Anda di halaman 1dari 20

E

N
KELOMPOK V

DEBORA FRIMAYANTI SIAHAAN


ENENG ANISA ASTUTI
MELANI ARFANA
RYAN TEJO KUSUMO
SITI ROBIATUL ADAWIYAJ
SUMIATI
YESSIE AYU RAHMAWATI
Kebijakan Napza di Indonesia

Pertemuan Nasional Harm Reduction ke-2 Makassar, 1617 Juni


2008 KEBIJAKAN NAPZA DI INDONESIA:
TINJAUAN HISTORIS Kenapa perspektif historis itu penting untuk
merumuskan UU. Penggunaan apa yang disebut NAPZA berubah dari
waktu ke waktu dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain.
Tanpa pemahaman dan kepekaan ini seringkali kebijakan
yang dibuat menjadi tidak efektif dan justru hasilnya berkebalikan
dengan yang diinginkan. Kebijakan yang keliru
juga bisa melahirkan masalah-masalah baru seperti diskriminasi dan
pelanggaran HAM. Analisis historis terhadap penggunaan NAPZA
memperlihatkan apa yang dianggap salah juga merupakan konstruksi
sosial, budaya dan kadang politik
Kebijakan-Kebijakan Penyalahgunaan napza
1. Kebijakan Penanggulangan 1971: BakolakPenyalahgunaan Napza Inpres
6/71 didirikan Pemerintah untuk mengatasi Penyalahgunaan Narkoba,
Kenakalan Remaja & 1999
2. Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan UU 5/1997 tentang Narkotika
mencakup Mariyuana,Napza (2) Opiat & UU 22/1997 tentang Psikotropika
mencakupKokain benzodiazepine, UU 35/2009 tentang Narkotika
mencakup hampirecstasy, dan ATS lainnya semua jenis zat termasuk
ecstasy, bufrenorfin, dan shabu: Memberi kewenangan besar terhadap
BNN untuk pengendalian suplai dan prevensi Memberi kewenangan besar
terhadap Kemenkes untuk terapi & rehabilitasi, dibantu oleh Kemensos
3. Dokumen Kebijakan yang Kep Menkes No. 996/MENKES/SK/VIII/2002
tentang PedomaNtelah terbit Penyelenggaraan Sarana Pelayanan
Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Kep Menkes No.
494/MENKES/SK/VII/2006 tentangKetergantungan NAPZA
4. Dokumen kebijakan yang telah terbit (2)• Kep Menkes No.
420/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza
berbasis Rumah Sakit• Kep Menkes No.
421/MENKES/SK/III/2010 tentang Standar Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Gangguan Penggunaan Napza• Kep Menkes No.
420/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan
Medis Gangguan Penggunaan Napza
5. Dokumen kebijakan yang masih dalam Rancangan tentang
RehabilitasiPecandu Narkotika Medis Pecandu Narkotika 6.
Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes1.
Peningkatan kesehatan & pencegahan penyalahgunaan melalui
upaya promotif & preventif2. Komprehensif dan multi disiplin3
7. Kebijakan Kemenkes (2)4. Mendukung upaya pemulihan oleh
masyarakat dan ex- users: • Agar dapat mendorong pengguna
mampu melaksanakan fungsi sosialnya5. Melindungi hak azasi
manusia & keselamatan klien
8. Kebijakan Kemenkes (3)6. Pengurangan dampak buruk (harm
reduction) pada pengguna Napza suntik (penasun)
9. Kebijakan Kemenkes (4)8. Pengembangan sistem informasi
10. Program Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun1. KIE 8.
Pembuangan alat2. Kegiatan suntik bekas penjangkauan 9.
Terapi substitusi oral3. Pendidikan sebaya (medicated assisted4.
Konseling therapy) pengurangan risiko 10. Terapi
ketergantungan5. Voluntary counseling Napza & testing 11.
Perawatan6. Pencegahan infeksi pengobatan dasar7. Program
layanan 12. Perawatan & jarum suntik steril pengobatan AIDS
Komitemen Global Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN).
Komitmen global sifatnya dinamis sehingga
fasilitator perlu menyesuaikan materi dengan
perkembangan yang ada.
• Single Convention on Narcotic drugs 1961, sudah
diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun
1976
• Convention on psicotropic substance 1971, sudah
diratifikasi dengan UU N0.8 tahun 1996.
Peraturan Perundang undangan
tentang Penyalahgunaan Napza
1. Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentangPengawasan
Dan Pengendalian Minuman beralkohol.
2. Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika.
3. Undang-undang Nomor 7 tahun 1997 tentang
Pengesahan konvensi PBB tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN).
4. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
5. Dan peraturan peraturan Pemerintah yang mengatur
pelaksanaan Undang-Undang di atas.
Kebijakan dan program pencegahan
penyalahgunaan Napza
(Pusat dan Daerah)
Departemen sosial cq. Dit
Pelayanan dan Rehabilitasi Korban
NAPZA melakukan berbagai upaya
dalam rangka mengatasi
penyalahgunaan NAPZA dengan
berlandaskan pada visi, misi, tujuan,
sasaran, kebijakan, program dan
strategi sebagai berikut:
Kebijakan-Kebijakan Secara Umum
1. Meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi
sosial korban NAPZA, terutama yang berbasis masyarakat.
2. Meningkatkan koordinasi intra dan inter instansi pemerintah terkait
dan partisipasi masyarakat.
3. Mengembangkan dan memantaapkan peran serta masyarakat/
Lembaga Swadaya Masyarakat dalam kegiatan pencegahan, pelayanan
dan rehabilitasi sosial korban NAPZA.
4. Mengembangkan dan meningkatkan kegiatan perumusan data dan
informasi dalam permasalahan sosial penyalahgunaan NAPZA.
5. Mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan
rehabilitasi sosial bagi korban NAPZA, baik secara fisik maupun sumber
daya manusia, dalam rangka meningkatkan profesionalisme pelayanan
sosial.
6. Peningkatan dan pemantapan resosialisasi serta keterpaduan intra dan
inter sektoral.
Strategi
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA

Pelayanan dan Rehabilitasi sosial


korban NAPZA

Peningkatan dan Pemberdayaan


kelembagaan serta perlindungan dan
advokasi sosial
Kebijakan Daerah

Materi kebijakan daerah


disesuaikan dengan Perda dan
kebijakan pemerintah daerah
lainnya yang mengatur
pencegahan penyalahgunaan
NAPZA.
Epidemi

Nasional Penyalahgu Daerah


naan

Napza
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Dan
Peredaran Gelap Narkoba Di indonesia
Penanggulangangan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkoba wajib dilakukan oleh pemerintah melalui
aparat penegak hukum dan fungsi terkait.Namun
demikian peran serta masyarakat dalam menanggulangi
Narkoba juga mutlak diperlukan.Tanpa peran serta
masyarakat. Upaya yang dilakukan pemerintah tidak
akan secara maksimal.
Langkah penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba yang dilakukan polri dapat
digolongkan menjadi 3 upaya yaitu preemtif,
preventif maupun repsesif.
Upaya pre-emtif antara lain dilakukan dengan cara educatif
pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup
masyarakat, menciptakan hubungan yang harmonis antar
sesama masyarakat dan antara masyarakat dengan Polri
melalui upaya penyuluhan dan sambang
Upaya preventif dapat dilakukan melalui upaya mencegah
masuknya narkoba dari Luar negeri dengan melakukan
pengawasan secara ketat di daerah-daerah perbatsan seperti
Bandara, pelabuhan laut dan perbatasan-perbatasan darat
upaya represif berupa upaya penindakan/ penegakan hukum
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat
dilakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara
professional oleh fungsi Reskrim / Res Narkoba Polri
Peranan Lembaga Pemerintahan kementerian
Dan Non kementerian
Dalam melaksanakan penanggulangan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, Polri
dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah
kementerian dan non kementerian, seperti Dirjen
Bea Cukai, Dirjen Imigrasi, Departemen Agama,
Departemen
Pariwisata Seni dan Budaya, Badan Pom, Kejaksaan,
Kehakiman, Badan Narkotika Nasionla (BNN), dan
lain – lain.
Peran Serta Masyarakat

Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas –


luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkoba sesuai dengan pasal 104 UU No 35 tahun 2009
tentang Narkotika dan pasal 54 UU No 5 TAHUN 1997
tentang Psikotropika.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui
upaya mencari, memperoleh dan memberikan informasi,
menyapaikan saran dan pendapat serta memperoleh
jawaban atas pertanyaan tentang laporannya mengenai
adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkoba.
TERIMA
KASIH 

Anda mungkin juga menyukai