Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Etiologi
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
sehingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak,
jaringan sumsum tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat
keragaman jenis tunadaksa, dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda.
Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat
lahir, dan sesudah lahir (Laila, 2018).
a. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan disebabkan:
1) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya.
2) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan,
sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
3) Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem
syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
4) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi,
maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
b. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain:
1) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat
mengalami kerusakan.
2) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami
kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
3) Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi
dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun
fungsinya.
c. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
1) Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
2) Infeksi penyakit yang menyerang otak.
2) Mucle dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami
kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya
dengan keturunan.
3) Spina bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya
satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses
perkembangan, akibatya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu: pembesaran pada kepala karena produksi
cairan yang berlebih. Biasanya kasus ini di sertai dengan ketuna grahita.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang yang dapat dilakukan pada anak tuna
daksa meliputi (Laila, 2018):
a. Pemeriksaan pendengaran ( untuk menentukan status pendengaran )
b. Pemeriksaan penglihatan ( untuk menentukan status fungsi penglihatan )
c. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d. MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan
bawaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak vertikal.
e. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum ( ensefalins ) /
volsetasenya meningkat ( abses )
f. Analisa kromosom
g. Biopsi otot
h. Penilaian psikologik
7. Penatalaksanaan
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak dengan
kelainan fisik, antara lain (Dwi, 2017):
a. Bina Mandiri :
Kenali kondisi anak. Kondisi anak dapat dikenali dengan melakukan diagnosa dan
perawatan yang tepat. Dengan mengenali kondisi anak, guru dapat menentukan
perlakuan yang tepat sesuai kekurangan pada fisik anak.
Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada anak tetapi tidak
memberi harapan palsu.
Selalu memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling menjadi
kekuatan terbesar bagi anak untuk mengatasi kekurangannya. Tunjukkan rasa
cinta tanpa pamrih melalui pelukan, ciuman, genggaman tangan, meluangkan
waktu untuk meberi bantuan.
Menghadirkan keadaan normal. Selalu menciptakan kegiatan yang normal.
Kegiatan yang disusun tidak terlalu memanjakan atau melindungi anak, karena
akan menghambat perkembangan anak.
Selalu menghargai anak melalui kata-kata maupun tindakan. Memberitahu
kelebihan anak yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahan anak.
Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah dan
mempermudah anak beraktivitas.
Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerima kehadiran
anak lain. Melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.
b. Rehabilitasi medik :
Fisioterapi : relaksasi, terapi manipulasi, latihan keseimbangan, latihan koordinasi,
latihan mobilisasi, latihan ambulasi dan latihan Bobath dengan
Teknik inhibisi, fasilitasi dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat tidur, di
gymnasium, di kolam renang.
Terapi Okupasi :
- Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan menggunakan
plastisin, manik-manik, puzzle; dengan berbagai bentuk gerakan, ketepatan arah,
permainan yang memerlukan keberanian.
- Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum, penggunaan alat
perkakas rumah tangga dan aktifitas belajar.
- Seni dan ketrampilan : menggunting, menusuk, melipat, menempel dan
mengamplas.
Terapi Wicara : pada anak dengan gangguan komunikasi/bicara dengan latihan dalam
bahasa pasif : anggota tubuh, benda-benda di dalam/diluar rumah dan disekolah dan
dalam bahasa konsonan, suku kata, kata dan kalimat dengan pengucapan huruf
hidup/vokal.
Terapi Musik : tujuannya menumbuhkembangkan potensi-potensi pada anak yang
berkelainan baik fisik, mental intelektual maupun sosial emosional sehingga mereka
akan berkembang menjadi percaya diri sendiri. Pelayanan tersebut dengan cara melatih
: ritme, nada dan irama, interfal, tarian, drama, cerita, senam, pengenalan alat musik,
pengenalan lagu, latihan baca sajak/puisi.
Psikolog : pemeriksaan kecerdasan, psikoterapi, edukasi pada orang tua dan keluarga
agar dapat menghadapi anak dengan kelainan tersebut.
Sosial Medik : memberikan pelayanan mencari data keluarga, sosial, ekonomi,
pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dsb. Yang dapat bermanfaat bagi para dokter
dan terapis dalam menyusun program rehabilitasi. Selain itu pelayanan yang
berhubungan dengan Yayasan-yayasan sosial lainnya, Kantor Departemen sosial,
Rumah sakit, Sekolah, sehingga dapat terjalin hubungan erat dengan berbagai instansi
yang sangat penting untuk keberhasilan program rehabilitasi.
Ortotik Prostetik : memberikan pelayanan pembuatan alat-alat bantu; misal brace,
tongkat ketiak, kaki tiruan, kursi roda.
c. Koreksi operasi
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang
antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih
sering dilakukan pada tipe spastic dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada
anggota gerak bawah disbanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf
motorik, tendon, otot atau pada tulang.
d. Obat – obatan
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-
motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita yang kejang pemberian
obat anti kejang memamerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada tipe
spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Pada penderita dengan kejang diberikan
maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya
luminal, dilatin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, otot golongan
benzodiazepine, misalnya : valium, Librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan
choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi.
Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi
hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
b. kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh.
Intervensi :
1) pantau ttv, suhu dan nadi.
Hasil : TTV dalam batas normal
2) pantau input dan output cairan.
Hasil : imput dan output cairan tercatat
3) atur input dan out put.
Hasil : teratur imput dan output
4) Tawarkan minuman kesukaan pasien.
Hasil : klien dapat minum
5) laporkan catatan haluan kurang dari kebutuhan.
Hasil : tercatat haluan cairan
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi.
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan nafsu makan.
Hasil : faktor kehilangan nafsu makan tercatat
2) beri makanan yang sesuai dengan pilihan pribadi.
Hasil : klien makan
3) berikan makanan bergizi tinggi dan bervariasi.
Hasil : klien dapat makan makanan bergizi
4) berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi.
Hasil : klien/keluarga dapat mengerti tentang kebutuhan nutrisi
5) kolaborasi ahli gizi
Hasil : Gizi klien terpenuhi
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan
Hasil : tingkat pengetahuan keluarga diketahui
2) jelaskan tanda dan gejala serta penyebab
Hasil : klien/keluarga mengetahui tanda dan gejala serta penyebab dari penyakit
demam thypoid
3) Jelaskan cara penanganannya
Hasil : klien dan keluarga mengetahui cara penanganan demam thypid
4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin di perlukan untuk mencegah
komplikasi
Hasil : klien/keluarga mengetahui perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi
6. Evaluasi Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
Evaluasi :
1) S : Keluarga klien mengatakan anaknya masih demam
O : badan teraba panas
Suhu badan > 37,5°C
Klien rewel
Klien gelisah
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Pantau ttv.
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia
Berikan kompres hangat.
Anjurkan asupan oral 2 liter per hari
Kolaborasi pemberian antipiretik.
2) S : Keluarga klien mengatakan anaknya sudah tidak demam lagi
O : suhu badan (36,5-37,5)
Klien tidak rewel dan tidak gelisah
A ; Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
b. kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh.
Evaluasi :
1) S : Kelurga mengatakan klien malas minum
O : Bibir klien kering
Kulit klien kering
Klien nampak pucat
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
pantau ttv, suhu dan nadi.
pantau input dan output cairan.
atur input dan out put.
Tawarkan minuman kesukaan pasien.
laporkan catatan haluan kurang dari kebutuhan.
2) S : Keluarga mengatakan anaknya sudah dapat minum dengan baik
O : Bibir klien stomatitis
Klien nampak tenang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi.
Evaluasi :
1) S : Keluarga klien mengatakan masih malas makan porsi makan belum habis
O : Klien nampak lemah
Klien nampak rewel
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan nafsu makan.
beri makanan yang sesuai dengan pilihan pribadi.
berikan makanan bergizi tinggi dan bervariasi.
berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi.
kolaborasi ahli gizi
2) S : Keluarga klien mengatakan anaknya sudah dapat makan sebagaimana biasanya
O : Klien nampak makan
Porsi makan klien habis
Klien nampak tenang
A : Masalah teratasi
P : intervemsi dihentikan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
Evaluasi :
1) S : keluarga/klien mengatakan sudah mengetahui penyakit demam thypoid
O : keluarga/klien nampak mengerti
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2) S : keluarga klien mengatakan belum memahami tentang penyakit demam thypoid
O : keluarga nampak bingung
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Kaji tingkat pengetahuan
jelaskan tanda dan gejala serta penyebab
Jelaskan cara penanganannya
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin di perlukan untuk
mencegah komplikasi
Daftar Pustaka
Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan Kejadian Demam Tyfoid.
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 8 No. 1.
Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien Penderita
Demam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.
Hidayat, Alimul Aziz A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.
Kallo, dkk. (2015). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam Typoid Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2.
Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika. Mutiarasari dan
Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Demam, Kadar
Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Penderita Demam tipoid Pada Pasien Anak Di
RSU Anutapura Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.