Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : RENTI SIMATUPANG

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 850054566

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4401/Materi & Pembelajaran PKn SD

Kode/Nama UPBJJ : 12/ Medan

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. syarat-syarat dasar agar suatu negara dapat disebut menjalankan pemerintahan yang
demokratis di bawah rule of Law, yaitu:
unsur-unsur rule of law itu meliputi :
1) Berlakunya supremasi hukum (hukum menempati kedudukan tertinggi; semua orang
tunduk pada hukum),sehingga tidak ada kesewenang-wenangan.
2) Perlakuan yang sama di depan hukum bagi setiap warga negara.
3) Terlindunginya hak-hak manusia oleh Undang-Undang Dasar serta keputusan-
keputusan pengadilan.
syarat-syarat suatu Negara dan pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law adalah
adanya :
1) Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga Negara
2) Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak
3) Pemilihan umum yang bebas
4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi
6) Pendidikan kewarganegaraan
2. langkah-langkah yang dapat dikembangkan oleh guru untuk mengadakah proses
pembelajaran demokratis, yaitu: Cara-cara pembelajaran demokratis yang dapat diterapkan
dalam sekolah dasar antara lain dengan model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Siswa dibagi dalam kelompok kecil @3-5 orang siswa
2) Setiap anggota kelompok di beri tugas yang berbeda
3) Tiap siswa dalam kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya
4) Guru memerintahkan siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut
5) Setiap siswa kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya untuk dilakukan
kepada kelompok semua (kelompok lama)
6) Selesai diskusi sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal untuk
menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergiliran atau
bergantian dari tim ahli yang berbeda tugasnya
7) Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjukkan salah satu kelompok
untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa lain di beri kesempatan untuk
menanggapinya
8) Guru dapat mengklarifikasi permasalahan serta disimpulkan
3. Perbedaan antara ”delik” dan ”wanprestasi” dan berikan contohnya, yaitu:
1) Delik
Delik merupakan perbuatan pelanggaran hukum perundang-undangan maupun hukum
pidana. Contohnya melakukan tindakan pencurian sehingga dikenai pasal pidana
berupa hukuman penjara sesuai dengan keputusan peradilan.
2) Wanprestasi
Sedangkan wanprestasi merupakan tindakan pelanggaran hukum dan pidana atas
perbuatan pelanggaran sebuah perjanjian yang telah disepakati. Contohnya ada dua
belah pihak yang saling membuat perjanjian kerjasama dibidang bisnis hasil dari
perolehan keuntungan akan dibagi rata sebesar 25% masing-masing kepada kedua
belah pihak sedangkan 50 % sisanya gunakan untuk memperluas usaha bisnis. Namun
seiring perjalanan waktu pihak pertama menginkari janji dengan mengambil sisa
keuntungan yang diperuntukan untuk pengembanhan bisnis disalah gunakan untuk
kepentinganya sehingga pihak kedua menuntut pihak pertama hingga ke meja
peradilan.
Penjelasan:
Delik merupakan suatu perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang
telah mengarah pada pelanggaran tidak hukum pidana sehingga pelaku perbuatan
tersebut mendapatkan sanksi atas perbuatannya. Dilik dapat juga didefenisikan sebagai
perbuatan yang dapat merugikan banyak pihak dan dapat dikenai hukum pidana.
Macam-macam delik yaitu: Delik kejahatan, Delik pelanggaran, Delik formil, Delik
materil, Delik umum, Delik khusus, Delik biasa, Delik dolus, Delik kulpa, Delik
berkualifikasi, Delik sederhana, Delik berdiri sendiri, Delik berlanjut, Delik
komisionis, Delik omisionis, Delik aduan. Sedangkan Wanprestasi merupakan
pelanggaran peraturan pidana atas perbuatan melanggar suatu perjanjian yang telah
disepakati. Selain itu wanprestasi dapat didefisikan sebagai pelanggaran atas
perjanjian yang telah disepakati maupun tidak melakukan sebagaimana yang telah
dijanjikan dalam sebuah perjanjian. Penyebab terjadinya wanprestasi, yaitu: Adanya
kelalaian yang dilakuan oleh salah satu pihak, Adanya pemaksaan yang dilakukan oleh
pihak lain maupun pihak yang saling melakukan perjanjian.
4. Di dalam konteks mematuhi aturan hukum, pandangan Kohlberg untuk tahapan pada level
pra konvensional dan konvensional dan contohnya:
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun
orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada
dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam
perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari
tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah
secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan
dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut
pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai
sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan
dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri, sebagai contoh “kamu garuk punggungku, dan akan
kugaruk juga punggungmu”. Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari
oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat
dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua
tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap
dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di
tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan
keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu
mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba
menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada
gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk
mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di
tahap ini; 'mereka bermaksud baik.
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi
sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam
tahap empat lebih dari sekadar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap
tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme.
Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu sehingga ada
kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar
hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam
tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.
5. Identifikasikan lima (5) ciri-ciri manusia antar budaya yang ada di seluruh dunia, namun
juga dapat diterapkan untuk kondisi sosial budaya di Indonesia, yaitu:
Sistem sosial budaya Indonesia adalah sebagai totalitas nilai, tata sosial, dan tata laku
manusia Indonesia harus mampu mewujudkan pandangan hidup dan falsafah negara
Pancasila ke dalam segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Asas yang melandasi
pola pikir, pola tindak, fungsi, struktur, dan proses sistem sosial budaya Indonesia yang
diimplementasikan haruslah merupakan perwujudan nilai- nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, transformasi serta pembinaan sistem sosial budaya harus tetap
berkepribadian Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai