Anda di halaman 1dari 6

KEWARGANEGARAAN

DOSEN PEMBIMBING :
Ermina Rusilawati, S.H.,M,M.
KELOMPOK II
KETUA KELOMPOK :
JOHANES CHUA
ANGGOTA KELOMPOK :
AFRIZAL
ANGELICA
CINDY EDTANIA
ERLINA
JUNAIDA
MICHAEL
SHANDYANTO
WIRANTO
VIVIAN

BM-1-21
INSTITUT BISNIS DAN TEKNOLOGI PELITA INDONESIA
FAKULTAS BISNIS
PRODI MANAJEMEN
SEMESTER GENAP (II)
T.A 2022/2023
AD HOC INDEPENDEN

 Pengertian Ad Hoc

1. Pengertian Ad Hoc Secara Umum

Secara umum, Pengertian Ad Hoc adalah sesuatu yang dibentuk atau dimaksudkan


untuk tujuan atau kebutuhan tertentu saja, tidak direncanakan sebelum itu terjadi. Istilah Ad
Hoc berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti “untuk ini” atau “untuk tujuan khusus ini”.
Kata “Ad Hoc” sering digunakan dalam bidang hukum, organisasi, teknologi, maupun sosial.
Jadi, definisi Ad Hoc bisa berbeda-beda, tergantung apa konteks yang sedang dibicarakan.

2. Pengertian Ad Hoc Dalam Hukum


Dalam bidang hukum, Ad Hoc adalah suatu pengadilan yang sifatnya sementara atau
tidak permanen yang dibentuk untuk menangani kasus khusus. Pengadilan Ad Hoc banyak
dipakai untuk menangani pelanggaran. Pengadilan Ad Hoc dipimpin oleh seorang Hakim Ad
Hoc dimana pengadilan Ad Hoc dan Hakim Ad Hoc tersebut sifatnya hanya sementara.
Pengertian Ad Hoc menurut para ahli Hulum, yaitu Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie dapat
dibaca dalam artikel mereka secara online.

 Menurut Mahfud MD ad hoc itu artinya sejak semula, dimaksudkan sementara


sampai terjadi situasi normal.
 Menurut Jimly Jimly Asshiddiqie ad hoc adalah lembaga-lembaga yang
sifatnya sementara atau tidak permanen.

3. Pengertian Ad Hoc Dalam Organisasi


Seperti yang telah disebutkan dalam pengertian Ad hoc di atas, istilah ini sangat erat
hubungannya dalam kepanitiaan pembentukan organisasi. Panitia Ad hoc dalam organisasi
adalah suatu panitia khusus yang dibentuk untuk mempersiapkan pendirian suatu organisasi
atau lembaga.
Panitia Ad hoc tersebut nantinya akan menangani badan atau organisasi tersebut dan
sifatnya sementara. Salah satu contohnya adalah dibentuknya panitia khusus untuk
merencanakan dan mempersiapkan kerjasama antar negara di kawasan Asia Tenggara di
bidang ekonomi dan kebudayaan pada tahun 1967 dimana pada saat itu ASEAN belum
terbentuk. Melalui persiapan dan rencana yang telah dikerjakan oleh panitia khusus (ad hoc
committee) ini, terbentuklah ASEAN seperti sekarang ini.

 Pengadilan HAM (AD HOC)


Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk berdasarkan kebijakan legislatif yang termuat
dalam Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Ad Hoc Ketentuan dalam undang-undang ini yang mengamanatkan pembentukannya terdapat
dalam Pasal 43 dan Pasal 44 menyatakan bahwa pelangaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000, diperiksa dan diputuskan oleh
Pengadilan Ham Ad Hoc (ayat (1)). Pengadilan Ham Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden (ayat (2)). Selanjutnya dinyatakan bahwa Pengadilan HAm yang dibentuk berada
dilingkungan Peradilan Umum (ayat (3)). Adapun dalam Pasal 44 dinyatakan bahwa
pemerikasaan di Pengadilan HAM Ad Hoc dan upaya hukumannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang ini (UU No. 26 Tahun 2000).

 Syarat Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc


 
Dalam pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc ini harus memenuhi beberapa syarat
seperti dibawah ini:
 
1) Ada dugaan kejahatan atau pelanggaran terhadap HAM berat yang sebelumnya udah
dilakukan penyelidikan dulu oleh Komnas HAM Indonesia.
2) Peristiwa atau pelanggaran terhadap HAM berat tersebut juga harus sudah dilakukan
penyelidikan oleh Kejahatan Agung Indonesia.
3) Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc harus didasarkan atas usul atau rekomendasi
dari DPR sebagai wakil rakyat indonesia, disertai juga dengan tempus dan locus delicti
tertentu.
4) Dikeluarkannya Keputusan Presiden yang menyatakan pembentukan Pengadilan HAM
Ad Hoc buat menangani peristiwa atau pelanggaran HAM berat tersebut.

 Hakim Ad Hoc

Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan
pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
pengangkatannya diatur dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (“UU 49/2009”).

Selain dalam UU 49/2009, istilah hakim ad hoc juga dapat dijumpai dalam

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 50/2009”), yang
kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3A ayat (3) UU 50/2009:

Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang
tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.

Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 3A ayat (3) UU 50/2009 dijelaskan bahwa
tujuan diangkatnya hakim ad hoc adalah untuk membantu penyelesaian perkara yang
membutuhkan keahlian khusus, misalnya kejahatan perbankan syari’ah. Sedangkan yang
dimaksud dalam “jangka waktu tertentu” adalah bersifat sementara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan istilah hakim ad hoc digunakan untuk
menyebut seseorang yang diangkat menjadi hakim untuk jangka waktu tertentu, bersifat
sementara, dan memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara.

Sifat sementara ini dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (5) UU Pengadilan
HAM yang membatasi pengangkatan hakim ad hoc di pengadilan HAM hanya dapat
diangkat untuk satu kali masa jabatan selama 5 tahun. Ketentuan serupa juga dapat dijumpai
dalam

Pasal 10 ayat (5) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (“UU Pengadilan Tipikor”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
85/PUU-XVIII/2020, yang mengatur hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan tanpa seleksi ulang sepanjang
masih memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, serta dapat diangkat untuk
masa jabatan 5 tahun berikutnya dengan terlebih dahulu mengikuti proses seleksi kembali
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3 sifat pengadilan HAM Ad Hoc di lingkungan Peradilan Umum Indonesia
1) Pengadilan HAM Ad Hoc bersifat khusus : Terlebih lagi di Indonesia Pengadilan HAM
Ad Hoc hanya dapat menangani pelanggaran HAM yang di ajukan oleh DPR, dimana
pelanggaran tersebut terjadi sebelum UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia di Indonesia diberlakukan. Artinya bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc akan
dibentuk ketika memang ada peristiwa atau kejadian yang dianggap melanggar HAM
yang berat yang terjadi sebelum dasar hukum nya diberlakukan, sehingga pelanggaran
HAM yang berat setelah diberlakukan dasar hukum tentang Pengadilan HAM tidak
ditangani oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Maka dari itu, Pengadilan HAM Ad Hoc di
Indonesia juga bersifat khusus. 

Beberapa contoh pelanggaran HAM berat yang ditangani oleh HAM Ad Hoc:
1. Pelanggaran HAM yang terjadi di Tanjung Priok, dimana terjadi peristiwa kerusuhan
pada 12 September 1984 yang menyebabkan banyak korban tewas dan luka-luka
hingga merusak fasilitas.
2. Peristiwa upaya Timor Timur melepaskan diri dari Indonesia, dimana dianggap
terdapat pelanggaran HAM didalamnya selama proses intergrasi berlangsung.

2) Pengadilan HAM Ad Hoc bersifat sementara : Di Indonesia hal tersebut juga dapat di
lihat dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
dimana Pengadilan HAM Ad Hoc akan dibentuk ketika DPR mengusulkan adanya
peristiwa tertentu yang dianggap sebagai pelanggaran HAM. Usulan tersebut pastinya
juga didasarkan pada Keputusan Presiden dan peristiwa yang diusulkan terjadi sebelum
Undang-undang tersebut diberlakukan di Indonesia. Dimana nantinya Pengadilan HAM
Ad Hoc akan berwenang menangani perkara tersebut saja hingga menghasilkan putusan
seadil-adilnya. Artinya bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc ini hanya bersifat sementara
dimana jika ada suatu kejadian atau pelanggaran HAM tertentu saja.

3) Pengadilan HAM Ad Hoc bersifat Retroaktif : Retroaktif sendiri didalam ilmu hukum
sendiri dipahami sebagai suatu hukum yang dapat mengubah konsekuensi hukum
terhadap peristiwa atau perkara hukum yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan.
Konsekuensi tersebut dapat berupa mengurangi atau bahkan membebaskan seseorang
dari hukuman atas tindakannya. Oleh sebab itu, karena Pengadilan HAM Ad Hoc sendiri
di Indonesia diberlakukan untuk memiliki wewenang terhadap pelanggaran yang terjadi
sebelum Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
diberlakukan, maka Pengadilan HAM Ad Hoc juga di pahami memiliki sifat retroaktif.

dapat disimpulkan bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc memang memiliki sifat retroaktif namun hal
tersebut sudah diputuskan secara hati-hati sehingga tidak melanggar UUD 1945 yang berlaku di
Indonesia. Sifat ini juga sesuai dengan tujuan dibentuknya Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM
Ad Hoc yaitu untuk menegakkan keadilan terhadap peristiwa atau pelanggaran HAM berat yang
terjadi.
KASUS :
Bagaiman Menurut Pemikiran Mahasiswa tentang kasus pelanggaran HAM masa lalu
yang harus dapat diselesaikan oleh Presiden Jokowi dengan cara presiden membentuk komisi
Ad Hoc indenpenden tanpa campur tangan pemerintah sehingga penyelesaiannya lebih
bersifat netral ?
Jawaban :
Kesimpulan dari Seluruh anggota kelompok kami mengenai kasus diatas adalah

“Langkah Presiden membentuk lembaga Ad Hoc adalah suatu langkah yang benar. Karena
dengan dibentuknya lembaga tersebut maka timbulnya suatu lembaga yang khusus
menangani kasus kasus pelanggaran HAM berat walaupun bersifat sementara. Selain bersifat
netral, komisi Ad Hoc Independen ini juga dipilih berdasarkan orang yang pakar dalam
bidangnya dan dianggap dapat menuntaskan kasus yang ada. Sehingga masyarakat yang
menggalami atau korban dari pelanggaran HAM tersebut tidak merasa diabaikan oleh
Pemerintah Indonesia.”

Anda mungkin juga menyukai