“Materi Dakwah”
Dosen pengampu :
Azmi Mustaqim, M.A.
Disusun oleh :
PAI.D
Ali Mahmud 210317128
Lujeng Lutkuriyah 210317
Nurul Fitri 210317135
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari tanda-tanda komunikasi yang efektif tersebut, maka dapat dilihat perlunya
etika dalam sebuah komunikasi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam
berkomunikasi antara komunikator dengan komunikan. Etika menjadi dasar
pijakan berkomunikasi antara individu dan kelompok. Etika memberikan
landasan moral dalam membangun tata susila terhadap
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Pesan Dakwah?
2. Bagaimana Etika dalam Mengutip Sumber-Sumber Pesan Dakwah?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
2
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Amzah Jakarta 2009), 88.
3
An Nawawi, At Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Qur’an, (Damaskus: Darr Al Bayan, 1965), 123.
Qur‟an sebaiknya dilakukan dalam keadaan berwudhu (suci dari hadas). Ayat Al-
Qur‟an adalah suci dan mulia. Dengan cara tersebut, kita tidak bisa
memuliakannya.4
b. Hadis Nabi saw.
Al-Qur’an memuat secara gelobal seluruh ajaran Islam. Rasulullah saw. menafsirkan
dan menjelaskan al-Qur’an dengan berbagai hadis beliau, sehingga al- Qur’an
menjadi pesan yang jelas bagi kalangan mad’u. Dari segi kualitasnya hadis nabi saw.
terdiri dari hadis shahih, hadis hasan dan hadis dla’if. Kitab hadis terkenal yaitu kitab
yang ditulis oleh enam perawi hadis, yaitu Imam Bukhari, Muslim, Nasa’i, Turmizi
dan Ibnu Majah. Da’i hendaknya mengenal kualitas hadis yang disampaikannya serta
memprioritaskan hadis shahih dari hadis hasan.5 Dalam mengutip hadis Nabi SAW,
ada beberapa etika yang harus diperhatikan oleh para pendakwah.
4
Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group), 320.
5
Ibid.,323.
6
Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group), 321.
umumnya diriwayatkan oleh para sahabat senior. Namun demikian, dalam mengutip
pendapat sahabat harus memperhatikan etika berikut:
1. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.
2. Menyebutkan nama sahabat yang dikutip.
3. Menyebut sumber rujukan.
4. Membaca do’a dengan kata radliyallahu ‘anhu/ ‘anha atau menuslisnya
dengan singkatan r.a. di belakang nama sahabat tersebut.7
d. Pendapat Ulama
Pendapat ulama dijadikan pesan adalah untuk mendukung dan merinci kandungan al-
Qur’an dan al-Hadis. Begitu juga dalam masalah yang belum ditetapkan oleh kedua
sumber utama, maka ulama berijtihad untuk menjawab masalah tersebut. Etika
mengambil pendapat ulama sebagai pesan dakwah hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
2. Menyebut nama ulama yang dikutip.
3. Mengetahui argumentasinya agar terhindar dari taqlid.
4. Memilih pendapat yang tertulis dari pada yang melalui lisan.
5. Memilih pendapat yang paling kuat dasarnya dan paling besar manfaatnya bagi
masyarakat.
6. Menghargai setiap pendapat ulama walaupun tidak semua diikuti.Mengenal jati diri
ulama walaupun tidak sempurna sebelum mengutip pendapatnya.8
7
Ibid., 323.
8
M. Quraish-Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 6.
Berita aktual dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat dapat diperoleh
melalui media-media sosial. Berita tentang peristiwa-peristiwa dalam berbagai aspek
kehidupan, baik menyangkut kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara dapat
menjadi pesan dakwah yang bertujuan untuk memperluas wawasan kalangan mad’u
dalam mencerna pesan. Berita yang dapat disampaikan adalah berita benar dan memberi
manfaat. Al-Qur’an mengistilahkan berita dengan an-Naba’, yakni berita yang penting,
terjadinya sudah pasti dan membawa manfaat yang basar. Berbeda dengan kata alkhabar
yang berarti berita sepele dan sedikit manfa’atnya. 9 Dalam menjadikan berita sebagai
penunjang pesan dakwah, terdapat beberapa etika yang harus diperhatikan:
1. Melakukan pengecekan berkali-kali sampai diyakini kebenaran berita tersebut.
2. Dampak dari suatu berita juga harus dikaji.
3. Sifat berita adalah datar, hanya hanya memberitahukan karenanya, sebagai pesan
dakwah, berita harus diberi komentar.
4. Berita yang disajikan harus mengandung hikmah.10
g. Karya Sastra
Dakwah yang disampaikan dalam bentuk pidato perlu didukung dengan karya sastra yang
bermutu sehingga lebih kalimat yang disampaikan lebih indah dan menarik. Karya sastra
dapat berbentuk sya’ir, pantun, puisi, qasyidah atau nasyid. Karya sastra memuat nilai
keindahan dan kebenaran. Keindahannya dapat menyentuh perasaan, sementara
kebijakannya menyentuh hati dan pikiran. Pesan dakwah yang disampaikan dengan sastra
yang dilantunkan serta penuh hikmah akan lebih mudah diterima mad’u dan lebih
berkesan dalam kalbunya.11 Karya sastra yang dijadikan pesan dakwah harus berlandaskan
etika sebagai berikut:
1. Isinya mengandung hikmah yang mengajak kepada Islam atau mendorong
berbuat kebaikan.
2. Dibentuk dengan kalimat yang indah.
3. Ketika pendakwah mengungkapkan sebuah sastra secara lisan, kedalaman
perasaan harus menyertainya, agar sisi keindahannya dapat dirasakan.12
9
Ibid., 6.
10
Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group), 328.
11
Imam Muslim Bin Al Hajjaj, Shohih Muslim, (Beirut: Darul Fikri 1988), 27-28.
12
Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group), 329.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pesan (maddah/ message) adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u.
Pesan tersebut terdiri dari materi ajaran-ajaran Islam yang ada di dalam Kitabullah dan
Sunnah Rasul-Nya serta pesan-pesan lain yang berisi ajaran Islam.
Etika mengutip Al-Quran
Penulisan atau pengucapan ayat Al-Qur‟an harus benar; Penulisan atau pengucapan ayat Al-
Qur‟an sebaiknya disertai terjemahannya; Sebaiknya ayat Al-Qur‟an ditulis pada lembaran
yang tidak mudah diletakkan pada tempat yang kotor atau mudah terinjak. Begitu pula,
pengucapan ayat Al-Qur‟an sebaiknya dilakukan dalam keadaan berwudhu (suci dari hadas).
Etika Mengutip Hadis;
Penulisan atau pengucapan hadis harus benar; Penulisan atau pengucapan matan hadis
sebaiknya disertai terjemahannya, agar pengertiannya dapat dipahami oleh mitra dakwah.
Etika Mengutip Pendapat Sahabat;
Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.
Menyebutkan nama sahabat yang dikutip.
Menyebut sumber rujukan.
Membaca do’a dengan kata radliyallahu ‘anhu/ ‘anha atau menuslisnya dengan singkatan r.a.
di belakang nama sahabat tersebut
Etika Mengutip Pendapat Ulama;
Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
Menyebut nama ulama yang dikutip.
Mengetahui argumentasinya agar terhindar dari taqlid.
Memilih pendapat yang tertulis dari pada yang melalui lisan.
Memilih pendapat yang paling kuat dasarnya dan paling besar manfaatnya bagi masyarakat.
Menghargai setiap pendapat ulama walaupun tidak semua diikuti.Mengenal jati diri ulama
walaupun tidak sempurna sebelum mengutip pendapatnya.
Isinya mengandung hikmah yang mengajak kepada Islam atau mendorong berbuat
kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA