Anda di halaman 1dari 9

Kabupaten Tana Tidung

Negara  Indonesia
Provinsi Kalimantan Utara
Tanggal berdiri 17 Juli 2007
Dasar hukum UU No. 34 tahun 2007
Ibu kota Tideng Pale
Lambang
Pemerintahan

Motto:  • Bupati Ibrahim Ali, A.Md


Upun taka  • Wakil Bupati Hendrik, SH., MH
(Tidung) Akar budaya kita
Luas
 • Total 4.058,70 km2 (1,567,07 sq mi)
Populasi (2021)
 • Total 25.584
 • Kepadatan 6/km2 (20/sq mi)
Demografi

 • Agama Islam 75,75% Buddha 0,12%


Kristen 24,02% Hindu 0,01%
- Protestan 14,91% Konghucu 0,01%
- Katolik 9,11% Lainnya 0,08%[2]

 • IPM  67,76 (2021) ( sedang )[3]

Wikimedia | © OpenStreetMap Zona waktu UTC+08:00 (WITA)

Peta Kode area telepon 0552


Pelat kendaraan KU xxxx H*
Kode Kemendagri 65.04 
APBD Rp 1,2 Triliun (2014)
DAU Rp 462.133.273.000,00- (2020)[4]
Situs web www.tanatidungkab.go.id
Koordinat: 3.55°N 117.25°E

Kabupaten Tana Tidung adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Utara, Indonesia, yang


disetujui pembentukannya pada Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 17 Juli 2007. Ibukota Tana
Tidung berada di desa Tideng Pale, kecamatan Sesayap. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari 3
wilayah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur, yakni Kecamatan Sesayap, Sesayap
Hilir dan Tanah Lia. Sejak tahun 2012, kabupaten ini merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Utara,
seiring dengan pemekaran provinsi baru tersebut dari provinsi Kalimantan Timur. Penduduk kabupaten
ini paling sedikit dari semua kabupaten/kota di Kalimantan Utara, yakni 25.584 jiwa (2020), dengan
kepadatan penduduk 6 jiwa/km2.[1]

Geografi[sunting | sunting sumber]
Batas Wilayah[sunting | sunting sumber]
Utara Kabupaten Nunukan
Timur Laut Sulawesi, Kabupaten Bulungan, dan Kota Tarakan
Selata
Kabupaten Bulungan
n
Barat Kabupaten Malinau

Sejarah
Asal usul nama Tideng Pale
Nama Ibu kota Kabupaten ini memang unik dengan ejaannya yang khas Tideng Pale (baca: Tidung
Pala), Nama Tideng Pale berasal dari dua kosakata yakni "Tideng" dan "Pale". Dalam Bahasa
Tidung "Tideng" artinya Gunung sementara "Pale" berarti "Tawar/Hambar", jika disatukan maka
bermakna "Gunung Hambar". Gunung Hambar bermaksud kepada gunung yang dibawah kaki gunung
tersebut mengalir Sungai Sesayap. Air Sungai Sesayap ini jika terjadi musim kemarau maka daerah
tersebut adalah perbatasan antara air sungai yang berasa tawar dan air sungai yang berasa asin, maka
disebutlah Tideng Pale atau gunung pembatas antara air tawar dan air asin. Nama Tanah Tidung
berasal dari Afdeeling Tidoengschelanden (artinya Afdeling Tanah Tidung).[5]

Melihat Perjuangan Presidium Kabupaten Tana Tidung[sunting | sunting sumber]


Mencuatnya nama sebuah kabupaten baru, yaitu Kabupaten Tana Tidung, adalah hasil dari sebuah
deklarasi yang dilakukan sejumlah tokoh masyarakat dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Nunukan
dan Kabupaten Bulungan.
Deklarasi yang sekaligus pembentukan presidium untuk memperjuangkan Kabupaten Tana Tidung,
waktu itu dilaksanakan pada tanggal 22 November 2002 lalu, di Kayan Restoran Hotel Tarakan Plaza.
Acara yang dihadiri sekitar 148 tokoh dari berbagai etnis masyarakat Kalimantan Utara itu, berlangsung
dengan nuansa budaya yang sangat kental. Mulai dari pantun dalam bahasa Tidung, hingga tarian dan
pakaian adat, mewarnai malam pendeklarasian Kabupaten Tana Tidung itu.
Tak ketinggalan, sejumlah pejabat pemerintahan dan muspida se Utara turut hadir dalam acara yang
tema utamanya adalah mendeklarasikan keinginan masyarakat untuk membentuk sebuah kabupaten
baru yang dinamai Kabupaten Tana Tidung.
Meski pendeklarasiannya berlangsung mulus, namun perjuangan presidium yang disepakati malam
tanggal 22 November 2002 untuk memperjuangkan kabupaten ini, bukan tanpa hambatan. Berbagai
argumen-argumen bernada kontra muncul ketika Kabupaten Tana Tidung mulai diwacanakan.
Meski begitu, perjuangan semua anggota presidium ini untuk menggemakan Kabupaten Tana Tidung,
tampak tak pernah surut. Dengan hanya personel yang kerap muncul dimedia massa, perjuangan
Kabupaten Tana Tidung inipun terus dijalankan. Awalnya, perjuangan Kabupaten Tana Tidung ini masih
tampak cukup solid. Para anggota presidium yang ada tetap melakukan berbagai upaya untuk
menyosialisasikan rencana ini.
Presidium Kabupaten Tana Tidung, melakukan upaya keras untuk menyosialisasikan dan menyakinkan
rencana pembentukan Kabupaten Tana Tidung ini kepada DPRD Nunukan dan Bulungan saat itu.
Mungkin karena Kabupaten Tana Tidung saat itu dianggap sebuah cita-cita yang muluk-muluk, sehingga
ada saja pihak-pihak tertentu yang tidak antusias menerima wacana ini. Bahkan dalam suatu
kesempatan, tim yang akan melakukan sosialisasi, hanya berhadapan dengan beberapa orang pejabat
saja. Meski begitu, presidium Kabupaten Tana Tidung, tetap melanjutkan upaya yang dirintis ini.
Untungnya, meski Kabupaten Tana Tidung saat itu belum mendapat dukungan dana dari sponsor
khusus, namun dengan tekad para deklarator, akhirnya presidium berhasil mengumpulkan dana sekitar
Rp 200 juta untuk mulai memperjuangkan Kabupaten Tana Tidung kala itu.
“Waktu itu, dari dana urunan semua tokoh yang mendukung Kabupaten Tana Tidung ini, kami berhasil
mengumpulkan dana sebesar Rp. 200 juta,” ungkap salah seorang pengurus presidium.
Dana itu, kemudian dikelola oleh presidium sebagai dana untuk melakukan sosialisasi ke dua
pemerintah daerah, hingga melakukan sosialisasi dan menumbuhkan keyakinan masyarakat di daerah
yang akan dibentuk tersebut.

Pemerintahan
Menurut Tana Tidung Dalam Angka 2014, Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Tana Tidung
Tahun 2013 sebanyak 1.290 orang terdiri dari 9 orang Pegawai golongan I, 580 orang Pegawai
Golongan II, 648 orang Pegawai Golongan III dan 53 orang Pegawai Golongan IV. Untuk klasifikasi desa
menurut kecamatan hingga tahun 2013 ini untuk klasifikasi desa swadaya terdapat 14 desa dan
swakarya 9 desa.

Pejabat Daerah
Sejak terbentuknya Kabupaten Tana Tidung, pemerintah menunjuk Ir. Zaini Anwar, MM sebagai Pejabat
Bupati (Pj. Bupati) Tana Tidung pada tahun 2007. Pada tanggal 18 Januari 2010, Gubernur Kalimantan
Timur, Awang Faroek Ishak melantik Undunsyah sebagai bupati dan Markus Yungkin sebagai wakil
bupati Tana Tidung periode 2010-2015 dan telah disetujui dalam sebuah rapat sidang paripurna
istimewa DPRD Kabupaten Tana Tidung. Lalu pada tanggal 19 Januari 2015 Penjabat Bupati Ahmad
Bey Yasin di lantik oleh Ir.Irianto Lambrie (Pj. GUbernur Kaltara) untuk menggantikan Undunsyah.

Daftar Bupati[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Daftar Bupati Tana Tidung
No. Bupati Mulai Menjabat Akhir menjabat Wakil Bupati sembunyiKet.
Ir. H.
18 Desember 2007 17 Januari 2010 [6]
A. Zaini Anwar M.M.
(Penjabat)

Dr. H. Markus
1 Undunsyah 18 Januari 2010 18 Januari 2015 Yungking [7]

M.Si. S.E

Ir. H.
Ahmad Bey Yasin
19 Januari 2015 25 Agustus 2015 [8]
M.A.P.
(Penjabat)
Drs.
Sanusi 26 Agustus 2015 16 Februari 2016 [9]

(Penjabat)

Dr. H. Markus
(1) Undunsyah 17 Februari 2016 25 Februari 2021 Yungking [10]

M.Si. S.E.

Datu Iqro Ramadhan 26 September 5 Desember [11]


(Penjabat sementara) 2020 2020
2 Ibrahim Ali, A.Md 26 Februari 2021 Petahana Hendrik, SH.,MH [12]

Dewan Perwakilan
Artikel utama: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tana Tidung
DPRD Tana Tidung beranggotakan 20 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun
sekali. Pimpinan DPRD Tana Tidung terdiri dari 1 Ketua dan 2 Wakil Ketua yang berasal dari partai
politik dengan jumlah kursi terbanyak. Anggota DPRD Tana Tidung yang sedang menjabat saat ini
adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 20 Agustus 2019 oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri
Tanjung Selor, Benny Sudarsono, di Kantor DPRD Kabupaten Tana Tidung.[13]
Kecamatan
Artikel utama: Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Tana Tidung
Kabupaten Tana Tidung terdiri dari 5 kecamatan dan 32 desa. Pada tahun 2020, jumlah penduduknya
mencapai 25.584 jiwa dengan luas wilayah 4.058,70 km² dan sebaran penduduk 6 jiwa/km².[14][15]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Tana Tidung, adalah sebagai berikut:
Kode Kecamatan Jumlah Desa Status Daftar Desa
Kemendagri
65.04.04 Betayau 6 Desa Bebakung
Buong Baru
Kujau
Maning
Mendupo
Periuk
65.04.05 Muruk Rian 6 Desa Belayan Ari
Kapuak
Rian
Rian Rayo
Sapari
Seputuk
65.04.01 Sesayap 7 Desa Gunawan
Limbu Sedulun
Sebawang
Sebidai
Sedulun
Tideng Pale
Tideng Pale Timur
Kode Kecamatan Jumlah Desa Status Daftar Desa
Kemendagri
65.04.02 Sesayap Hilir 8 Desa Badan Bikis
Bebatu
Menjelutung
Seludau
Sengkong
Sepala Dalung
Sesayap
Sesayap Selor
65.04.03 Tana Lia 5 Desa Sambungan
Sambungan Selatan
Tanah Merah
Tanah Merah Barat
Tengku Dacing
TOTAL 32

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia. Selain memiliki wilayah yang luas, Indonesia
juga memiliki keberagaman. Mulai dari adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan juga suku.
Di Indonesia sendiri memiliki ratusan suku yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Salah satu
sukunya yang akan kita bahas pada materi kali ini yaitu suku yang mendiami bagian Utara Kalimantan.
Suku ini disebut sebagai suku Tidung.
Makna Suku Tidung

Suku Tidung merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau Kalimantan bagian utara yaitu
Kalimantan Utara. Suku ini tidak hanya mendiami Kalimantan Utara saja melainkan ada sebagian yang
mendiami Malaysia tepatnya di Sabah.
Suku Tidung sendiri merupakan salah satu subsuku dari suku Dayak Murut. Nama Tidung berasal dari
akta tiding atau tideng yang memiliki arti yaitu gunung atau bukit.

Sejarah Perkembangan Suku Tidung


Sebagian besar masyarakat suku Tidung bertempat tinggal di wilayah pesisir. Masyarakat suku Tidung
memiliki hidup yang tidak tetap atau disebut sebagai dinamis. Mereka selalu berpindah dari satu tempat
ke tempat lain.
Suku Tidung berpindah tempat melalui Sungai Sesayap ke daerah hilir, lalu mendiami pesisir dan pulau-
pulau kecil di Kalimantan. Hal ini dilakukan sudah sejak lama sekali, yaitu hampir 100 tahun mereka
berpindah-pindah tempat tinggal.
Karena kebiasaan masyarakat suku Tidung yang sering berpindah tempat tinggal, maka suku Tidung
tidak mengenal mitos atau legenda asal-usul nenek moyang. Suku Tidung masih merupakan saudara
dari suku Dayak.
Hal tersebut terbukti dengan adanya sisa tradisi diantara masyarakat Tidung. Sebagian dari mereka
masih melakukan beberapa ritual yang berkaitan dengan nenek moyang dan juga tempat keramat.

Ciri Khas Suku Tidung


Yang menjadi ciri khas dari masyarakat suku Tidung yaitu ritual unik yang tidak boleh dilewatkan pada
saat prosesi pernikahan. Pengantin pria tidak diperkenankan melihat wajah dari pengantin wanita
sampai ia (pengantin pria) menyanyikan beberapa lagu cinta.
Sebelumnya mereka dihalangi oleh tirai, kemudian tirai tersebut akan dibuka dan keduanya dapat saling
melihat satu sama lain. Bagi penganti wanita juga tidak boleh meninggalkan rumah selama periode
pertunangan.
Yang lebih unik lagi, setelah menikah pasangan pengantin ini tidak diperbolehkan buang air besar
selama 3 hari 3 malam. Hal ini dipercayai oleh masyarakat Tidung dan mereka menganggap ini sebagai
hal biasa atau normal.
Masyarakat Tidung mempercayai jika mereka tidak menjalankan larangan ini, maka nasib buruk akan
menimpa pasangan pengantin. Pernikahan mereka akan rusak, akan ada kasus perselingkuhan atau
juga ada banyak anak akan mati ketika akan dilahirkan.

Pakaian Adat Suku Tidung

Pakaian adat dari suku Tidung ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:
 Tolimbangan dan Kurung Bantut (pakaian sehari-hari).
 Selampoy (pakaian adat).
 Talulandom (pakaian resmi).
 Sina Beranti (pakaian pengantin).
Hanya pada saat sekarang ini hanya tersisa satu pakaian saja yang sering digunakan, tiga lainnya
sudah jarang sekali dijumpai. Pada pesta pernikahan pun juga ada perubahan, dahulu pesta dilakukan
selama tujuh hari. Namun saat ini hanya berlangsung tiga hari bahkan ada yang hanya sehari saja.
Masyarakat suku Tidung menyebut baju adat mereka yaitu baju Selampoy yang memiliki arti
disampirkan di bahu.
Selain itu, ada juga baju yang digunakan untuk sehari-hari. Untuk kaum perempuan busananya yaitu
Kurung Bantut, sedangkan untuk kaum pria disebut Tolimbangan.
Berbeda untuk pakaian resmi masyarakat suku Tidung, untuk kaum pria disebut kustom seperti jas
angkatan laut. Namun untuk menggunakannya tidak dikancing. Untuk kaum perempuan menggunakan
kebaya tetapi pada lengannya lebar.

Agama yang dianut Suku Tidung


Mayoritas masyarakat suku Tidung memeluk agama Islam. Islam hadir pada saat Kesulatanan Bulungan
yang menguasai Tidung. Ditandai dengan datangnya ulama yang berasal dari Arab.
Masyarakat suku Tidung dikenal memang lebih mudah menerima budaya luar karena mereka bertempat
tinggal di daerah pesisir yang digunakan sebagai jalur perdagangan.
Namun, masih ada diantara masyarakat suku Tidung yang masih melakukan ritual yang berkaitan
dengan nenek moyang. Walaupun sudah beragam islam, kepercayaan pada roh leluhur merupakan
salah satu konsep megalitik yang dikenal masyarakat suku Tidung hingga saat ini.

Rumah Adat Suku Tidung

Rumah adat masyarakat suku Tidung biasa disebut Rumah Baloy. Rumah adat ini berbahan dasar kayu
ulin. Rumah Baloy dibangun menghadap ke arah utara. Memiliki struktur bangunan yang tinggi dan tidak
berpijak pada tanah.
Di dalam rumah adat Baloy terdapat empat ruangan utama yang dikenal dengan sebutan Ambir. Di
setiap ruangan memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Ruang ambir kiri atau biasa disebut alad kaid merupakan tempat untuk menerima masyarakat yang
mengadukan masalah atau perkara.
Ruang ambir tengah atau biasa disebut lamin bantong yang merupakan tempat bersidang untuk
pemutusan suatu perkara.
Ruang ambir kanan atau biasa disebut ulad kemagot yang merupakan tempat beristirakah seusai
penyelenggaraan perkara adat.
Lamin dalom merupakan tempat singgasana dari kepala adat.
Pada bagian belakang rumah adat Baloy terdapat sebuah bangunan yang berdiri diatas kolam yang
digunakan untuk penampilan kesenian suku Tidung. Bangunan itu disebut lubung kilong.
Di bagian paling belakang terdapat sebuah bangunan yang digunakan untuk ruang pertemuan terbuka
dan dikenal sebagai lubung intamu atau tempat yang digunakan untuk pertemuan masyarakat adat.

Bahasa yang digunakan Suku Tidung


Beberapa kata dari bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya.
Bahasa dari masyarakat suku Tidung yaitu bahasa Tidung.
Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung pertengahan karena dipahami semua
masyarakat suku Tidung.
Kelompok bahasa Tidung terdiri dari:
 Bahasa Tidung
 Bahasa Bulungan
 Bahasa Kalabakan
 Bahasa Murut Sembakung
 Bahasa Murut Serudung

Kebudayaan Suku Tidung


Sistem Kekerabatan
Masyarakat suku Tidung masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Suku Dayak. Hal ini dibuktikan
dengan masih adanya tradisi yang tersisa pada masyarakat suku Tidung.
Masyarakat suku Tidung masih menjaga keseimbangan dengan alam dan masih terjaga hingga saat ini.
Hal ini pula yang mencerminkan spiritual suku Dayak.

Mata Pencaharian
Mata pencaharian dari masyarakat suku Tidung yaitu sebagai nelayan. Disamping sebagai nelayan, ada
juga yang bermata pencaharian sebagai petani dan juga memanfaatkan hasil hutan.

Kesenian Suju Tidung


Tari Jepin

Tari Jepen merupakan tarian khas dari masyarakat suku Tidung. Tarian Tidung menggambarkan
kegembiraan dan juga keceriaan. Tari Jepen ini memadukan gerak kaki dan mengikuti irama.
Tari Jepen sudah diwariskan sejak puluhan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih terjaga
kelestariannya. Pada awal pembukaan tari Jepin, kita menghentakkan kaki lalu sambil mengayunkan
tangan dengan lembut. Tarian ini terlihat mudah, namun sulit jika dilakukan.
Tarian ini bisa ditarikan oleh siapa saja dan usia berapa saja. Bisa dilakukan oleh anak-anak sampai
dengan usia senja. Penari sebelum melakukan pementasan atau pertunjukkan wajib berlatih 1-2 dalam
seminggu. Hal tersebut bertujuan agar gerakan para penari tidak kaku.
"Asal Usul dan Kebudayaan Suku Tidung Dari Kalimantan Utara"
baju adat itu milik suku Tidung yang berasal dari Kalimantan Utara.
Penduduk suku Tidung berasal dari bagian utara Pulau Kalimantan. Suku ini merupakan suku asli
Kalimantan, yang mana dulu pernah memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung.
Namun, Kerajaan Tidung punah akibat politik adu domba dari pihak Belanda.
Suku Tidung juga merupakan suku anak Negeri di Sabah. Jadi, Suku ini merupakan suku bangsa yang
terdapat di Indonesia maupun di Malaysia (Negeri Sabah).
Suku Tidung adalah salah satu suku asli Nunukan yang menganut agama Islam dan mengakui bahwa
dirinya merupakan orang Dayak. Hal ini berbeda dengan suku-suku lainnya yang telah memeluk islam,
biasanya tidak menganggap diri mereka sebagai orang Dayak.
Namun, ternyata tak semua masyarakat Tidung menyebut diri mereka sebagai keturunan Dayak. Ada
juga yang disebut dengan Tidung Ulun Pagun, kelompok di daerah pesisir.
Asal Usul Suku Tidung Mengutip jurnal penelitian "Orang Tidung di Pulau Sebatik: Identitas Etnik,
Budaya dan Kehidupan Keagamaan" karya Muhammad Yamin Sani dan Rismawati Ibon, ada 3 versi
asal mula suku Tidung.
Menurut penjelasan Amir Hamzah, ketiga versi itu adalah versi masyarakat Tidung sendiri, versi
pemerintahan Hindia Belanda, dan versi pemerintah Republik Indonesia.
Pertama, versi masyarakat Tidung meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari daratan Asia
yang bermigrasi sekitar abad ke 5 - I SM. Saat itu, terjadi eksodus manusia dari daratan Asia menuju
pulau-pulau di sebelah Timur dan Selatan.
Mereka diduga mendarat di pantai Timur Provinsi Kalimantan Utara, yaitu sekitar daerah Labuk dan
Kinabatangan. Lalu, mereka menyebar ke daerah-daerah pesisir pantai dan pulau-pulau di sebelah
Timur. Seperti wilayah Tarakan, Bulungan Nunukan, dan Pulau Sebatik.
Kedua, versi Hindia Belanda yang mengatakan bahwa suku Tidung berasal dari Dayak Kayan. Versi ini
diduga dilatarbelakangi kepentingan politik tertentu, yang mana beberapa pemukiman penduduk Tidung
lainnya diabaikan.
Terakhir, versi pemerintah Indonesia menyatakan suku Tidung adalah Dayak Pantai yang berasal dari
daerah pegunungan di Menjelutung. Sementara suku Tidung yang mendiami Pulau Sebatik sebagai
bagian dari Nunukan, disebut sebagai Ulun Pagun atau orang kampung.
Bahkan permukimannya pernah berpindah-pindah dari satu pinggiran sungai ke pinggiran sungai
lainnya.
Saat ini, orang-orang Tidung tersebar di sepanjang wilayah timur laut pulau Kalimantan dan pulau-pulau
kecil sekitarnya. Di antaranya yaitu di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik Barat.
Orang Tidung memiliki bahasa daerah yang mirip dengan Melayu, karena wilayahnya yang dekat dari
Malaysia. Kelompok bahasa Tidung terdiri dari bahasa Tidung, Bulungan, Kalabakan, Murut
Sembakung, dan Murut Serudung.
Kebudayaan Suku Tidung Ada beberapa kebudayaan suku Tidung, seperti salah satunya seni yang
diunggulkan dan dibanggakan.
Contohnya yaitu seni pahatan yang ada pada unsur alat musik atau berbagai instrumen bangunan.
Bangunan ini berupa rumah adat, perkantoran, dan lembaga pemerintahan yang mencirikan karakteristik
penduduk asli.
Suku tidung juga memiliki aneka jenis alat tangkap, permainan, dan makanan khas. Datu Norbeck,
budayawan Tarakan, menjelaskan beberapa ragam alat tangkap dan alat permainan di dalam
masyarakat Tidung.
Alat tangkap masyarakat Tidung diantaranya yaitu Tamba (Kelong), Bintul (Ambau), Ubu (Keramba),
Jala, Pukat, Apon (Pancing), Sesiyut (Tangguk), dan Isit-isit.
Sedangkan alat permainan Masyarakat Tidung seperti begegala (asinan), beguli (kelereng), bitur,
bebantung (lepokan), raga (takraw), tegasing (gasing), ketikan (ketapel), marak (kelayangan), yuyuan
(yoyo), gumbak ula, dan masih banyak lagi.
“SIMPOSIUM
BUDAYA TIDUNG”

Masyarakat suku Tidung menyebut Penutup Kepala baju adat


mereka disebut dengan Sesingal yang merupakan sulaman 2
jenis kain yang terdiri dari kain polos dan kain batik yang
dirangkai menjulang tinggi sebagian yang menunjukkan wibawa
budaya masyarakat Tidung.
Geliat budaya lokal di propinsi Kalimantan Utara kini semakin
kencang, pemerintah propinsi sudah merancang kebijakan
penggunaan baju batik khas Kaltara dan kota Tarakan juga
sudah mewajibkan penggunaan batik dan singal Tidung pada
event resmi. Lebih progresif lagi, di jalur sungai Sesayap di
propinsi Kalimantan Utara terdapat satu kabupaten bernama Tana Tidung dimana bermukim dua kaum
yang berkerabat, yaitu Tidung dan Bulusu (diberbagai tempat lain dikenal juga Dayak Berusu) juga
tengah menyusun kebijakan pelestarian budaya lokal yang lebih komprehensif. Walau baru menjabat,
Bupati Tana Tidung beserta jajarannya menginisiasi kebijakan yang jarang dilakukan oleh
bupati/walikota di Kalimantan Utara, yaitu dengan memproklamirkan institusionalisasi budaya lokal, yaitu
Tidung dan Bulusu dalam pembangunan, yang dituangkan dalam istrumen kebijakan. Pelembagaan
atau peng-institusionalisasi budaya lokal ini tak lain dan tak bukan adalah untuk memberi ruh identitas
dan karakter budaya dan kearifan lokal di Kabupaten Tana Tidung.
Pada event yang berlangsung 3 hari ini, proses diskusinya berjalan partisipatif, seluruh kalangan
pemuka masyarakat, tokoh adat, aparat desa, pemuda, terlibat aktif dalam proses diskusi. Ada dua
komisi, yaitu Komisi Tidung dan Komisi Bulusu yang bertugas memformulasikan jenis dan bentuk sesuai
kaidah budaya dan kearifan lokal ke-2 suku. Jenis dan bentuk budaya adalah ukiran, batik, sesingal,
seni, ornamen, termasuk pengaktifan dewan seni budaya Tana Tidung. Hasil rekomendasi disepakati
bersama oleh semua pihak, ditandatangani dan disahkan oleh pengambil kebijakan, Bupati dan Ketua
DPRD Tana Tidung. Keterlibatan dua pemimpin utama di Tana Tidung ini merupakan parameter penting
dalam komitmen memajukan peradaban dan superioritas budaya dalam pembangunan agar ia menjadi
legacy dan lestari di masa yang akan datang. Satu catatan penting dari symposium budaya ini adalah
pentingnya pelibatan kaum perempuan dalam proses diskusi, yang dalam hal ini, minim terlihat
partisipasi mereka baik sebagai narasumber maupun peserta di komisi Tidung dan Bulusu. 
Institutionalisasi budaya dalam instrumen kebijakan bukan hal baru di Indonesia, propinsi Bali, DKI
Jakarta, Lampung dan Yogyakarta merupakan daerah-daerah yang sudah menginisiasi pelestarian
budaya lokal dalam seluruh sektor pembangunanya. Mengunjungi daerah ini, kita mudah melihat
ornamen budaya dan kearifan lokal pada bangunan kantor, ruang publik, sekolah, muatan lokal sekolah,
hotel, kantor swasta, infrastruktur, termasuk sarana transportasi, dan lebih khusus di sektor pariwisata.
Institusionalisasi ini memberi kesan dan pesan karakter budaya lokal yang kuat dan identitas kearifan
lokal yang dibanggakan.
Model penguatan identitas budaya lokal ini berdasarkan pembelajaran yang sudah diterapkan di daerah
lain, tak hanya melulu soal pelestarian, tapi ia memiliki dampak ekonomi berlipat seperti perluasan
lapangan kerja melalui pekerja seni, pengrajin lokal, penjahit, pengusaha kecil, tukang kayu, dan pekerja
sektor transportasi. Yang perlu dipertimbangkan adalah:
Standar baku produk budaya, benda dan non-benda, nama jalan khas daerah, Gedung, dan lain-lain.

Acara Puncak Incaud, Tradisi Budaya Dayak Belusu


Acara diselenggaran di Desa Limbu Sedulun, Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung yang
dihadiri Wakil Bupati Tana Tidung Bapak Markus, SE.,MM, Sekretaris Daerah, Kepala OPD
lingkup Pemkab Tana Tidung, Ketua Adat Dayak Belusu, serta semua Suku Belusu dari berbagai
Kabupaten yang ada di Kaltara seperti Malinau dan Bulungan. Acara ini menjadi moment tempat
berkumpulnya semua suku Dayak Belusu dalam suatu acara tradisi budaya. Selasa (03/03/2020).
Adat istiadat yang dimiliki masyarakat dayak bulusu sangat beragam, mulai dari awal tahun
sampai akhir tahu selalu ada upacara adat, dari perkawinan, kelahiran sampai kematian. Tentu ini
merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki masyarakat dayak bulusu dan patut dijaga dan
dilestarikan. Salah satunya adalah Incaud yang merupakan acara Buang Pantang.
Suku Belusu adalah salah satu subsuku dayak yang ada di Kalimantan Utara. Asal muasal suku
dayak Belusu menurut sastra lisan yang diwariskan turun temurun adalah berasal dari Dagas
Samangawang yaitu suatu tempat di hulu Kabupaten Malinau tepatnya di Gong Solok. dari tempat
itu kemudian suku belusu bermigrasi ke beberapa daerah yaitu desa Sesua, Kecamatan Malinau
Barat Kabupaten Malinau, Kecamatan Sesayap dan Sesayap Hilir Kabupaten Tana Tidung,
Kecamatan Sekatak dan Kecamatan Tanjung Palas Utara Kabupaten Bulungan. Populasi suku
belusu saat ini kurang lebih 25.000 jiwa. Suku dayak belusu memiliki beraneka ragam budaya
yang menarik dan unik terutama dalam hal ritual kepercayaan terhadap roh - roh orang mati.

Anda mungkin juga menyukai