Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Tak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kasus ”Anestesia Spinal pada Apendiksitis Akut” dalam rangka mengikuti
kepanitraan Klinik di bagian/SMF Anestesi RSUD Sekarwangi Cibadak
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penyusun
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca. Terimakasih
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 15
Anestesi ............................................................................................................... 15
Anatomi ............................................................................................................... 16
Filsuf Yunani Dioscorides, pertama kali menggunakan kata anestesi pada abad 1 Masehi,
untuk menggambarkan efek seperti narkotika pada tanaman Mandragora. Istilah ini kemudian
dalam Bailey’s An Universal Etymological English Dictionary (1721) didefinisikan sebagai
kehilangan sensasi, dan juga dalam Encyclopedia Britania, didefinisikan sebagai kekurangan
sensasi.1
Anestesi regional adalah penggunaan anestesi yang mengurangi sensasi di bagian tubuh
tertentu. Dengan mematikan rasa di area operatif, anestesi regional memungkinkan pasien
menjalankan operasi atau prosedur lainnya dalam keadaan sadar. 3
Anestesi regional membuat pasien tetap sadar, oleh karenanya manajemen jalan napas dan
ventilasi tidak diperlukan. Teknik ini juga memiliki lebih sedikit efek samping sistemik; karena
lebih aman digunakan pada pasien dengan komorbiditas. (Keat dkk., 2013)
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. M
Nomor RM : 642XXX
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Cibadak
Ruangan : CND
Tanggal Operasi : 30 Juli 021
2.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD sekarwangi dengan keluhan mulas sejak 4 jam SMRS. Mulas
hilang timbul dan tidak teratur. Saat ini pasien mengatakan bahwa ini adalah kehamilan
yang ke-4. Keluar air dan darah dari jala lahir disangkal. Gigi goyang dan pemakaian gigi
palsu disangkal.
Riwayat Operasi
Pasien menyangkal adanya penyakit yang serupa pada keluarga pasien, hipertensi
disangkal, diabetes melitus disangkal
Riwayat Pengobatan
Pola makan pasien teratur, pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol.
Riwayat persalinan
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 20 x / menit
Denyut nadi : 80 x / menit
Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 98%
Status Obstetri dan Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Abdomen : cembung (+), linea nigra (-), striae gravidarum (+), bekas operasi
(+).
Genitalia : Sekret (+)
Palpasi : TFU : 32 cm
Auskultasi : DJJ 137 x/m
Pemeriksaan Dalam
Status Generalis
Thoraks
Inspeksi : Normochest, simetris dextra-sinistra, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama dikedua lapang paru. Iktus cordis
teraba di ICS IVmidclavikula sinistra..
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Paru : Vesikular +/+, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung : BJ I dan BJ II reguler. Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung (+) linea nigra (+) striae gravidarum (+) bekas
operasi (+) Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh
abdomenPalpasi : Supel, Nyeri tekan
(-)
Ekstremitas : Akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-) sianosis(-/-/-/-) CRT ≤ 2 detik
2.3 Pre-Operatif
ASA : II
Hari/Tanggal : 30/07/2021
Ahli Anestesiologi : dr. Edwin Haposan Martua, Sp.An.,M.Kes.AIFO
Ahli Bedah : dr. Nila, Sp.OG
Diagnosa Pra Bedah : G4P1A2, Hamil 37 minggu dengan Pre-eklamsia
Makan : 6 jam yang lalu
terakhirTTV : TD = 110/80 mmHg HR =
80x/menit RR = 20x/menit Suhu = 36.7°C
SpO2 : 98 %
500cc
Penyulit pembedahan : -
10
2.6 Pelaksanaan Anestesi
Insisi : 09.01
Keadaan Bayi:
Lahir jam : 9.08
PB: 46.5 cm
BB: 2600 gram
Jenis Kelamin: Laki-laki
1
Operasi selesai : 10.08
10.00 120/62 98 99
Monitoring Cairan
Perhitungan cairan : BB 63 kg
Perhitungan cairan maintenance
o 10 Kg I : 10 x 4 ml/KgBB/jam= 40 ml/jam
o 10 Kg II : 10 x 2 ml/KgBB/jam= 20 ml/jam
o Sisanya 43 x 1 ml/KgBB/jam = 43 ml/jam
Total = 103 ml/jam
Bromage Score
3
Bila kesakitan : berikan tramadol 200 mg + ketorolac 30 mg dalam drip
RL 500 mL/20 tpm
Bila mual & muntah : berikan ondansentron 4 mg
Th/ lain-lain sesuai terapi TS dr. Nila, Sp.OG
Pasien boleh minum bertahap Pasien bedrest 24 jam dan head up 30°
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANESTESI
Filsuf Yunani Dioscorides, pertama kali menggunakan kata anestesi pada abad 1 Masehi,
untuk menggambarkan efek seperti narkotika pada tanaman Mandragora. Istilah ini kemudian
dalam Bailey’s An Universal Etymological English Dictionary (1721) didefinisikan sebagai
kehilangan sensasi, dan juga dalam Encyclopedia Britania, didefinisikan sebagai kekurangan
sensasi.1
Anestesi regional adalah penggunaan anestesi yang mengurangi sensasi di bagian tubuh
tertentu. Dengan mematikan rasa di area operatif, anestesi regional memungkinkan pasien
menjalankan operasi atau prosedur lainnya dalam keadaan sadar. Komplikasi pada sistem
pernapasan yang berhubungan dengan penggunaan anestesi umum, sering kali tidak ditemukan
pada penggunaan anestesi regional, karena tidak membutuhkan ventilasi mekanik. Manfaat lain
dari anestesi regional adalah pasien dapat beralih ke perawatan lanjutan lebih cepat dan lebih
efisien, karena pasien dapat mengatur pernapasannya sendiri. 3
Anestesi regional membuat pasien tetap sadar, oleh karenanya manajemen jalan napas dan
ventilasi tidak diperlukan. Teknik ini juga memiliki lebih sedikit efek samping sistemik; karena
lebih aman digunakan pada pasien dengan komorbiditas. (Keat dkk., 2013)
5
3.2 ANESTESI SPINAL
A. Jarum Anestesi Spinal
6
Sebelumnya, informed consent harus disetujui terlebih dahulu
oleh pasien. Harus tersedia juga peralatan resusitasi, dan
pemantauan standar diperlukan. Yang paling terpenting adalah
karakteristik dari jarum untuk anestesi spinal, yaitu bentuk dari
ujung jarum dan diameter jarumnya. Menggunakan jarum yang
lebih kecil mengurangi insidensi dari PDPH dari 40% dengan
jarum ukuran 22-G, dan kurang dari 2% dengan jarum 29-G.
Walaupun begitu, angka kegagalan dengan jarum 29-G
meningkat. Jadi, jarum dengan ujung yang tumpul dari ukuran 25-
G. 26-G dan 27-G adalah pilihan yang optimal.5
Teknik dari asepsis, juga sangat penting. Salah satu organisme
penyebab dari post-spinal bacterial meningitis adalah
Streptococcus viridans. Kombinasi dari chlorhexidine dan
alcohol, adalah bahan efektif untuk melakukan asepsis. 5
Pada consensus guideline yang terbaru menyatakan bahwa
blok neuraxial harus dilakukan dengan keadaan pasien yang
5
sadar.
b. Posisi
Ada dua posisi utama yang sering digunakan dalam anestesi
spinal, yaitu lateral decubitus dan posisi duduk. Posis prone
sangat jarang digunakan. Posisi lateral decubitus memudahkan
untuk pemberian obat sedatif jika diperlukan dan posisi ini
mungkin lebih nyaman. Mengidentifikasi midline lebih mudah
dilakukan jika pasien dalam posisi duduk, terutama pada pasien
yang obesitas, scoliosis yang membuat anatomi tubuhnya sulit
untuk terlihat.5
c. Proyeksi dan Puncture (Menusuk)
Saraf tulang belakang berakhir pada L1-L2, jadi insersi jarum
di atas ini, harus dihindari. Intercristal line adalah garis yang
menggambarkan diantara dua krista iliaka. Tempat yang biasanya
dilakukan insersi jarum adalah L3-L4, L2-L3, atau L4-L5. Setelah
tempat untuk insersi telah terpilih, anestesi dilakukan dengan
7
sudut 10-15 derajat pada kulit, jaringan subkutan, dan ligament
supraspinous sampai pada ligament intraspinous. Jarum dengan
bevelnya sejajar dengan garis tengah, maju perlahan sampai ada
perubahan karakteristik dalam resistensi, terlihat ketika jarum
melewati ligamentum flavum dan dura. Stylet kemudian dilepas,
dan pada jarum injeksi terlihat CSF yang mengalir.
Pendekatan paramedian mungkin sangat berguna dalam
kalsifikasi difus ligamen interspinous. Kulit dinaikkan 1 cm
lateral dan 1 cm caudad untuk proses spinosus yang sesuai.
Pengantar tulang belakang dan jarum dimasukkan 10 sampai 15
derajat dari bidang sagital dalam bidang sefalomedial.
8
A. Komplikasi Anestesi Spinal
9
3.3 SEKSIO SESAREA
A. Definisi dan prevalensi
Istilah sectio caesarea berasal dari perkataan latin caedere, yang artinya
memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia)
dan Emperors Law (Lex Caesarea), yaitu undang-undang yang menghendaki
supaya janin dalam kandungan ibu yang sudah meninggal, harus dikeluarkan
dari Rahim.(Maita dkk., 2016)
Keuntungan lain dari anestesi regional adalah (1) Pajanan obat depresan
terhadap neonatal yang lebih sedikit, (2) risiko dari aspirasi paru maternal yang
lebih sedikit, (3) ibu melahirkan anaknya dalam keadaan sadar, (4) penggunaan
opioid spinal untuk menghilangkan rasa sakit pascaoperasi. Anestesi spinal
11
mempunyai onset yang lebih cepat dan terprediksi; dapat memblok lebih
sempurna dan memiliki potensi untuk toksisitas sistemik obat yang lebih
sedikit, karena dosis anestesi local yang lebih sedikit. 1
Bupivakain hiperbarik dan tetrakain adalah dua agen yang paling umum
digunakan untuk anestesi spinal. Keduanya relatif lambat dalam onset (5-10 menit)
dan memiliki durasi yang lama (90-120 menit). Meskipun kedua agen menghasilkan
tingkat sensorik yang sama, tetrakain spinal lebih konsisten menghasilkan blokade
motorik daripada dosis ekivalen bupivakain. Penambahan epinefrin ke bupivakain
tulang belakang memperpanjang durasinya hanya sedikit. Sebaliknya, epinefrin dapat
memperpanjang durasi tetrakain lebih dari 50%. Fenilefrin juga memperpanjang
anestesi tetrakain, tetapi tidak berpengaruh pada blok bupivakain spinal. Ropivacaine
juga telah digunakan untuk anestesi spinal, tetapi pengalaman dengannya lebih
terbatas.
Lidokain dan prokain memiliki onset yang relatif cepat (3–5 menit) dan durasi
kerja yang singkat (60–90 menit). Durasi mereka hanya sedikit diperpanjang oleh
vasokonstriktor. Meskipun anestesi spinal lidokain telah digunakan di seluruh dunia,
beberapa para ahli tidak lagi menggunakan agen ini karena fenomena gejala neurologis
sementara dan sindrom cauda equina (CES). Dosis lidokain berulang setelah blok
"gagal" awal harus dihindari. Memang, penelitian telah menunjukkan bahwa
maldistribusi anestesi lokal dapat menyebabkan kegagalan tulang belakang meskipun
konsentrasi CSF anestesi lokal yang memadai. Salah satu agen alternatif, 2-
kloroprokain, telah digunakan di beberapa pusat dengan sukses besar.
13
pasien selama dan segera setelah injeksi. Pada posisi duduk, “saddle block” dapat
dicapai dengan menjaga pasien tetap duduk selama 3-5 menit setelah injeksi, sehingga
hanya saraf lumbal bawah dan saraf sakral yang diblokir.
Jika pasien dipindahkan dari posisi duduk ke posisi terlentang segera setelah
injeksi, agen akan bergerak lebih cephalad ke daerah dependen yang ditentukan oleh
kurva thoracolumbar. Anestesi hiperbarik yang disuntikkan secara intratekal dengan
pasien dalam posisi dekubitus lateral berguna untuk prosedur ekstremitas bawah
unilateral. Pasien ditempatkan secara lateral, dengan ekstremitas yang akan dioperasi
dalam posisi tergantung. Jika pasien dipertahankan dalam posisi ini selama sekitar 5
menit setelah injeksi, blok akan cenderung lebih padat dan mencapai tingkat yang lebih
tinggi pada sisi tergantung operasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth John F, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail Clinical
Anaesthesiology. Vol. 23, Quarterly bulletin. Northwestern University (Evanston, Ill.).
Medical. 2013.
4. Keat S, Bate ST, Brown A, Lanham S. Anasesthesia on The Move. Jakarta: PT. Indeks
Permata Puri Media; 2013.
5. Whitlock EL, Pardo Jr. MC. Choice of Anesthetic Technique. Basic Anesthesia. 2018.
213–219 hal.
10. Ekwendi AS, Mewengkang ME, Wagey FMM. Perbandingan Persalinan Seksio Sesarea
Dan Pervaginam Pada Wanita Hamil Dengan Obesitas. e-CliniC. 2016;4(1).
11. Ministry of Health Republic of Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (National Health
Survey) 2013. Minist Heal Repub Indones. 2013;(1):1–303.
15