Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PANCASILA

PANCASILA DALAM KESEHARIAN DARI SUDUT ONTOLOGI,AKSIOLOGI, DAN


EPISTEMOLOGI

Dosen : Pepen Syuraji, S.Pd, MM

Disusun Oleh

Nama : Oci Munasari

NIM : 204110383

Kelas : 1C

Jurusan Kebidanan

Program Studi DIII Kebidanan Padang

Poltekkes kemenkes RI Padang

Tahun Ajaran 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah pancasila
tentang ‘’pancasila dalam keseharian dari sudut ontologi,aksiologi, dan epistemologi’’ dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga untuk ke depannya penulis dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 04 november 2020

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A.LATAR BELAKANG.........................................................................................................................1
B.RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................1
C.TUJUAN PENULISAN.......................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
1. Pengertian Pancasila............................................................................................................................2
A.Secara Etimologis............................................................................................................................2
B.Secara Historis.................................................................................................................................2
C.Secara Terminologis........................................................................................................................3
2.Pancasila dalam keseharian dari sudut ontologi....................................................................................3
A.Pengertian Ontologi.........................................................................................................................3
B.Dasar Ontologis dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian........................................................4
3.Pancasila dalam keseharian dari sudut aksiologi..................................................................................5
A.Pengertian Aksiologi........................................................................................................................5
B.Dasar aksiologis dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian........................................................5
4.Pancasila dalam keseharian dari sudut epistemologi.............................................................................7
A.Pengertian epistemologi...................................................................................................................7
B.Dasar epistemologi dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian....................................................8
BAB III
PENUTUP.................................................................................................................................................12
A.KESIMPULAN.................................................................................................................................12
SARAN.................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan
karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara.Sejarah indonesia menunjukan bahwa
Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.Pancasila merupakan kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau
dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar
negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan
kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan
Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan
kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam
pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan
berbudaya tinggi.Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam berpikir lebih kritis
mengenai arti Pancasila

B.RUMUSAN MASALAH
1.Apa yang dimaksud dengan pancasila?
2.Bagaimana pancasila dalam keseharian dari sudut ontologi?
3.Bagaimana pancasila dalam keseharian dari sudut aksiologi?
4.Bagaimana pancasila dalam keseharian dari sudut epistemologi?

C.TUJUAN PENULISAN
1.Untuk mengetahui apa itu pancasila
2.Untuk mengetahui pancasila dalam keseharian dari sudut ontologi
3.Untuk mengetahui pancasila dalam keseharian dari sudut aksiologi
4.Untuk mengetahui pancasila dalam keseharian dari sudut epistemologi

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pancasila

A.Secara Etimologis
Secara etimologis istilah “pancasila” berasal dari sansekerta dari India (bahasa kata
brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin,
dalam bahasa sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :

 “panca” artinya “lima”


 “syila” vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
 “syila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
senonoh”

Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan
“susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata
“pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syiila” dengan vokal i pendek yang
memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima
unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah
laku yang penting

B.Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.
Masalah tersebut adalah tentang suatu calo rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad
Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

viiiPada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan
mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.Pada tanggal 17 Agustus
1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18
Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk pembukaa UUD 1945
dimana didalamnya termuat isi rumusan lima prnsip sebagai satu dasar negara yang diberi
nama Pancasila.Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan
merupakan istilah umum. Walaupun dalam linea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
“Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut
dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama alam rangka
pembentukancalon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang
secara bulat 2
C.Secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik
Indonesia. Untuk melengkai alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-
negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera
megadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan
UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 yang
berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan erdiri atas
2ayat

dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum
rumusan Pancasilla sebagai berikut :

1)Ketuhanan Yang Maha Esa

2)Kemanusiaan yang adildan beradab

3)Persatuan Indonesia

4)Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5)Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh
PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.

2.Pancasila dalam keseharian dari sudut ontologi

A.Pengertian Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos: being,dan Logos:logic.Jadi, ontologi
adalah the theory of being qua being(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu
tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan
dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang
sesuatu itu ada

Clauberg menyebut ontologi sebagai “ilmu pertama,”yaitu studi tentang yang ada sejauh ada.
Studi ini dianggap berlaku untuk semua entitas, termasuk Allah dan semua ciptaan, dan
mendasari teologi serta fisika. Pertanyaan yang berhubungan obyek apa yang dikaji oleh
pengetahuan itu (ontologi), bagaimana cara mengetahui pengetahuan tersebut (epistemologi),
dan apa fungsi pengetahuan tersebut (aksiologi).

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Kajian
tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Thales, misalnya,
melalui perenungannya terhadap air yangada di mana-mana, ia sampai pada kesimpulan

3
bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal mula dari segala sesuatu.
Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan air itulah asal mula
segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa “mungkin sekali segala sesuatu berasal dari
satu substansi belaka.”

Menurut The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari
sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan berikut: (a) apakah
artinya ada, hal yang ada?; (b) apakah golongan-golongan dari hal yang ada?; (c) apakah sifat
dasar kenyataan dan hal ada?; (d) apakah cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-
kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian unuiversal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada?

Kemudian dalam Ensiklopedi Britannicadijelaskan bahwa ontologi adalah teori atau studi
tentang yang ada (being/wujud) seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi
sinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real
nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut.

B.Dasar Ontologis dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian


Manusia sebagai pendukung pokok sila–sila pancasila secara ontologis memiliki hal–hal yg
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia
adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan
inilah maka secara hierarkis sila pertama ketuhanan yg maha esa mendasari dan menjiwai
keempat sila –sila pancasila yg lainnya (Notonagoro, 1975:53).

1.Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah mutlak,
sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam
(Notonagoro, 1975:78)

2.Sila kedua : kemanusiaan yg adil dan beradab, negara adalah lembaga kemanusiaan, yg
diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975:55)

3.Sila ketiga : persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai
makhluk tuhan yg maha esa,adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah
merupakan unsur pokok negara

4.Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan
hakikat rakyat

5.Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua
yaitu kemanusiaan yg adil dan beradab (Notonagoro, 1975:140,141)

Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini
suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu,
sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? Dan seterusnya. 4
Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia,
benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila
sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila
Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang
berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologism. Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis,
atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok
dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.
Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan
sebab-akibat: Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia,
satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

3.Pancasila dalam keseharian dari sudut aksiologi

A.Pengertian Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios” yang berarti nilai
dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.
Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri mendefinisikan aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi
dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti
yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Dalam Encyclopedia of Philosophydijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and
valuation.Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedahmasalah nilai.
Apasebenarnya nilai itu? Bertens menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi
seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang dicari, sesuatu
yang disukai dan diinginkan.11Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai
adalah non-nilai atau disvalue. Ada yang mengatakan disvaluesebagai nilai negatif.
Sedangkan sesuatu yang baik adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-
Amerika, mengatakan nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya.
Nilai adalah sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi
yang positif

B.Dasar aksiologis dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian


Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa

5
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang
diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga.
Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai
“keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga
mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu obyek. Ada berbagai macam teori tentang nilai.
1. Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat dikelompokkan
menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak
mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
b. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan,
seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.
c. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama
sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini
misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
d. Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai
semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Driyarkara, 1978)
2. Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok:
a. Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat
dibeli.
b. Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan
badan.
c. Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan
pada pengayaan kehidupan.
d. Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia.
e. Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.

f. Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.


g. Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
h. Nilai-nilai keagamaan
3. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
a. Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
6
b. Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan
atau aktivitas.
c. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan
menjadi empat macam:
1) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
2) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa)
manusia.
3) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.
4) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
4. Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.
a. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai
sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
b. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
c. Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam
masyarakat.
5. Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang
mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbansa, dan bernegara.
6. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber
of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
7. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai
Manusia Indonesia

4.Pancasila dalam keseharian dari sudut epistemologi

A.Pengertian epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “Logos”. “Episteme” berarti
pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistemologi secara
etimologis berarti teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu,
dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya.

Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld mendefinisikan epistimologi sebagai “it is


epistemologi that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”.
Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai“epistemologi memberikan kepercayaan dan
jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”.

Disamping itu banyak sumber yang mendefinisikan pengertian epistemologi di antaranya:


a.Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengenarahi masalah-masalah filosofikal yang
mengitari teori ilmu pengetahuan.

b.Epistemologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinya


pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas, dankebenaran pengetahuan (ilmiah).

c.Epistemologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan,
yaitu tentang terjadinya pengetahuan dan kesahihan atau kebenaran pengetahuan.

d.Epistemologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-sumber


pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan.

B.Dasar epistemologi dengan Sila–sila Pancasila dalam keseharian


Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas
dan pendukungnya yaitu

1.Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya

2.Pathos yaitu penghayatannya

3.Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono, 1996:3)

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep
dasarnya tentang hakikat manusia.
Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-
nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis
Pancasila.
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti
dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan
berbentuk pyramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama
Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan
mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila
pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat
didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma,
sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya.
8

Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:


1) Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan inti
sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan konkrit.
2) Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara
dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3) Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi
praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khhusus konkrit serta dinamis
(lihat Notonagoro, 1975: 36-40)

Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis:

a.Rasionalisme Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau
rasio. Tokohnya antara lain Rene Descartes (1596-1650), yang membedakan adanya tiga ide,
yaitu innate ideas (ide bawaan), sejak manusia lahir atau juga dikenal dengan adventitinous
ideas, yaitu ide yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas, atau ide yang dihasilkan
oleh pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632-1677), Leibniz (1666-1716).

b.Empirisme Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris,
selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.
Tokohnya antara lain:1)John Locke (1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang
diperoleh dari luar dan (2) pengalaman dalam, batin (reflexion). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk ideayang
lebih kompleks.2)David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Hume
berpendapat bahwa ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana
atau ide-ide sederhana atau kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama
pada abad 19 dan 20.9

c.Realisme Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang
kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak
bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran
subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat
dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah
pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (384-322 SM), menurut
Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda konkret atau dalam proses-proses
perkembangannya. Bentuk (form) atau ide atau prinsip keteraturan dan materi tidak dapat
dipisahkan. Kemudian, aliran ini terus berkembang menjadi aliran realisme baru dengan tokoh
George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap aliran idealisme,
subjektivisme, dan absolutisme. Menurut realisme baru: eksistensi objek tidak bergantung pada
diketahuinya objek tersebut.

9
d.Kritisisme Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari
empiri (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan, mengatur,
dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan
merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya.
9 Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804). Kant mensintesiskan antara rasionalisme
dan empirisme.

e.Positivisme Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap,
yaitu:1)Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan
objek tidak dibedakan.2)Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.3)Tahap Positif, yang
ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungan
lewat fakta. Oleh karena itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan
dibuktikan lewat fakta.

f.Skeptisisme Menyatakanbahwa indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun, pada
zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis (sistematis) yang mensyaratkan
adanya bukti sebelum suatu pengalaman diakui benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene
Descartes (1596-1650).

g.Pragmatisme Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun


mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut.
Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai
saranabagi suatu perbuatan. Tokoh aliran ini, antara lain C.S Pierce (1839-1914), menyatakan
bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu
pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal tidak lain
merupakan gambaran yang kita peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan. Tokoh lain
adalah Willian James (1824-1910) menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah
ditentukan oleh akibat praktisnya.
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki
unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki
unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak
yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan
yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau
daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam
demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga
menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya
kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai
dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
10
Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang
harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia
untuk mendapatkankebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa
ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka
moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu
tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan, dan kepentingan-kepentingan yang


berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti dari manakah saya
berasal? Bagaimana terjadinyaproses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolak ukur
kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana
pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air
mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan
yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari
jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan
dihadapinya. Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya
mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya.8Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut
ini, misalnya ‘kursi’ adalah cara kerja pikiran untuk menangkap substansi sebuah kursi. Dalam
realita konkret, kita selalu menemui bermacam kursi dalam jenis, sifat, bentuk, dan
perujudannya. Menurut jenis bentuk, posisi, dan fungsinya ada kursi makan, kursi belajar, kursi
goyang, kursi tamu, dan sebagainya. Namun, terlepas dari hal itu semua ‘kursi’ adalah kursi
bukan ‘meja’ meskipun bisa difungsikan sebagai meja atau sebagai alat (benda buatan) dalam
bentuk tertentu, yang berfungsi sebagai ‘tempat duduk’. Sementara duduk adalah suatu
kegiatan seseorang dalam posisi meletakkan seluruh badan dengan macam jenis, sifat, bentuk
hal atau benda dalam keadaan seperti apapun, di mana, serta kapanpun berada dan yang
biasanya difungsikan sebagai tempat duduk.

11
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi
bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Dan filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan
sistem. Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat Manusia),
dasar Epistemologis (Pengetahuan), dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-Nilainya)

ontologi adalah the theory of being qua being(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau
ilmu tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan
dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang
sesuatu itu ada. aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri mendefinisikan aksiologi sebagai
teori nilai yang berkaitan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh . Epistemologi adalah
pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan,
validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).

SARAN
Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat mengetahui
seberapa penting Pancasila dan dapat mengamalkan nilai-nilai sila dari pancasila dengan
baik & benar, serta tidak melecehkan arti penting pancasila. Penulis menyadari
bahwasanya makalah diatas masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan, baik
kesalahan penulisan maupun kekurangan referensi. Oleh karena itu, penulis berharap agar
pembaca dapat memberikankritik dan saran demi menjadikan makalah ini lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

ASTAWA, I. P. (2017, 03 04). pancasila sebagai sistem filsafat. Retrieved 11 04, 2020, from simdos.unud:
https://simdos.unud.ac.id

mubin, f. (2011, 10 23). filsafat modern. Retrieved 11 04, 2020, from FILSAFAT MODERN ASPEK
ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS.pdf: http://www.file:///C:/Users

subadi, t. (2010, 09 08). landasan ontologi,aksiologi dan epistemologi. Retrieved 11 04, 2020, from
tjiptosubadi.blogspot: http://tjiptosubadi.blogspot.com

13

Anda mungkin juga menyukai