria yang terbentuk dari badan-badan
sel saraf memenuhi korteks serebri, nucleus, dan basal ganglia. Substansia alba
terdiri atas sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak yang lain.
Sebagian besar hemisfer serebri berisi jaringan system saraf pusat. Area inilah
yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu fungsi individu dan intelegensia.
a. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior, area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan menahan diri
b. Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi.
Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu
untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini
menyebabkan sindrom Hemineglect.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap, penciuman,
dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
e. Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum
menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggungjawab dalam transmsi
informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik
memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang dominan
menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan kemampuan
lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan fungsi analisis. Daerah hemisfer yang
tidak dominan bertanggungjawab dalam kemampuan geometric, penglihatan, serta
membuat pola dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggungjawab
mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan ekstremitas bagian bawah.
4. Diensefalon
Merupakan bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak tengah
dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh talamus, hipotalamus, epitalamus,
dan subtalamus.
5. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan merupakan 4/5
bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di lateral ventrikel III. Bagian atasnya
berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel lateral. Di bawahnya terdapat
hipotalamus dan subtalamus. Talamus sering disebut “gerbang kesadaran”
mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian semua impuls yang masuk
sebelum mencapai korteks serebri.
6. Hipotalamus
Terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulkus hipotalamus.
Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan sebagian dinding lateral ventrikel
III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar yang terletak di dalam sela
tursika os sfenoid.
7. Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri dari
nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior. Nukleus
dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi sistem limbik, sedangkan
komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem optik. Korpus pineal
(kelenjar epifise) menghasilkan hormon melatonin yang mempengaruhi modulasi
pola bangun-tidur.
8. Subtalamus
Merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara talamus dan
hipotalamus. Bagian ini berperan penting dalam meregulasi pergerakan yang
dilakukan oleh otot rangka. Subtalamus berkaitan dengan struktur penting dalam
pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.
9. Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas mesenfalon,
pons, dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon adalah bagian sempit
otak yang melewati incisura tertorii yang menghubungkan pons dan serebellum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta
sebagai pusat terletak di depan serebellum, diantara mensefalon dan medulla
oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara
medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari medulla spinalis
ke otak. Medulla oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan pons dengan
medulla spinalis. Serabut-serabut motorik menyilang pada daerah ini. Pons juga
berisi pusat-pusat penting dalam mengontrol jantung, pernafasan, dan tekanan
darah serta sebagai inti saraf otak ke 5 s/d ke 8.
10. Serebellum (Otak kecil)
Serebellum dan batang otak menempati fosa kranialis posterior, yang
mempunyai atap tentorium sebagai pemisah serebellum dan serebrum. Permukaan
serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-lapis. Kedua
hemisfer serebellum dipisahkan oleh suatu subdivisi kortikal berbentuk seperti
cacing yang disebut vermis. Bagian rostral vermis disebut lingula dan bagian
kaudalnya disebut nodulus. Korteks nodulus meluas ke lateral sebagai subdivisi
dengan nama flokulus.
C. SIRKULASI SEREBRAL
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20 % dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak menyimpan
makanan, sementara kebutuhan metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik
karena melawan gravitasi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena
mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat
menyebabkan jaringan rusak secara permanen, ini berbeda dengan organ tubuh
lainnya yang cepat menoleransi bila aliran darah menurun karena aliran
kolateralnya adekuat.
1. Arteri
Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis,
daerah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan dua
arteri vertebralis serta meluas ke system percabangan karotis interna dibentuk dari
percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior.
Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang mengalir ke
belakang bagian vertical dan masuk tengkorak melalui foramen magnum, lalu
saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri
vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian posterior. Arteri
basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior.
2. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung
menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subarachnoid dan pengosongan sinus
dural yang luas dapat mempengaruhi vascular yang terbentang dalam duramater
yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena jugularis interna
menuju system sirkulasi pusat, vena-vena serebri tidak berkatup sehingga tidak
dapat mencegah aliran darah balik
E. ETIOLOGI
Cedera kepala dapat ditimbulkan dari berbagai macam hal, yaitu:
Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di
tempat kerja, bahkan kecelakaan saat OR.
Karena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.
Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun bangsa yang berakhir
dengan penggunaan senjata.
Perlukaan di kepala umumnya member pendarahan yang banyak, pertolongan
segera terhadap kehilangan cairan badan yang prnting inimerupakan tindakan
pertama penyelamat penderita. (Soemarmo 2016, 94)
H. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang timbul dapat berupa gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas
pupil, serangan (opset) tiba-tiba berupa defisit neurologi, perubahan tanda vital,
gangguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo,
gangguan pergerakan, kejang, dan syok akibat cedera. Berikut ini beberapa gejala
dari macam-macam cedera kepala :
1. Fraktur tengkorak
Gejala-gejala yang timbul bergantung pada jumlah dan distribusi
cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan
adanya fraktur. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan bengkak pada
sekitar fraktur, sehingga penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan foto tengkorak. Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas
sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang
temporal, perdarahan sering terjadi dari hidung, faring, atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva suatu area ekimosis mungkin terlihat di atas
mastoid. (Fransisca,2017)
2. Komosio serebri (cedera kepala ringan)
Keadaan komosio di tunjukan dengan keadaan pusing atau berkunang-
kunang dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di
lobus frontal terkena, klien akan berperilaku aneh, sementara jika lobus
temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.
Mungkin disertai menurunnya sedikit suhu badan, frekuensi nadi, tekanan
darah. Muntah mungkin pula terjadi , agaknya disebabkan terangasangnya
pusat muntah di dalam medula oblongata. (Fransisca,2017)
3. Kontusio serebri (cedera kepala berat)
Klien berada pada periode tidak sadar diri. Gejala akan timbul dan
lebih luas. Klien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan
berkemih tanpa disadari. Gangguan fungsi mental dan kejang sering terjadi
akibat kerusakan serebral yang tidak dapat di perbaiki. (Fransisca,2017,98)
4. Hemoragik intrakranial
Tanda dan gejala dari iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi
karena hematoma berfariasi dan bergantung pada kecepatan dimana daerah
vital pada otak terganggu.(Fransisca,2017,98)
5. Hematoma epidural
Gejala klinis yang timbul akibat perluasan hematoma cukup luas.
Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, di
ikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Apabila terjadi
peningkatan tekanan intrakranial sering tiba-tiba, tanda kompensasi timbul
(biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda defisit neurologi fokal seperti
dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas). (Fransisca,2017)
6. Hematoma supdural (SDH)
Tanda-tanda dan gejala hematoma subdural dapat mencakup kombinasi
dari berikut:
Kehilangan kesadaran atau tingkat kesadaran berfluktuasi
Sifat lekas marah
Kejang
Sakit
Mati rasa
Sakit kepala (baik konstan atau berfluktuasi)
Pusing
Disorientasi
Amnesia
Kelemahan atau kelesuan
Mual atau muntah
Kehilangan nafsu makan
Kepribadian perubahan
Ketidakmampuan untuk berbicara atau bicara cadel
Gangguan pendengaran
kabur
7. Subarachnoid haemorrhage (SAH)
Sakit kepala (di gambarkan seperti di tendang di kepala)
Muntah
Kebingungan
Kejang
Peningkatan tekanan darah
Penurunan tingkat kesadaran
Hemi paresis (kelemahan satu sisi tubuh)
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang di berikan pada klien cedera kepala :
1. Computed Tomography ( CT scan, dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak. Kelebihan CT Scan otak dibandingkan dengan
modalitas imajing lain adalah bahwa visualisasi anatomi jaringan otak dan
hubungannya dengan lesi patologik dapat ditunjukkan dengan jelas.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan modalitas diagnostik yang paling mutakhir, di mana hasil
pencitraan ini diperoleh melalui pengolahan komputerisasi potongan-
potongan tubuh yang dimasukkan ke dalam suatu medan magnet yang kuat,
yang selanjutnya akan terjadi interaksi gelombang radio dengan atom
hidrogen dalam tubuh, serta kemudian dimodifikasi berdasarkan perbedaan
masing-masing biokimia antar jaringan.
3. Cerebral Angio Graphy
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EKG (Elektrokardiografi)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan steruktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER ( Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. PET (Positron Emisson Tomography)
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS (Cairan Serebro Spinal)
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika di duga terjadi perubahan subarokhnoid.
Lumbal pungsi dilakukan untuk mengambil cairan serebrospinal.
Jarum dimasukkan dengan cara teknik aseptis yang ketat setinggi L4-L5 atau
L5-S1, jarum dapat dicabut agar cairan keluar.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation
(elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan
negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan
impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-),
HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama
besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan
ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na + sedangkan anion
utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya
adalah kalium (K+).
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-paru, otak dan
aorta, mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk menghasilkan lebih
banyak hormon antidiuretik. Kadar elektrolit (misalnya natrium, klorida dan
kalium) dalam darah harus dipertahankan dalam angka tertentu agar sel-sel
berfungsi secara normal. Kadar elektrolit yang tinggi (yang dirasakan oleh
otak) akan merangsang pelepasan hormon antidiuretik.
10. Screen Toxikology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA (posterior anterior)/AP(anterior posterior) dan
lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura.
12. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status
respirasi, status respirasi yang dapat di gambarkan melalui pemeriksaan AGD
ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka faktor lain yang harus di perhitungkan
pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat di bantu
dengan pemberian oksigen dengan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami
trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah. (Arif
Muttaqin,2017)
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK didasarkan
pada penurunan ukuran otak dengan cara mengurangi edema serebral, mengurangi
volume cairan serebrospinal (CSS), atau mengurangi volume darah, sambil
mempertahankan perfusi serebral. Tujuan ini diselesaikan dengan pemberian
diuretik osmotik dan kortikosteroid (seperti deksametason), membatasi cairan,
pengeluaran CSS, hiperventilasi dari pasien, mengontrol demam dan menurunkan
kebutuhan metabolisme sel. (Brunner & Suddarth,2015)
Darah yang di pompa jantung dipertahankan untuk memberikan perfusi
otak yang adekuat. Perbaikan darah yang dikeluarkan jantung (curah jantung)
adalah dengan menggunakan cairan dan agens inotropik, seperti dobutamin
hidroklorida. Tidak efektifnya curah jantung mempengaruhi tekanan perfusi
serebral.(Brunner & Suddarth,2015)
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan.
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20% atau
glukosa 40%.
Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin), untuk infeksi
anaerob di berikan metronidasol.
4. Makanan atau cairan.
Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
5. Pada trauma berat. Karena pada hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit,
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrose 5% 8
jam ketiga pada hari selanjutnyabila kesadaran rendah maka makanan
diberikan melalui nasogastrictube (2500-3000 TKTP), pemberian protein
tergantung dari nilai urinitrogennya. (Arif Mutaqin,2017)
Asuhan Keperawatan Pada pasien Cedera Kepala
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala
disertai penurunan tingkat kesadaran.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistrm dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubung
dengan keluhan-keluhan dari klien.
7. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan, dengan GCS 13-15, cedera kepala sedang, dengan GCS
9-12, cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
Untuk mengetahui tingkat kesadaran klien bisa di lakukan observasi
dengan menggunakan Skala Koma menurut Glasgow, yang terdiri dari tiga
bagian pengkajian neurologis, yaitu:
a. Reaksi membuka mata
1) Membuka mata dengan spontan nilai: 4
2) Membuka mata bila di panggil/rangsangan suara nilai: 3
3) Membuka mata bila dirangsang nyeri nilai: 2
4) Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun nilai: 1
b. Respon verbal/ reaksi berbicara
c. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat nilai: 5
d. Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang nilai: 4
e. Dengan rangsangan,reaksi hanya kata,tak berbentuk kalimat nilai:3
f. Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak berbentuk kata nilai:2
g. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun nilai: 1
h. Respon motorik/ reaksi gerakan lengan/ tungkai
i. Mengikuti perintah nilai: 6
j. Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat nilai: 5
rangsangan
k. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan nilai: 4
l. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal nilai: 3
m. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal nilai: 2
n. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi nilai: 1
Refleks Triseps
- Letakkan lengan penderita di atas lengan pemeriksa
- Tempatkan lengan bawah penderita dalam posisi antara fleksi dan ekstensi
- Minta klien untuk memastikan bahwa otot tidak tegang
- Pukul tendon triseps yang lewat fosa olekrani dengan refleks hammer
Refleks Achilles
- Pasien dalam posisi duduk dengan kaki dorsofleksi maksimal secara pasif
- Dilakukan ketokan pada tendon Achilles
- Bila positif akan tampak kontraksi dan gerakan plantarfleksi
Refleks plantar (babinski)
- Gunakan benda yang memiliki ketajaman sedang, seperti ujung hammer,
kunci atau stik
- Goreskan ujung benda tadi pada telapak kaki klien bagian lateral, dimulai
ujung telapak kaki belakang terus ke atas dan berbelok sampai pada ibu jari.
Refleks Patella
- Minta klien duduk dengan tungkai bergantung di tempat tidur atau minta
klien berbaring terlentang dan sokong lutut dalam posisi fleksi 90°
- Raba daerah tendon patella
- Satu tangan meraba paha penderita bagian distal, tangan yang lain
memukulkan refleks hammer pada tendon patella
Reflek Pektoralis
Sikap : pasien berbaring telentang dengan kedua lengan lurus disamping badan
Stimulasi : ketukan pada jari si pemeriksa yang ditempatkan pada tepi lateral otot
pektoralis
Respons : kontraksi m. Pektoralis.
B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik
yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
yang sering terjadi pada klien cedera kepala beberapa keadaan dapat ditemukan
tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi dan aritmia.
B3 (BRAIN)
cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Pengkajian
brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya. Karena pada pasien cedera kepala terjadi kerusakan di daerah
kepala, terutama pada bagian otak. Langkah awal penilaian keadaan otak
ditekankan terhadap respon-respon mata, fungsi motorik, dan fungsi verbal.
Perubahan respon ini merupakan implikasi adanya perburukan kiranya perlu
pemeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan reaksi
terhadap cahaya) serta gerakan bola mata.
B4 (BLADDER)
kaji keadaan urine meliputi warna , jumlah, dan karakteristik, termasuk berat
jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami
inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan kemampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Inkontinensia yang berlebih menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B4 (BOWEL)
didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus,. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B6 (BONE)
Disfungsi motorik paling utama adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kaji
warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit
warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga,
hidung, bibir, dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa
dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat dan
sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan packed
red cell (PRC) dalam jangka waktu lama. Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, sinkope.
Perubahan penglihatan, seperti ketajamannya, kehilangan sebagian lapang
pandang.
Gangguan pengecapan dan juga penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi)
Kehilangan pengindraan, seperti pengecapan, penciuman, dan pendengaran
Kehilangan sensasi sebagian tubuh Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Tanda : wajah menyeringa, respons menarikpada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea). Napas berbunyi, stridor, tersedak.
Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)
9. Keamanan
Gejala : Trauma karena kecelakaan
Tanda : Dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
10. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Pengguna alkohol/ obat lain
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan desak
ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebral.
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan criteria
NO Intervensi Rasional
keperawatan Hasil
1. Resiko tinggi Tujuan : dalam1. Kaji faktor penyebab 1. Deteksi dini untuk
peningkatan TIK jangka waktu dari situasi/ keadaan mempriotaskan
yang behubungan tertentu tidak individu/ penyebab intervensi, mengkaji
dengan desak ruang terjadi koma / penurunan status neurologis/
sekunder dari peningkatan perfusi jaringan dan tanda – tanda
kompresi korteks TIK pada klien. kemungkinan kegagalan untuk
serebri dari adanya Criteria hasil : penyebab peningkatan menentukan
perdarahan baik klien tidak TIK perawatan kegawatan
bersifat gelisah, klien atau tindakan
intraserebral tidak mengeluh pembedahan.
hematoma, nyeri kepala,
subdural mual dan 2. Observasi tingkat 2. Perubahan kesadaran
hematoma, muntah. kesadaran dengan menunjukkan
danepidural GCS normal GCS peningkatan TIK dan
hematoma Respon berguna menentukan
membuka mata lokasi dan
4 (spontan) perkembangan
Respon verbal penyakit.
5 (komunikasi
baik, tepat)
Respon motorik
6 (mengikuti 3. Dengan peningkatan
perintah) 3. Memonitor TTV setiap tekanan darah maka
Tidak terdapat 4 jam dibarengi dengan
papiladema. peningkatan tekanan
TTV dalam darah intracranial.
batas normal Adanya eningkatan
tekanan darah,
bradikardi, disritmia,
dispnea merupakan
tanda terjadinya
peningkatan TIK
Kolaborasi: 5. Mengurangi
4. Pemberian O2 sesuai hipoksemia dimana
indikasi dapat meningkatkan
vasodilatasi serebral,
volume darah, dan
menaikkan TIK
3. Membantu drainase
vena untuk
mengurangi kongesti
serebrovaskuler
Rekomendasi perbaikan:
1. Sudah baik dan lengkap; hanya saja sumber-sumber yang
digunakna perlu ditambahkan pada setiap kutipan
2. Penulisan tinjauan pustaka/teori pada LP sebaiknya menggunakan
buku-buku dengan pendekatan perawatan intensif
3. Sebaiknya menambahkan pathway terjadinya masalah
4. Diagnose keperawatan, rencana keperawatan sebaiknya
menggunakan buku SDKI, SLKI dan SIKI