Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kementrian Kesehatan tahun 2020-2024 telah menetapkan Restra

Indikator pencapaian target pembinaan pelayanan kesehatan radisonal dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi ibu dan anak, mulai

dari Ibu Hamil, Ibu Besalin, Bayi baru lahir dan Ibu Nifas, dan paling utama

dalam program kesehatan Ibu dapat dinilai melalui Indikator dalam AKI

(Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020).

AKI tertinggi secara global sekitar 295.000 akibat penyebab yang terkait

oleh kehamilan dan persalinan, dengan resiko kematian ibu sebesar 211

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, LICS (Low-Income Countries) dan

LMICS (Lower Middle-Income Countries) menyumbang untuk 94% dengan 462

jiwa kematian ibu secara global, beban tertinggi di Afrika Sub-Sahara dengan

196.000 jiwa diikuti oleh Asia Tenggara dan Asia Selatan menyumbang hampir

1 – 5, dengan 58.000 jiwa sampai 69.000 jiwa kematian ibu tahun 2017

(WHO,2021).

Di Negara ASEAN menduduki peringkat tertinggi AKI ditahun 2017 yaitu

Myamar (250/100.000) lalu diikuti tertinggi ke dua di Laos (185/100.000) dan

diikuti pringkat tertinggi ke tiga di Indonesia (177/100.000) , di negara ASEAN

AKI terendah yaitu di Singapura mencatat AKI terendah hanya 8 per 100.000

kelahiran hidup kemudian disusul Malaysia (29/100.00) ,Brunai Darusalam

(31/100.000), Thailand (37/100.00), Vietnam (43/100.000) (WHO,2021).


Menurut Riskesdas 2019 AKI di Indonesia mengalami penurunan yaitu

dari 4.226 menjadi 4.221. Di Indonesia penyebab kematian ibu secara langsung

adalah komplikasi Persalinan (90%) antara lain karena KPD/KPSW (28%),

Eklamsi (24%), Infeksi (11%), komplikasi Puerrium (11%), Abortus (5%),

Trauma Obtetri (5%), Partus Lama/Macet (5%) (Mahyuddin,2009).

Di Provinsi Jambi tahun 2019 adalah 59 kasus dengan jumlah kelahiran

hidup 65.762. Jika diproyeksikan AKI di Provinsi Jambi tahun 2019 adalah 90

per 100.000 kelahiran hidup, jumlah kematian ibu tertinggi didapatkan di

Kabupaten Tebo sebanyak 10 Kasus, dan diikuti tertinggi kedua yaitu Kabupaten

Bungo dan Merangin di dapatkan 9 Kasus, sedangkan Kota Sungai Penuh tidak

terdapat AKI ( Profil Kesehatan Jambi, 2019).

AKI di Kabupaten Bungo mengalami kenaikan pada tahun 2020 yaitu 126

per 100.000 kelahiran hidup (9 dari 7.065 KH ), sedangkan pada tahun 2019

yaitu 86 per 100.000 kelahiran hidup (6 dari 7.003 KH) dan jika dengan

dibandingkan dengan AKI hasil SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia)

tahun 2012 yaitu sebesar 228 per 100.000 KH maka AKI di Kabupaten Bungo

masih di bawah standar (Profil Dinkes Bungo).

Kejadian KPD berkisar (5-25%) terjadi di Negara maju yang memberikan

konstribusi (60-80%) terhadap morbiditas dan mortalitas neonatal diseluruh

dunia. Kejadian KPD ditemukan (6-20%) pada semua kehamilan dan (94%)

diantaranya terjadi pada kehamilan Pretrm, KPD yang terjadi pada kehamilan

Pretrm dapat menimbulkan masalah, lebih banyak dibandingkan kehamilan

Aterm ( Syarwani,dkk 2020).


Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang

menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada

selaput ketuban atau asenden dari vagina dan serviks, servik inkompetensia yaitu

seviks yang membuka terlalu awal sehingga mudah terjadinya KPD, Kelainan

letak minsalnya letak sungsang,sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan membran bagian bawah, umur,

paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, riwayat abortus, riwayat KPD,

ketegangan rahim yang berlebihan, panggul sempit, trauma yang didapatkan

berhubungan seksual terlalu kencang, dan sering pemeriksaan dalam (Norma D

2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eviana Yatiningsih yang

berjudul Faktor – Faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini

pada ibu hamil di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2018, dalam penelitian ini

yang diambil meliputi : Usia Ibu, Paritas, Pekerjaan dan Infeksi.

Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi

ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi

puerperalis/masa nipas, partus lama, dapat menimbulkan perdarahan post

partum, morbiditas dan mortalitas maternal bahkan kematian. Tujuan penelitian

ini untuk mengetahui hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dengan usia

ibu, paritas, pekerjaan, dan infeksi.

1.1 Rumusan Masalah

Mengetahui apa itu KPD dan penyebab bisa terjadinya KPD pada ibu

hamil.
1.2 Tujuan Penelitian

1.1.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui apa itu KPD dan penyebab bisa terjadinya KPD

pada ibu hamil.

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa itu ketuban pecah dini .

2. Untuk mengetahui mekanisme ketuban pecah dini

3. Untuk mengrtahui Etiologi ketuban pecah dini

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala ketuban pecah dini

5. Untuk mengetahui Diagnosa

6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjangnya dan Komplikasi

ketuban pecah dini

7. Untuk mengetahui penanganan ketuban pecah dini

1.2 Manfaat Penulisan

1.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan

Bisa menambah wawasan bagi tenaga kesehatan medis lainnya agar

lebih dapat memahami dan mampu memberikan pendidikan

kesehatan yang tepat mengenai kejadian KPD.

1.2.2 Bagi Pembaca

Sebagai referensi untuk mencari faktor lain penyebab terjadinya

KPD dan mengetahui apa yang diimaksud dengan KPD.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai

secara spontan , berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap selama

proses persalinan, bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase

belakang kepala, usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah

persalinan ibu dan bayi dalam kondisi sehat dan baik (walyani.2016).

Persalinan menurut APN adalah Peroses dimana bayi, plasenta dan

selaput ketuban keluar dari uterus ibu persalinan diangap normal, dengan

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan tampa disertai ada nya

penyulit .

Menurut walyani (2016) Persalinan adalah proses pengeluaran janin

yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) , lahir spontan

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung 18 jam.

Menurut fitriana (2018) persalinan adalah rangkaian peristiwa

keluarnya bayi yang sudah cukup bulan berada dalam rahim ibunya,

dengan disusul oleh keluarnya Plasenta yang lengkap dan selaput janin

dari tubuh ibu.

2.2.2 Sebab Mulainya Persalinan

Menurut fitriana (2018), sebab mulainya persalinan sebagai berikut :

1. Penurunan Hormon Progestron


Hormon estrogen dapat meninggikan kerentanan otot rahim,

sedangkan hormone progestron dapat menimbulkan relaksasi otot –

otot rahim , selama masa kehamilan terdapat keseimbangan antara

kadar progestron dan estrogen di dalam darah, pada akhir kehamilan

kadar progesteron menurun sehingga timbul his, hal inilah yang

menandakan sebab-sebab mulainya persalinan.

2. Teori Oxitocin

Pada akhir usia kehamilan kadar oxitosin bertambah sehingga

menimbulkan kontarasi otot –otot rahim.

3. Ketegangan Otot – Otot

Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila

dindingnya teregang oleh karena itu isinya bertambah maka terjadi

kontrasi untuk mengeluarkan yang ada didalamnya, ukuran perut

semakin teregang pula otot otot rahim dan akan menjadi semakin

rentan.

4. Pengaruh janin

Hipofise dan kelenjar – kelenjar suprarenal janin rupa –rupanya juga

memegang peranan karena anencephalus kehamilan sering lebih

lama dari biasanya.

5. Teori prostaglandin

yang dihasilkan oleh decidua diduga menjadi salah satu sebab

permulaan persalian, hasil dari percobaan menunjukakan bahwa

prostaglandin f2 atau f2 yang diberikan secara intravena, dan extra


amnial menimbulkan kontrasi myometrium pada setiap umur

kehamilan.

2.2.3 Jenis – Jenis Persalinan

Menurut Fitriana (2018), jenis – jenis persalinan sebagai berikut :

1. Persalinan Spontan

adalah persalinan yang berlangsung dengan adanya kekuatan ibu

melalui jalan lahirnya.

2. Persalinan Buatan

adalah proses persalinan yang di bantu dari tenaga luar atau selain

dari ibu yang akan melahirkan.

3. Persalinan Anjuran

yaitu proses proses persalinan yang tidak dengan proses yang seperti

biasanya akan tetapi berlangsung setelah pemecahan ketuban,

pemberian oksitosin atau prostaglandin.

2.2.4 Tahap – Tahap Persalinan

Menurut fitriana (2018), tahap tahap dalam persalinan sebagai berikut :

1. Kala 1 (pembukaan 1-10)

Tahap ini dimulai dari His persalinan yang pertama sampai pembukaan

serviks menjadi lengkap,berdasarkan kemajuan pembukaan maka kala I

di bagi menjadi dua yaitu :

a. Fase Laten

Fase Laten adalah fase membukaan yang sangat lambat yaitu dari

0 sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.


b. Fase Aktif

Fase aktif adalah fase pembukaan yang yang lebih cepat fase

aktif terbagi menjadi 3 yaitu :

1) Fase akselerasi yaitu pembukaan dari 3-4 berlangsung 2 jam

2) Fase dilaktasi maksimal pembukaan 4-9 berlangsung 2 jam

3) Fase deselerasi yaitu pembukaan dari 9-10 berlangsung 2

jam.

2. Kala II (Pengeluaran Janin)

Pengeluaran tahap persalinan kala II ini dimulai dari pembukaan

lengkap sampai lahir nya bayi.

3. Kala III (Pengeluaran Plasenta)

Tahap persalinan kala III ini dimulai dari lahir nya bayi sampai dengan

lahir nya plasenta .

4. Kala IV (Kala Pemantauan)

Masa 1-2 jam setelah plasenta lahir masa dimulai nya masa nipas

(puerperium) mengingat pada masa ini sering timbul perdarahan.

2.3 Ketuban Pecah Dini (KPD)

2.3.1 Pengertian Ketuban Pecah Dini

Menurut Norma D (2018) Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan

sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, KPD ini adalah

pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda – tanda persalinan, hal ini

dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya


melahirkan. KPD ini merupakan suatu komplikasi yang berhubungan

dengan kehamilan kurang bulan. KPD Preterm adalah KPD sebelum usia

37 minggu. Dan KPD memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12

jam sebelum waktunya melahirkan.

2.3.2 Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Menurut Prawirohardjo 2018, Ketuban pecah dalam persalinan

secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang,

selaput ketuban pecah karena pada daera terterntu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. terdapat

keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler

matriks,perubahan seluruh struktur,jumlah sel, dan katabolisme kolagen

menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban

pecah.

2.3.4 Etiologi

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan

secara pasti mengenai KPD (Norma-D 2018). Beberapa laporan

menyebutkan faktor - faktor yang berhubungan erat dengan kejadian KPD

yaitu :

1. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban

maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa

menyebabkan terjadinya KPD (Norma-D,2018).


a. Infeksi Korioamnionitis

Adalah dimana Korion,Amnion dan cairan ketuban terkena

infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling

serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi

sepsis.

Penyebab Koriomnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama

berasal dari traktus Urogenitalis ibu. secara cara spesifik

permulaan infeksi berasal dari vagina,anus,atau rectum dan

menjalar ke uterus, angka kejadian Koriomnionitis 1 – 2%,

(Prawirohardjo,2018).

b. Infeksi grub b Stereptococcus mikroorganisme seringkali

menyebabkan Amnionitis, selain itu bacteroides fragilis

lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri

bakteri yang sering ditemukan cairan ketuban pada kehamilan

preterem, bakteri - bakteri tersebut dapat melepaskan mediator

implamasi yang menyebabkan kontraksi uterus, dengan adanya

perubahan dan pembukaan serviks serta pecahnya selaput

ketuban ( Tahir, 2021)

c. Infeksi genetalia

Infeksi genetalia ini merupakan salah satu penyebab terjadinya

KPD dan persalinan preterm, vaginosis bacterial/ bakteri

vaginosis merupakan flora normal vagina dengan bakteri

anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerrella vaginalis


akan menimbulkan infeksi keadaan ini telah lama dikaitkan

dengan kejadian KPD, terutama bila pada pemeriksaan pH

vagina lebih 5,0. Normalnya nilai pH vagina adalah 3,5 - 4,5.

Abnormal/diatas pH vagina dapat mengidentifikasi adanya

infeksi vagina (Prawirohardjo,2018)

2. Inkompetensia serviks

Inkompetensian serviks adalah keterbukaan pada leher Seviks/

Rahim, serviks dengan suatu kelainan anatomik yang nyata

disebabkan laserasi sebelum melalui ostium uteri internum atau

merupakan kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan

terjadinya latasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam

masa kehamilan trimester 2-3 yang diikuti dengan penonjolan dan

robekan selaput ketuban serta keluarnya hasil kontrasepsi

(Prawirohardjo,2018).

3. Umur

Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum

tumbuh mencapai ukuran dewasa, Sedangkan pada umur ibu yang

lebih dari 35 tahun kesehatan ibu sudah mulai menurun jalan lahir

kaku sehingga rigiditas tinggi (Maryunani,2016).

Menurut Manuabah dkk,2015 menjelaskan bahwa usia

seorang wanita memiliki reproduksi optimal antara 20-35 tahun,

dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun akan mudah terjadi resiko

saat kehamilan dan persalinan.


4. paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu Sampai dengan

paritas tiga, rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil, Setiap

kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-

otot rahim selama 9 bulan kehamilan Akibat regangan tersebut

elastitas otot – otot rahim tidak kembali seperti sebelum hamil

setelah persalinan (Maryani.2016).

Klasifikasi paritas dibagi menjadi 3 yaitu :

a. primipara

primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak,

yang cukup besar untuk hidup didunia luar (Varney,2006).

b. multipara

multipara adalah wanita yang melahirkan seorang anak lebih

dari satu kali (Prawihardjo,2009).

c. grandemulti

grandemulti adalah wanita yang pernah melahirkan 5 orang

anak atau lebih (Varney,2006).

5. Polihidramnion/ Hidramnion

Hidramnion merupakan sebuah kelainan kehamilan yang

berhubungan dengan kadar atau jumlah air ketuban melebihi jumlah

cairan. Hidramnion sering kali disebut dengan polihidramnion.

komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah


malpresentasi janin, KPD, prolab tali pusat, persalinan pretem dan

gangguan pernapasan pada ibu (Ptatiwi,2021).

6. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda adalah kehamilan dua janin atau

lebih ,kehamilan kembar dapat dapat memberikan risiko yang lebih

tinggi baik bagi janin maupun ibu janin. Kehamilan kembar ini dapat

berhungan dengan KPD yaitu faktor risiko terjadi KPD pada hamil

kembar 2 50% pada hamil kembar lebih dari 2 90% ini dapat

memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga sewaktu

waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba tiba (Tahir,2021).

Menurut manuaba (2012) menjelaskan bahwa kehamilan ganda

merupakan kehamilan dengan ukuran uterus yang lebih besar

dibandingkan umur kehamilannya,sehingga terjadi keregangan rahim

berlebihan hal tersebut akan meningkatkan tekanan intrauterine,

dengan tekanan yang berlebihan ini vaskularisasi tidak berjalan

dengan lancer yang dapat mengakibatkan selaput ketuban

kekurangan jaringan ikat, sehingga selaput ketuban tidak kuat dan

lemah dan bila terjadi sedikit pembukaan serviks maka selaput

ketuban akan mudah pecah.

7. Kelainan letak

persalinan pada letak sunsang merupakan kontroversi karena

komplikasinya tidak dapat di duga sebelumnya,sehingga tidak ada

bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian terbawah. Terutama

pada persalinan kepala bayi. Sebab terjadinya letak sunsang adalah

terdapat plasenta previa, keadaan janin yang menyebabkan letak

sungsang (makrosemia, hidrosefalus, anesefalus ) keadaan air

ketuban (oligohidramnion , hidramnion) keadaan kehamilan seperti

hamil ganda/ kembar) keadaan uterus (uterus arkuatus) keadaan tali

pusat (pendek, terdapat lilitan tali pusat pada leher) letak sungsang

dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga

membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Tahir,2021)

8. Golongan darah

golongan darah ini sebagai hubungan KPD akibat golongan darah

ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan

bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban (Norma-D,2018)

9. Trauma

trauma minsalnya seperti hubungan seksual saaat hamil dengan

frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, pemeriksaan dalam dan

amniosintesis. Pemeriksaan dalam ini merupakan manipulasi dari

jari tangan pemeriksaan kedalam vagina hal ini dapat memicu

terjadinya KPD karena terdapat risiko masuknya infeksi kedalam

vagina yang dapat merusak selaput ketuban sehingga membrane

selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah secara spontan

(Tahir,2021)

10. Riwayat KPD Sebelum Nya


riwayat KPD sebelumnya juga dapat disebabkan oleh adanya

riwayat kelahiran yang belum cukup bulan dan riwayat KPD ibu

sebelumnya (Irmawati,2016).

11. Anemia dan defesiensi gizi

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu

peningkatan produksi eritropoietin, akibatnya volume plasma

bertambah dan sel darah merah meningkat, namun peningkatan

volume plasma tersebut terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika

dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi

penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi

(Prawirohardjo,2014).

Menurut sarwono penyebab anemia tersering adalah defesiensi

zat ,zat nutrisi sering kali defisiensinya bersipat multiple dengan

manipestasi klinik yang disertai infeksi,gizi buruk atau kelainan

herediter seperti hemoglobinopati. Penyebab mendasar nutrisional

meliputi asupan gizi yang kurang . kadar hemoglobin yang rendah

dan defisiensi nutrisi dapat mempengarihi respon tubuh terhadap

infeksi abnormalis struktur kolagen dan perubahan matriks ektra

seluler sehingga mengakibat selaput ketuban menjadi tipis dan

rapuh.

2.3.5 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini

Menurut Norma D (2018) Tanda gejala yang terjadi pada

ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan ketuban merembes


melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti

bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes

dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan

berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.

demam bercak vagina yang banyak , nyeri perut, denyut jantung

janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi

pada KPD tersebut.

2.3.6 Diagnosa

Menurut Norma D (2018) Menegakkan diagnosa KPD secara

tepat sangat penting, Karena diagnose positif palsu berarti

melakukan intervensi separti melahirkan bayi terlalu awal atau

melakukan seksio ceasar yang sebetulnya tidak ada indikasinya.

Sebaiknya diagnosa yang negative palsu berarti akan membiarkan

ibu dan janin mempunyai risiko infeksi yang akan mengancam

kehidupan janin, ibu atau keduanya, Oleh karena itu di perlukan

diagnosa yang tepat dan cepat.

Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan

yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir, cairan berbau khas,

dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut his

belum teratur atau belum ada pengeluaran lendir darah.


2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari

vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih

banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3. Pemeriksaan dengan speculum

Pemriksaan dengan speculum pada KPD akan tampak keluar

cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga

tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,

mengejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian

terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium

uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam didapatkan cairan di area vagina dan selaput

ketuban sudah tidak ada lagi, mengenai pemeriksaan dalam

vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan

yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu

diadakan pemeriksaan dalam, Karena pada waktu periksaan

dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim

dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa

dengan cepat menjdi patogen. Pemeriksaan dalam hanya

dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang di

lakukan indikasi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut norma D 2018, pemeriksaan menunjukan Sbb :


1. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu perlu diperiksa : warna ,

konsentrasi, bau dan PH nya, cairan yang keluar dari vagina ini

kecuali air ketuban mungkin juga urin atau secret vagina , secret

vagina ibu hamil pH : 4-5 dengan kertas nitrazin tidak berubah

warna tetap kuning

a. Tes lakmus (tes nitrazin ), jika kertas lakmus merah berubah

menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH

air ketuban 7 – 7,5 darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif palsu.

b. Mikroskopik (tes pakis ) dengan meneteskan air ketuban

pada gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan

mikroskopik menunjukan gambaran daun pakis.

2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemerikpsaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah

cairan ketuban yang sedikit, namun sering terjadi kesalahan pada

penderita olighidromnion.

2.3.8. Komplikasi

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia

kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan yang

terjadi pada 10-40% bayi baru lahir , risiko infeksi meningkat pada

kejadian KPD, semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya


dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis ( radang

pada korion dan amnion ) selain itu kejadian prolaps atau keluarnya

tali pusat dapat terjadi pada KPD, risiko kecacatan dan kematian

janin meningkat pada KPD preterm, hipoplasia paru merupakan

merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm

kejadiannya mencapai hamper 100% apabila KPD preterm ini terjadi

pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

2.3.9 Penatalaksanaan

Menurut norma D, 2018 penatalaksaan KPD yaitu:

Ketuban pecah dini termaksud dalam kehamilan beresiko

tinggi. Kesalahan dalam mengelolah KPD akan membawa akibat

meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli

kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum

terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri

kehamilan akan menaik kan insidensi bedah sesar,dan kalau

menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi

chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh

cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan

kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi

waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan

infeksi yang akan memperburuk prognosis janin. Penatalaksanaan

KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak


diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi

(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko

yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS

dibandikan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang

bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal

untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih

biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti

dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya

morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi

janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban

atau lamanya periode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengabil 2

faktor yang harus sipertimbangan dalam mengambil sikap atau

tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada

tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu ).

Beberapa penelitian menyabutkan lama periode laten dan durasi

KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan

peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak

antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut

periode latent = l.p = “lag”period. Makin muda umur kehamilan

makin memanjang l.p-nya. Pada hakikatnya kulit ketuban yang

pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80

% kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam


setelah kulit ketuban pecah,bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban

pecah belum ada tanda-tanda pesalinn maka dilakukan induksi

persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

pemberian antibiotic profilaksis dapat menurunkan ineksi pada

ibu. Walaupun antibiotic tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus

namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih peting dari pada

pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilsksis perlu

dilakukan. Waktu pemberian antibiotic hendaknya diberikan segera

setelah diagnosis KPD ditengah dengan petimbangan : tujuan

profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi ,

proses persalinan umunya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa

penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera

diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita

akan menjadi inpartu dengan terjadinya. Dengan mempersingkat

periode laten durasi KPD dapat di perpendek sehingga resiko infeksi

dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat

terhadap keadaan janin, ibu dan jalanya proses persalinan

berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik

dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his

terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan

(his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop

score jika >5 induksi dapat dilakukan,sebaliknya <5, dilakukan


pematangan servik, jika tidak berhasil akhir persalinan dengan

seksiosesaria.

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan Preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan

tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif

disertai pemberian antibiotic yang adekuat sebagai profilaksi.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi

trendelenbeng, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk

mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa

mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent

diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.

Sikap konservasi meliputi pemeriksaan leokosit darah setiap hari,

pemeriksaan tanda – tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam

pengawasan DJJ , pemberian anti biotic, mulai saat diagnose

ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.

Pemberian kastikoteroit antenatal pada preterm KPD telah

dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian ketuban pecah

dini telah direkomendasikan pengunaan kortikosteroid pada preterm

KPD kehamilan 30 – 32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion,

betametason 2 dosis masing masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau

dexametason 4 dosis masing – masing 6 mg tiap 12 jam .


2.4 Faktor - Faktor Berhubungan Dengan Ketuban Pecah Dini
2.4.1 Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan, umur

sangat menentukan status kesehatan ibu. Ibu dikatakan berisiko

tinggi apabila berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun

(walyani,2020).

pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum

tumbuh mencapai ukuran dewasa, Sedangkan pada umur ibu yang

lebih dari 35 tahun kesehatan ibu sudah mulai menurun jalan lahir

kaku sehingga rigiditas tinggi (Maryunani,2016).

Menurut Manuabah dkk,2015 menjelaskan bahwa usia

seorang wanita memiliki reproduksi optimal antara 20-35 tahun,

dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun akan mudah terjadi resiko

saat kehamilan dan persalinan.

Menurut penelitian Octavia 2019 wanita yang ber umur kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan mempunyai resiko yang

tinggi untuk hamil karena akan membahayakan kesehatan dan

keselamatan ibu hamil maupun janinnya, Ibu hamil dengan usia

tersebut berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti anemia,

kebutuhan terhadap gizi juga berpengaruh pada usia tersebut ,usia

dibawah 20 tahun rahim ibu belum berkembang sempurna untuk

menerima keadaan janin dan belum matang dalam menghadapi

tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan usia ibu

diatas 35 tahun dan sering melahirkan memiliki fungsi refroduksi


yang sudah mengalami kemunduran dibandingkan fungsi reproduksi

normal, hal ini bisa menyebabkan terjadinya komplikasi pasca

persalinan dan ketuban pecah dini (Purwaningtyas dkk,2017).

2.4.2 Paritas

Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh

seorang ibu dari anak pertama sampai dengan terakhir,

Prawirohardjo,2011. Paritas terdiri dari primipara, multipara, dan

grandemultipara. Untuk primipara seorang wanita yang baru pertama

kali melahirkan, pada Primipara alat panggul masih kaku dan blum

elastis. Multipara yaitu seorang wanita yang telah melahirkan anak

lebih dari satu sedangkan Grandemultipara seorang wanita yang

telah melahirkan lebih dari 5X.

Untuk wanita yang telah melahikan beberapa kali kemudian

mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya dan jarak kehamilan

terlalu dekat maka akan lebih berisiko mengalami KPD pada

kehamilan berikutnya,( nugroho, 2012)

Klasifikasi paritas dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Primipara

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak,

yang cukup besar untuk hidup didunia luar (Varney,2006).

b. Multipara

Multipara adalah wanita yang melahirkan seorang anak lebih

dari satu kali (Prawihardjo,2009).


c. Grandemulti

Grandemulti adalah wanita yang pernah melahirkan 5 orang anak

atau lebih (Varney,2006).

Menurut Teori, Jumlah kehamilan ibu yang beresiko adalah

paritas 1 dan lebih dari 4. Paritas 2-3 adalah merupakan paritas yang

aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas

lebih dari 4 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi,

karena anak pertama ada kekuatan otot atau serviks yang kaku

memberikan tahan yang jauh lebih besar dan dapat memperpanjang

persalinan, pada anak keempat atau lebih adanya kemunduran daya

lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan

saat hamil sehingga nutrisi yang dibutuhkan janin berkurang,

sehingga dapat terjadi perpanjang persalinan (Prawirohsrdjo,2009)

Menurut Penelitian Rosnia dan Eviana, Paritas ibu

berpengaruh terjadinya peningkatan ketuban pecah dini, semakin

tinggi paritas semakin besar terjadinya ketuban pecah dini, ibu

dengan paritas primipara dan grandemultipara dalam kehamilan

perlu antisipasi untuk terjadinya ketuban pecah dini, karena

vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan

jaringan selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya ketuban pecah

secara spontan.
2.4.3 Kelainan Letak

a. Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian

terendahnya bokong. dengan insidensi 3-4% dari seluruh kehamilan

tunggak pada umur kehamilan cukup bulan >+37 minggu,

presentasi bokong merupakan malpresentasi yang paling sering

dijumpai sebelum umur kehamilan 28 minggu kejadian presentasi

bokong berkisar antara 25-30%, penyebab terjadinya presentasi

bokong blum diketahui penyebabnya, tetapi terdapat beberapa

faktor resiko prematuritas, abnormalitas structural uterus,

polihidramnion/ kelebihan cairan ketuban, multi-paritas dan primi-

paritas, mioma uteri, dan riwayat presentasi bokong sebelumnya

(Prawirohardjo,2018)

b. Macam Macam Letak Sunsang menurut Norma-D, 2018 yaitu:

a) Letak bokong murni, presentasi bokong murni dalam

bahasa inggris frank breech, bokong saja yang menjadi

bagian depan sedangkan tungkai lurus menyilang keatas.

b) Letak bokong kaki, disamping bokong teraba kaki dalam

bahasa inggris complete breech, disebut letak bokong kaki

sempurna dan tidak sempurna, dan disamping bokong

teraba dua kaki atau satu kaki.

c) Letak kaki, lutut atau disebut dengan incomplete breech.

Menurut Tahur 2021, persalinan pada letak sunsang

merupakan kontroversi karena komplikasinya tidak dapat di duga


sebelumnya,sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu

atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian terbawah. Terutama pada persalinan kepala bayi.

Sebab terjadinya letak Sungsang adalah terdapat Plasenta Previa,

keadaan janin yang menyebabkan letak sungsang (Makrosemia,

Hidrosefalus, Anesefalus ) keadaan air ketuban (Oligohidramnion ,

Hidramnion) keadaan kehamilan seperti hamil ganda/ kembar)

keadaan uterus (uterus arkuatus) keadaan tali pusat (pendek, terdapat

lilitan tali pusat pada leher) letak sungsang dapat memungkinkan

ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban

pecah sebelum waktunya.

Menurut nugroho,2012 salah satu faktor penyebab kpsw

adalah kelainan letak, hal ini dikarenakan posisi janin dalam rahim

yang tidak sesuai dengan jalan lahir, misalnya letak sungsang dan

letak lintang sehingga menyebabkan tidak ada bagian terendah yang

menutupi pap, yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran

bagian bawah.
BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

I. PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal : 21 Maret 2022
Pukul : 09.00 WIB

A. ANAMNESA DATA SUBJRKTIF)


1. Identitas
a. Ibu b. Suami
Nama : Ny”E” Nama Tn”W”
Umur : 29 tahun Umur : 43 tahun
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan: S1 Pendidikan: S1
Pekrjaan : IRT Pekrjaan : Wiraswasta
Alamat : Angso duo Alamat :Angso Duo
Telp :- Telp :-
2. Alasan Kunjungan ini :
3. Riwayat Menstruasi
a. Haid pertama :15 tahun
b. Siklus :28 hari
c. Banyaknya :3x ganti pembalut
d. Warnanya :Merah segar
e. Lamanya :4-5 hari
f. Sifat darah :Encer
g. Teratur/tidak :Teratur
h. Dismenorhea :Ada
4. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
N Usia Tempat Jenis Penolong
Tgl
o Keha Persa Persa Persa Bayi Nifas
Lhir/Umr
milan linan lianan linan
1 Ini

5. Riwayat kehamilan ini


a. HPHT :02-05-2021
b. HTP :09-02-2022
c. Pergerakan anak yang dirasakan ibu pertama kali : 16 minggu
d. Obat yang dikonsumsi (termasuk jamu) : Tidak ada
e. Berapa kali pergerakan janin dalam 24 jam terakhir :16-20 kali

6. Keluhan pada
a. TM 1 : Mual muntah
b. TM 2 :Tidak nafsu makan
c. TM 3 :Sering BAK
7. Imunisasi TT : TT 2
8. Riwayat Kontrasepsi : Tidak ada
9. Tanda-tanda persalian
a. Kontraksi : Ada
b. Frekuensi :
c. Lamanya : -
d. Kekuatan : Kuat
e. Lokasi ketidaknyamanan :Perut menjalar ke pinggang
10. Pengeluaran pervagianam
a. Darah + lendir : Tidak Ada
b. Air Ketuban :pecah
c. Darah :Ada
11. Pola makan terakhir
a. Makan
Jenis : Nasi, lauk dan sayur
Masalah : Tidak ada
b. Minum
Jenis : Air putih dan susu
Masalah : Tidak ada
12. Dukungan selama hamil
a. Status kesehatan suami : Baik
b. Beban kerja : Dalam batas normal
c. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
d. Hubungan seks :2x seminggu
13. Pola tidur
a. Siang :1-2 jam
b. Malam :6-7 jam
14. Riwayat kesehatan
a. Jantung : Tidak ada
b. Hipertensi : Tidak ada
c. Liver : Tidak ada
d. DM : Tidak ada
e. Asma : Tidak ada
f. Ginjal : Tidak ada
g. Rubella : Tidak ada
h. TBC : Tidak ada
i. Alergi : Tidak ada

15. Riwayat kesehatan keluarga


a. Jantung : Tidak ada
b. Hipertensi : Tidak ada
c. DM : Tidak ada
d. Asma : Tidak ada
e. Hepatitis : Tidak ada
f. TBC : Tidak ada
16. Keluhan psikologi : Tidak ada
17. Riwayat Sosial
a. Perkawinan
Status Perkawinan : Sah
Perkawinan ke : Pertama
b. Kehamilan
Direncanakan : Iya
Diterima : Iya
c. Hubungan dengan keluarga : Baik
d. Hubungan dengan masyarakat : Baik
B. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBJEKTIF)
1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Emosi : Stabil
d. Tinggi badan :155 cm
e. Berat badan :56 kg
f. TTV
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/i
Suhu : 36,6 C
Pernapasan : 22x/i
2. Kepala : Bersih
3. Wajah : Simetris dan tidak odema
4. Mata : Tidak ikterik dan tidak anemis
5. Mulut : Bersih
6. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjer
7. Payudara: Simetris
8. Tangan san Kaki
a. Tangan
Nyeri dan perih menggengam : Tidak ada
Odema : Tidak ada
Pucat pada telapak tangan dan ujung jari : Tidak ada
b. Kaki
Odema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Reflek patella: (+) Positif
9. Punggung : Lordosis

10. Abdomen
a. Inspeksi
Bekas luka operasi : Tidak ada
Ukuran dan bentuk : Tidak ada
Linea dan strie :Ada
Gerakan janin : Ada
Nyeri abdomen : Tidak ada
b. Palpasi
Kelembutan
Massa
Pembesaran hati dan lien
c. Ukur tinggi fundus
d. Auskultasi/ DJJ : 132 x/i
e. Palpasi
Leopold 1 :TFU 36 cm, di bagian atas teraba lembek dan tidak
melinting kemungkinan bokong janin
Leopold 2 :Dibagian kiri perut ibu teraba panjang memapan
kemungkinan punggung janin dan sebelah kanan teraba
tonjolan-tonjolan kecil kemungkinan ekstremitas jani
Leopold 3 :Dibagian terbawah ibu teraba bulat melinting
kemungkinan kepala janin
Leopold 4 : Konvergan
11. Lipatan Paha
a. Pembesaran kelenjer limfe : Tidak ada
12. Vulva dan Perineum
a. Inpeksi (labia, klitoris dan perineum)
1) Vulva
Bekas garukan, luka atau benjolan : Tidak ada
Pembesaran pembuluh darah : Tidak ada
Tanda-tanda trauma : Tidak ada
Discharge abnormal : Tidak ada
Tanda-tanda inflamasi (kutil, bisul) : Tidak ada
2) Pemeriksaan dalam
Atas indikasi : keluar air-air dari jalan lahir
Perineum kaku/tidak :Tidak
Pembukaan : Belum ada
Keadaan ketuban : Air ketuban merembes dari jalan lahir

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Hemoglobin : 12 gram %
2. Protein Urine : (-) Negatif
3. Glukosa Urine : (-) Negatif

II. ASSASMENT

A. DIAGNOSA

Ibu dengan G1P0A0H0 Usia kehamilan 41 minggu janin tunggal hidup,

intra uteri, puki, preskep keadaan umum ibu dan janin baik dengan KPD.
Dasar:

1. Ibu mengatakan hamil anak pertamanya

2. Ibu mengatakan HPHT : 14-06-2021

3. Teraba 1 kepala, 1 bokong, DJJ 132 kali/i

4. Leopold 2: Puki

5. Leopold 3: Preskep

6. Keadaan umum ibu baik

B. MASALAH

Masalah : ketuban pecah dini (KPD)

C. KEBUTUHAN

1. Informed Consent

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga

3. Menjelaskan tindakan segera dan observasi yang akan dilakukan

4. Memberikan Asuhan sayang ibu

5. Personal Hygene

6. Berikan dukungan psikologi pada ibu

7. Berikan ibu vit A

8. Berikan bayi Vit K

9. Berikan bayi salab mata

10. Berikab bati imunisasi HB 0

D. DIAGNOSA POTENSIAL

1. Infeksi
III PLANNING

1. Informed consent

Informed consent dilakukan untuk menjelaskan kondisi yang dialami

oleh ibu kepada ibu dan keluarga sebelum melakukan tindakan serta

meminta persetujuan dari pihak keluarga tentang tindakan yang akan

kita lakukan.

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga

Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu

mengalami KPD dengan keadaan umum ibu baik dan kesadaran ibu

composmentis

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

1) Tekanan darah : 120/80 mmHg

2) Suhu : 36,7oC (axilla)

3) Nadi : 84 kali per menit

4) Pernapasan : 24 kali per menit

b. DJJ 132kali per menit terdengar jelas, kuat dan teratur

c. Ketuban merembes

Evaluasi : ibu dan keluarga memahami tentang keadaan ibu dan

keluarga memberi dukungan yang dapat mengurangi kecemasan agar

siap menghadapi persalinan.

3. Menjelaskan tindakan segera dan observasi yang akan dilakukan


a) Berkolaborasi dengan dokter obgyn untuk tindakan yang akan

dilakukan dr obgyin memberikan instruksi pemasangan infus RL 20

tetes per menit dan antibiotik (cefotaxint) sesuai intruksi dokter.

Evaluasi :pemberian infus RL 20 tetes/ menit dan antibiotic

(Ceftaxint) 1gr/ IV sudah diberikan sesuai dengan instruksi dokter.

b) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam(kecuali nadi setiap 30 meit)

observasi tanda-tanda vital memantau keadaan ibu seperti memantau

terjadinya demam yang merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi

pada ibu sehingga mempermudah melakukan tindakan

Evaluasi :observasi tanda-tada vital sudah dilakukan, didapatkan.

TTV pada jam 16.00 WIB

TD : 120/70 mmHg

S : 36,7 C

N : 90 x/i

R : 23x/i

c) Observasi DJJ setiap 30 menit

Saat ada kontraksi , DJJ bisa berubah sesaat hingga apabila ada

perubahan dapat diketahui dengan cepat dan dapat bertindak secara

cepat dan tepat.

Evaluasi : Pemantauan DJJ sudah dilakuakan, didapatkan DJJ

Jam 12.30 : 132x/i

Jam 13.00 :135x/i

Jam 14,30 :130x/i


Jam 15.00 :120x/i

Jam 15.30 :132x/i

Jam 16.00 :132x/i

Jam 16.30 :128x/i

Jam 17.00` :130x.i

Jam 17.30 :138x/i

Jam 18.00 :132x/i

Jam 18.30 :132x/i

Jam 19.00 :133x/i

Jam 19.30 :132x/i

Jam 20.00 :135x/i

d) Observasi vaginal toucher (VT) kontrol tiap 4jam apabila ada

kontraksi

Evaluasi : VT sudah dilakukan da pembukaan belum ada

e) Observasi His setiap 30 menit

Karena kekuatan kontraksi uterus dapat berubah setiap saat sehingga

mempengaruhi penurunan kepala.

Evaluasi : kontraksi ibu sudah diobservasi dan masih dalam keadaan

normal

f) Pasien di instruksikan oleh dokter untuk SC

menganjurkan pasien untuk melakukan tindakan SC untuk

mengurangi resiko yang akan terjadi pada ibu dan bayi.

Evaluasi : pasien mau mengikuti instruksi dari dokter


4. Memberikan Asuhan sayang ibu

a) Ajarkan teknik relaksasi dan pengaturan napas pada saat kontraksi,

menganjurkan ibu menarik napas melalui hidung dan hembuskan

melalui mulut seperti sedang meniup-niup selama timbul kontraksi.

Evaluasi : teknik relaksasi sudah dilakukan oleh pasien dan

mengurangi rasa sakit akibat kontraksi.

b) Anjurkan pengosongan kandung kemih sesering mungkin

1) Kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi kontraksi,

mencegah penekanan pada vena cafa inferior oleh uterus yang

membesar.

2) Menghalangi penurunan kepala bayi dan memberi perasaan tidak

nyaman pada ibu.

Evaluasi : kandung kemih pasien sudah dikosongkan.

5. Melakukan Personal Hygene

Suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan.

Evaluasi : personal hygine pada ibu sudah diberikan dan ibu sudah

bersih.

6. Memberikan dukungan psikologi pada ibu

Kebutuhan psikologi pada ibu bersalin merupakan salah satu kebutuhan

dasar pada ibu bersalin yang perlu diperhatiakn bidan. Keadaan psikologi

ibu bersalin sangat berpengaruh pada proses dan hasil akhir persalinan

kebutuhan ini berupa dukungan emosional dari bida sebagai pemberi


asuhan maupun dari pendamping persalinan baik dari suami /keluarga

seperti membangun kepercayaan pasien kepada bidan atau pendanping

serta meningkatkan rasa kenyaman pasien.

Evaluasi : dukungan psikologi sudah diberikan

7. Memberikan ibu vit A

Ibu nifas biasanya diberikan vit A sebanyak 2x yaitu setelah persalinan

dan selanjutnya diminum 24 jam setelah persalianan.

Evaluasi : ibu sudah diberikan vit A

8. Memberikan bayi Vit K

Untuk membantu proses pembekuan darah dan mencegah perdarahan

yang bisa terjadi pada bayi baru lahir.

Evaluasi : vitamin K sudah diberikan bayi.

9. Memberikan bayi salab mata

Pemberian salap mata pada bayi bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi pada mata bayi

Evaluasi : salab mata sudah diberikan pada bayi

10. Memberikan bayi imunisasi HB 0

Bertujuan untuk mencegah terjadinya hepatitis atau tertular penyakit lain

Evaluasi :imunisasi HB o deberikan saat bayi berumur 0-7 hari.


BAB IV

PERBEDAAN TEORI DAN LAPANGAN

Pasien Ny”E” datang ke RSUD H. Hanafie muara bungo tanggal 20

maret 2022 jam 12.00 WIB dengan keluhan utama keluar air dari jalan lahir

sejak 2 jam yang lalu. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang maka didapatkan diagnosis G1P0A0H0 hamil 41 minggu dengan

ketuban pecah dini 2 jam yang lalu janin tunggal hidup dengan presentasi

kepala.

Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium Pada kasus berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT

09-05-2021 dan datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 2 jam

sebelum masuk rumah sakit. air yang keluar berwarna putih bening dan tidak

berbau. Keluhan ini disertai dengan adanya sakit perut menjalar ke pinggang dan

keluar lendir darah berdasarkan usia kandungan pasien sudah lebih bulan

postterm yaitu 41 minggu dan keluhan yang dirasakan oleh pasien mengarah

kepada diagnosis ketuban pecah dini dan menyatakan belum ada tanda-tanda

inpartu.

Pada kasus pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal baik

pemeriksaan tanda-tanda vital maupun status generalisata dari pasien. Pada

pasien belum didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu

36,6 C. Denyut nadinya juga dalam batas normal yaitu 86 kali per menit.

Tekanan darah pasien juga dalam batas normal yaitu. 120/70 mmHg.

berdasarkan teori pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidak nya tanda-tanda infeksi pada ibu. hal ini terkait dengan

penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat

pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.

Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat. Tetapi pada kasus ini tidak

didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.

Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan

pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD

akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien

KPD akan tampak cairan keluar dari vagin. Cairan yang keluar dari vagina perlu

diperiksa warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau

menunjukkan adanya proses infeksi. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan

inspekulo.

Pada kasus dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk menentukan ada

tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini

belum ada pembukaan dan ketuban(-) Pemeriksaan dalam vagina dibatasi

seminimal mungkin untuk mencegah infeksi.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa leukosit pasien

meningkat yaitu 12.210 mm. Hal ini menunjukkan adanya proses infeksi.

Pada kasus ini keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini

pecahnya ketuban dicurigai terjadi 2 jam sebelum masuk rumah sakit sementara

belum ada tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam kecuali pengeluaran

lendir yang bercampur darah.


Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap

pasien KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada

ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu

pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD

ditegakkan. Pada kasus ini pasien segera diberikan antibiotik ceftriaxone 1 gr

dan diinduksi dengan oxytocin 1atau2 ampul.

Berdasarkan anamnesis pemeriksaan Fisik dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus

yang ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada

pasien ini pada umumnya tepat.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban

sebelum waktunya melahirkan, KPD ini adalah pecahnya selaput ketuban

sebelum ada tanda – tanda persalinan, hal ini dapat terjadi pada akhir

kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD ini

merupakan suatu komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan

kurang bulan. KPD Preterm adalah KPD sebelum usia 37 minggu. Dan

KPD memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum

waktunya melahirkan.

5.2 Saran

Di penulisan ini penulis berharap kepada pembaca agar bisa

menambahan wawasan dan memberi kritik serta saran apabila dirasa ada

kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai