Anda di halaman 1dari 5

Sistem Hukum Indonesia

TUGAS 1

Disusun Oleh :

Nama : Febrian Burhanudin R


Prodi : Ilmu Hukum
NIM : 044120212
UPBJJ : UT Purwokerto
Asssalamu’alaikum wr.wb

Salam Sejahtera untuk kita semua.

Mohon izin Bapak Dosen selaku Tutor matakuliah Sistem Hukum Indonesia saya akan
menjawab Tugas 1.

Tugas. 1

Dalam UU No 10 Tahun 2004, Tap MPR tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu sumber
hukum, namun dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tap MPR ditentukan lagi sebagai salah satu
sumber hukum. Berikan pendapat anda:

1. Mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai
salah satu sumber hukum?
2. Apa problematika hukum dengan dicantumkannya kembali Ketetapan MPR
sebagai salah satu sumber hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011?

Jawaban soal :

1. Bahwa tidak masuknya TAP MPR adalah sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945
yang telah meniadakan wewenang MPR untuk menetapkan suatu TAP MPR sebagai
produk hukum yang bersifat mengatur (regelling). Ini menjadi wajar (tidak diakui TAP
MPR), karna sebelum UU 10/2004 dibentuk, telah dikeluarkan TAP MPR NOMOR
I/MPR/2003 untuk meninjau status hukum TAP MPR yang dikelompokkan menjadi beberapa
bagian:

(1) Ada 8 Tap yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi;

(2) Ada 3 Tap yang tetap berlaku dengan ketentuan;

(3) Ada 8 Tap yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu
2004;

(4) Ada 11 Tap yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang;

(5) Ada 5 Tap yang masih berlaku sampai ditetapkannya Peraturan Tata Tertib MPR baru
hasil Pemilu 2004;

(6) Ada 104 Tap yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat
einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

2. UU 12/2011 memberlakukan kembali TAP MPR sebagai sumber hukum bertujuan untuk
menguatkan kedudukan TAP MPR yang masih berlaku, sebagai sumber hukum. Dalam
konstruksi peraturan perundang-undangan, setiap norma hukum yang berada pada hierarki
norma (tata urutan peraturan perundang-undangan), maka akan membawa konsekuensi
bahwa norma yang berada pada tingkatan lebih tinggi akan menjadi dasar untuk membentuk
norma hukum di bawahnya. Maka sudah seharusnya, TAP MPR yang telah diakui dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan akan membawa dua konsekuensi hukum :

(1). TAP MPR harus menjadi dasar pembentukan norma hukum di bawahnya.

(2). TAP MPR dapat menjadi batu uji (konsideran) pengujian peraturan perundang-undangan
di bawahnya.

Kedudukan, tugas serta kewenangan MPR sesudah perubahan UUD 1945 sebagai berikut :

1. Kedudukan : MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan


sebagai lembaga negara. MPR memiliki tugas dan wewenang sebagaimana yang
diatur dalam UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU No. 27/2009)
2. Tugas dan wewenang :
a) Mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar;
b) Melantik Presiden dan Wakil Presiden
c) Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti,
atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
e) Memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari;
f) Memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti
secara bersamaan dalam masa jabatannya dari dua paket calon Presiden dan Wakil
Presiden yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik yang paket
calon presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum sebelumnya sampai habis masa jabatannya selambat-
lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
g) Menetapkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik;
h) Memilih dan menetapkan Pimpinan Majelis;
i) Membentuk alat kelengkapan Majelis.

Perlunya dilakukan revisi terhadap ketentuan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan


Peraturan PerundangUndangan, khususnya terkait penempatan Ketetapan MPR/S kedalam
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menghindari adanya
missinterpretasi terhadap kedudukan MPR yang bukan lagi sebagai lembaga tertinggi Negara,
mengingat produk hukumnya diletakkan di atas UU. Berdasarkan status a quo dalam praktek
pengujian perundang-undangan di Indonesia saat ini, jelas Keempat Ketetapan MPR/S
tersebut tidak dapat di uji. Dengan kenyataan yang demikian untuk menghindari potensi
Ketetapan MPR/S merugikan masyarakat yang terpenting adalah bagaimana Ketetapan
MPR/S tersebut diaplikasikan secara benar dan bertanggung jawab dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah. Sebagai Staatsgrundgesetz normanorma dalam
Ketetapan MPR/S masih merupakan aturan-aturan pokok dan masih merupakan garis besar.
Selain itu bila ditilik lebih lanjut semangat keempat Ketetapan MPR/S tersebut tidak ada
yang merugikan kepentingan masyarakat, bahkan semangat yang dibawa adalah untuk
melindungi dan mensejahterakan rakyat sehingga menurut saya tidak perlu di uji. Yang
terpenting dan seharusnya diuji adalah UndangUndang serta peraturan pelaksananya sebagai
implementasi Ketetapan MPR/S.

Daftar Bacaan Buku/Sumber Referensi :

Deliamoor, Nandang Alamsah, Sistem Hukum Indonesia, Penerbit UT, 2019

Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jilid 1), Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2006

Jimly Asshidiqie, Hubungan Antar Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Bahan
ceramah pada Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat I Angkatan XVII
Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 30 Oktober 2008

Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006


Moh. Mahfud MD., Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,
2001)

Demikian jawaban saya dari Tugas 1, apabila ada kesalahan baik dalam pengetikan
maupun jawaban saya dari Tugas 1 ini, saya mohon maaf dan mohon bimbingan dari
bapak dosen Selaku Tutor matakuliah Sistem Hukum Indonesia.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai