Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN NEONATAL PNEUMONIA

DAN BERAT BAYI LAHIR SANGAT RENDAH (BBLSR)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Ners


Departemen Keperawatan Anak

di PICU Rumah Sakit Lavalette

Disusun Oleh :
AMELLIA VENTICHA
NIM. 190070300111069

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN
KEPERAWATAN NEONATAL PNEUMONIA DAN BBLSR

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Anak


Ruang PCU Rumah Sakit Lavalette Malang

Oleh :
AMELLIA VENTICHA NIM. 190070300111069

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan


( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN NEONATAL PNEUMONIA

1. Definisi Pnemounia
a. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim paru
yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala seperti
batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot bantu napas
dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI 2002). Pneumonia
adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius (Smeltzer, 2002).
b. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang
serius dan banyak diderita pada anak-anak diseluruh dunia. Pneumonia merupakan
penyebab penting infeksi neonatal dan untuk angka morbiditas dan mortalitas yang
signifikan, pada periode neonatal.
c. Pneumonia neonatal adalah infeksi paru-paru pada neonatus. Dengan menyajikan
gambaran klinis dari gangguan pernapasan, terkait dengan temuan radiologi dada
menunjukkan pneumonia dan bertahan selama minimal 48 jam. Onset bisa terjadi
pada saat lahir dan bagian dari sindrom sepsis atau setelah 7 hari dan terbatas pada
paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau
berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta,
aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009).
d. Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan
sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau
dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari
RS (hospitalacquired pneumonia), misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain;
atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator. Disamping itu, infeksi
dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari masyarakat
(communityacquired pneumonia). Pada neonatus gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam, gejala dan tanda pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Gambaran klinis
pneumonia neonatus tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih,
napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau
bradikardi, retraksi subkosta, dan demam.
e. Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan kematian
pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering
adalahstreptococcus pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe b
(Hib) dan staphylococcus aureus. Pneumonia merupakan penyebab utama
kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian
ini terjadi pada masa neonatal. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa
satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia, Lebih dari dua juta
meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Pneumonia neonatal merupakan
penyebab signifikan kematian pada bayi yang baru lahir, yang terjadi dalam 30
hari pertama kehidupan bayi. Bayi dengan pneumonia yang terkomplikasi oleh
infeksi melalui darah memiliki resiko kematian. (Walukouw, 2011)
f. Pada neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini
sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau
jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi.
Tanda-tanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat nonspesifik.
Kegagalan untuk mengobati pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkan
kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda distress
pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus dipertimbangkan
untuk pemberian antibiotik secara rutin.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi
kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU.

3. Etiologi Pneumonia Neonatal

Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia
pada umumnya, yaitu:
- Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus
Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella - Virus:
RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
- Jamur: Candida.

Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus


sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan
ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan
yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada
bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah,
virus dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia,
sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus, dan
Moraxella catarrhalis.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang
disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan
pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia
pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan
riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada
agen yang menginfeksi.
Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit
dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen
patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena
Streptococcus pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal pneumoniae seperti
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing
14% dan 9%, Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat
memiliki penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multivariabel
menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4°C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi
pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri.
Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab terhadap
terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis
neonatorum dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu
dan flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi
pada neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau
gram negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan
penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim,
melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pascakelahiran dengan
orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.
Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada
tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam
mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E
coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau
kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae
(NTHI), Basil Gram negative, enterococci, dan Staphylococcus aureus.
Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam
rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi
kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba),
Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam
pertama kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain.
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada
bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi
adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam
melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak
mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk
mendapatkan infeksi.

Penyebab dari Community-Acquired Pneumonia (CAP) berdasarkan kelompok


usia

Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang


Lahir -20 hari Ba cteria Escherichia coli Bacteria Anaerobic organisms
Group B streptococci Group D streptococci
Listeria monocytogenes Haemophilus
influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Viruses Cytomegalovirus
Herpes simplex virus

3 mgg - 3 bln Bacteria Bacteria


Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
S. pneumonia H. influenzae type B and nontypeable
Viruses Adenovirus Moraxella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus 1,2,and 3 U. urealyticum
Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus
4 Bln – 5 Thn Chlamydia pneumoniae Bacteria H. influenzae type B

Mycoplasma M. catarrhalis
pneumoniae
S. pneumonia Mycobacterium tuberculosis
Viruses Adenovirus Neisseria meningitis
Influenza virus S. aureus
Parainfluenza virus Virus Varicella -zoster virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial
virus

4. Klasifikasi pneumonia neonatal

Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi : a.


Intrapartum pneumonia
- Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.

- Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau


aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
- Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.

b. Pneumonia pascalahir

1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi
lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang
sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran.
3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak
pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering
mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten
pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi
sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah
diakses.
4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi
gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.

5. Patofisiologi Penumonia Neonatal

Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah: a.


Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang
disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):

Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic


plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke
paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum
persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan
obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:

Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:

Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor


predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat,
prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.

Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai


berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme
patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae
dan Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya
destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang
mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF),
aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya
RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk,
selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru
menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya
permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini
dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.

6. Manifestasi Pneumonia Neonatal

Pneumonia pada neonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir,
dengan gejala seperti :
✓ pernafasan yang bising atau sulit,

✓ Takipnea > 60x/menit,

✓ retraksi dada, batuk dan mendengus.

WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis
berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hampir sama, dan
keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan
tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti
retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -
49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%).
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti :

✓ malas makan,

✓ letargi,

✓ iritabilitas,

✓ sianosis,

✓ ketidakstabilan temperatur,

✓ keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik.

✓ Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis,


apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi
mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan
infeksi.

7. Pemeriksaan Fisik

✓ Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa


perkusi paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan
bronchial, inspirasi rales dan terdapat penggunaan otot aksesori.
✓ Tanda-tanda lain pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada
perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan
infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonatus tidak
spesifik seperti : apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice,
muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.
✓ Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifer rendah, letargi,
tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil,
asisdosis metabolik, DIC

8. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :


Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:

DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,


menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.

Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan O2.
Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi
amnion (risiko pneumonia tinggi).
Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia

9. Diagnosis Pneuomonia Nenonatal

Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan.


Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang
menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh
bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur,
virus, dan U. urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi
harus didasarkan pada gejala klinis yang ada.
Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan pencitraan
dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia
neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi
neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan
penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax konvensional tetap
menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada
neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi supine dan dalam
proyeksi anteroposterior. Pada pneumonia didapatkan Perbercakan dengan pola garis di
perihilar yang dapat menyerupai TTN (Transient Tachypnea of The Newborn),
Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat menyerupai HMD
dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD (Respiratory
Distress Syndrome) harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya.
Efusi pleura pada 25% kasus.
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab
infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan
antibiotika yang tepat.

Neonatal pneumonia.Bercak konsolidasi diseluruh kedua lapangan paru

Pada kebanyakan kasus pneumonia, perbercakan asimetris dan hiperaerasi dapat


terlihat.
Perbercakan retikulogranular seperti pada HMD dapat terlihat, terutama pada pneumonia
akibat S.pneumoniae grup B.

Komsolidasi pada lobus superior kiri paru akibat S. pneumonia.


Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B. seorang bayi umur 2 hari, tampak bayangan
infiltrate yang luas pada kedua paru terutama pada paru kiri dan efusi pleura pada paru
kiri. Mediastinum terdiring ke sisi kanan.

Pneumonia aspirasi. Tampak granular kasar dengan aerasi tidak teratur dari aspirasi bahan
yang terkandung dalam cairan ketuban, seperti verniks kaseosa, sel-sel epitel, dan
mekonium.
Pneumotoraks sisi kiri. Merupakan Komplikasi dari pneumonia neonatal. Perhatikan ruang
lobus atas terdapat bayangan udara pada kedua sisi paru.

Bayi baru lahir segera setelah lahir dengan sianosis dan gangguan pernapasan dan
menjalani operasi untuk penyakit jantung bawaan. Terdapat bayangan udara sebelum
operasi, yang diinterpretasikan sebagai edema paru. Namun, setelah operasi, dengan
tindakan aspirasi bronkial didapatkan Staphylococcus aureus.
Pneumonia pada paru kiri lobus atas: Pada hemidiaphragm kiri terlihat menunjukkan
keadaan patologi. Pada foto lateral, didapatkan kekeruhan yang luas pada pada bagian
anterior ke fissure obliq pada atas lobus.

Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas,


Banyak hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal. Ada
beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai tanda
“ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak spesifik
ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat memberikan
gambaran serupa.
Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi
antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru terlibat.
Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama paru kanan menunjukkan
aspirasi postnatal.
Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas
parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi. Tanda air
bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak pesifik
dan mungkin berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles terkait
dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia.
Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi
dengan paru-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah
densitas alveolar bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang
luas, perubahan densitas alveolar dengan air bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi
pleura pada penyakit membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari
merupakan tanda yang sangat membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal.
Perubahan radiografi yang didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal,
terutama jika informasi ini berkorelasi dengan gambaran
klinis.

CT scan dapat membantu meninykirkan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh


darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.

CT scan axial menggambarkan bayanngan udara ruang yang luas pada kedua paru dan
konsolidasi pada basal paru yang berhubungan dengan air bronchogram yang berasal dari
pneumonia neonatal.

Ultrasonography merupakan pemeriksaan radiografi yang berguna dalam keadaan


tertentu. Ultrasonography sangat berguna untuk mengidentifikasi dan melokalisasi cairan
dalam ruang pleura dan perikardial. Ultrasonography merupkana teknik noninvasif yang
cocok untuk neonatus. Ultrasonography memiliki sensitivitas yang tinggi dalam
mendeteksi efusi pleura dan mendeteksi konsolidasi di basis paru-paru.
Tidak ada radiasi yang terlibat dan prosedur dapat diulang berkali-kali.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Diagnosis differensial dari patologi paru berdasarkan volume dan densitas paru.
Foto thorax normal anak usia 2 hari
A B

Aspirasi Meconium. A Tampak corakan kasar, globular, glabulated pada seluruh lapangan
paru. Volume paru meningkat. B hyperexpansion dan corakan kasar diseluruh lapangan
paru. Jantung tampak membesr
(meskipun tidak dalam kasus ini)

A B

Transient tachypnea of the newborn. A. Bayi baru lahir dengan section tampak bayangan
“strand-like” yang luas pada bagian hilus pada kedua paru. Volume paru meningkat. B.
Tampak cairan pada fissure mayor (panah hitam).

B
A

Hyaline membrane disease. A. Pada bayi premature diteumkan tanda “ground-glass


appearance” pada kedua paru. Volume paru normal. Tampak endotracheal tube dalam
carian. B.Tampak tanda granular yang disebabkan oleh atelectatic surfactant-deficient
alveoli (terminal air sacs)

A B

Hyaline membrane disease. (A) Bayi umur 1 hari, tampak bayangan reticulonodular
dengan prominent air bronchogram. (B) Bayi umur 3 hari, tampak opasifikasi paru dengan
kontur jantung dan diafragma yang menghilang.

10. Pengobatan Pneumonia Neonatal

WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam


minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam,
ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan
ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti
amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten
terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan
ampicillin.
Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin
dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada
bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg
pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau
lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok lini pertama, WHO
merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin
atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level obat dapat di
monitor.
Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan
ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika
penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5
mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau
coamoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan
Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan
cefuroxime atau amoxicillin.
Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan
mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan
peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan
co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.
Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan
gangguan pernapasan, hipoksemia dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea
parah dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang
berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika
mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan
tingkat kesadaran.
Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anak-anak dengan pneumonia
komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin dan
antibiotik macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima. Pada
pasien rawat inap biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali
dikombinasikan dengan macrolide.
Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko tinggi
dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex
diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang
disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B
atau vorikonazol.
Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang
diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri
pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga
diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di
rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.

11. Perawatan Suportif Pneumonia Neonatal

Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir
yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan
oksigen, deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan
pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan
suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan
kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal
atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik
dengan dextrose 5-10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan
rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan bebas bebas menurun pada bayi
dengan infeksi pneumonia akut.

12. Pencegahan Pneumonia Nenonatal

Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan intervensi


di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan primer,
kabupaten dan rumah sakit tersier.
Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal
meliputi:
a. Manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban

b. Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan

c. Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat


infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli,
Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif
dan S. aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal,
humidifers, ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya
stetoskop) dan sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal.
Mencuci tangan adalah hal yang paling sederhana dan dan paling efektif untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan
yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.
d. Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama
pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia
HIB telah menurun secara signifikan. Namun, diagnosis masih harus
dipertimbangkan pada orang yang tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur
yang lebih muda dari 2 bulan, yang belum menerima suntikan pertama mereka.
Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir dengan
penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan
palivizumab dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi,
merupakan rekomendasi.

13. Asuhan Keperawatan Pneumonia Nenonatal

4. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif, tidak
terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
PATHWAY

Kuman Inhalasi mikroba, jamur Kuman dari


(bakteri, virus) mell : udara, aspirasi flora vagina
masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate

secara hematogen masuk Aspirasi ke


paru-paru

Reaksi Inflamasi hebat masuk Paru

Membran paru meradang dan berlobang Panas

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tahipnea Pola nafas tdk efektif


Sianosis

Konsolidasi paru Sekret Bersihan jalan nafas


tdk efektif

Penurunan rasio ventilasi & difusi Kerusakan


pertukarangas

Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan

RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi
LAPORAN PENDAHULUAN BAYI BERAT LAHIR SANGAT RENDAH
(BBLSR)

A. DEFINISI
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan
berat badan dibawah kurang dari 1500 gram (Indrasanto, 2008).
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction/IUGR) (IDAI, 2010).
Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan
memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram (Alimul, 2005). Dari
ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir sangat
rendah (BBSLR) adalah bayi baru lahir yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir
memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram tanpa memandang
usia gestasi.

B. ETIOLOGI
Pada umumnya BBLSR disebabkan persalinan kurang bulan (umur
kehamilan antara 28-36 minggu) atau bayi lahir kecil masa kehamilan (KMK)
karena adanya hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh
lambat/intra uterine growth retardation) atau kombinasi keduanya. Kematangan
fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna
dan prognosisnya semakin kurang baik (Gomella TL, 2009).
Penyebab lahirnya bayi kurang bulan antara lain berat ibu yang rendah,
usia ibu remaja, kehamilan ganda, riwayat kelahiran prematur, perdarahan
antepartum, penyakit sistemik akut. Penyebab kelahiran bayi kecil masa
kehamilan antara lain ibu kurang gizi, hipertensi, toksemia, anemia, kehamilan
ganda, penyakit kronik, dan merokok. Retardasi pertumbuhan intrauterin dan efek
mereka terhadap janin bervariasi tergantung dari cara dan lama terpapar serta
tahap pertumbuhan janin saat gangguan tersebut terjadi (Kiess N, 2009).

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Sebelum bayi baru lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus, dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat dan tidak sesuia
menurut yang seharusnya.
d. Sering dijumpai kehamilan dengan olgradramnion gravidarum atau
pendarahan anterpartum.
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin
b. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan
intrauterine
d. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya
(Nanda, 2013)
D. PATHWAY

Sumber: Nanda NIC NOC, 2015


E. KLASIFIKASI
a. Menurut masa gestasinya:
1. Prematuritas Murni
Prematuritas Murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan
kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan masa
kehamilan atau biasa disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilannya (NKB-SMK) dengan gambaran klinis (karakteristik) yang
dijumpai :
a) Berat lahir ≤ 2.500 gram, panjang badan ≤ 45cm, lingkaran dada < 30
cm, lingkaran kepala < 33 cm
b) Kepala relatif besar dari badannya
c) Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin
d) Lanugonya banyak terutama pada dahi, pelipis telinga dan lengan
e) Lemak subkutan kurang sehingga suhu tubuh mudah menjadi
hipotermi
f) Ubun-ubun dan sutura lebar
g) Genitalia belum sempurna, labio mayora belum menutupi labio
minora (pada perempuan), dan pada laki-laki testis belum turun
h) Pembuluh darah kulit banyak terlihat sehingga peristaltic usus dapat
terlihat
i) Rambut tipis, halus dan teranyam
j) Tulang rawan dan daun telinga immature (elastisitas daun telinga
masih kurang sempurna)
k) Puting susu belum terbentuk dengan baik
l) Pergerakan kurang dan lemah
m) Banyak tidur, tangis lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan
sering timbul apneu
n) Otot-otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan
kedua paha abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam
keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi
o) Refleks tonick neck lemah
p) Refleks menghisap dan menelan serta refleks batuk belum sempurna
2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena
mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK). Dismaturitas dapat
terjadi dalam preterm, aterm, dan posterm dengan gambaran klinik/
karakteristik yang dijumpai :
a) Pre-aterm sama dengan bayi prematuritas murni
b) Aterm dan Post aterm
c) Kulit berselubung verniks caeseosa tipis/tidak ada
d) Kulit pucat/bernodamekonium, kering, keriput, tipis
e) Jaringan lemak di bawah kulit tipis
f) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
g) Tali pusat berwarna kuning kehijauan
b. Menurut penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), beratlahir 1500-2499 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.
C. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan:
1. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah
persentil ke-10 kurva pertumbuhan janin.
2. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara
persentil ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
3. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas
persentil ke-90 pada kurvapertumbuhan janin.
(Varney Hellen, 2002)

F. KOMPLIKASI
1. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi pada BBLSR adalah : a.
Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C
b. Kurang aktif dan tangis lemah
c. Malas minum
d. Bayi teraba dingin
e. Frekuensi jantung < 100 x/menit
f. Nafas pelan dan dalam
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan :
a. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl
b. Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
c. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
d. Riwayat ibu dengan diabetes
e. Keringat dingin
f. Hipotermia, sianosis, apneu intermitten
3. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada
bayi prematur, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang
akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin ditandai dengan:
a. Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas
berwama kuning
b. Konjungtiva berwama kuning pucat
c. Kejang
d. Kemampuan menghisap menurun
e. Letargi
f. Kadar bilirubin pada bayi premature lebih dari l0 mg/dl
4. Masalah pemberian minum. Hal ini ditandai dengan :
a. Kenaikan berat badan bayi < 20 g/hr selama 3 hari
b. Ibu tidak dapat/tidak berhasil menyusui
5. Infeksi/sepsis
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan
selama persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya
asfiksia saat lahir, dll. Tanda terjadinya infeksi pada BBSLR antara lain :
a. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekositosis atau lekositopenia dan
trombositopenia
b. Bayi malas minum
c. Suhu tubuh bayi hipertermi ataupun hipotermi
d. Terdapat gangguan nafas
e. Letargi
f. Kulit ikterus, sklerema
g. Kejang
6. Gangguan permafasan :
a. Deflsiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat nafas/RDS
b. Resiko aspirasi akibat belum terkoordiansinya reflek batuk,reflek
menghisap dan reflek menelan
c. Thoraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
d. Pemafasan tidak teratur

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio
lesitin sfingomielin, surfaktan

H. PENATALAKSANAAN
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi,
dan menghindari infeksi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLSR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi
dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi
prematuritas dapat dilakukan Kangaroo Mother Care (KMC) dengan ibunya.
2. Makanan bayi prematur/BBLSR
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai
5gr/kgBB dan kalori 110 kal/kgBB badan, sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan mengisap cairan lambung. Reflek mengisap masih lemah, sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang
lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling
dahulu diberikan. Bila faktor mengisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 50 sampai 60
cc/kgBB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan
sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas
(BBLSR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis
keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia
benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada
bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubunubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada
garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau
tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2
jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda
infeksi pada tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
14. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter
Patricia A, 1996 : 109-356).
17. Tanda Fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak
menangis bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi penyebabnya adalah: pusat
pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak
pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan
suhu dan kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa menurut NANDA 2013 adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar
sekunder terhadap defisiensi surfaktan
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake
yang kurang adekuat
5. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh
dan berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh

K. PERENCANAAN
Menurut Doenges (2000), perencanaan dalam proses keperawatan adalah
metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan
prioritas, merumuskan tujuan dan membuat intervensi keperawatan.
1. Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru
Tujuan :
Pola nafas yang efektif Kriteria
Hasil :
a. Kebutuhan oksigen menurun
b. Nafas spontan, adekuat
c. Tidak sesak
d. Tidak ada retraksi
Intervensi
a. Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekwensi jantung
Rasional : Membantu dalam membedakan periode
perputaran pernapasan normal dari serangan apnetik sejati,
terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
b. Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Rasional : Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan
popok dibawah bahu untuk menghasilkan sedikit ekstensi
Rasional : Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode
apnea, khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik
atau hiperkapnea
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat
depresi pernapasan pada bayi
Rasional : Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan
dan aktifitas SSP Kolaborasi :
e. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia dan sepsis
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat
meningkatkan funsi pernapasan
g. Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi
2. Diagnosa Keperawatan 2 :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar
sekunder terhadap defisiensi surfaktan Tujuan :
Pertukaran gas adekuat.
Kriteria :
a. Tidak sianosis
b. Analisa gas darah normal
c. Saturasi oksigen normal.
Intervensi :
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher
sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas
bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
Rasional : Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang
dapat mengurangi kelancaran jalan nafas
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu
Rasional : Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk
menjamin pertukaran gas yang sempurna.
c. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan
kadar gas darah arteri
Rasional : Mencegah terjadinya hipoglikemia
3. Diagnosa Keperawatan 3 :
Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit Tujuan : Hidrasi baik
Kriteria :
a. Turgor kulit elastik
b. Tidak ada edema
c. Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
d. Elektrolit darah dalam batas normal Intervensi :
Mandiri :
a. Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan
keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam
Rasional : Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi
cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai
120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk
tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
b. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam
dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan
kantong penampung urine.
Rasional : Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang
rendah pada bayi preterm (rentang normal1,006-1,013). Kadar yang
rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari
1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan dehidrasi.
c. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
Rasional : Kehilangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan
cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk,
membran mukosa kering, dan fontanel cekung.

Kolaborasi :
d. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg,
khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis
nekrotisan(NEC)
Rasional : Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium
serum
e. Berikan tranfusi darah.
Rasional : Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau
kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan
komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
4. Diagnosa Keperawatan 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake
yang kurang adekuat Tujuan : Nutrisi adekuat
Kriteria :
a. Berat badan naik 10-30 gram / hari
b. Tidak ada edema
c. Protein dan albumin darah dalam batas normal Intervensi :
Mandiri :
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya:
mengisap, menelan, dan batuk)
Rasional : Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
b. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan
Rasiona l: Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan
parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
Rasional : Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap
pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel
kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami
penurunan simpanan lemak/glikogen.
d. Pantau masukan dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan
elektrolit setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam
hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam
penyesuaian diet
e. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine,
kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.
Rasional : Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat
meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat
mengakibatkan diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin
diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan
hati-hati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan
f. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur,
apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk,
gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
Rasional : Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk
otak, kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas
mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi
masingmasing episode.
Kolaborasi :
g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak
adekuat karena penurunan simpanan protein obat dan lemak
h. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral
5. Diagnosa keperawatan 5:
Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh
dan berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh
Tujuan : Klien mempertahankan suhu tubuh stabil Kriteria
hasil: Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal
Intervensi :
a. Tempatkan bayi pada inkubator, penghangat rsian, atau pakaian hangat
dalam keranjang terbuka
b. Atur unit servokontrol atau kontrol suhu udara sesuai kebutuhan
c. Gunakan pelindung panas plastik bila tepat
d. Periksa suhu bayi dalam hubungannya dengan suhu ambien dan suhu unit
pemanas
e. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
6. Diagnosa keperawatan 6 :
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Tujuan : Klien tidak menunjukkan infeksi nosokomial
Kriteria hasil: bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial
Intervensi :
a. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum dan
setelah mengurus bayi
b. Pastikan bahwa semua alat kontak dengan bayi sudah bersih atau steril
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional
d. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan orangtua dalam prosedur
kontrol infeksi
e. Beri terapi antibiotik sesuai instruksi
DAFTAR PUSTAKA

Hardy M, Boynes S. Respiratory and cardiovascular pathology. Paediatric


Radiography. UK: Blackwell 2003. P105
Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch. Dis. Child. Fetal
Neonatal. 2005;90;211-219
Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric
Respiratory Infections. USA: Elsevier. 2007. p961–979

1. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013.


URL:http://emedicine.medscape.com/article/967822overview#aw2aab6b2b4aa

2. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and


Children. Am Fam Physician. Sep 2004; 1(7):899-908

3. Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection. Nelson


Texbook of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed. P.103.639

4. Khan NA, Irion LK, Mohammed ES. Neonatal Pneumonia Imaging. Medscape. Okt
2011. URL: http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview

5. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi


Emergency. Bandung; Rafika Aditama. 2011. P260-262

6. Holmes JE, Misra RR. Pneumonia. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge


University press, USA: Greenwich Medical Media Ltd. 2004. P53

7. Heller OJ. Slovis LT. Hoshi Aparana. The Chest in the Neonate and Young Infant.
Pediatric Radiology. New York. Springer 2005. 3rd. p64-94
8. Sutton D. The Pediatric Chest. Textbook of Radiology and Imaging. UK. Elsevier
2003. 7th ed. P247-264.

9. Stack C, Dobbs P. Pneumonia. Essentials of Pediatrics Intensive Care. New York.


Greenwich. 2003. p11.80-81

10. Bannet NJ, Domachowske J. Pediatric Pneumonia Treatment & Management. Feb
2013. URL: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview

11. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al: The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Oxfordjournal. Aug 2011. URL: cid.oxfordjournal.org

12. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

13. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

14. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

15. Carpenito, L.J. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

16. Hanifah, 2010. Perawatan Pediatic. Jakarta : TUSCA

17. Hidayat,Alimul A.2005. PengantarIlmuKeperawatan Anak1.Penerbit SalembaMedica :


Jakarta.

18. NANDA. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia

19. Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

20. Sitohang ,Nur Asnah.2006. AsuhanKeperawatanPadaBeratBadanLahirRendah. USU


Repository
21. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews.
Australia: Elsevier. 2007. p195-203

Anda mungkin juga menyukai