Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM :17010065
RUANG : ICU
CI : MAJIZAH
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak
adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan PH, PO2, dan PCO2, darah arteri
dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia
(Arifputera, 2014).
1
1) Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke
bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering.
Contohnya adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis,
pneumonia, emboli paru, dysplasia bronkupulmonal.
2) Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar atau
pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya
adalah edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.
3) Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang
tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi arterio-vena
paru, malformasi adenomatoid kongenital.
b. Gagal nafas tipe II
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada
umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi
CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH
yang abnormal dan penurunan PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi
biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmonal.
Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ekstrapulmonal dapat disebabkan
karena penekanan dorongan pernapasan sentral atau gangguan pada respon
ventilasi.
Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut diklasifikasikan
menjadi dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia.
a. Gagal nafas hipoksemia
Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti edema paru, nyaris
tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa (adult/acute respiratory distress
syndrome), masalah lokal seperti pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor
paru
b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia
Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak dapat mendukung
pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan kenaikan kadar PaCO2 yang berakibat
pada deprsi susunan saraf pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk
mempertahankan pernafasan atau bebabn berlebih pada sistem pernafasan.
2
3. Etiologi
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas dapat
disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan, atau medulla
oblongata.
Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma
Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran napas, fibrosis,
destruksi parenkim membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2
dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).
b. Pneumonia
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu reaksi
inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan alveolar
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat
terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).
c. TB Pulmonal
Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan terjadi
peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membrane alveolokapiler,
sehingga menyebabkan pertukaran gas terganggu (Raina et al., 2013).
d. Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat ventilasi dan
perfusi tidak adekuat (American Association for Respiratory Care, www.aarc.org
American Lung Association, 2009).
e. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam ruang pleura yang menghalangi
ekspansi paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika lapisan pleura dari dinding
dada dan lapisan visera dari paru-paru dapat memelihara tekanan negative pada
rongga pleura. Ketika kontinuitas sistem ini hilang, paru akan kolaps,
menyebabkan pneumothoraks (Black and Hawks, 2014).
3
f. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura
normalnya merembes secara terus-menerus ke dalam rongga dada dari kapiler-
kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan
sistem limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau
drainase dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura (Black and Hawks, 2014).
4. Patofisiologi
Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan Gagal
nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai berikut :
a. Gagal nafas hipoksemia
Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya dalah edema paru yang
dapat diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri
kapiler sebagai hasil dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke
ujung vena kapiler karena adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan
hidrostatik intertisial. Pergerakan cairan dalam paru tidak berbeda, sering
ditemukan cairan di ruang intertisial paru. Normalnya cairan tersebut keluar dari
sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial untuk menyediakan nutrisi pada sel-sel
paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh darah paru menyebabkan
ketidakseimbangan gaya starling, mnyebabkan peningkatan filtrasi cairan ke
ruang intertisial paru sehingga mlebihi kemampuan kapasitas jaringan limfatik
untuk menyalurkan cairan tersebut.
b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia
Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui saraf dan otot
pernafasan untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan ventilasi alveolus
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang mengakibatkan
hiperkapnia (kenaikan kadar CO2), dan akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak
ditangani gagal ventilasi akut dapat menyebabkan kematian.
Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu mengganggu proses
inhalasi dan meningkatkan beban kerja pernafasan. ketika volume alveolus
4
ekspirasi akhir tetap brada diatas titik penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka
dan berfungsi, memungkinkan oksigen untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika
volume alveolus lebih rendah dari titik penutupan, alveolus akan kolaps.
Kolapsnya alveolus menyebabkan tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk
ke alveolus.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Arifputra (2014) Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria
yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang
terjadi kompensasi alkalosis metabolic. Selain itu jika menurut klasifikasinya sebagi
berikut :
a. Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan,
antara lain:
1) Dispneu (takipneu, hipeventilasi)
2) Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat
3) Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)
4) Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi
5) Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal
jantung dapat terjadi pada hipoksia berat
b. Gagal napas hiperkapnia
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari
arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, ARDS berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala
hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu,
bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil edema.
6. Pemeriksaaan penunjang
5
Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien dengan gagal
anafs adalah sebagai berikut :
a. Laboratorium
1) Analisa Gas Darah
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala
klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini
penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan
peberian terapi.
2) Pulse Oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui aliran
darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan noninvasif yang dapat diletakkan baik di lobus
bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi
perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya
adalah 90%, dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih
menurunkan saturasi oksigen.
3) Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru.
b. Radiologi
1) Radiografi Dada
Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi
kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik dan
nonkardiogenik
2) Ekokardiografi
Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada
pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya
6
dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi
mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik, Ukuran jantung yang
normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada pasien dengan edema
pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan akut. Ekokardiografi
menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat
untuk pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik.
3) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik
Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital
capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat control
pernapasan.
7. Komplikasi
Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau gizi.Komplikasi
GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah perdarahan, distensi lambung,
ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas
akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi
malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang
berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).
8. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan
untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru
obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit
parah, walaupun pengobatan medis telah maksimal, NIV (Noninvasive ventilation)
dapat digunakan untuk memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan
mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi
trakea jika pasien menjadi hiperkapnia (Forte et al., 2006).
Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah
a. Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat
b. Meningkatkan oksigenasi
7
c. Koreksi gangguan asam basa
d. Memperbaiki kesimbangan cairan dan elektrolitMengidentifikasi dan terapi
kondisi mendasar yang dapat dikoreksi dan pnyebab presipitasi
e. Pencegahan dan deteksi dini komplikasi potensial
f. Memberikan dukungan nutrisi
g. Pengkajian periodeik mengenai proses, kemajuan dan respon terhadap therapy
h. Determinasi kebutuhan akan ventilasi mekanis
Menurut Black and Hawks (2014), pada penggunanan ventilasi mekanis atau
ventilator, jenis ventilator yang digunakan adalah bertekanan positif dan bukan
tekanan negative, dengan tujuan untuk memaksa udara masuk kedalam apru-paru.
Tekanan posisif diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap
terbuka.