Makna Sila Keempat
Makna Sila Keempat
MAKNA SILA KEEMPAT: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRINSIP DEMOKRASI
Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat memahami tentang sila ke 4 Pancasila
dan hubungannya dengan demokrasi sehingga
menumbuhkan rasa untuk menerima perbedaan pendapat
dengan orang lain.
A. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, kata demokrasi (dari Bahasa Yunani) adalah bentukan dari dua kata demos
(rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan). Perpaduan kata demos dan cratos
membentuk kata demokrasi yang memiliki pengertian umum sebagai sebuah bentuk pemerintahan
rakyat (government of the people) dimana kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat dan dilakukan
secara langsung oleh rakyat atau melalui para wakil mereka melalui mekanisme pemilihan yang
berlangsung secara bebas. Secara substansial, demokrasi adalah – seperti yang pernah dikatakan oleh
Abraham Lincoln – suatu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Jadi secara bahasa demokrasi
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat,
dan kekuasaan oleh rakyat.
Sedangkan secara istilah, demokrasi dapat dimaknai sebagai suatu bentuk atau mekanisme
sistem pemerintahan suatu negara dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga
negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Sejalan dengan perkembangannya, demokrasi mengalami pemaknaan yang berkembang di
kalangan para ahli tentang demokrasi. Menurut Joseph A Schmitter, Demokrasi adalah perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Menurut Sidney Hook, demokrasi adalah
bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusannya yang penting secara langsung atau tidak
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari warga negara
dewasa.
Sedangkan Sri Soemantri mengutip pendapat E.Barker, mengatakan : “Dilihat dari kata-katanya
demokrasi adalah pemerintahan rakyat, yang kemudian diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Meskipun kelihatan sederhana, akan tetapi sampai sekarang adalah sukar untuk
memberikan batasan yang dapat diterima semua pihak. Hal ini disebabkan pengertian demokrasi
tersebut telah dan akan mengalami perkembangan.”
Demokrasi menjadi sebuah kata yang paling diminati oleh siapapun di dunia kekuasaan. Bahkan
kata ini sering disalahartikan dan disalahgunakan oleh pemimpin pemerintahan paling otoriter
sekalipun. Mereka acapkali menggunakan slogan-slogan demokrasi demi memperoleh dukungan politik
dari masyarakatnya. Namun demikian, demokrasi juga tercatat telah mewarnai perubahan sejarah
perjuangan kebebasan umat manusia: dari masa negarawan Pericles di Kota Atena hingga Presiden
Vaclav Havel di era Modern Cekoslovakia; dari deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat oleh Thomas
Jefferson di tahun 1976 hingga pidato terakhir pemimpin Rusia Andrei Sakharov pada tahun 1989.
Dalam sejarahnya, demokrasi sering bersanding dengan kebebasan (freedom). Namun demikian,
demokrasi dan kebebasan tidaklah identik: demokrasi merupakan sebuah kumpulan ide dan prinsip
tentang kebebasan, bahkan juga mengandung sejumlah praktik dan prosedur menggapai kebebasan
yang terbentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang dan berliku. Secara singkat, demokrasi
merupakan bentuk institusionalisasi dari kebebasan. Bersandar pada argumen ini, untuk melihat apakah
suatu pemerintahan dapat dikatakan demokratis atau tidak terletak pada sejauhmana pemerintahan
tersebut berjalan pada: prinsip konstitusi, hak asasi manusia, dan persamaan warga negara di hadapan
hukum.
Dengan demikian, makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan
menentukan kehidupan rakyat. Dengan kata lain, bahwa negara yang menganut sistem demokrasi
adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat demokrasi (kedaulatan rakyat) sebagai suatu sistem
bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan
di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Adapun kekuasaan di
tangan rakyat mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu : pemerintahan dari rakyat (government of the
people); pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan pemerintahan untuk rakyat
(government for the people).
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
A.Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Kencana, Jakarta,
2012.
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, RajaGrafindo Persada,
Jakarta,
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2009.
Radis Bastian, Sistem-sistem Pemerintahan Sedunia, IRCiSoD, Yogyakarta, 2015.
Salim Azzam, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan Islam, Mizan, Bandung,
S.I. Benn dan R.S. Peters, Principles of Political Thought, Collier Books, New York, 1964.