Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DEHIDRASI DI RUANG ANAK


RUMAH SAKIT TGK. ABDULLAH SYAFI’I BEUREUNUEN

DI SUSUN
LIA RIGUSTINA

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIKes)


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022

0
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Kekurangan volume cairan terjadi jika air dan elektrolit hilang pada
proporsi yang sama ketika mereka berada dalam cairan tubuh normal sehingga
rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama. Hal ini seharusnya tidak
dikacaukan dengan istilah dehidrasi yang mengacu pada semata-mata
hilangnya air dengan peningkatan kadar natrium serum FVD mungkin timbul
sendiri atau dalam kombinasi dengan ketidakseimbangan yang lain kecuali
ketidakseimbangan yang timbul bersama, sama konsentrasi elektrolit serum
tetap tidak berubah.
Kekurangan volume cairan terjadi akibat hilngnya cairan tubuh dan lebih
cepat terjadi jika disatukan dengan penurunan masukan cairan FVD mungkin
terjadi semata-mata akibat masukan yang tidak adekuat jika penurunan
masukan berlangsung lama. Kekurangan cairan yang tidak normal bisa terjadi
akibat muntah-muntah, diare, berkeringat dan penurunan masukan seperti
pada adanya mual atau ketidakmampuan untuk memperoleh cairan.
Banyak masalah yang mungkin terjadi akibat kurangnya cairan adalah
intake yang berkurang dan output yang berlebihan yang berupa muntah, diare,
perdarahan. dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah kekurngan volume
cairan. Maka dari itu kami membuat asuhan keperawatan tentnag dehidrasi
yang kelihatannya sepele padahal sangat berbahaya
B. Pengertian dan Klasifikasi
Berikut adalah beberapa pengertian tentang dehidrasi :
1. Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak menjalani
puasa mengalmai atau beresiko mengalmai dehidrasi vaskuler, interstitial
atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).
2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang
keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu
Ambarwati, 2003).

1
3. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disertai
dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam tubuh
berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).
4. Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan
antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994 :
303)
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi
adalah kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya
cairan atau hilang dari tubuh.
Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :
a. Dehidrasi Isotonik
Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit
sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya
tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.
b. Dehidrasi Hipotonik
Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi
kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat.
Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari EFC
ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi pembengkakan sel.
c. Dehidrasi Hipertonik
Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada
dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak
dari ICF ke ECF.

C. Etiologi
Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis
dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).
5. Dehidrasi
a. Perdarahan
b. Muntah
c. Diare
2
d. Hipersalivasi
e. Fistula
f. Ileustomy (pemotongan usus)
g. Diaporesis (keringat berlebihan)
h. Luka bakar
i. Puasa
j. Terapi hipotonik
k. Suction gastrointestinal (cuci lambung)
6. Dehidrasi hipotonik
a. Penyakit DM
b. Rehidrasi cairan berlebih
c. Mal nutrisi berat dan kronis
7. Dehidrasi hipertonik
a. Hiperventilasi
b. Diare air
c. Diabetes Insipedus hormon ADH menurun
d. Rehidrasi cairan berlebihan
e. Disfagia
f. Gangguan rasa haus
g. Gangguan kesadaran
h. Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

3
D. Patofisiologi
Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada
berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan
kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering
kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan
pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran
cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada
prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat dipakai oleh tubuh.
Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti
beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah
efektif.
Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri
dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan
yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat
menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah
besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar
dirawat dengan metode terbuka.
Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi
pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan,
terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis
osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang
terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak terkontrol atau koma
hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein
secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang
bisa bertindak sebagai agen osmotik.

4
Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume
ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-
rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung
mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh
baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor
di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa
vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan
untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang normal.
Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-
aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.
Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi
dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat.
Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan
kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.

E. Manifestasi Klinis
Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya
(Nelson, 2000) :
8. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)
a. Haus, gelisah
b. Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal
c. Turgor kulit normal
d. Pengeluaran urine (1300 ml/hari)
e. Kesadaran baik
f. Denyut jantung meningkat
9. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)
a. Haus meningkat
b. Nadi cepat dan lemah
c. Turgor kulit kering, membran mukosa kering
5
d. Pengeluaran urien berkurang
e. Suhu tubuh meningkat

10. Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)


a. Penurunan kesadaran
b. Lemah, lesu
c. Takikardi
d. Mata cekung
e. Pengeluaran urine tidak ada
f. Hipotensi
g. Nadi cepat dan halus
h. Ekstremitas dingin

6
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges & Sylvia Anderson):
11. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
12. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare
serta dapat diberikan oralit.
13. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
14. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih
untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan
menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,
separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan
air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa
metabolisme.
15. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk
mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan
fungsi ginjal normal.
G. Pengkajian Fokus
16. Demografi
Jenis kelamin : dehidrasi rentan terjadi pada wanita dari pada pria.
Umur : sering terjadi pada usia di atas 65 tahun.
17. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
1) Fistula
2) Ileustomy
3) Suction gastrointestinal
4) DM
5) Diabetes insipedus
7
6) Perdarahan
b. Pemeliharaan kesehatan
1) Diet rendah garam
2) Pemasukan cairan kurang terpenuhi
c. Pola cairan
Gejala : haus berkurang, cairan kurang
Tanda : BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran
mukosa mulut kering, lidah kotor.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : apatis-coma
2) Tekanan darah menurun
- Nadi meningkat
- Pernafasan cepat dan dalam
- Suhu meningkat pada waktu awal
3) BB meningkat
4) Turgor menurun
5) Membran mukosa mulut kering
6) CVP menurun
e. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1) Urine
a) Osmolalilas kemih > 450 m osmol / kg
b) Natrium urine < 10 meg / L (penyebab di luar ginjal)
c) Natirum urine > 10 meg / L (penyebab pada ginjal / adrenal)
d) OJ urine meningkat
e) Jumlah urine menurun (30-50 cc / jam)
2) Darah
a) Ht meningkat
b) Kadar protein serum meningkat
c) Na+ seruim normal
d) Rasio buru / kreatin serum > 20 : 1 (N = 10 : 1)
e) Glukosa serum : normal / meningkat
f) Hb menurun.
8
H. Pathway

Gangguan Trauma Luka bakar demam DM Penggunaan Gangguan pencernaan Gangguan homonal
obsorbsi usus diaporesis >> diuretik >> (disfagia ) puasa ADH 
Hiperglikemi Aldosteran 
Perdarahan
Muntah diare
Hiperosmolaritas
Osmolaritas Cairan dari
cairan ekstrasel  vaskuler  Diuresis osmotik  Intake

Poliuri
Output >>

DEHIDRASI

Sirkulasi darah
Komposisi darah  ke jantung 

Regulasi cairan Cairan Turgor  HB  Tahananan vascular sistemik 


tidak seimbang interstital  c
Membran Anemia
Resiko COP 
Aliran darah  mukosa kering
Defisit volume
cairan Kelemahan
Komponen darah 
Sirkulasi perifer  Resiko gangguan
integritas kulit
Intoleransi
aktivitas HB 

Anemia  kolaborasi
c
Intoleransi aktifitas
9 c
I. Konsep Keperawatan
1. Diangosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
intake yang kurang.
b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
aliran darah.
c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit
menurun.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan tahanan
vaskuler sistemik.

2. Fokus Intervensi dan Rasional


a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
intake yang kurang (Doenges, 1999)
Tujuan : Volume cairan adekuat sehingga kekurangan volume cairan
dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan keseimbangan cairan
2) Tanda vital (N = 80 – 100 x/menit, S = 36-37oC
3) Capillary refill < 3 detik
4) Akral hangat
5) Urine output 1-2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1) Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa,
turgor
Rasional : Indikator keadekuatan volume sirkulasi, hipotensi data
terjadi dengan resiko cedera setelah perubahan posisi.
2) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan
akurat.

10
Rasional : Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali
mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk
masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan
elektrolit.
3) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
jaksatif / diuratik
Rasional : Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat
muntah dan / atau penggunaan laksatif / deuratik
mencegah kehilangan lebih lanjut.
4) Identifikasi rencana untuk meningkatkan / mempertahankan
keseimbangan cairan optimal. Misal : jadwal masukan cairan.
Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki
ketidakseimbangan.
5) Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal
Rasional : Perpindahan cairan / elektrolit, penurunan fungsi ginjal
dapat meluas mempengaruhi penyembuhan.
6) Berikan / awasi pemberian cairan IV
Rasional : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak-
seimbangan cairan.
7) Tambahan kalium, oral atau N sesuai indikasi
Rasional : Dapat mencegah disritmia jantung.

b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah.


Tujuan : Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital stabil TD = 120/80, Nadi = 80-100 h, kulit tidak
pucat.
2) Kulit hangat
3) Nadi perifer teraba
4) Keluaran urine adekuat 0,5 – 1,5 cc / kg / BB
5) CRT < 2 detik.
11
6) Kesadaran composmentis
7) Tidak ada nyeri dada
Intervensi :
1) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan
perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
2) Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa
yang menghilangkan nyeri.
Rasional : Dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan
dengan penurunan perfusi.
3) Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama.
Rasional : Perubahan disritmia dan iskemi dapat terjadi sebagai
akiabt hipotensi, hipoksia, ketiseimbangan elektrolit
atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air
dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.
4) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler
lambat dan nadi perifer lemah lemah.
Rasional : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap
penurunan volume sirkulasi dan / atau terjadi sebagai
efek samping pemberian vasopresin.
5) Catat haluran urine dan BJ
Rasional : Penurunan perfusi ginjal dimanifestasikan sistemik
dapat menyebabkan iskemia/gagal dengan penurunan
keluaran urine.
6) Observasi kulit pucat, kemerahan, pijat dengan minyak, ubah
posisi dengan sering.
Rasional : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
7) Awasi nadi oksimetri
Rasional : Mengindentifikasi hipoksemia, kefektifan / kebutuhan
untuk terapi.
12
8) Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.
Penggunaan RL di kontraindikasikan pada adanya gagal
hati karena metabolisme laktat terganggu.

c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit


menurun.
Tujuan : Mengindentifikasi dan mempertahankan kulit halus, kenyal,
utuh.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik, kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan.
Intervensi :
1) Observasi kemerahan, pucat.
Rasional : Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
2) Dorong mandi tiap 2 hari 1 x
Rasional : Sering mandi membuat kulit kering.
3) Gunakan krim kulit 2 x sehari
Rasional : Melicinkan sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus
kulit.
4) Diskusikan pentingnya perubahan posisi, perlu untuk
mempertahankan aktifitas.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan
mencegah tekanan lama pada jaringa.
5) Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat.
Rasional : Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi
klien.

13
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Pasien diharapkan mampu meningkatkan toleransi aktifitas.
Kriteria hasil :
1) Peningkatan kekuatan otot berhubungan dengan tidak diaporesis.
Intervensi :
1) Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenganan, menyediakan
energi yang digunakan untuk penyembuhan.
2) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai indikasi
Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa
gangguan.
3) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan
rentang gerak sendi pasif / aktif.
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
4) Periksa tanda vital sebelum dan segera aktifitas khususnya
penggunaan diuren.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas.
5) Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional : Palpitasi nadi tak teratur dapat mengindikasikan
kebutuhan perubahan program olah raga atau obat.

e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan vaskuler


sistemik.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada perubahan EKG.
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
Rasional : Takipnea, frekuensi jantugn tak teratur menunjukkan
GGK.
14
2) Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu.
Rasional : Hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan
tekanan nadi, penurunan nadi perifer, pucat,
penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade,
yang merupakan kedaruratan medik.
3) Kaji tingkat aktifitas, respon terhadap aktifitas
Rasional : Kelelahan dapat menyertai anemia.
4) Awasi pemeriksaan lab, contoh : eletkrolit (kalium, natrium,
kalsium, magnesium).
Rasional : Ketidakseimbagnan dapat mengganggu kondisi
elektrikal dan fx jantung.
5) Catat warna kulit dan kualitas nadi
Rasional : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun
membuat kulit pucat dan menurunnya kekuatan nadi
perifer.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sri Ayu. 2001. http://www.kompas.com/kesadaran/0307/14/103451

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. jakarta : EGC.

Ignatavicus, Donna D. Bayne, Marylin Varner. 1991. Medical Surgical Nursing,


WB Saunders Company Inc.

Prince, Sylive A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzzone, C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8.


Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 1.


Jakarta : Salemba Merdeka.

16

Anda mungkin juga menyukai