Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL :


TYPHOID FEVER DI RUANG LAVENDER
RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik KMB
Dosen Pembimbing : Ns. Susana Widyaningsih, S.Kep., M.N

Disusun Oleh :
M Dzikri Awaludin
1911020105

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2022
A. PENGERTIAN
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2012. Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella
thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai
tiga antigen yaitu O ( Somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41 oc (optimum 37oc) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan,
sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau minuman yang terkontaminasi, fomitus dan
lain sebagainya.
Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella thyposa salmonella parathypi A,B,
dan C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly (lalat), dan melalui Feses.
Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :
1. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella thypi
2. Makanan mentah atau belum masak
3. Kurangnya sanitasi dan higienitas
4. Daya tahan tubuh yang menurus

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut ngastiyah (2007:237), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika memelalui minuman yang terlama 30 hari. Selama inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, nyeri, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, kemudian gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu :
1. Demam
pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan mreningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden).
lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujungnya dan tepinya kemerahan.
Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan Limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gesilah (kecuali penyakit berat dan terhambat mensapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dari kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setalah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadinya karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun obat zat anti.

Komplikasi

1. perforasi usus 5. Kolestatis


2. perdarahan usus 6. Meningitis,Ensafalitis, Enselopati.
3. peritonitis 7. Bronkopneumonia
4. sepsis

(Kapita selekta kedokteran,2010)

D. PATOFISIOLOGI

Bakteri salmonella thypi bersama makanan atau minuman masuk kedalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
keadaan-keadaan seperti alkorhidiria,gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamine H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat
pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi sel mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi salmonella thypi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesentrika bahkan ada yang melewati sirkulai sistemik
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. salmonella thypi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan limfe
(Soedarmo,Suwarmo S Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropics. Jakarta :
IDAI).

E.PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.

2.    Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b.    Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
e.    Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita thypoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang
5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur
dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun
demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa
alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan
kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas:
1.     Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali.
Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan
dasar.
2.     Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung
oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H >
1/160 satu kali pemeriksaan).
3.     Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif
S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan
ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D.
2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI.

G. PENATALAKSANAAN
A. Medis
a.    Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1)    Klorampenicol
2)    Amoxicilin
3)    Kotrimoxasol
4)    Ceftriaxon
5)    Cefixim
b.    Antipiretik (Menurunkan panas) :
1)    Paracetamol
B.  Keperawatan
a.  Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi

H. FOKUS PENGKAJIAIAN
Keluhan utama : Demam
Riwayat penyakit sekarang : Demam sejak 2 hari, mual,muntah
Tanda-tanda vital :
TD : 109/54 mmhg
N : 121
rr : 20x/menit
Suhu : 39°C
Spo2 : 99%
Kesadaran : compos mentis
Gangguan tidur :-
Keluhan kencing :-
BAB : cair
BAK : Lancar
Nafsu makan : Menurun
Porsi makan : Menurun
Kulit : Kembali cepat
Merokok :-
Alcohol :-

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Hipertemi b.d Proses penyakit
2. Defisit Nutrisi b.d kurangnya asupan makanan

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Monitor suhu tubuh


2. Anjurkan Tirah Baring
3. Monitor asupan makanan
4. Anjurkan posisi duduk saat makan jika mampu

DAFTAR PUSTAKA
Alba S, Mirjam I. Bakker1, Mochammad Hatta, Pauline F. D. Scheelbeek, Ressy
Dwiyanti, Romi Usman, Andi R. Sultan, Muhammad Sabir, Nataniel
Tandirogang3, Masyhudi Amir3, Yadi Yasir3, Rob Pastoor1, Stella van Beers,
(2016). Risk Factors of Typhoid Infection in the Indonesian Archipelago.
Research Article. KIT Biomedical Research, Royal Tropical Institute (KIT),
Amsterdam, The Netherlands,

Arvin, K. B. (2012). Nelson Ilmu Keperawatan Anak Edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A
Samik Wahab. Jakarta: EGC.

Darma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Depkes, (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Jakarta: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Desmita. (2016). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dian, (2007). Studi Biologi Molekuler Resistensi Salmonella Typhi Terhadap


Kloramfenikol. ADLN Digital Colections.

Dinas Kesehatan Kota Surakarta. (2016). Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2016 .
Surakarta: Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Djauzi S. (2008). Raih Kembali Kesehatan Mencegah Berbagai Penyakit Hidup Sehat
Untuk Keluarga. Jakarta: Kompas.

Garna, H. H. (2012). Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/RSUP DR.Hasan Sadikin
Bandung. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai