Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Muhammad Wily
Stambuk : 111 2017 1001
Judul : Trauma Akustik Akut
Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Telinga Hidung
Tenggotrokan – Kepala Leher, Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2019

Pembimbing

dr. A. Baso Sulaiman, Sp.THT-KL (K) , MARS

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total


untuk mendengarkan pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran
dapat disebabkan oleh pajanan bising berlebihan sehingga menyebabkan Acute
Noice-Induced Hearing loss yang terbagi menjadi dua yaitu trauma akustik dan
Acute Noise Induced Hearing Loss (NIHL) itu sendiri yang berhubungan dengan
kebisingan lingkungan seperti konser. Pada trauma akustik umumnya disebabkan
secara langsung oleh suara yang sangat keras dan terjadi satu kali, sedangkan
ANIHL dapat terjadi setelah beberapa menit hingga beberapa jam paparan suara
keras yang konstan seperti konser music. Namun trauma yang disebabkan oleh
suara intens tiba-tiba pada trauma akustik menyebabkan kerusakan yang lebih
parah daripada tipe ANIHL. Gangguan pendengaran ini dapat diklasifikasikan
menjadi Temporary Threshold Shift (TTS) dan Permanent Threshold Shift (PTS).
1,11

Trauma telinga dapat dibedakan atas dua bentuk. Yang pertama adalah
energi akustik dan yang kedua adalah energi mekanis. Pada cedera yang
mengakibatkan  trauma mekanis terhadap tulang temporal, dapat terjadi fraktur
tulang tersebut yang kemudian mengakibatkan gangguan pendengaran. Trauma
akustik, misalnya trauma ledakan dapat menimbulkan gelombang kontusi yang
mengakibatkan Iebih banyak kerusakan pada telinga tengah dibandingkan telinga
dalam, namun dapat terjadi ketulian sensorineural nada tinggi pada jenis cedera
ini. Trauma akustik agaknya merupakan penyebab ketulian sensorineural yang
paling umum. Ketulian sensorineural disebabkan baik oleh kerasnya suara
maupun lamanya paparan.1
Pada trauma akustik akut yang disebabkan oleh ledakan kerusakan telinga
yang terjadi pada telinga dapat mengenai membran, yaitu suatu ruptur. Bila
ledakan lebih hebat dapat merusak koklea. Pada ruptur saja ketuliannya bersifat
konduktif, namun kerusakan pada koklea ketuliannya bersifat sensorineural.2

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Anatomi telinga dalam


Pada telinga dalam terdapat organ verstibulokoklear yang memiliki fungsi
penting dalam penerimaan suara dan pengaturan keseimbangan.

Gambar 1. Permukaan Dalam Basis Cranii


Tampak pada gambar 3 organ vestibulokoklear yang disebut juga labirin
karena bentuknya yang kompleks di dalam os pertrosus tulang temporal. 
Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Labirin tulang (bone labyrinth) yang berisi cairan perilimfatik.
2. Labirin membranosa (membranous labyrinth) yang berisi cairan endolimfatik.
Tampak pada gambar struktur telinga tengah dan dalam. Labirin tulang
merupakan salah satu tulang terkeras dalam tubuh dan terdiri dari vestibulum,
kanalis semisirkularis dan koklea.

3
Gambar 2. Potongan Oblik Tulang Petrous Temporal.
Labirin tulang
Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini
terbagi menjadi tiga bagian yaitu vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea.
Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran sekitar 3 x 5 mm
berisikan utrikulus dan sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan
koklea dan kanalis semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang
vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis semisirkularis dan masing-masing satu untuk
vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan rotundum dan saraf.
Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral
yang membentuk sudut 90° satu sama lain dan terletak di belakang vestibulum.
Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang berdilatasi
membentuk bony ampulla. Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam
pengaturan keseimbangan. Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar
sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran seperti rumah siput. Axis dari koklea adalah
modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri vertebralis dan serabut-
serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang
menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak superior
terhadap jugular foramen dan round windows yang ditutupi oleh membrane
timpani sekunder.
Labirin membranosa

4
Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan
endolimfatik yang dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam labirin tulang.
Labirin membranosa dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear labyrinth dan
vestibular labyrinth.

Gambar 3. Membranous Labyrinth Kiri.


Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval yang
disebut utrikulus dan kantung yang lebih kecil disebut sakulus yang berisikan
cairan endolimfatik (utriculosaccular duct). Pada dinding sakulus dan utricle
terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel sensoris
khusus yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular nerve. Cochlear labyrinth
dinamakan juga duktus koklearis dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam
koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum spiralis ke dinding lateral dari
koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.

Gambar 4. Struktur Dalam Koklea.


Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus
koklearis membentuk saluran longitudinal yaitu skala media yang membagi

5
kanalis koklearis menjadi dua saluran, skala vestibuli dan skala timpani. Skala
media dipisahkan dari skala vestibuli oleh membrana vestibular (Reissner’s).
Sedangkan skala timpani dipisahkan dari skala media oleh membran basilaris. Di
atas membran basilaris terdapat spiral organ atau organ Corti yang merupakan
organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral organ terdapat sebarisan sel
rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair cells).
Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak
mitokondria, serta terdapat stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi
oleh membran tektorial dan berfungsi penting dalam transduksi sensoris.
Persarafan Telinga Dalam
Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang
mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ di setiap cochlea. Serabut saraf
dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus bersama
serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN
VIII). Pada ujung medial dari meatus akustikus internus, CN VIII menembus
lempengan tulang tipis bersama CN V (nervus fasialis) dan pembuluh darah
menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak. Sebagian besar serabut
saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral, dan
sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus, saraf-saraf
pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju
korteks auditorius di lobus temporalis.
Vaskularisasi Telinga Dalam 
Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri
cerebellaris anterior inferior dan arteri basilaris. Arteri auditori interna
membentuk dua cabang yaitu arteri vestibularis anterior yang memperdarahi
utrikulus dan sakulus bagian superior, serta bagian superior dan horizontal dari
kanalis semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori interna adalah arteri
koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri
vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali
sepertiga bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri
vestibulokoklearis. Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri

6
vestibular bagian posterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian
inferior, serta kanalis semisirkularis bagian posterior.
Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus
sigmoideus atau sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular
aqueduct dan bermuara di sinus petrosus inferior dan superior.

2.2 Fisiologi Pendengaran


Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara atau
tulang langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan
dengan aliran suara melalui tulang. 3
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen oval) yang juga
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Selanjutnya getaran diteruskan
melalui membran reissner yang mendorong endolimfe dan membran basal ke arah
bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar
(foramen rotundum) terdorong ke arah luar. 3
Skala media mendesak endolimfe dan mendorong membran basal ke bawah
dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel
rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut
itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium
dan ion natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VIII,
yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak
(area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis. 3

2.3 Trauma Akustik


2.3.1 Definisi
Trauma akustik akut adalah kerusakan sistem pendengaran terjadi secara
akut akibat paparan energi akustik yang kuat dan mendadak seperti pada ledakan
hebat, dentuman atau tembakan senjata api baik terjadi sekali atau beberapa kali,
dapat mengenai satu atau dua telinga.1 Segera setelah suara intens tersebut terjadi

7
kerusakan secara mekanik karena level suara tersebut melebihi ambang elastisitas
mekanisme auditori peripheral. Tipe cedera ini biasanya terjadi pada level suara
yang sangat intens 100-150 dB. Cedera ini juga banyak terjadi pada lingkungan
militer dimana suara ledakan senjata dan alat lainnya berkisar antara 100-140 dB.

2.3.2 Patomekanisme
Suara yang keras menyebabkan getaran berlebihan pada membran timpani
yang kemudian dilanjutkan melalui tulang – tulang pendengaran ke perilimfe dan
endolimfe, selanjutnya menggetarkan membrane basilaris lebih kuat dari keadaan
normal, hal ini menyebabkan sentuhan sel – sel rambut luar dan sel – sel rambut
dalam pada membrane tektoria yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan
atrofi sel – sel rambut tersebut.2
Mekanisme dasar terjadinya tuli karena trauma akustik, adalah; 11,12
1. Proses mekanik
a. Terjadinya detachment dari membran tektorial, putusnya jembatan intersiliar
atau bahkan rupture dari membrane basiler.
b. Pada trauma akustik yang menyebabkan PTS, terjadi kerusakan pada organ
korti akibat mekanisme secara mekanik akibat bunyi diatas 130 dB level
tekanan suara sehingga secara langsung menyebabkan diasosiasi organ korti
dari membarana basiler, gangguan pada junction cell, sehingga
menyebabkan tercampurnya cairan endolimfe dan perilimfe.
d. Pada trauma akustik yang menyebabkan TTS , terjadi detachment sel
stereosilia rambut luar dari tectorial membrane yang masih bersifat
reversible diasosiasikan dengan gejala tinnitus dan hiperakusis. Walaupun
masih reversible, hal ini masih mungkin menyebabkan kerusakan pita pita
sinaps, yaitu synaptopathy, yaitu terputusnya hubungan antara sel rambut
dalam dan neuron afferennya pada fase akut.
e. Pada suara yang melebihi 165dB gelombang suara tersebut dapat secara
langsung menyebabkan rupturnya membrane timpani.

8
2. Proses metabolik11,12,13
a. Vesikulasi dan vakuolisasi pada retikulum endoplasma sel-sel rambut dan
pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat rusaknya membrana
sel dan hilangnya sel-sel rambut.
b. Terjadi cedera pada vaskularisasi stria, menyebabkan gangguan tingkat
konsentrasi ion Na, K, dan ATP.
d. Terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) dan exitotoksisitas glutamate
akibat stimulasi suara berlebihan yang diikuti oleh aktivasi pathway
inflamasi yang menyebabkan kematian sel. ROS akan persisten selama 7-10
hari setelah paparan bunyi keras tersebut, menyebar dari basal organ korti
sehingga menyebabkan kerusakan dan daerah apoptosis yang luas.
Sedangkan glutamate merupakan neurotransmitter pada sinaps antara sel
rambut dalam dan N.VIII. Jumlah glutamate yang terlalu tinggi pada celah
sinaps ini dapat menyebabkan over stimulasi sel post sinaps sehingga
menyebabkan edem pada sel dan dendrites, proses inilah yang disebut
exitotoksisitas glutamate.
e. Peningkatan kalsium bebas pada sel rambut luar setelah overstimulasi
akustik berasal dari pembebasan kalsium dalam sel melalui ion channel dan
dapat menyebabkan apoptosis sel.

Pada TTS umumnya akan pulih dalam 24-48 jam setelah terjadi, tetapi
walaupun threshold dapat pulih dalam jangka waktu cepat, namun belum
ada penelitian lebih lanjut terhadap dampak terjadinya TTS dalam jangka
waktu lama terhadap kerusakan telinga lebih lanjut.

2.3.3 Etiologi
Paparan suara yang berlebihan apalagi berupa suara ledakan dapat
menyebabkan kerusakan organ korti (≥130 dB) maupun secara langsung
menyebabkan rupture membrane timpani (≥165 dB). 11,12
2.3.4 Gejala Klinis

9
Gejala ketulian akibat trauma akustik adalah13 :
 Tuli mendadak setelah terpapar langsung bising
 Tinnitus
 Hiperakusis atau hipersensivitas terhadap suara keras
 Unilateral maupun di kedua telinga
 Vertigo ringan hingga berat
 Nyeri pada telinga dan perdarahan dari telinga dapat muncul jika
terjadi rupture membrane timpani.
 Rasa penuh di telinga

Tabel 2 perbandingan trauma akustik dan NIHL

2.3.5 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan jenis onset hilangnya pendengaran atau
berkurangnya pendengaran,

Apakah tiba-tiba atau pelan-pelan (bertahap).

Apakah ada riwayat terpapar trauma ledakan atau letusan

Sudah berapa lama dirasakan, Apakah hilangnya pendengaran tetap (tidak ada
perubahan) atau malah semakin memburuk.

Apa disertai dengan nyeri, otore, tinnitus (berdenging di telinga), telinga terasa
tersumbat, vertigo, atau gangguan keseimbangan.

Apakah kehilangan pendengarannya unilateral atau bilateral.

10

Apakah mengkonsumsi obat-obatan ototoksis dalam jangka waktu lama. 3,4
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis telinga tidak ditemukan adanya kelainan dari
telinga luar jika membran timpani utuh, perdarahan kecil di membrane, rupture
lapisan luar atau sobekan yang lurus, dapat tampak perforasi membrane timpani
spontan bahkan terjadi kerusakan artikulasi dari tulang-tulang pendengaran 3,4
Dilakukan juga pemeriksaan uji keseimbangan untuk menyingkirkan terdapat
gangguan vestibuler atau tidak.
3. Pemeriksaan dengan Garpu Tala:
Pada tes dengan garpu tala menunjukkan adanya tuli sensorineural. Tes
Batas Atas & Batas Bawah : Hasilnya menunjukan batas atas menurun. Tes
Rinne: Menunjukkan hasil positif. Tes Weber: Lateralisasi ke arah telinga dengan
pendengaran sehat. Tes Schwabach : Hasil menunjukkan  schwabach
memendek.3,4
4. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri nada murni terdapat audiogram hantaran
udara dan hantaran tulang. Kegunaan audiometri hantaran tulang adalah untuk
mengukur kepekaan mekanisme sensorineural saja. Audiogram hantaran tulang
diperoleh dengan memberikan bunyi penguji langsung ke tengkorak pasien
menggunakan vibrator hantaran tulang.
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik
(notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian akibat trauma akustik.

11
Gambar 5. Gambaran tipikal audiogram yang turun menunjukan trauma
akustik

Gambar 6. Gambaran audiogram pada trauma akustik


2.3.6 Diagnosis Banding
Diagnosa banding trauma akustik antara lain, yaitu;
1. Tuli saraf pada geriatri (presbikusis)
2. Tuli mendadak
3. Tuli akibat obat ototoksik

12
2.3.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada trauma akustik terbagi menjadi 2 yaitu pada jenis TTS
( Transient Threshold Shift) kehilangan pendengaran yang berlangsung sementara
dan PTS (Permanent Threshold Shift). Pada TTS dilakukan penatalaksanaan
simptomatik dan suportif. 13,14
 Pasien di istirahatkan terutama dari suara keras.
 Bila terdapat perforasi membrane timpani tidak perlu dilakukan tindakan
operatif karena biasanya bersifat steril dan tepi luka merupakan jaringan
sehat serta vaskularisasinya baik sehingga diharapkan menutup dengan
sendirinya.
 Steroid intratimpanik, yang diberikan melalui membran timpani
menargetkan langsung struktur telinga bagian dalam, dan dengan demikian
mencapai konsentrasi yang lebih tinggi pada organ akhir dibandingkan
dengan steroid sistemik.
 Pemberian oral kortikosteroid prednisolon 1-2 mg/KgBB/ hari selama 7
hari atau injeksi glukokortikoid 1,5 mg/KgBB/IV selama 6 hari. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Yehudai, Noam, et all pada 186 tentara
yang mengalami akustik trauma dalam perang, terapi steroid menunjukkan
perbaikan audiogram hantaran tulang lebih baik daripada yang tidak
menerima terapi tersebut pada 1-4 kHz jika diberikan maksimal 7 hari
setelah terjadinya trauma.
 Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) meningkatkan oksigenasi pada koklea
dan organ Corti dan mengurangi edema endotel melalui vasokonstriksi
dan mengurangi permeabilitas pembuluh darah.
 Pemberian obat yang mengandung anti oksidan seperti N-acetylsistein,
Acetyl-L-Carnitine, atau statin terbukti membantu terapi trauma akustik
dengan mengurangi stress oksidatif yang terjadi pada telinga dalam.

13
Gambar 7. Gambaran audiogram trauma akustik yang menerima terapi
kortikosteroid dan tidak

Apabila penderita sudah sampai pada tahap Permanent Threshold Shift


(PTS) gangguan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi
maka dapat dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar) atau hearing
aid. Pada pasien yang gangguan pendengarannya lebih buruk harus dibantu
dengan penanganan psikoterapi untuk dapat menerima keadaan. Latihan
pendengaran dengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir,
mimik, anggota gerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi.
Selain itu diperlukan juga rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume,
tinggi rendah dan irama percakapan. 5
Bila terjadi tuli bilateral berat yang tidak dapat dibantu dengan a1at bantu
dengar maka dapat dipertirnbangkan dengan memasang implan koklea. Implan
koklea ialah suatu perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
memperbaiki fungsi pendengaran sehingga akan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi penderita tuli saraf berat dan tuli saraf bilateral.6

14
2.3.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan menghindari suara
bising dan gaduh (mendengarkan musik yang terlalu keras dalam jangka waktu
yang lama), berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko seperti menembak,
pelindung pendengaran. Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah
dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff, dan helmet).
Pencegahan kebisingan dapat dilakukan juga dengan pencegahan secara medis
yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur7
Ada 3 jenis alat pelindung pendengaran. Bentuk yang pertama berupa
sumbat telinga (earplug) dapat mengurangi kebisingan 8-25 dB. Biasanya
digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat
telinga antara lain: Formable type, Costum-molded type, Premolded type. Bentuk
kedua berupa tutup telinga (earmuff) dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB.
Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB. Bentuk ketiga berupa helm
(helmet) dapat mengurangi kebisingan 40-50.7

Gambar 6 Earplug

Gambar 7 Earplug

15
2.3.9 Prognosis
Jenis ketulian pada trauma akustik ini merupakan ketulian saraf
koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati, maka prognosisnya kurang
baik sehingga faktor pencegahan lebih diutamakan.5

16
BAB III
KESIMPULAN

Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan


bising, maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol,
serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan
dalam bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-tiba
Trauma akustik dapat disebabkan oleh bising yang keras dan secara tiba-
tiba disebabkan oleh suara ledakan bom, petasan, tembakan, konser. Pada trauma
akustik dapat menimbulkan gejala tinnitus (suara mendenging), ringing (suara
berisik di telinga), gejala sensasi penuh (fullness), nyeri telinga, kesulitan
melokalisir suara, dan kesulitan mendengar di lingkungan bising .
Diagnosis trauma akustik ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik (otoskop) serta pemeriksaan penunjang (audiometri). Penatalaksanaan pada
trauma akustik ini dapat diberikan secepatnya setelah trauma. Trauma akustik
sebaiknya diobati sebagai kedaruratan medis. Apabila penderita sudah sampai
pada tahap gangguan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan
berkomunikasi maka dapat dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu
dengar).
Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan menghindari suara
bising dan gaduh (mendengarkan musik yang terlalu keras dalam jangka waktu
yang lama), berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko seperti menembak,
menggunakan gergaji, mengendarai sepeda motor, dan menggunakan alat
pelindung pendengaran.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Adeleke. 2009. Acoustic Trauma in Handout by Prof. Ogunsote. Penerbit:


Academic Press. Inggris. H. 1-13
2. Timothy. 2018. Acoustic Trauma.
https://www.symptoma.com/en/info/accoustic-trauma.
3. Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, Restuti. Gangguan Pendengaran. Dalam:
Soetirto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Jakarta: Pcnerbit Buku FKUI; 2012. h 10-13. Gangguan Pendengaran
Akibat Bising. Dalam: Bashiruddin, Soetirto. h 42-44
4. Boies, Adams, Higler. Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals
Otolaryngology) Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997. h 27-
38
5. Tetsuro, Hajime, Shin-ya,et all. 2017. Differences between acoustic trauma
and other types of acute noise-induced hearing loss in terms of treatment and
hearing prognosis. Penerbit : Acta Oto Laryngogolica, Vol 137.University of
Tsukuba. Japan.
6. In Seok Moon, Sang Yong Park,et all. 2014. Clinical Characteristics Of
Acoustic Trauma Caused By Gunshot Noise In Mass Rifle Drills Without Ear
Protection. Journal of occupational and enviromental hygiene,8 : 618-623.
Chung-ang college of medicine, Seoul, Korea.
7. Kashani, M, Hamidreza, Mitra. 2013. Prevention Of Acoustic Trauma Induced
Hearing Loss By N-Acetylsisteine Administration In Rabbits. Kashan university
of medical sciences. Kowsar.
8. Mielczarek,marzena , Jurek. 2016. Increased Sensibility To Acute Acoustic And
Blast Trauma Among Patients With Acoustic Neuroma. Medical university of
Lodz, department of otolaryngology, Laryngological Oncology, Audiology and
Phoniatrics.

18
9. Umiana, Tri. Pratiwi Wulandari. 2017. Gangguan Pendengaran Et Causa
Ledakan Gas Pada Pria Usia 33 Tahun. Jurnal Majority, Volume 6, Nomor 2.
Fakultas kedokteran Universitas lampung. Sumatera Selatan.
10. Mesut, Mutluoglu. 2014. Acoustic Trauma and Hyperbaric Oxygen
Treatment. Department of Underwater and Hyperbaric Medicine Gulhane
Military Medical Academy Haydarpasa Teaching Hospital. Turkey.
11. Maqbool, Muhammad, Suhail. 2007. Textbook : Ear Nose and Throat Disease.
Eleventh Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers. India. h 119- 120.
12. Trung N. Lee, Louise V. Straatman. 2017. Current Insight in Noice-Induced
Hearing Loss : a Literature Review of the Underlying Mechanism.
Patophysiology, Assymmetry, and Management Option. Journal of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Biomed Central.
13. Tetsuro, Wada, et all. 2017. Differences between Acoustic Trauma and Other
Type of Acute Noice-Induced Hearing Loss in Terms of Treatment and Hearing
Prognosis. Journal of Acta Oto-Laryngologica, Vol.137.
14. Acute Acoustic Trauma. Evidence-Based Medicine Guideline Central,
Unboundmedicine.com
15. Yehudai, Noam, et all. 2017.Acute Acoustic Trauma among Soldiers during an
Intense Combat. Journal of the American Academy of Audiology.

19

Anda mungkin juga menyukai