Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“PERAWATAN ANAK POST KEMOTERAPI”

DISUSUN OLEH :
1. Doli Napriadi Lova, S.Kep
2. Diana Deyva, S.Kep
3. Adilla Fitri, S.Kep
4. Fanny Meilani, S.Kep
5. Fina Oktaviani, S.Kep
6. Suci Rizki Mukhlisah, S.Kep
7. Elditya Fransiska, S.Kep
8. Nency Aldeni, S.Kep
9. Suci Nilam Sari, S.Kep
10. Mayuni, S.Kep
11. Rhadiatul Aulia Sari Junaidi, S.Kep
12. Wilda Dahlia, S.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Promosi Kesehatan


Sub Pokok Bahasan : Manfaat Pemberian Jus buah Vitamin c dan Madu dalam
menurunkan disfungsi rongga mulut pada anak akibat
kemoterapi
Sasaran : Keluarga Pasien di Ruang Anak
Hari/tanggal : 8 Desember2017
Waktu : 10.30-11.10 WIB
Tempat : Ruang Pertemuan Anak

I. Latar Belakang
Kanker menjadi sepuluh besar penyakit utama yang menyebabkan
kematian anak di Indonesia dengan prevalensi mencapai 4% dari angka
kelahiran. Didunia Jumlah penderita kanker mencapai 12 juta orang tiap
tahun dan 7,6 juta orang tiap tahun meninggal dunia. World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan pada tahun 2030
penderita kanker mencapai 26 juta orang dan jika tidak dikendalikan 17
juta diantaranya meninggal dunia akibat kanker.
Di Indonesia, kasus kanker pada anak sejak tahun 2006 sampai dengan
2014 di RSK Dharmais cenderung meningkat. Peningkatan tertinggi
terjadi pada tahun 2011, yaitu 63 kasus pada tahun 2010 menjadi 122
kasus pada tahun 2011. Di Indonesia, prevalensi kanker adalah 1,4 juta
untuk tiap 1000 penduduk, serta merupakan penyebab kematian nomor
tujuh (5,7%) dari seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data Medical Record RSUP.DR.M.Djamil Padang angka
kejadian kanker tahun 2013 sebanyak 312 orang (3,12%), tahun 2014
sebanyak 327 orang (3,37) Tahun 2015 sebanyak 366 orang (3,66%).
Dalam pengobatan kanker, terdapat dua jenis penanganan yaitu
suportif dan kuratif. Pananganan suportif adalah penanganan yang
mengobati penyakit penyerta dan komplikasinya, sedangkan penanganan
kuratif adalah penanganan yang bertujuan menyembuhkan dengan cara
kemoterapi.
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan
memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker atau
menghambat proliferasi sel-sel kanker dan diberikan secara sistematik.
Kemoterapi dapat memberikan Efek samping secara fisik maupun
psikologis yang dialami anak dapat menyebabkan ketidakpatuhan
terhadap program pengobatan sehingga meningkatkan kekambuhan
(Sitaresmi et al, 2009). Pencegahan infeksi, perdarahan, kebutuhan
makanan, personal hygiene yang baik adalah area yang memerlukan
perhatian khusus. Perawatan yang tidak adekuat dan terjadinya infeksi
membuat kondisi menjadi lebih fatal (Marykutty, Rayaroth & Soumya,
2014).
Menurut Fouad (2013) menyatakan bahwa adanya pengetahuan
tentang kondisi anak, prognosis, berbagai pendekatan pengobatan dan efek
samping pengobatan akan berdampak dalam mempraktikkan perilaku
sehat pada anak. Namun, masih terdapat orang tua yang belum memiliki
perawatan yang kurang baik dalam merawat anak dengan kanker
sebagaimana penelitian yang dilakukan Marykutty, Rayaroth, Soumya
(2014), hanya terdapat 13,3% memiliki praktik yang baik dalam merawat
anak dengan kanker serta mengelola efek samping kemoterapi pada anak.
Dalam paradigma keperawatan anak, memandang anak sebagai
individu yang masih bergantung pada lingkungan salah satunya keluarga
untuk memenuhi kebutuhan individualnya (Supartini, 2004). Keluarga
dengan anak yang menderita penyakit kronis memiliki tanggung jawab
dengan pemeliharaan yang komprehensif dan kompleks di rumah sakit
maupun di rumah (Sulivan-bolyai, Knafl & Sadler et al, 2004). Family
Centered Care berperan penting dalam perawatan anak dengan kebutuhan
khusus seperti penyakit kronis. Peran perawat mendorong mendukung
anak walaupun di rumah sakit dan harus mengidentifikasi kekuatan
keluarga, seperti cinta dan perhatian, sebagai sumber bagi individu
(Videbeck, 2012). Keluarga berperan sebagai sumber utama kekuatan dan
dukugan kepada anak (Bowden V.R & Greenberg, 2014).
Penyakit kronik yang diderita oleh salah satu anggota keluarga
termasuk anak, tentu akan memberikan dampak pada keluarga. Hal ini
dapat terlihat jelas bahwa orang tua sebagai sosok keluarga yang terdekat
bagi anak, pengasuh dan perawat (caregiver) utama bagi anak. Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan, Hussein & Al-Ani (2011)
bahwa orang tua sebagai pemberi asuhan tertinggi bagi anak. Menurut
Kars et al (2008) bahwa orang tua menghadapi distress pada anak serta
reaksi akibat pemberian kemoterapi. Orang tua secara langsung terlibat
dalam pengobatan seperti kemoterapi pada anak dan mengetahui dengan
baik respon anak setelah dilakukan pengobatan (Gibson & Soanes, 2008).
Dalam family centered care, keluarga turut menerima asuhan keperawatan
dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses keperawatan dan
pengambilan keputusan (Abraham dan Moretz, 2012; Shields et al, 2006).
Konsep family centered care salah satunya terdiri atas martabat dan saling
menghargai. Dimana pada aspek ini perawat menghormati keputusan dari
keluarga terhadap perawatan yang akan dilakukan. Pada pemberian
perawatan anak, perlunya dilihat pada aspek pengetahuan, nilai-nilai,
keyakinan, latar belakang budaya yang dimiliki pasien dan keluarga, serta
juga dilihat pada aspek sikap dan kesehatan psikologis orang tua (Johnson
et al, 2008; Shield et al, 2012).
Berbagai efek samping kemoterapi yang harus diperhatikan oleh
orangtua adalah diantaranya Depresi sumsum tulang, Mual dan muntah,
Kerontokan rambut, Kerusakan epitel mukosa saluran pencernaan,
Gangguan jantung, hati dan ginjal, Fatique, dan disfungsi rongga mulut.
Penanganan efek samping dengan benar dapat berdampak pada
pencegahan komplikasi yang berat, penurunan waktu hospitalisasi,
peningkatan rasa aman dan nyaman, serta meningkatkan kualitas hidup
anak (Selwood, 2008).
Disfungsi rongga mulut adalah suatu kondisi bibir, mukosa mulut,
gusi, gigi, lidah menjadi sakit akibat infeksi sekunder. Disfungsi rongga
mulut merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang banyak
ditemukan pada anak. Efek fisik yang dapat ditimbulkan dari disfungsi
rongga mulut antara lain, yaitu mukositis, glositis, gingivitis kesulitan
mengunyah, menelan, berbicara, perdarahan, mulut kering (xerostomia)
dan hilangnya sensasi rasa (hypogeusia dan ageusia). Gangguan ini bila
tidak mendapatkan penangangan secara cepat, maka akan terjadi
ketidakseimbangan asupan gizi sehingga menimbulkan penurunan kualitas
hidup anak penderita kanker dengan resiko terjadinya gizi kurang
UKCCSG-PONF (2006).
Terjadinya penurunan status gizi pada sebagian penderita kanker
karena turunnya asupan zat-zat gizi, baik akibat gejala penyakit kankernya
sendiri atau efek samping pengobatan seperti anoreksia, mual, muntah,
diare. Selain itu kebehasilan pengobatan sangat tergantung pada keadaan
gizi penderita, kemunduran status gizi dapat menimbulkan komplikasi dan
menghambat terapi yang kuratif. Kekurangan gizi merupakan salah satu
faktor penting yang sangat mempengaruhi hasil pengobatan kanker pada
pasien dengan kecukupan gizi dan status gizi yang baik relatif lebih tahan
terhadap terapi kanker yang dijalani dibanding yang berstatus gizi buruk
atau kecukupan gizi kurang (Uripi, 2005)
Studi United Kingdom Children’s Cancer Study Group dan Pediatric
Oncology Nurses Forum atau UKCCSG-PONF (2006), menyatakan
bahwa prevalensi disfungsi rongga mulut akibat kemoterapi diperkirakan
mencapai 30-75% dalam setiap siklusnya. 4 Cancer Care Nova Stovia
(CCNS) tahun 2008, menyatakan bahwa angka prevalensi disfungsi
rongga mulut lebih tinggi, yaitu sekitar 45–80%. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan diruang anak lantai tiga terdapat 5-6 pasien
yang menjalani kemoterapi setiap harinya.Tiga diantaranya mengalami
disfungsi rongga mulut seperti sariawan, gusi berdarah, kesulitan
mengunyah, mulut kering dan kehilangan sensasi rasa.
American Journal of Lifestyle Medicine tahun 2011 dalam Brinksma,
A. et al., 2015, menyatakan tomat merupakan salah satu jenis buah dengan
cita rasa yang lezat, memiliki komposisi zat gizi yang lengkap dan baik
bagi tubuh. Tomat telah diperkirakan sebagai sumber kedua yang paling
penting dari vitamin C setelah jeruk. 6 Sifat antikanker untuk beberapa
nutrisi ini telah dihipotesiskan, selain menjadi sumber utama nutrisi
tradisional tomat juga kaya akan beberapa senyawa kimia dalam makanan.
Asupan tomat, atau produk berbasis tomat, plasma kadar pigmen
karotenoid (lycopene) dan pigmen organik (karotenoid) yang ditemukan
terutama pada tomat, relatif konsisten dalam penyembuhan berbagai jenis
kanker. Temuan ini menambah rekomendasi diet saat ini untuk
meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran.
Pasien yang menjalani kemoterapi sering mengalami disfungsi rongga
mulut yang menyebabkan nafsu makan anak berkurang dan asupan nutrisi
tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu, perlu pemberian jus buah vitamin
C dan madu yang membutuhkan waktu relatif lebih singkat dalam
penanganan nonfarmakologis terhadap disfungsi rongga mulut (Cancer
Care Stovia (CCS), 2015)
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pemberian jus
buah vitamin C dan madu dapat menurunkan disfungsi rongga mulut pada
anak usia 3-12 tahun akibat kemoterapi.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat penyuluhan diharapkan keluarga pasien dapat
mengetahui serta dapat mengaplikasikan Manfaat Pemberian Jus buah
Vitamin c dan Madu dalam menurunkan disfungsi rongga mulut pada anak
akibat kemoterapi
III. Tujuan Instruksional Khusus
Seluruh peserta mengetahui tentang :
a. Memahami efek samping kemoterapi
b. Memahami defenisi disfungsi rongga mulut
c. Memahami dampak disfungsi rongga mulut
d. Memahami penanganan efek samping kemoterapi
e. Memahami perawatan pasien disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi dengan pemberian jus buah vitamin c dan madu
IV. Materi

(Terlampir)
V. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah ceramah, yaitu
pemateri menyampaikan materi penyuluhan tentang Manfaat Pemberian
Jus buah Vitamin c dan Madu dalam menurunkan disfungsi rongga mulut
pada anak akibat kemoterapi serta diakhir penyuluhan disediakan waktu
untuk tanya-jawab antara peserta dan pemateri.
VI. Media dan Alat Peraga
Media dan alat peraga yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah :
1. Slide Presentation Power Point
2. Laptop
3. Infocus
4. Leaflet
VII. Pengorganisasian
1. Moderator : Rhadiatul Aulia Sari Junaidi, S.kep
Tugas Moderator :
a. Membuka penyuluhan.
b. Memperkenalan diri
c. Memberitahu pokok bahasan penyuluhan kepada peserta.
d. Kontrak waktu dengan peserta penyuluhan.
e. Menyampaikan rute atau tahap-tahap dalam penyuluhan.
f. Menguraikan secara singkat latar belakang dan tujuan penyuluhan.
g. Mempersilakan pemateri untuk menyampaikan materi.
h. Membuka sesi tanya-jawab.
i. Mempersilakanpeserta untuk bertanya.
j. Mempersilakan pemateri untuk menjawab pertanyaan peserta.
k. Merangkum inti presentasi pemateri.
l. Mengucapan terimakasih kepada pemateri dan peserta.
m. Menutup penyuluhan.
2. Pemateri : Elditya Fransiska, S.Kep
Tugas Pemateri:
a. Menyampaikan materi penyuluhan.
b. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
3. Notulen : Suci Nilam Sari, S.Kep
Tugas Notulen:
a. Bertanggung-jawab atas daftar hadir peserta penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
c. Mencatat jawaban-jawaban yang disampaikan oleh pemateri.
d. Membuat rangkuman materi penyuluhan.
e. Membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) setelah terlaksananya
penyuluhan.
4. Fasilitator : Wilda Dahlia, S.Kep, Mayuni, S.Kep, Adilla Fitri
S.Kep, Fina Oktaviani S.Kep, Fanny Meilani S.Kep, Diana Deyva
S.Kep, Suci Rizki Mukhlisah S.Kep
Tugas Fasilitator:
a. Mempersiapkan dan bertanggung-jawab atas setting tempat
penyuluhan, seperti susunan dan jumlah meja dan kursi yang
digunakan dalam penyuluahan.
b. Mempersiapakan dan bertanggung-jawab atas segala media dan alat
peraga yang digunakan oleh pemateri dalam penyuluhan.
c. Selalu memfasilitasi semua kebutuhan peserta dalam penyuluhan dan
menyesuaikannya dengan kondisi saat penyuluhan, sehingga
penyuluhan berjalan dengan lancar.
5. Observer :Nency Aldani Putri, S.Kep
Tugas Observer :
a. Memonitor atau memantau selama berjalannya penyuluhan.
b. Mengamati reaksi peserta penyuluhan.
c. Mengamati keberhasilan penyuluhanan.
6. Koordinator Lapangan : Doli Napriadi Lova S.Kep
Tugas koordinator lapangan adalah mengkoordinasi hal-hal yang terjadi
pada saat penyuluhan, baik sebelum, sedang, maupun sesudah
penyuluhan.
VIII. Setting Tempat

1 2 3

8 7 7
4 4
8
5
6

KETERANGAN

1. Moderator
2. Pemateri
3. Notulen
4. Fasilitator
5. Observer
6. Koordinator
7. Peserta
8. Penguji/Penilai
Penyuluhan

IX. Tahap Kegiatan Penyuluhan

Tahap / Kegiatan Pelaksana Kegiatan Sasaran Estimasi


Pelaksana waktu
Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit
Penyuluhan / 2. Memperkenalan diri 2. Mendengarkan
Moderator 3. Menyampaikan pokok
pembahasan
penyuluhan kepada
peserta 3. Mendengarkan
4. Kontrak waktu dengan
peserta penyuluhan
selama 40 menit
5. Menyampaikan rute 4. Menyepakati
atau tahap-tahap dalam
penyuluhan
6. Menguraikan secara 5. Mendengarkan
singkat latar belakang
dan tujuan penyuluhan
7. Mempersilakan 6. Mendengarkan
pemateri untuk
menyampaikan materi
7. Mendengarkan
Penyampaian 8. Mengucapkan terima 8. Mendengarkan 15 menit
Materi / kasihkepada moderator dan menjawab
Pemateri dan peserta atas waktu dengan pelan
dan kepercayaan yang atau dengan
diberikan sebagai isyarat
pemateri (menganggukkan
9. Menyampaikan materi kepala)
penyuluhan sesuai 9. Mendengarkan
dengan sub pokok dan menjawab
bahasan sambil “ya atau tidak”
menanyakan kembali ketika sudah
kepada sasaran apakah mengerti atau
sudah paham atau belum dengan
belum sub pokok
10. Setelah semua materi bahasan yang
disampaikannya, disampaikan
pemateri pemateri
mengembalikan 10. Mendengarkan
wewenang ke
moderator
Tanya-Jawab / 11. Moderator membuka 11. Menunjuk 15 menit
Moderator, sesi Tanya-jawab. tangan, lalu
Pemateri, dan Moderator menyampaikan
Peserta mempersilakan peserta pertanyaannya
untuk bertanya
12. Moderator 12. Mendengarkan
mempersilakan
pemateri untuk
menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh
peserta
Penutup / 13. Mengevaluasi kembali 13. Menjawab atau 5 menit
Moderator materi yang telah  menyabutkan
disampaikan dengan pertanyaan yang
bertanya kepada di tanyakan oleh
peserta moderator
14. Menyimpulkan materi 14. Mendengarkan
penyuluhan
15. Mengucapkan terima 15. Mendengarkan
kasih
16. Menutup dengan salam 16. Menjawab salam
X. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
No Evaluasi Struktur Sesuai Perencanaan
Ya Tidak
1 Tempat
2 Media
3 Alat Peraga
4 80% peserta mengikuti penyuluhan

2. Evalusai Proses
No Evaluasi Proses Sesuai Perencanaan
Ya Tidak
1 Waktu
2 80% peserta aktif/ antusias
3 80% peserta mengikuti sampai selesai
4 80% peserta mengajukan pertanyaan dan
menjawab dengan benar

3. Evaluasi Hasil
No Evaluasi Proses Sesuai Perencanaan
Ya Tidak
1 Peserta mampu menyebutkan efek
samping kemoterapi
2 Peserta mampu menyebutkan definisi
disfungsi rongga mulut
3 Peserta mampu menyebutkan dampak
disfungsi rongga mulut
4 Peserta mampu menyebutkan perawatan
pasien dengan pemberian jus buah
vitamin C dan madu
MANFAAT PEMBERIAN JUS BUAH VITAMIN C DAN MADU DALAM
MENURUNKAN DISFUNGSI RONGGA MULUT PADA ANAK AKIBAT
KEMOTERAPI
A. Defenisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh sel kanker (NHS, 2007).
Menurut Bowden, Dickey dan Greenberg (2010) kemoterapi tindakan untuk
menangani kanker anak secara sistematik. Kemoterapi merupakan pengobatan
utama pada kanker otak, leukemia dan kanker lainnya. Obat-obat tersebut akan
mencegah pembelahan dan menyebabkan kematian pada sel kanker (NHS, 2007).
B. Tujuan dan Manfaat Kemoterapi
Tujuan pemberian kemoterapi adalah untuk membunuh sel kanker atau
mengurangi gejala kanker. Hal tersebut dicapai dengan pemberian obat-obat yang
akan membunuh atau menghambat pertumbuhan sel kanker (Birmingham
children’s Hospital, 2007).
C. Efek Samping Kemoterapi
Selain memiliki efek terapeutik, kemoterapi juga dapat mengakibatkan efek
samping yang berbahaya pada anak. . Efek samping kemoterapi yang sering
terjadi pada anak adalah mual, muntah, diare, fatique, kerusakan system saraf,
konstipasi, kerusakan folikel rambut, risiko infeksi dan disfungsi rongga mulut
(Gralla, Houlihan & Messner, 2010; Bowden, Dickey & Greenberg, 2010).
Mual dan muntah lebih sering terjadi pada anak- anak. Mual dan muntah
dapat terjadi akut (segera) terjadi dalam 24 jam setelah kemoterapi atau dalam
onset lambat (delayed) terjadi dalam 48-72 jam setelah kemoterapi (Tipton, el al.
2007; Nurhidayah, 2011). Efek samping kemoterapi berikutnya adalah diare.
Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar terjadi lebih dari 3
kali per hari disertai dengan konsistensi feses yang encer (Nurhidayah, 2011)
Kemoterapi juga dapat menyebabkan fatique. Fatique adalah perasaan lelah
yang mungkin terjadi pada anak dengan kanker. Fatique pada anak kanker
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain proses perjalanan penyakit, proses
pengobatan dan aspek emosional anak (Gralla, Houlihan & Massner, 2010;
Nurhidayah 2011).
Disfungsi rongga mulut akibat kemoterapi merupakan hal yang sangat sering
terjadi. Disfungsi rongga mulut tersebut dapat berupa mukositis oral atau biasa
disebut stomatitis, glositis, gingivitis, perubahan sensasi rasa dan nyeri.
Gangguan-gangguan tersebut dapat menyebabkan komplikasi sekunder seperti
kesulitan makan dan ketidakseimbangan nutrisi (Nurhidayatun, 2012).
D. Penanganan Efek samping Kemoterapi
1. Mual
Menurut Ali, Al-Wabel, Shams, Ahamad, Khan, & Anwar (2015)
aromaterapi menggunakan minyak esensial sebagai agen terapeutik, substansi
konsentrasi tinggi hasil dari ekstrak bunga-bungaan, daun-daunan, tangkai atau
batang tanaman, buah-buahan, akar-akaran, dan juga hasil penyulingan dari
damar. Terdapat beberapa metode penggunaan minyak esensial yaitu dengan
inhalasi, pijatan, atau mengaplikasikan secara sederhana dengan memberikan pada
permukaan kulit. Tanaman yang dapat memproduksi minyak esensial salah
satunya adalah Eucalyptus globulus atau biasa disebut tanaman dari minyak kayu
putih.
Hasil penelitian Santi (2013) menjelaskan aromaterapi dapat digunakan
sebagai solusi untuk mengatasi mual muntah. Aromaterapi merupakan tindakan
terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat untuk
meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik.
3. Muntah
Pada penanganan kasus mual muntah pada penelitian Rahmah (2009)
menjelaskan pemakaian protokol antiemetik B yang terdiri dari Ondanseton dan
Deksametason ternyata efektif untuk mengatasi peristiwa emesis pada anak yang
sedang menjalani kemoterapi.
Tindakan lainnya yang dilakukan orang tua ketika anaknya muntah yaitu
dengan memberikan air hangat. Pemberian air hangat ke anak merupakan tindakan
yang tepat. Pemberian air hangat akan menimbulkan efek relaksasi otot. Hal ini
seperti dijelaskan oleh penelitian Amirsha (2012) air hangat memberikan rasa
nyaman, menyembuhkan sembelit, memperlancar peredaran darah dan
mengurangi nyeri. Minum segelas air hangat dapat meningkatkan gerakan usus,
menyembuhkan sembelit, memecah partikel makanan dan melewatinya melalui
usus.
4. Rambut Rontok
Penelitian Hidayati (2012) menjelaskan membiasakan dengan rambut pendek
sehingga jika suatu saat rambut rontok, tidak akan begitu terlihat. Namun jika
pasien tetap tidak percaya diri dengan rambut rontok, pilihan menggunakan wig
mungkin dapat dilakukan. Khususnya pada anak memotong rambut menjadi lebih
pendek adalah pilihan yang tepat, atau dikombinasikan dengan topi.
5. Sariawan
Menurut Harsal dan Rachman (2016) sariawan sebagai dampak kemoterapi
tidak dapat diberikan obat sariawan dengan sembarangan. Sariawan akan hilang
dengan sendiri berbarengan dengan pemberhentian pengobatan. Cara yang tepat
mengatasi sariawan adalah dengan menjaga kebersihan mulut. Menurut Browne,
Molloy, O’Sullivan, Richmond & Houston (2012) mengkonsumsi buah jeruk,
lemon, anggur dan nanas perlu dihindari saat mengalami sariawan.
6. Memar
Menurut American Cancer Society (2016) adalah membatasi aktivitas anak
dengan menghindari aktivitas atau permainan yang berisiko pasien terluka.
Tindakan yang dibenarkan jika sampai terjadi perdarahan adalah tekan dengan
lembut daerah yang mengalami perdarahan sampai perdarahannya berhenti
dengan menggunakan es dalam kantong, kantong yang berisi pasir atau botol
infus.
7. Diare
Menurut Newton, Hickey & Marrs (2009) penatalaksanaan pasien diare akibat
kemoterapi antara lain penuhi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit, makan makanan 5 – 6 kali/hari dalam
porsi kecil, makan makanan yang tinggi kalium dan natrium, misalnya pisang,
jeruk, maupun kentang, makan makanan rendah serat, berikan makanan atau
minuman bebas laktosa, misalnya susu dan produk susu, serta bersihkan daerah
perianal dengan hati-hati setelah buang air besar.
8. Kehilangan selera makan
penelitian Browne, Molloy, O’Sullivan, Richmond, & Houston (2012)
penanganan kehilangan nafsu makan adalah membuatkan makan-makananan yang
diinginkan, makan-makanan dalam porsi kecil serta makan-makanan ringan
sekitar 2-3 jam, memakan camilan tinggi kalori dan protein seperti keju atau
biskuit.Menurut National Cancer Institute (2011), membuat makanan yang
disajikan bervariasi, makan 5 sampai 6 kali sedikit demi sedikit dari 3 porsi
makan, makan camilan yang disukai seperti biskuit kacang, kacang-kacangan,
gandum dan bauh-buahan, memakan-makanan tinggi kalori dan protein.
9. Kelelahan
Penelitian yang dilakukan oleh Vitkauskaite, Juozaityte, Drukteniene, &
Bunevicius (2011) manajemen fatigue harus interdisipliner yang melibatkan unsur
klinik, psikologi dan faktor sosial. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengatasi kelelahan (fatigue) adalah tidur siang singkat atau istirahat di kursi
yang nyaman bukan ditempat tidur, berjalan-jalan atau melakukan beberapa
latihan ringan jika memungkinkan.
10. Peningkatan resiko infeksi
menurut Hawkins (2009) orang tua harus berhati-hati saat memotong kuku,
mempertahankan perawatan mulut yang baik, mandi secara teratur dapat
menurunkan bakteri yang menempel pada kulit, istirahat yang cukup, minum
banyak, hindari merawat binatang, hindari terjadi luka pada kulit, gunakan selalu
alas kaki, hindari vaksinasi.
D. Disfungsi Rongga Mulut
Disfungsi rongga mulut adalah suatu keadaan dimana bibir, mukosa mulut,
gusi, gigi, lidah dan ototnya serta palatum keras dan lunak menjadi sakit oleh
karena invasi dari mikroorganisme tertentu (Potter & Perry, 2005) Hal tersebut
menyebabkan berbagai gangguan. Gangguan tersebut diantaranya adalah
mukositis, glositis, gingivitis kesulitan mengunyah, menelan, berbicara,
perdarahan, mulut kering dan hilangnya sensasi rasa (Eilers, 2004).
Menurut Dodd (2004) anak yang menderita kanker darah akan lebih sering
mengalami disfungsi rongga mulut dibanding anak yang menderita tumor solid.
Hal tersebut terjadi karena sebagian besar agen kemoterapi untuk kanker darah
memiliki tingkat mukosa toksik tinggi. Selain itu siklus kemoterapinya juga lebih
sering dibanding pasien kanker lain.
F. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Disfungsi Rongga Mulut
Secara umum risiko terjadinya disfungsi rongga mulut pada pasien pasca
kemoterapi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis
keganasan, umur, riwayat disfungsi rongga mulut sebelumnya, jenis terapi yang
diberikan, adanya penyakit lain yang menyertai (AIDS, DM), status nutrisi, serta
penggunaan alkohol dan kebiasaan merokok (Cancer Care Nova Stovia, 2008;
Sonis, 1998 dalam Dodd, 2004).
Menurut Dodd (2004) anak yang menderita kanker darah akan lebih sering
mengalami disfungsi rongga mulut dibanding anak yang menderita tumor solid.
Hal tersebut terjadi karena sebagian besar agen kemoterapi untuk kanker darah
memiliki tingkat mukosatoksik tinggi. Selain itu siklus kemoterapinya juga lebih
sering dibanding pasien kanker lain.
Menurut Beck (1999) dalam Nurhidayatun (2012) pada anak – anak dan
lansia mempunyai resiko lebih tinggi mengalami disfungsi rongga mulut
dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya. Pada anak – anak sel –sel
epitel pada membran mukosa lebih sensitive mengalami toksisitas dan keganasan
hematologi mengakibatkan mielosupresi yang mempengaruhi terjadinya disfungsi
rongga mulut. Sedangkan pada lansia juga berisiko mengalami disfungsi rongga
mulut lebih berat karena pada lansia kemampuan perbaikan jaringan lebih sulit,
sehingga lansia juga rentan mengalami disfungsi rongga mulut (Dodd, et al. 2000;
Nurhidayatun, 2012).
Selain itu kebiasaan dalam menjaga kebersihan mulut berkontribusi terhadap
terjadinya disfungsi rongga mulut. Anak dengan oral hygiene yang buruk lebih
berisiko mengalami disfungsi rongga mulut. Menurut Cancer Care Nova Stovia
atau CCNS (2008), disfungsi rongga mulut dapat terjadi pada 40-80% pasien yang
menjalani kemoterapi.
G. Dampak Disfungsi Rongga Mulut pada Anak
Disfungsi rongga mulut dapat menimbulkan rasa nyeri di sekitar mulut,
perdarahan, ulserasi, ketidaknyamanan pada mulut, dan penurunan sekresi di
mulut (Tomlison & Kline, 2010; Garcia & Caple, 2011, Nurhidayatun, 2012).
Selain itu disfungsi rongga mulut juga menyebabkan anak menjadi sulit makan
dan dapat memperberat gejala anoreksia, karena proses makan menjadi tidak
menyenangkan (Hockenberry & Wilson, 2009). Keadaan sulit makan tersebut
akan mempengaruhi nutrisinya sehingga menyebabkan penurunan status nutrisi
anak, ditandai dengan penurunan berat badan sekitar 10% dari berat badan
sebelumnya (Garcia & Caple, 2011, Nurhidayatun, 2012).
Anoreksia yang dialami anak yang mengalami disfungsi rongga mulut dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, terutama pada tumbuh kembang
fisiknya, yaitu mengalami keterlambatan peningkatan berat badan. Hal ini akan
mempengaruhi kebutuhan energi yang dibutuhkan anak, terutama energy untuk
meningkatkan kemampuan motorik halus dan motorik kasarnya (Hockenberry &
Wilson, 2009).
Disfungsi rongga mulut juga dapat menimbulkan kesulitan bicara, karena
mulut yang tidak nyaman dan penurunan atau peningkatan saliva (Garcia &
Caple, 2011, Nurhidayatun, 2012).
Disfungsi rongga mulut akibat kemoterapi secara keseluruhan dapat
menurunkan kualitas hidup anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek
disfungsi rongga mulut bukan hanya mengakibatkan gangguan menelan dan nyeri.
Disfungsi rongga mulut ternyata berimbas pada fungsi-fungsi yang lain, seperti
pola tidur, bicara dan menurunkan perasaan senang serta merubah mood (Syrjala,
et al. 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Bogdanov, S. (2010). Honey in medicine. Bee Product Science, 2(1), 1-23.


Bowden, V .R., Dickey, S., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their
families: The continuum of care. Philadelphia:Saunders Company
Dodd, M.J. (2004). The pathogenesis and and characterization of oral mucositis
associated with cancer therapy. Oncology Nursing Forum, 31 (4), 5-12
Eilers, J. (2004). Nursing intervension and supportive car for the prevension and
treatment of oral mukositis associated with cancer treatment. Oncology
Nursing Forum,23(6), 13-28.
Gralla, R.J., Houlihan, N.G., & Messner, C. (2010). Understanding and managing
Chemotherapy side effect. New York: Cancer Care Connect.
Garcia, M., & Caple, C. (2011). Oral Care of the Hospitalized Patients. In D.
Pravikoff (Ed.), (pp. 2p). Glendale, California : Cinahl Information
Systems
Hariani, G.A.A., Sulistyadewi, N.P.E., Kusumawati, I.G.A.W. (2016). Pemberian
jus buah vitamin c dan madu menurunkan disfungsi rongga mulut pada
anak akibat kemoterapi. Jurnal Gizi Indonesia. ISSN : 1858-4942.
Hockenberry, M..J., &Wilson, D. (2009). Wong’s essensial of pediatric nursing.
(8th edition). Missouri:Mosby Company
NHS Foundation Trust. (2007). Evidence based mouth care policy. London:
Doncaster and Bassetlaw Hospital Release.
Nurhidayah, Ikeu. (2011). Pengaruh Pemberian Tindakan Keperawatan Oral
Care Dengan Madu Terhadap Mukositis Akibat Kemoterapi pada Pasien
Kanker Nasofaring. Laporan Hasil Penelitian Tesis. Program Pendidikan
Pasca Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia 2011
Nurhidayatun. (2012). Uji Klinis Randomasi : Pengaruh Perawatan Mulut
Menggunakan Madu Terhadap Perubahan Stadium Mukositis Pada
Pasien Kanker. Laporan Hasil Penelitian Tesis, Program Pendidikan Pasca
Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2012
Potter, A.G. & Perry, P.A. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktis. Edisi 4. Jakarta: 2005
Tomlinson, D., & Kline, N. E. (2005). Pediatric Oncology Nursing Advanced
Clinical Handbook. Germany: Spinger.

Anda mungkin juga menyukai