Anda di halaman 1dari 5

USHUL 'ISYRIN ( 20 PRINSIP) UNTUK KESATUAN UMMAT

Muqaddimah
Usul Isyrin adalah salah satu tulisan yang ditulis oleh Kyai H. Hasan Al Bana, & merupakan
buah tangan  yang sangat penting, karena risalah ini mengandung beberapa perkara yang wajib
dipercayai & diketahui oleh setiap Muslim & wajib diikuti dalam prilaku & tindak-tanduknya;
baik untuk menjalin hubungan yang erat kepada Khaliqnya & untuk menjalin hubungan  yang
erat terhadap sesama manusia.
 
Bahwa dalam Usul Isyrin ini, KH. Hasan Al-Banna menerangkan berbagai perkara yang tak
sepatutnya terjadi perselisihan pendapat (pertikaian) di dalamnya, terutama dalam hal-hal yang
berkenaan dengan aqidah, karena aqidah harus difahami sebagaimana yang terdapat di dalam Al-
Quran Al-Karim & Sunnah An-Nabawiyah. Semoga dengan penjelasan ini setiap Muslim dapat
memahami Islam sebagaimana yang patut difahami tanpa menambah atau menguranginya
sedikitpun dari apa yang telah diturunkan oleh Allah & disampaikan oleh Rasul-Nya saw.
 
Demikian juga dalam Usul Isyrin ini imam Hassan Al-Banna, Pendiri & Al-Mursyid Pertama
jamaah Ikhwanul Muslimin, menerangkan bahwa di dalam Islam terdapat hal-hal yang
dibenarkan untuk berbeda pendapat di samping perkara-perkara yang tak boleh berbeda pendapat
tadi. Semoga dengan ini setiap  Muslim itu mengetahui  di mana tempat-tempat yang boleh
berbeda & tak merasa ganjil bila berhadapan dengan perbedaan pendapat seperti itu.
Kepada para Ikhwan hendaknya membaca & mengulang-ulang buku ini sehingga dapat
memberikan pencerahan, mehamami terhadap ajaran Islam & mempererat ukhuwah terhadap
sesama. Kemudian hal-hal yang telah diketahui & difahami dari ajaran-ajaran Islam tersebut
hendaklah diamalkan. Dan setiap amalan tersebut hendaklah dapat membentuk jiwa & membina
diri dalam suasana Islami; karena beramal dalam usaha pembentukan peribadi adalah cara yang
dapat membentuk jiwa. Inilah jalan yang dilalui oleh para sahabat nabi yang mulia karena
mereka beramal dengan apa yang diketahui.
 
Semoga Allah swt. memberikan hidayah-Nya, meridhai & memberikan pertolongan-Nya kepada
kita semua, sehingga kita dapat  tetap teguh & berkhidmat untuk agama Allah, & semoga pula
Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Al-Mursyid dengan petunjuk & kebaikan &
menumbuhkan kepada ktia cinta pada  pengorbanan & jihad.
 
20 Prinsip Agama Islam yang harus DIFAHAMI oleh seorang muslim adalah :
 
1. Islam adalah sistem yang syamil (menyeluruh), mencakup seluruh aspek kehidupan. Maka ia
adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan atau kasih sayang
dan keadilan, wawasan dan undang-undang atau ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan
kekayaan alam atau penghasilan dan kekayaan, serta perjuangan dan dakwah atau pasukan dan
pemikiran. Sebagaimana juga ia adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang
tidak lebih.
 
 
2. Al Qur'an dan Sunnah yang suci adalah rujukan setiap muslim dalam mengenali hukum-
hukum Islam. Al Qur'an harus dipahami sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf
(memaknakan suatu ayat hingga melampaui arti yang sewajarnya) dan ta'assuf (serampangan).
Sedangkan as Sunnah yang suci harus dipahami melalui para ahli hadis yang terpercaya.
 
 
3. Keimanan yang murni, ibadah yang benar, dan mujahadah (bersungguh-sungguh dalam
beribadah) adalah cahaya dan kelezatan yang Allah curahkan pada hati hamba-hamba-Nya yang
Dia kehendaki. Sementara ilham, lintasan pikiran, penemuan-penemuan ghaib (al kasyf), dan
mimpi, itu semua bukan termasuk sumber hukum syariat Islam. Maka semua itu tidak perlu
diperhatikan kecuali bila tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.
 
 
4. Jimat, jampi (ruqyah), wada' (semacam keong yang dikalungkan di leher anak kecil sebagai
jimat), ramal (meramal nasib dengan membuat garis di pasir), perdukunan, mengaku tahu akan
hal-hal ghaib, dan semisalnya adalah kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali jimat yang
berasal dari ayat-ayat al Qur'an atau jampi yang diriwayatkan dari Rasulullah saw.
 
 
5. Pendapat imam (pimpinan) dan wakilnya tentang hal-hal yang tidak ada teks hukumnya, hal-
hal yang mengandung beragam interpretasi, dan hal-hal yang membawa kemaslahatan umum (al
maslahah al mursalah), harus diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah
syariat. Pendapat tersebut mungkin akan berubah sejalan dengan situasi, adat, atau tradisi.
Pada dasarnya ibadah adalah kepatuhan total, tanpa mempertimbangkan makna-maknanya.
Sedangkan adat istiadat (urusan selain ibadah ritual) harus mempertimbangkan rahasia-
rahasianya, hikmah, maksud, dan tujuannya.
 
 
6. Setiap orang dapat ditolak ucapannya, kecuali al Ma'shum (Rasulullah saw). Segala hal yang
datang dari para pendahulu -semoga mereka diridhai Allah- yang sesuai dengan al Qur'an dan as
Sunah kita terima. Bila tidak, maka al Qur'an dan as Sunah lebih utama untuk diikuti. Namun
demikian, kita tidak boleh mencaci maki dan menjelek-jelekkan pribadi mereka dalam masalah-
masalah yang masih diperselisihkan, serahkan saja kepada niat mereka masing-masing. Sebab
mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan.
 
 
7. Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum furu'
(cabang), hendaklah mengikuti salah satu imam (pemimpin agama).
Namun lebih baik lagi kalau sikap mengikuti tersebut diiringi dengan upaya semampunya dalam
memahami dalil-dalil yang dipergunakan oleh imamnya, dan hendaklah ia mau menerima setiap
masukan yang disertai dalil, bila ia percaya pada keshalihan dan kapasitas orang yang memberi
masukan tersebut. Bila ia termasuk ahli ilmu, maka hendaklah selalu berusaha menyempurnakan
kekurangannya dalam keilmuan, sehingga dapat mencapai derajat penelaah (mujtahid).
 
 
8. Perbedaan paham dalam masalah-masalah furu' (cabang). hendaklah tidak menjadi faktor
perpecahan dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan, dan tidak juga kebencian, setiap
mujtahid akan mendapatkan pahala masing-masing. Tidak ada larangan melakukan studi ilmiah
yang jujur dalam persoalan-persoalan khilafiyah (masalah-masalah fiqh yang masih
diperselisihkan oleh para ulama), dalam suasana saling mencintai karena Allah dan tolong
menolong untuk mencapai kebernaran yang sebenarnya. Studi tersebut tidak boleh menyeret
pada debat yang tercela dan fanatik buta.
 
 
9. Memperdalam pembahasan tentang masalah-masalah yang amal tidak dibangun di atasnya
(tidak menghasilkan amal nyata) adalah sikap takalluf (memaksakan diri) yang dilarang Islam. 
Misalnya memperluas pembahasan tentang berbagai hukum bagi masalah-masalah yang tidak
benar-benar terjadi, memperbincangkan makna ayat-ayat al Qur'an yang belum dijangkau oleh
ilmu pengetahuan, perdebatan dalam membandingkan keutamaan sahabat ra, atau
memperbincangkan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Masing-masing memiliki
keutamaan sebagai sahabat Nabi saw, dan pahala dari niat mereka. Sedangkan mentakwil
perselisihan mereka dapat menghindarkan diri dari dosa.
 
 
10. Ma'rifah (mengenal) Allah tabaraka wa ta'ala, meng-Esakan-Nya, dan me-Mahasucikan Dia
adalah setinggi-tingginya tingkatan akidah Islam. Sedangkan ayat-ayat dan hadis-hadis shahih
tentang sifat-sifat Allah adalah termasuk mutasyabihat. Kita wajib mengimaninya sebagaimana
adanya, tanpa menta'wilkan dan tanpa pengingkaran (ta'thil) serta tidak perlu memperuncing
perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hal tersebut. Kita mencukupkan diri seperti apa
yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para wahabatnya, "Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata, 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi
Rabb kami,'" (Ali Imran: 7)
 
 
11. Segala bentuk bid'ah dalam agama yang tidak mempunyai dasar pijakan, tetapi dianggap
bagus oleh hawa nafsu menusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah
kesesatan yang wajib diperangi dan diberantas dengan menggunakan cara yang sebaik-baiknya,
yang tidak menimbulkan kejelekkan yang lebih parah.
 
 
12. Bid'ah idhafiyah (amalan yang disyariatkan, tanpa ada keterangan tentang tata caranya, lalu
dilakukan dengan cara-cara tertentu), bid'ah tarkiyah (meninggalkan hal-hal yang di halalkan
oleh syariat untuk mendekatkan diri kepada Allah), dan iltizam (menentukan waktu, tempat, dan
jumlah bilangan) terhadap ibadah-ibadah yang muthlaqah (ibadah yang tidak ditentukan waktu,
tempat, dan bilangannya) adalah masalah khilafiyah dalam bab fiqh. Masing-masing orang
mempunyai pendapat dalam masalah tersebut. Namun tidak mengapa jika dilakukan penelitian
untuk sampai pada hakikatnya dengan dalil dan argumentasi.
 
 
13. Mencintai orang-orang shalih, menghormati mereka, dan memuji mereka karena amal-amal
baik mereka yang tampak adalah bagian dari taqarrub kepada Allah swt. Sedangkan para wali
adalah orang-orang yang disebut dalam firman Allah swt, "Yaitu orang-orang yang beriman dan
mereka itu bertakwa." Karamah yang sesuai dengan syarat-syarat syariat itu benar adanya.
Namun harus diyakini bahwa mereka (para wali) -semoga Allah ridha pada mereka- tidak
memiliki mudharat maupun manfaat bagi diri mereka sendiri, baik ketika masih hidup maupun
setelah meninggal dunia, apalagi bagi orang lain.
 
 
14. Ziarah kubur -kubur siapa saja- adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang
diajarkan oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni kubur, -
siapapun mereka- berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat dari dekat maupun dari jauh,
bernazar untuknya, membangun kuburnya, menghiasinya, memberinya penerangan, dan
mengusapnya (untuk mengalap berkah), juga bersumpah dengan selain Allah swt dan segala
bid'ah yang serupa dengannya adalah dosa besar yang wajib diperangi. Kitda tidak akan mencari-
cari pembenaran terhadap amalan-amalan tersebut, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah
lagi.
 
 
15. Berdoa kepada Allah disertai tawassul (perantara) dengan salah satu makhluk-Nya adalah
perbedaan dalam masalah furu' tentang tata cara berdoa, bukan termasuk masalah akidah.
 
 
16. Tradisi yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti lafazh-lafazh dalam syariat. Kita harus
mengkaji lafazh-lafazh syariat sesuai makna yang dikandungnya dan mencukupkan diri
dengannya. Sebagaimana kita juga wajib berhati-hati terhadap berbagai istilah yang menipu
dalam pembahasan masalah-masalah dunia dan agama. Ibrah (yang dijadikan patokan) itu ada
pada esensi di balik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
 
 
17. Akidah adalah asas bagi aktivitas, amal hati itu lebih penting daripada amal anggota badan.
Namun upaya mencapai kesempurnaan pada kedua hal tersebut merupakan tuntutan syariat,
meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.
 
 
18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menganjurkan untuk melakukan penelitian pada alam,
mengangkat derajat ilmu dan para ulama, dan menyambut kehadiran segala sesuatu yang baik
dan bermanfaat. "Hikmah adalah barang hilang milik orang yang beriman. Di manapun
didapatkan, ia adalah orang yang paling berhak atasnya."
 
 
19. Pandangan syar'i dan pandangan logika memiliki wilayah sendiri-sendiri yang tidak dapat
saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak akan pernah berbeda dalam
hal-hal yang qath'i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan
kaidah syariat yang shahih. Sesuatu yang masih bersifat zhanni (interpretable), harus ditafsiri
agar sejalan dengan qath'i. Bila kedua-duanya bersifat zhanni, maka pandangan syariat lebih
utama untuk diikuti, sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali.
 
 
20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat,
mengamalkan tuntutan-tuntutannya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik karena
pendapatnya maupun kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur, atau
mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai asas dari agama, atau mendustakan ayat-ayat al
Qur'an yang sudah jelas maknanya, atau mentafsirkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan
kaidah bahasa Arab, atau melakukan suatu perbuatan yang tidak mungkin diinterpretasikan
kecuali kekufuran.
 
Saya yakin, Anda tidak akan memahami semua ushul (prinsip) tersebut, untuk itu nanti akan
dibahas perushul atau silahkan baca buku syrah ushul 'isyrin yang ada di toko buku.

Anda mungkin juga menyukai