Anda di halaman 1dari 3

Terus, bagaimana jika jatuh cinta itu datang tiba-tiba. Agama tidak mengaturnya, bukan?

Selagi bisa
dihindari, kenapa  nggak? Lebih baik sakit karena diputusin daripada sakit setelah melakukan
komitmen. Bersama seumur hidup, nyatanya sulit untuk dijalankan. Kekuatan cinta, tidak akan
pernah semurni dan sekuat pernikahan karena satu iman. Semoga itu bisa jadi pertimbangan kamu. 

Tapi cinta sering membuat orang buta. Vanya dan Rangga tetap menjalankannya walau dengan
tantangan berat. Entah kenapa, seakan ada hal yang tidak merestui cinta mereka. Rangga yang ingin
pergi ke Kota Istanbul, Turki, mengidap kanker yang bersarang di paru-parunya. Cita-citanya itu ingin
menjejakkan kaki dari dua benua dan dua agama yang pernah berdampingan.

Lalu, apakah cinta mereka tetap menyatu? 

Atau, mereka justru terpisahkan oleh keadaan?

***

Vanya. Seorang perempuan muslimah yang memegang teguh ajaran agamanya. Perempuan yang
berasal dari Jogja ini memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Bandung. Setelah pertemuannya
dengan Rangga, ia merasakan berbagai dilema yang berkecamuk di dalam batinnya. Baik itu tentang
perasaannya sendiri, dan juga ajaran agama yang selama ini dipercayainya.

Rangga. Seorang laki-laki kristen yang juga tidak kalah teguh memegang ajaran agamanya. Seorang
pria yang sangat menyukai negara Turki karena di sanalah dua perbedaan dulunya bersatu. Persis
ketika ia bertemu dengan Vanya, perempuan yang kemudian dicintainya, tetapi tidak bisa
memberikan cintanya secara utuh karena perbedaan yang terbentang diantara mereka. 

Cerita ini diawali dengan sosok Vanya yang tengah menginjakkan kakinya di Turki. Tempat yang
menjadi impian Rangga untuk dikunjungi. Vanya, seorang wanita muslim yang memilih untuk
melanjutkan kuliah di Bandung memiliki seorang sahabat bernama Lina. Lina sendiri juga merupakan
perempuan muslim. Tapi ia tergolong sangat malas untuk menunaikan sholat.

Semuanya dimulai dari ide gila Lina. Lina meminta Vanya untuk membantunya supaya dia bisa
kembali berpacaran dengan mantannya, Rangga. Sebagai seorang sahabat, tentu saja Vanya
mengiyakan akan membantu, hingga pada akhirnya, mereka janjian untuk bertemu dengan Lina
yang tidak berada jauh dari mereka. Siapa yang tahu, apa yang selanjutnya terjadi. Vanya yang sejak
pertama melihat Rangga merasakan sesuatu yang aneh saat melihat sosok pria itu menunggunya.

Hingga kejadian yang tidak terduga terjadi. Hanya berselang hari,  Rangga mengaku bahwa ia
menyayangi Vanya sehingga membuat gadis itu hanya bisa ternganga dan tidak percaya. Ini bukan
karena begitu cepatnya Rangga menyatakan perasaannya melainkan karena keyakinan mereka
berbeda yang membuat semuanya serasa mustahil. 

Vanya sering kali berdebat dengan batinnya sendiri mengenai perasaannya terhadap Rangga. Ia
harus mengakui bahwa ia juga menaruh rasa pada pria itu, tapi sebelum ia bisa memikirkan lebih
jauh, batinnya berteriak. Ia tidak seharusnya mencintai Rangga. Mereka berbeda! Mereka memiliki
Tuhan yang berbeda.

Hingga permasalahan diskusi islami tentang pasangan beda agama yang secara tidak langsung
adalah dirinya sendiri, membuat ia harus menelan pil pahit. Karena Lina, sahabatnya, membencinya
karena memiliki perasaan pada orang yang sama. Dan karena orang yang sama pula, mereka kembai
bersahabat. Karena Rangga, dan karena keadaan Rangga yang sebenarnya.

***

Harus kuakui, buku ini sedikit menghujam jiwaku. Karena dulu, aku juga sempat menjalani hubungan
beda agama dengan seorang nasrani. Tapi tidak sampai tahap bertemu tiap hari. Karena dia tinggal
di West Virginia, jadi hanya pada saat musim panas saja dia berkunjung ke Indonesia.

Aku cukup suka ide cerita yang bercerita seputar perbedaan agama dan betapa teguhnya keyakinan
masing-masing tokoh terhadap kepercayaan yang dianut masing-masing. Gaya bahasanya halus tapi
terkesan buru-buru. Sedikit janggal jika harus melihat kembali sosok Rangga yang tiba-tiba saja bisa
menyatakan cintanya pada Vanya padahal baru sekali ia bertemu dengan gadis itu. Ceritanya
terkesan buru-buru, itu pasti. Seperti tidak ada proses bagaimana cinta mereka bisa tumbuh. Karena
sosok Vanya di sini juga digambarkan langsung terkesan dengan sosok Rangga.

Setelah di analisis, Rangga juga tidak sering bertemu degan Vanya setelah pertemuan pertama
mereka. Jadi kemungkinan benih-benih cinta dalam kapasitas pertemuan seminim itu juga sedikit
nggak masuk akal. Apalagi ini konsep ceritanya, kan, beda agama. Jadi sebelumnya, harusnya ada
konflik yang membuat benih cinta mereka tumbuh dulu. Mungkin konflik seputar kepercayaan yang
membuat mereka akhirnya berselisih paham atau mungkin konflik yang sedikit menjurus pada
kepercayaan masing-masing.
Sosok Lina di sini sendiri juga gimana, yah...,  kesannya janggal aja tiba-tiba datang, nangis, minta
maaf karena Rangga masuk rumah sakit setelah semua yang dilakukannya pada Vanya.  Sosok Vanya
sendiri bisa dikatakan tidak konsisten. Sekali bilang iya, kali lainnya tidak. 

Buku ini juga harusnya diperhatikan lagi penggunanaan imbuhan ke di awal kalimat
bagaimana, mu di akhir kalimat bagaimana. Banyak sekali saya temukan penempatan yang salah
dalam buku ini. Penempatan tanda kutip dan tanda titik juga salah. Juga ada penggunaan tanda “)”
di tengah-tengah kata. Jadi, agak terganggu juga bacanya. Typo? Bersebaran dimana-mana. Itu juga,
seperti yang saya temukan di buku Papua Bekisah sebelumnya, banyak kalimat yang tidak diberi
spasi. Itu disengaja atau tidak, nggak tahu. Tapi jadi nggak enak lihatnya.

Mungkin sedikit saran, tolong diperhatikan juga semuanya sebelum naik cetak bukunya. Pasalnya,
masih banyak sekali kata yang tidak sesuai EYD, typo dan penggunaan tanda baca yang tidak
seharusnya.

Aku suka buku ini sebenarnya, kekuranga-kekurangan yang disebutkan di atas mungkin hanya sedikit
saran dari saya pribadi sebagai pembaca. Covernya dan buku ini juga nggak terlalu tebal. Tapi
mungkin jika ditambah konfliknya sedikit, 200 halaman mungkin cukup.

At least, aku kasih 3 bintang untuk buku ini.

Selamat berburu buku Beda tapi Cinta dan temukan kepercayaan dan keyakinan hatimu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai