Anda di halaman 1dari 85

TUGAS KEPANITERAAN SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN

KELAMIN

Disusun Oleh :
PP73
Periode 10 Januari – 6 Februari 2022

Dosen Pengampu :
Dr.dr.Renni Yuniati, SpKK, FINDSV, FAADV, MH.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
1. Veruka Vulgaris
STANDAR VERUKA VULGARIS
OPERASION
AL No. Dokumen :
PROSEDUR /SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :
0 Vira Niyatasya Shiva
Tanggal : 18/01/2022 D NIM
Halaman : 1/6 22010118140095

DEFINISI Veruka vulgaris atau kutil merupakan infeksi virus human


papilloma humanus yang bermanifestasi pada kulit dan bersifat
jinak.

ANAMNESIS Keluhan Utama Pasien mengeluhkan adanya benjolan


pada kulit. Umumnya bersifat
asimptomatik (tidak bergejala), namun
apabila benjolan terbentuk pada sekitar
kuku tangan atau kuku kaki pasien dapat
mengeluhkan rasa menyakitkan dan
terlihat seperti deformitas kuku.

Lokasi Dapat ditemukan pada bagian kulit


manapun (seluruh epidermis dan mukosa)
namun lebih sering ditemui pada jari dan
punggung tangan serta pada anak-anak
sering ditemukan di lutut.

Onset Dapat berlangsung selama minggu-bulan.

Kualitas Mengganggu fungsi kosmetik, pada


beberapa lokasi dapat mengganggu
aktivitas. Dapat terasa nyeri apabila
tumbuh di sekitar kuku tangan dan kuku
kaki. Dapat merusak kuku apabila lesi
tumbuh dibawah kuku.

Kuantitas Pada beberapa kasus jumlah benjolan


dapat bertambah banyak pada lokasi
yang berdekatan (autoinokulasi).

Perjalanan Penyakit Human papiloma virus ditularkan secara


kontak langsung antara orang dengan
orang (kulit dengan kulit) atau secara
tidak langsung dari benda-benda yang
dapat menjadi sumber penularan. Infeksi
HPV melalui inokulasi virus pada
epidermis yang viabel masuk melalui
defek pada epitel. Setelah terjadi
inokulasi HPV, veruka biasanya muncul
dalam 2 sampai 9 bulan.
Mulanya lesi kulit berupa penebalan
(hyperkeratosis), translusen, licin, sebesar
kurang lebih 1 mm. Kemudian dalam
waktu beberapa minggu hingga bulan
lesi membesar dengan ukuran yang
bervariasi, permukaannya kasar,
berwarna coklat, abu abu atau hitam.
Timbulnya lesi dapat asimtomatik namun
dapat juga menimbulkan rasa nyeri.

Faktor -
Memperingan

Faktor -
Memperberat

Gejala Penyerta Nyeri apabila tumbuh di sekitar kuku


tangan dan kuku kaki.

PEMERIKSAA 1. Lokasi
N FISIK Sesuai predileksi.
2. Morfologi
Papul/nodul berbentuk kubah, berskuama/bersisik, warna
abu/cokelat/seperti kulit, permukaan verukosa/ireguler. Lesi
berbatas tegas dengan diameter 1 mm hingga 1 cm.
3. Konfigurasi
Soliter/berkelompok.
4. Distribusi
Dapat tumbuh di semua permukaan kulit, sirkumskrip
(berbatas tegas.

GAMBAR
DIAGNOSIS Diagnosis veruka vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis dan anamnesis. Lesi veruka vulgaris yang khas

jarang membutuhkan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan ini


hanya dilakukan pada kasus-kasus yang memerlukan konfirmasi.

DIAGNOSIS Veruka vulgaris harus dibedakan secara klinis dan histologi dari
BANDING lesi keratotik lainnya pada tangan atau kaki seperti keratosis
aktinik, bantalan buku jari atau yang lebih jarang karsinoma sel
skuamus atau keratoderma fokal palmoplantar.
Pada kaki, klavus, kalus atau callosities merupakan diagnosis
banding dari veruka vulgaris, tetapi pengelupasan dan inspeksi
yang dekat dapat menyingkirkannya.
Pada tungkai, lesi hiperkeratosis lain seperti liken planus atau
angiokeratoma dapat menyebabkan kebingungan, dan plane wart
mungkin perlu dibedakan dari liken planus atau lesi aktinik yang
tipis atau keratosis seboroik.

PEMERIKSAA 1. Dermoskopi
N Gambaran red-black (hemorrhagic) dot dikelilingi white halo
PENUNJANG yang dihubungkan dengan papilomatosis, red-black
(hemorrhagic) streaks pada weight bearing area palmoplantar,
dan hairpin vessels. Pemeriksaan dermoskopi dapat membantu
diagnosis dan evaluasi terapi.
2. Histopatologi
Gambaran epidermal akantosis dengan papilomatosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, terdapat pemanjangan rete
ridges kearah tengah veruka, dan penonjolan pembuluh darah
dermis yang memungkinkan terjadinya trombus. Pemeriksaan
histopatologi diperlukan pada lesi yang memiliki diagnosis
banding atau kelainan yang luas.
TERAPI Tujuan dari penatalaksanaan veruka vulgaris adalah untuk
mengobati ketidaknyamanan pasien baik fisik maupun psikologis
dan untuk mencegah timbulnya infeksi.
A. Terapi Oral/Topikal
1. Asam Salisilat (Keratolitik)
2. Imiquimod krim 5%, sekali sehari selama 4 minggu 3.
Bleomycin (Blenoxane), terdapat 15 unit vial Bleomicyn;
diencerkan dalam 30ml NS dan 0.3ml (0.15unit)
diinjeksikan ke dalam kutil tersebut. Injeksi dapat dilakukan
setiap 3-4minggu sampai bersih dari veruka.
4. Asam Retinoid, 1 mg/kgBB/hari selama kurang dari 3
bulan.
B. Tindakan
1. Krioterapi
2. Kauter/elektrokoagulasi
3. Laser karbon dioksida
4. Bedah eksisi
Cara Kerja Efek keratolitik asam salisilat membantu
untuk mengurangi ketebalan kutil.

Bleomycin merupakan agen kemoterapi


yang menginhibisi sintesis DNA dalam
seldan virus. Bleomycin dapat digunakan
sebagai terapi alternatif pada kutil yang
tidak berespon terhadap terapi lain atau
sulit untuk dilakukan pembedahan. Asam
retinoid sistemik telah digunakan untuk
mengobati kutil dikarenakan
kemampuannya dalam proses keratinisasi
dan akselerasi klirens kutil dengan
menginduksi dermatitis iritan.

Krioterapi dengan nitrogen cair


digunakan pada kutil yang tidakberhasil
diobati dengan obat olesan. Bisa
menggunakan peralatan sederhana berupa
cutton bud, alat ini dimasukkan ke dalam
nitrogen cair dan kemudian ditutulkan
pada kutil sampai kutil dan kulit sekitar
yang mengelilinginya membeku. Cara
lain adalah dengan menggunakan
semprotan nitrogen cair.

Kauter digunakan untuk kutil dengan


ukuran relative besar dan kutil yang
menyakitkan atau resisten. Kauter
dilakukan dibawah anesthesia lokal,
pertumbuhan kutil tersebut dihentikan
dan dasar dari kutil tersebut dibakar
dengan diatermi atau kauter.

Laser karbon dioksida telah digunakan


untuk mengobati berbagaibentuk yang
berbeda dari kutil, baik kulit dan mukosa.

Metode dengan eksisi ini dilakukan


dengan menggunakan scalpel (pisau
bedah) dan dibawah anesthesia lokal.
Kemudian luka bekas eksisi ditutup
dengan jahitan.
Efek Samping Efek samping dari penggunaan bahan
kaustik dapat menyebabkan ulkus.

Efek samping dari bleomycin berupa


bekas luka (scar), perubahan pigmentasi
kulit dan fenomena Raynaud’s.

Kerugian utama dari krioterapi adalah


nyeri. Dalam beberapa kasus, terutama
dengan waktu pembekuan lebih lama,
nyeri bisa berat dan menetap selama
beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Aspirin oral dan steroid topical yang kuat
dapat membantu.

Efek samping kauter menimbulkan rasa


nyeri saat tindakan dan membawa risiko
jaringan parut.

Terapi laser karbon dioksida dapat


menyebabkan rasa sakit pasca-operasi
yang signifikan, jaringan parut dan
hilangnya fungsi sementara.

Terapi bedah eksisi dapat menimbulkan


jaringan parut.

EDUKASI 1. Penyakit dan penyebabnya:


∙ Umumnya kutil dapat hilang spontan tanpa pengobatan
∙ Kutil dapat mengalami rekurensi
∙ Kurangi kontak dengan lesi karena dapat meningkatan
risiko penularan ke bagian tubuh yang lain
∙ Jangan mencoba untuk mencabut lesi
2. Cara pencegahan
∙ Mengurangi risiko transmisi, seperti menutup kutil dengan
bahan tahan air ketika berenang, menghindari pemakaian
barang pribadi secara bersamasama, dan menggunakan
alas kaki ketika menggunakan toilet umum.
∙ Mengurangi risiko auto-inokulasi, seperti tidak menggaruk
lesi, tidak menggigit kuku, dan tidak mencukur daerah
yang terdapat kutil.
3. Pilihan terapi dan efek samping
PROGNOSIS Pada beberapa kasus dapat bersifat swasirna tanpa pengobatan.
Rekurensi seringkali terjadi, apapun modalitas yang dipakai.

Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)


Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
Quo ad sanactionam (sembuh) : dubia ad bonam (tidak
tentu/ragu ragu, cenderung baik)

KEPUSTAKAAN ∙ Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia


(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
∙ Kang S, Amagai M, Bruckner AL, eds. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 9th ed. vol 1. New York: McGraw-Hill; 2019 ∙
Al Aboud AM, Nigam PK. Wart. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431047/

2. Kondilma Akuminata
STANDAR KONDILOMA AKUMINATA
OPERASION
AL No. Dokumen :
PROSEDUR /SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :
0
Tanggal : 18/01/2022 Vira Niyatasya Shiva
Halaman : 1/6 D NIM
22010118140095

DEFINISI Kondiloma akuminata (KA), atau kutil kelamin (venereal


warts) ialah lesi berbentuk papilomatosis, dengan permukaan
verukosa, disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) tipe
tertentu (terutama tipe 6 dan 11), terdapat didaerah kelamin
dan anus.

ANAMNESIS Keluhan Utama Tonjolan/kutil pada area genitalia.


Lesi kulit dapat perih, gatal, disertai
perdarahan, dan keputihan abnormal
Lokasi Penyakit ini terutama terdapat di
daerah lipatan yang lembab, misalnya
di daerah genitalia eksterna. Pada
laki-laki tempat predileksinya di
perineus dan sekitar anus, sulkus
koronarius, glans penis, di dalam
meatus uretra, korpus, dan pangkal
penis. Pada perempuan di daerah
vulva dan sekitarnya, intoritus
vagina, kadang-kadang pada porsio
uteri. Dengan semakin banyaknya
kejadian hubungan seksual
anogenitalia, semakin banyak pula
ditemukan kondiloma akuminatum di
daerah anus dan sekitarnya.

Onset Masa inkubasi KA berkisar antara 2


minggu hingga 9 bulan. Secara umum
kelainan fisik mulai 2-3 bulan setelah
kontak.

Kualitas Semakin lama lesi menyerupai bunga


kol, gatal, rasa terbakar nyeri.

Kuantitas Lesi dapat lebih dari 1, lesi dapat


bergabung menjadi massa yang vesar

Perjalanan Penyakit Virus akan memasuki sel epitel basal


host, melepaskan kapsul protein dan
berada bersama sel pejamu sebagai
circular episome. Selanjutnya virus
akan berada dalam masa inkubasi
laten selama 1-8 bulan, dan selama
itu tidak
nampak manifestasi klinis. Fase
pertumbuhan aktif akan dimulai bila
terjadi lesi pertama. Pemicu
perubahan bentuk laten menjadi
infeksius dipengaruhi oleh faktor
host, virus, dan lingkungan.
Masa inkubasi KA berkisar antara 2
minggu hingga 9 bulan. Secara umum
kelainan fisik mulai 2-3 bulan setelah
kontak. Umumnya tidak
menimbulkan keluhan namun
bentuknya dapat menyebabkan stres
psikologik. Selama masa infeksi
aktif, HPV akan bereplikasi tanpa
bergantung pada pembelahan sel
pejamu dan akan memicu pejamu
berproliferasi membentuk banyak lesi
berupa kutil datar hingga papilar.
Setelah 3 bulan umumnya respon
imun pejamu sudah meningkat
sehingga dapat memperlambat
replikasi HPV dan memicu imun
seluler. Umumnya infeksi HPV
bersifat sementara dan dapat hilang
dalam waktu 2 tahun.

Faktor Obat yang dapat mengurangi gejala


Memperingan yang dialami pasien

Faktor Memperberat melakukan hubungan seksual

Gejala Penyerta Umumnya kondiloma akuminata


tidak menimbulkan keluhan tetapi
dapat membuat stress psikologis. Bila
ditemukan didaerah anus makan akan
menyebabkan iritasi dan rasa perih.
Bila ditemukan pada daerah uretra
maka akan mengganggu aliran urin.
Bila terjadi pada daerah uretra, anus,
dan serviks akan menimbulkan
perdarahan.
PEMERIKSAA Terdapat 3 bentuk klinis kondiloma akuminata yaitu: bentuk
N FISIK akuminata, bentuk keratotik, dan papul.
1. Bentuk Akuminata
Pada bentuk akuminata tampak seperti kembang kol, tidak
berkeratin sehingga lunak, umumnya pada daerah mukosa
dan tidak berambut. Sering dijumpai di daerah lipatan dan
lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan
berjonjot

seperti jari. Kutil bentuknya kecil (berdiameter 1 – 2 mm),


namun dapat berkembang dalam kelompok yang lebih besar
dan banyak.
2. Bentuk Keratotik
Bentuk keratotik menyerupai kutil pada umumnya karena
memiliki keratin. Biasanya lesi ini akan ditemukan pada
wilayah yang kering.
3. Bentuk Papul
Bentuk papul memiliki permukaan yang halus dan licin,
multiple tersebar diskrit. Terdapat di daerah dengan
keratinisasi sempurna (batang penis, vulva bagian lateral,
perianal dan perineum).

GAMBAR

DIAGNOSIS Diagnosis kondiloma akuminata umumnya dapat ditegakkan


berdasar gambaran klinis, pemeriksaan fisik dengan
pencahayaan yang baik dan kaca pembesar.
DIAGNOSIS Kondiloma akuminata harus dibedakan
BANDING dari semua bentuk kelainan yang berbentuk papul didaerah
genital. Beberapa lesi kulit yang menyerupai KA yaitu: 1.
Pearly penile papules, secara klinis tampak papul berawarna
sama dengan kulit, terkadang lebih putih, berukuran
1-2mm, tersebar diskrit, mengelilingi sulkus coronaries. Ini
adalah varian normal dan tidak perlu diobati.
2. Kondiloma lata, merupakan salah satu bentuk sifilis stadium
sekunder. Lesi berupa papul-papul dengan permukaan lebih
halus dan bentuk lebih bulat dari KA.
3. Karsinoma sel skuamosa, merupakan keganasan dan kadang
sulit dibedakan dengan KA. Perlu dilakukan pemeriksaan
histopatologi.
4. Veruka vulgaris, vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan
berwarna abu-abu atau sama dengan warna kulit.
5. Karsinoma verukosa (Buschke-Lowenstein tumor atau giant
condylomata), dianggap sebagai lesi neoplastik yang
bersifat invasiflokal, biasanya dihubungkan dengan HPV
tipe 16.

PEMERIKSAA 1. Tes asam asetat


N
PENUNJANG
Tes dilakukan dengan aplikasi larutan asam asetat 5% pada
lesi yang dicurigai. Dalam waktu 3-5 menit, lesi akan
berubah menjadi putih (acetowhite).
2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop)
untuk melihat serviks dan traktus genitalis wanita agar tampak
lebih jelas. Terkadang dilakukan bersamaan dengan tes asam
asetat. 3. Pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
KA. Indikasinya adalah untuk bentuk lesi yang tidak khas,
lesi tidak responsif terhadap terapi, dan curiga ganas
(ditandai dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi
pada dasar lesi, perdarahan dan ulserasi spontan. Secara
mikroskopis, lesi KA ditandai dengan gambaran koilosit
(keratinosit berukuran besar dengan area halo dan
vakuolisasi perinuklear). Pada epidermis terdapat akantosis,
parakeratosis, dan rete redges yang memanjang.
4. Pemeriksaan dermoskopi
Alat ini dapat melihat lesi awal datar dan membantu
membedakan dengan lesi liken planus, keratosis seboroik
dan bowenoid. Pada lesi KA menunjukkan gambaran pola
vaskular dan gambaran yang khas, berupa pola mosaik pada
lesi awal yang masih datar dan ola menyerupai tombol
(knoblike), serat menyerupai jari pada lesi
papilomatosa. 5. Identifikasi genom HPV.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi
HPV anogenital secara rutin. Seseorang dapat terinfeksi
lebih dari 1 subtipe HPV. Pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) mampu mendeteksi DNA HPV dengan
sensitivitas dan spesifisitas tinggi.

TERAPI Infeksi HPV bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat
terapi spesifik terhadap virus ini. Perawatan diarahkan pada
pembersihan kutil – kutil yang tampak dan bukan pemusnahan
virus. Perhatian pada kebersihan arena genital sangat penting
karena kelembaban mendukung pertumbuhan kutil. Beberapa
modalitas terapi yang dapat dilakukan:
1. Tinktura podofilin 10-25%
2. Larutan trichloroacetic acid (TCA) 80-95%
3. Imiquimod 5%.
4. Bedah eksisi.
5. Bedah listrik.
6. Bedah beku.
Cara Kerja Podofilin resin bekerja sebagai anti
mitotic yang menginduksi nekrosis
jaringan. Pada satu sesi terapi hanya
diperbolehkan meliputi area seluas
10cm2atau jumlah podofilin kurang
dari 0,5ml. Tidak boleh diberikan
pada ibu hamil.

Larutan trichloroacetic acid bersifat


korosif dan dengan cepat menjadi
inaktif setelah kontak dengan
kulit/lesi. Aman digunakan untuk ibu
hamil dan menggunakan konsentrasi
50% juga memberikan hasil yang
memuaskan.

Imidazoquilinamine tidak memiliki


anti-virus in vitro namun dapat
memodifikasi respon imun pejamu
melalui peningkatan produksi sitokin
interferon-α, tumor necrosis factor
(TNF), dan interleukin sehingga sel
natural killer (NK cell), sel PMN,
makrofag, dan sel T yang bersifat
anti tumor mampu mengeradikasi
virus.

Bedah eksisi dilakukan terutama


untuk KA besar dan menimbulkan
obstruksi. Lesi dapat diambil secara
keseluruhan dalam 1 sesi terapi.

Bedah listrik dapat digunakan untuk


lesi internal maupun eksternal.
Keuntungan dan komplikasi sama
dengan bedah eksisi.

Bedah beku menggunakan N2 cair,


CO2 padat, cryoprobe untuk
membekukan kandungan air jaringan
sehingga terjadi lisis sel.
Efek Samping Efek samping pada larutan
trichloroacetic acid yang mungkin
terjadi adalah erosi dan ulkus
dangkal.

Efek samping bedah eksisi berupa


nyeri, perdarahan, sampai timbul
jaringan parut.

EDUKASI Dokter harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang


penyebab lesi mereka. Pasien harus disarankan untuk memberi
tahu semua pasangan seksual saat ini dan sebelumnya dalam
enam bulan terakhir tentang kutil kelamin mereka. Pasien harus
diberi konseling tentang pentingnya penggunaan kondom,
karena kondom telah terbukti melindungi terhadap infeksi
HPV, yang menyebabkan kutil kelamin. Penggunaan kondom
juga dapat mencegah penularan penyakit menular lainnya.
Dokter perawatan primer dan perawat penyakit menular harus
mendidik pasien tentang manfaat vaksin HPV. Infeksi HPV
dapat dicegah dengan vaksin yang sangat manjur. Vaksin ini
melindungi terhadap HPV6 dan HPV11, yang merupakan agen
penyebab di balik sekitar 90% kutil kelamin. Vaksin ini juga
melindungi dari jenis virus yang menyebabkan kanker serviks,
termasuk HPV16 dan HPV18.
Pasien harus menerima pendidikan tentang praktik seks yang
aman yakni menggunakan kondom, menghindari seks anal,
dan berganti-ganti pasangan.

PROGNOSIS Penyakit ini dapat sembuh total namun tingkat kekambuhan


dapat mencapai 50% setelah satu tahun yang dapat
dikarenakan panjang masa inkubasi dari HPV itu sendiri.
Kekambuhan tingkat displasia serviks pada wanita dapat
terjadi karena perilaku dari pasangan seksual yang telah
terinfeksi. ∙ Quo ad vitam (hidup): bonam (baik)
∙ Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
∙ Quo ad sanationam (sembuh) : dubia (tidak tentu/ragu-ragu)
KEPUSTAKAAN ∙ Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
∙ Ratnasari, D. T. 2018. Kondiloma Akuminata. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma 5(2) : hal 18-21
∙ Harlim, A. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Jakarta: FK UKI
∙ Anggraini, D. I., dkk. 2021. Prevention And Early Detection
Of Condyloma Acuminata In Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome. Journal of
Health Science and Research. Vol 3, No 2. Hal: 314-319 ∙
Pennycook KB, McCready TA. Condyloma Acuminata.
[Updated 2021 Aug 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547667/

3. Moluskum Kontagiosum
STANDAR Moluskum Kontagiosum
OPERASION
AL No. Dokumen :
PROSEDUR /SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :
0
Tanggal : 18/01/2022 Vira Niyatasya Shiva
Halaman : 1/6 D NIM
22010118140095

DEFINISI Moluskum kontagiosum (MK) adalah penyakit infeksi kulit


yang disebabkan oleh Poxvirus.

ANAMNESIS Keluhan Utama Pasien mengeluhkan benjolan


plenting plenting.

Lokasi Predileksi biasanya terdapat dikulit,


jarang terdapat dimukosa (termasuk
mata). Pada anak biasanya lesi
terdapat area yang terekspos (wajah,
leher, lipatan ketiak, fossa poplitea,
badan, ekstremitas). Sedangkan
dewasa, biasa didapatkan pada daerah
genitalia eksterna dan pubis.

Onset Inkubasi rata-rata moluskum


kontagiosum adalah 2-7 minggu,
dengan kisaran ekstrim sampai 6
bulan.
Kualitas Umumnya tidak terasa gatal dan tidak
terasa nyeri. Namun apabila muncul
ekzea di sekitar lesi pasien dapat
mengeluhkan gatal dan nyeri.

Kuantitas Lesi moluskum kontagiosum dapat


timbul sebagai lesi multipel atau
single (biasanya <30 papul).

Perjalanan Penyakit Virus mengadakan replikasi di bagian


sitoplasma sel epitel dan sel yang
terinfeksi akan bereplikasi 2 kali lebih
besar dari batas rata-rata. Infeksi virus
ini akan menyebabkan hyperplasiadan
hipertrofi dari epidermis. Di bagian
tengah dari lesi terdapat molluscum
bodies yang memiliki isi virion matur
yang banyak. Virus ini akan

menginduksi terbentuknya tumor


jinak, berbeda dengan infeksi virus
pox lainnya yang beraosiasi dengan
lesi nektrotik. Inkubasi rata-rata
moluskum kontagiosum adalah 2-7
minggu, dengan kisaran ekstrim
sampai 6 bulan.
Biasanya lesi ini akan hilang timbul
selama beberapa bulan dan sembuh
dengan sendirinya dalam 6-9 bulan,
namun beberapa kasus menetap
hingga 3-4 tahun.

Faktor Terapi simptomatik, istirahat dan


Memperingan imunitas yang baik.

Faktor Memperberat Kondisi immunodefisiensi atau


terdapat infeksi sekunder.
Gejala Penyerta Benjolan biasanya tidak terasa gatal,
tidak terasa nyeri. Namun papul bisa
meradang, misalnya karena garukan,
sehigga teraba hangat dan berwarna
kemerahan. Jika terjadi infeksi
sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi
bisa di wajah, badan, kadang-kadang
pada perut, bagian bawah perut, dan
genitalia Walaupun pada pasien
biasanya asimtomatis, mungkin
muncul ekzema di sekitar lesi dan
pasien bisa mengeluhkan gatal atau
nyeri.

PEMERIKSAA Lesi MK berupa papul milier, papul yang meninggi (diameter 1


N FISIK – 5 mm) atau nodul (diameter 6 – 10 mm), berbentuk kubah
(dome shape) ada lekukan (delle) berisi massa yang
mengandung badan moluskum, permukaan halus, konsistensi
kenyal, dengan umbilikasi pada bagian sentral. Lesi berwarna
putih, kuning muda, atau seperti warna kulit. Bila di tekan
akan keluar masa putih seperti nasi. Lesi moluskum
kontagiosum dapat timbul sebagai lesi multipel atau single
(biasanya <30 papul), tetapi bisa lebih kemiudian membentuk
plakat dan kulit di sekitar lesi dapat mengalami esktimatisasi
(dermatitis moluskum).
Predileksi biasanya terdapat dikulit, jarang terdapat dimukosa
(termasuk mata). Pada anak biasanya lesi terdapat area yang
terekspos (wajah, leher, lipatan ketiak, fossa poplitea, badan,
ekstremitas). Sedangkan dewasa, biasa didapatkan pada daerah
genitalia eksterna dan pubis.

GAMBAR
DIAGNOSIS Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum secara pasti dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik lesi yang cermat.
Pemeriksaan histopatologi moluskum kontagiosum
menunjukkan gambaran proliferasi sel-sel stratum spinosum
yang membentuk
lobules disertai central cellular dan viral debris. Lobulus
intraepidermal dipisahkan oleh septa jaringan ikat dan
didapatkan badan moluskum di dalam lobulus berupa sel
berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi
keratohialin. Pada stratum basalis dijumpai Gambaran mitosis
sel dengan pembesaran nukleus basofilik. Pada fase lanjut dapat
ditemui sel yang
mengalami proses vakuolisasi sitoplasmik dan didapatkan globi
eosinofilik. Beberapa kasus lesi moluskum kontagiosum dengan
infeksi sekunder, didapatkan gambaran inflamasi predominan
limfosit dan neutrophil pada pemeriksaan histopatologi.

DIAGNOSIS 1. Veruka vulgaris, vegetasi lentikular, permukaan kasar,


BANDING kering, warna keabu-abuan, kulit di sekitarnya tidak
meradang. 2. Keratoakantoma, biasanya nodula-nodula keras,
pada bagian tengah didapati sumbatan keratin, bisa ditemukan
di wajah, telinga, punggung, dan tangan.
3. Intradermal Nevus, merupakan bentukan dari nevus
melanositik, namun memiliki derajat pigmentasi yang sama
dengan kulit sekitarnya. Nevus intradermal tidak
mempengaruhi pigmentasi kulit karena ia terletak di dalam
dermis. Nevus intradermal bisa menyerang segala usia,
terutama usia anak menginjak remaja, dewasa, namun
jarang pada usia 60 tahun ke atas. Karakteristiknya dapat
berupa lesi berwarna serupa dengan kulit sekitarnya,
ukurannya kecil (5mm – 1cm), peninggian dari permukaan
kulit (berbentuk bulat, dome-shaped, bertangkai atau
permukaan kasar (wart)). Terkadang ditumbuhi rambut,
biasanya pada pasien usia yang lebih tua.
4. Granuloma pyogenic, merupakan bagian dari hemangioma
kapiler. Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering
terjadi sesudah trauma, tidak disebabkan oleh proses
peradangan. Sering mengenai anak – anak dan terutama
bagian tubuh distal yang rentan terhadap trauma. Lesi
berupa papul eritematosa, berkembang cepat hingga
mencapai ukuran

1 cm, bertangkai dan mudah berdarah. Lesi biasanya


bersifat soliter.

PEMERIKSAA 1. Biasanya tidak diperlukan.


N 2. Pada dermoskopi tampak gambaran orifisium dengan
PENUNJANG gambaran pembuluh darah crown, punctiform, radial, dan
flower pattern.
3. Pemeriksaan Giemsa terhadap bahan massa putih dari bagian
tengah papul menunjukkan badan inklusi moluskum di
dalam sitoplasma.
4. Pemeriksaan histopatologik dilakukan apabila gambaran lesi
tidak khas MK. Tampak gambaran epidermis hipertrofi dan
hiperplasia. Di atas lapisan sel basal didapatkan sel
membesar yang mengandung partikel virus disebut badan
moluskum atau Henderson-Paterson bodies.

TERAPI 1. Non medikamentosa


Jaga higiene kulit dengan mandi 2 kali sehari menggunakan
sabun.
2. Medikamentosa
Prinsip: mengeluarkan badan moluskum. Terdapat beberapa
obat/tindakan yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
A. Tindakan:
∙ Bedah kuretase/enukleasi
Setelah tindakan diberikan antibiotik topikal.
∙ Tindakan bedah beku/nitrogen cair.
∙ Eviserasi
B. Terapi topikal:
∙ Kantaridin (0,7% atau 0,9%) Podofilin (10%-25%
dalam bentuk resin) atau (0,3% atau 0,5% dalam
bentuk krim). Dioleskan pada tiap lesi 2 kali sehari
selama 3 hari berturut-turut, jika lesi masih
persisten hingga hari ke-7, terapi yang sama
dilanjutkan selama 3 minggu
∙ Pasta perak nitrat 40%
∙ Kalium hidroksida 10% 2 kali/hari selama 30 hari
atau sampai terjadi inflamasi dan ulserasi di
permukaan papul
∙ Gel asam salisilat 12%
∙ Krim adapalen 1% selama 1 bulan
∙ Pulsed dye laser: untuk MK rekalsitran, tiap lesi
menggunakan sinar laser 585 nm single shot (3
mm, 300 ms, 8,0 J/cm2)
∙ Benzoil peroksida 10% dioleskan 2 kali sehari
selama 4 minggu
∙ Solusio povidon iodine 10% dan plester asam
salisilat 50%

3. Terapi sistemik:
Terapi sistemik hanya diberikan untuk pasien
imunokompromais yaitu interferon-α sub kutan.

Cara Kerja Bedah Beku (Cryosurgery)


merupakan salah satu terapi yang
umum dan efisien digunakan dalam
pengobatan moluskum kontagiosum,
terutama pada lesi predileksi perianal
dan perigenital. Bahan yang
digunakan adalah nitrogen cair.
Aplikasi menggunakan lidi
kapaspada masing masing lesi selama
10-15 detik. Pemberian terapi dapat
diulang dengan interval 2-3 minggu.

Merupakan metode yang mudah


untuk menghilangkan lesi dengan cara
mengeluarkan inti umbilikasi sentral
melalui penggunaan instrumen seperti
skalpel, ekstraktor komedo dan jarum
suntik.

Suspensi podofilin 25% dalam larutan


benzoin atau alcohol dapat
diaplikasikan pada lesi dengan
menggunakan lidi kapas, dibiarkan
selama 1-4 jam kemudian di lakukan
pembilasan dengan menggunakan air
bersih. Pemberian terapi dapat
diulang sekali seminggu. Terapi ini
membutuhkan perhatian khusus
karena mengandung mutagen yaitu
quercetin dan kaempherol
Efek Samping Efek samping dari bedah beku adalah
meliputi rasa nyeri saat pemberian
terapi, erosi, ulserasi serta
Terbentuknya jaringan parut
hipopigmentasi maupun
hiperpigmentasi.

Efek samping lokal akibat


penggunaan podofilin meliputi erosi
pada permukaan kulit normal serta
timbulnya jaringan parut. Efek
samping sistemik akibat penggunaan
secara luas pada permukaan mukosa
berupa neuropati saraf perifer,
gangguan ginjal, ileus,
leukopeni dan trombositopenia.

Efek samping cantharidin pemberian


terapi meliputi eritema, pruritus serta
rasa nyeri dan terbakar pada daerah
lesi.

EDUKASI 1. Pengobatan memakan waktu lama, diperlukan ketekunan dan


kesabaran.
2. Pasien diminta menjaga menjaga kebersihan diri, tidak saling
meminjam alat mandi, misalnya handuk, pakaian, dan
mainan, mencegah kontak fisik sesama teman, dan selama
sakit dilarang berenang.
3. Pasien juga dianjurkan untuk tidak memencet papul
moluskum kontagiosum. Selain menimbulkan rasa sakit, hal
ini dapat meningkatkan risiko terbentuknya jaringan parut.
Perdarahan yang terjadi akibat memencet papul juga dapat
meningkatkan risiko transmisi.

PROGNOSIS Pada pasien imunokompeten dapat swasirna dalam 6-9 bulan


tanpa meninggalkan parut, kecuali jika mengalami infeksi. Quo
ad vitam (hidup) : bonam (baik)
Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)
KEPUSTAKAAN ∙ Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
∙ Harlim, A. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Jakarta: FK
UKI
∙ Haeriyoko, W. A. dan Darmada, I. G. K. 2019. Diagnosis
Dan Tatalaksana Moluskum Kontagiosum. Denpasar:
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah

4. Herpes Zoster Tanpa Komplikasi


STANDAR HERPES ZOSTER
OPERASION TANPA KOMPLIKASI
AL
PROSEDUR
No. Dokumen :
/SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :
0 Vira Niyatasya Shiva
Tanggal : 18/01/2022 D NIM
Halaman : 1/6 22010118140095

DEFINISI Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan


oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten endogen di
ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infeksi primer.

ANAMNESIS Keluhan Utama Pasien mengeluhkan adanya tonjolan


berisi cairan pada kulit. Pasien
mengeluhkan nyeri otot lokal, nyeri
tulang, pegal, parestesi pada
dermatom yang terkena, gatal atau
rasa terbakar dari ringan hingga
berat, sakit kepala, malaise, dan
demam kurang lebih 4-5 hari. Ini
merupakan gejala prodromal.

Lokasi Sesuai dermatom: torakal, trigeminal,


servikal, lumbal, lumbosakral.

Onset Gejala prodromal dapat berlangsung


1- 10 hari (rata-rata 2 hari). 3-5 hari
kemudian muncul lesi.

Kualitas Timbul rasa tidak nyaman dan nyeri


yang dapat mengganggu aktivitas.
Kuantitas Terdapat lebih dari 1 lesi dalam 1
dermatom yang terkena. Rasa nyeri
dan tidak nyaman dapat terus
menerus atau hilang timbul.

Perjalanan Penyakit Gejala prodromal dapat berlangsung


1- 10 hari (rata-rata 2 hari). Setelah
gejala prodromal maka akan timbul
makula eritem yang akan
berkembang menjadi papul kemudian
vesikel dalam 3-5 hari. Vesikel akan
berubah menjadi vesikel keruh dalam
waktu 12-24 jam yang kemudian
pecah menjadi krusta dalam waktu
7-10 hari. Erupsi kulit akan
mengalami involusi dalam waktu 2-4
minggu. Pada individu normal lesi
baru akan timbul pada hari 1-4. Lesi
akan

semakin berat pada orang tua dan


durasi akan semakin cepat pada
anak-anak. Bila mengenai nervus
fasialis dan nervus auditorius maka
dapa terjadi sindrom Ramsay-Hunt
dimana erupsi kulit timbul di liang
telinga luar dan membran timpani
disertai paresis fasialis, gangguan
lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo
dan tuli. Herpes zoster oftalmika
terjadi bila virus menyerang cabang
pertama nervus trigeminus. Bila
mengenai anak cabang nasosiliaris
maka akan timbul vesikel pada
puncak hidung (tanda Hutchinson).

Faktor Konsumsi obat-obatan simptomatis


Memperingan yang dapat meringankan gejala.

Faktor Memperberat Adanya infeksi sekunder.

Gejala Penyerta Disertai gejala prodromal sistemik:


demam, pusing, malaise; lokal: nyeri,
pegal, kemeng

Anamnesis Riwayat vaksin varisela?


tambahan Riwayat pernah terkena cacar air?
Apakah ada gangguan penglihatan
kabur?
Apakah ada gangguan pendengaran?

PEMERIKSAA 1. Lokasi
N FISIK Unilateral, sesuai dengan dermatom yang terkena
2. Morfologi
Lesi makulopaplar eritem, terdapat vesikel atau bula dengan
dasar eritem. Dapat pula terdapat erosi dan krusta. 3.
Konfigurasi
Herpetiformis
4. Nyeri saat dilakukan palpasi

GAMBAR

DIAGNOSIS Dalam penegakan diagnosis dapat dilakukan secara klinis


karena herpes zoster memiliki gambaran yang jelas dimana
lesi tersusun bergerombol (herpetiformis) dan penyebaran
secara dermatomal. Pada kasus yang tidak jelas dapat
dilakukan pemeriksaan antibody IgM spesifik atau polymerase
chain reaction (PCR) yang sensitive.
DIAGNOSIS Diagnosis banding yaitu herpes simpleks, biasanya didahului
BANDING gejala sistemik seperti demam, anoreksia dan malaise dengan
gejala klinis ditemukan vesikel yang berkelompok diatas kulit
yang eritematosa, terdapat cairan yang jernih kemudian bisa
menjadi seropurulen. Bisa ditemukan krusta dan ulserasi yang
dangkal. Lokasi pada bibir atau genitalia. Dermatitis Numularis
dengan gejala klinis lesi berukuran sebesar uang koin logam
dan Dermatitis Kontak dengan gejala klinis lesi eritem,
vesikel, bula dengan rasa panas pada daerah kontak.
Lesi kulit herpes zoster perlu dibedakan dari herpes simpleks,
dermatitis herpetiformis, impetigo, dermatitis kontak,
kandidiasis, reaksi obat, dan gigitan serangga. Nyeri yang
mendahului tanpa perkembangan lesi kulit pada herpes zoster
berbeda dengan kolesistitis dan kolik bilier, kolik ginjal,
neuralgia trigeminal, atau infeksi gigi lainnya.

PEMERIKSAA Dalam menegakkan diagnosis herpes zoster pada umumnya


N cukup berdasarkan gambaran klinis yang memiliki
PENUNJANG karakteristik sendiri. Tetapi pada kasus yang tidak jelas,
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah polymerase chain
reaction (PCR) dimana pemeriksaaan ini sanagat sensitif dan
spesifik dalam mendeteksi DNA virus varisela zoster. Sediaan
terbaik diambil dari cairan vesikel.
Pada beberapa kasus, diagnosis HZ dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan penunjang antara lain Tzanck smear, biopsi kulit,
direct fluorescent assay (DFA), dan polymerase chain reaction
(PCR). Pemeriksaan Tzanck smear pada HZ memberikan
sensitivitas sekitar 84%, menunjukkan multinucleated giant
cells (sel raksasa berinti banyak). Pemeriksaan Tzanck tidak
dapat
membedakan antara VVZ dan virus herpes simpleks, tetapi
dapat membedakan dengan lesi erupsi vesikuler lainnya
(misalnya, yang disebabkan oleh variola dan pox virus
lainnya, coxsackieviruses dan echoviruses).
Pemeriksaan biopsi dilakukan bila klinis meragukan. Pada
hasil pemeriksaan histopatologis tampak vesikel
intraepidermis dengan degenerasi sel epidermis dan
akantolisis, pada dermis bagian atas dijumpai infiltrat limfosit.
Pemeriksaan DFA memberikan hasil yang cepat untuk
membantu membedakan antara infeksi virus VVZ dan virus
herpes simpleks. Pemeriksaan ini kurang sensitif karena tidak
dapat menemukan antigen VVZ. Pemeriksaan PCR adalah
metode sangat sensitif (97-100%) dengan hasil yang cepat
untuk mendeteksi DNA VVZ sehingga PCR menjadi
pemeriksaan baku emas untuk diagnosis. Pemeriksaan PCR
berguna pada kasus-kasus atau spesimen yang tidak biasa
(misalnya lesi hanya berupa krusta), tidak muncul ruam
(kecurigaan HZ sine herpete) dengan spesimen diambil dari
kerokan dasar vesikel atau lesi saat terbentuk krusta

TERAPI 1. Obat Antivirus


Terdapat 3 antivirus yang disetujui penggunaanya oleh
FDA, yaitu asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir. Dosis
asiklovir sebanyak 5x800 mg selama 7 hari. Valasiklovir
3x1000 mg selama 7 hari. Famsiklovir 3x500 mg selama 7
hari. Asiklovir memiliki bioavailabilitas 15-20% lebih
rendah dibanding valasiklovir dan famsiklovir. Obat
antivirus akan semakin baik bila diberikan sebelum 72 jam
awitan lesi. Antivirus topikal tidak dianjurkan dikarenakan
efikasi yang sangat terbatas.
2. Analgetik
Rasa nyeri yang berat merupakan faktor resiko terjadinya
NPH. Sehingga penggunaan analgetik yang agresif sangat
beralasan dan manusiawi. Pemberian analgetik berdasarkan
penilaian skala nyeri 0-10 dimana target menurunkan nyeri
hingga skala 3 atau dibawahnya. Sebuah penelitian
menemukan pemberian gabapentin 900 mg dosis tunggal
memberikan hasil yang sangat baik.
3. Antiinflamasi
Pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamasi masih
menjadi perdebatan. Beberapa penelitian menemukan
bahwa penambahan kortikosteroid tidak mengurangi
kejadian nyeri kronik. Tetapi penggunaan kortikosteroid
dapat menurunkan nyeri akut dan menurunkan derajat
neuritis akibat infeksi sehingga dapat menurunkan derajat
kerusakan saraf. Pada penelitian lain juga menemukan
bahwa kortikosteroid

memberi manfaat sedikit dalam mengurangi nyeri tetapi


tidak bermanfaat mencegah NPH. Dalam pertimbangan
resiko komplikasi yang lebih berat maka penggunaannya
tidak direkomendasikan.

Cara Kerja Asiklovir bekerja dengan


menghambat replikasi virus pada 3-4
hari pertama setelah gejala muncul.

Efek Samping Rasa mual dan muntah, penurunan


GFR, ensefalopati disertai letargi,
tremor, halusinasi,

EDUKASI ▪ Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya ▪


Menyarankan pasien untuk menjaga lesi kulit untuk tetap
bersih, mandi 2 x sehari, hindari menggaruk di bagian lesi,
gunakan pakaian yang longgar
▪ Kompres basah dingin steril untuk mengurangi nyeri atau rasa
tidak nyaman
▪ Hindari penggunaan antibiotik topikal kecuali bila ada
indikasi infeksi sekunder
▪ Pasien disarankan untuk banyak istirahat, jangan stress dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi
▪ Bila erupsi kulit tidak kunjung sembuh walaupun diterapi
acyclovir, maka pasien sebaiknya dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi karena kemungkinan adanya
resistensi acyclovir.
▪ Merujuk ke dokter spesialis mata bila ada komplikasi pada
mata.
▪ Merujuk ke dokter spesialis THT-KL bila ada gejala yang
mengarah ke sindrom Ramsay-Hunt.
▪ Untuk pencegahan disarankan untuk melakukan vaksinasi
VZV hidup yang dilemahkan terutama pada pasien usia 60
tahun ke atas. Vaksinasi ini juga dapat bermanfaat untuk
mencegah komplikasi termasuk neuralgia post herpetic.
PROGNOSIS Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi
penyembuhan sempurna membutuhkan waktu >4 minggu.
Pasien usia lanjut dan imunokompromais membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk resolusi. Tingkat rekurensi herpes
zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%.
Prognosis tergantung usia.
∙ Usia <50 tahun:
- Ad vitam bonam (baik)
- Ad functionam bonam (baik)
- Ad sanactionam bonam (baik)
∙ Usia >50 tahun dan imunokompromais:
- Ad vitam bonam (baik)

- Ad functionam dubia ad bonam (baik)


- Ad sanactionam dubia ad bonam (tidak tentu/ragu-ragu,
cenderung baik)

KEPUSTAKAAN ∙ Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia


(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
∙ Harlim, A. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Jakarta: FK UKI
∙ Nadia Rosmalia Dewi, Dian Isti Anggraini | Penatalaksanaan
Holistik Penyakit Herpes Zoster pada Pasien Remaja Laki-laki
15 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga Medula
|Volume 10 | Nomor 3 | Oktober 2020 | 461 – 470
∙ Jannah, M. M. dan Yulisna. 2020. Herpes Zoster Dermatome
Nervus C6-C7In TB-MDR Patients: Case Report. Jurnal
Medula. Jurnal Medula Vol 9 No 4. Hal: 663-666
∙ Purnamasari, I dan Damayanti. Herpes Zoster pada geriatri.
MDVI Vol 47 Ed 3. Hal 161-166

5. Morbili Tanpa Komplikasi


STANDAR ERISIPELAS
OPERASIONA
L PROSEDUR
(SOP)
No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
No. Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Halaman
Malik Abdul
: 1/3
Hakim
22010121210005
DEFINISI Merupakan infeksi virus akut menular yang disebabkan
oleh Paramyxovirus.
Nama lain : Morbili/Measles/Campak/Rubeola.

ANAMNESIS Keluhan utama Ruam-ruam kemerahan di seluruh tubuh.

Lokasi Dimulai dari dahi dan belakang telinga


lalu menjalar ke leher, badan dan
ekstremitas.

Onset 7-18 hari

Kualitas Gatal ringan/sedang/berat?


Gatal hingga mengganggu aktivitas?

Kuantitas Lesi semakin menyebar ke seluruh tubuh


dimulai dari dahi dan belakang telinga

Perjalanan Penyebaran virus measles, genus virus morbili,


Penyakit famili paramyxoviridae, secara langsung atau
melalui paparan droplet di udara.
- Masa inkubasi : 7-18 hari
- Stadium Prodromal : 4-5 hari
demam, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza.
- Stadium Erupsi: 4-7 hari setelah stadium
prodormal
ditandai dengan timbulnya bercak koplik
dan ruam mulai muncul dari belakang
telinga menyebar ke wajah, badan, lengan
dan kaki.
- Stadium Konvalensi/Akhir : 2 minggu
ditandai dengan erupsi yang mulai
menghilang.

Faktor Konsumsi obat antipiretik.


Memperingan

Faktor Immunodefisiensi, malnutrisi, defisiensi


Memperberat vitamin A.

Gejala Demam, malaise, batuk, pilek,


Penyerta konjungtivitis, diare.
PEMERIKSAA Lokasi : seluruh tubuh
N FISIK UKK :
- Stadium erupsi = ruam makulopapular generalisata, koplik spot
(papul warna putih atau abu-abu kebiruan pada mukosa bukal
dekat molar II)
Stadium konvalens = lesi hiperpigmentasi berwarna lebih
tua/coklat kehitaman yang akan menghilang sendiri

GAMBAR

DIAGNOSIS Biasanya berdasarkan gambaran klinis.

DIAGNOSIS • Rubella : tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran


BANDING kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior,
serta belakang telinga.
• Eksantema subitum : Ruam akan timbul bila suhu badan
menurun.
• Reaksi hipersensitivitas akibat obat: ada riwayat konsumsi obat
tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai
gejala prodromal. reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan, hampir di seluruh tubuh tampak papul
eritematosa diskret.

PEMERIKSAA • Deteksi antigen


N Antigen campak dapat dideteksi pada sel epitel dalam sekret
PENUNJANG respirasi dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein
bermanfaat karena merupakan protein virus yang paling
banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
• Isolasi dan identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, dan skeret
pernapasan, serta urin yang diambil dari pasien pada saat
demam.
TERAPI • Hindari penularan
• Terapi suportif: intake makanan, hidrasi adekuat, dan istirahat
cukup
• Terapi simptomatik:
- Antipiretik: parasetamol dosis pada anak: 10-15 mg/kgBB
- Parasetamol dosis pada dewasa: 3x500 mg
Apabila terdapat infeksi sekunder: Antibiotika
golongan sefalosforin: sefriaxone 50-75 mg/kgBB
• Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan
1500 IU setiap hari.
• Rawat di ruang isolasi
- Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu >390C), dehidrasi,
kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.

Efek Komplikasi yang dapat terjadi meliputi


Samping/Ko ensefalitis, trombositopenia, otitis media,
mp likasi pneumonia, miokarditis dan subacute
sclerosing
panencephalitis.

PROGNOSIS Morbili tanpa komplikasi umumnya akan sembuh sendiri dalam


waktu sepuluh hari (self limited disease)
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum baik, tetapi
menjadi buruk pada anak dengan keadaan menderita penyakit
kronis atau bila terdapat komplikasi (malnutrisi, imunosupresi,
dll).

KEPUSTAKAAN • World Health Organization. Measles. 2019.


https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/
bu
rden/vpd/WHO_SurveillanceVaccinePreventable_11_Measle
s_ R1.pdf?ua=1
• Gastanaduy P, Haber P, Rota P, Patel M. Measles. CDC. Aug
2021:193-206. Available at
https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/mea
s. pdf.

6. Varisela Tanpa Komplikasi


STANDAR ERISIPELAS
OPERASIONA
L PROSEDUR
(SOP)
No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
No. Revisi : 0
A

Tanggal : 18/01/2022 Halaman Malik Abdul


: 1/4 Hakim
22010121210005

DEFINISI Infeksi akut oleh virus Varisela zoster yang bersifat swasirna,
mengenai kulit dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi
(demam, malaise) dan kelainan kulit polimorfik (vesikel yang
tersebar generalisata terutama berlokasi di bagian sentral tubuh).

ANAMNESIS Lokasi Seluruh tubuh

Onset Akut

Kualitas Gatal ringan - berat

Kuantitas Gatal terus menerus/hilang timbul?

Perjalanan Dimulai dengan gejala prodromal, yakni


Penyakit demam yang tidak terlalu tinggi, malaise
dan nyeri kepala, kemudian disusul
timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa
jam berubah menjadi keruh menyerupai
pustul kemudian menjadi krusta.
Sementara proses ini berlangsung, timbul
vesikel baru sehingga menimbulkan
gambaran polimorfik.

Ruam kulit muncul mulai dari wajah, skalp


dan menyebar ke tubuh. Lesi menyebar
sentrifugal (dari sentral ke perifer)
sehingga dapat ditemukan lesi baru di
ekstremitas,
sedangkan di badan lesi sudah berkrusta.

Faktor Obat simtomatis


Memperingan

Faktor Lesi yang akan mongering menjadi


Memperberat sangat gatal

Gejala Penyerta Flu-like syndrome


PEMERIKSAA Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
N FISIK nadi, suhu, dsb) dapat memberikan petunjuk tentang berat
ringannya penyakit.

Lokasi : seluruh tubuh


UKK : Makula eritema ø 2-3 mm yang cepat berubah menjadi
vesikel “dewdrop on rose petal appearance”, bula, hemoragik,
pustul, erosi, krusta.
Ciri khas varisela adalah ditemukannya lesi kulit berbagai
stadium di berbagai area tubuh.

GAMBAR

DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.

DIAGNOSIS Variola, Reaksi hipersensitivitas akibat gigitan serangga, Hand


BANDING Foot Mouth disease

PEMERIKSAA Jarang diperlukan pada varisela tanpa komplikasi.


N • Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah leukosit dapat sedikit
PENUNJANG meningkat, normal, atau sedikit menurun beberapa hari pertama. •
Enzim hepatik kadang meningkat.
• Pada Tzank test ditemukan sel datia berinti banyak, tetapi tidak
spesifik untuk varisela.
• Kultur virus dari cairan vesikel seringkali positif pada 3 hari
pertama, tetapi tidak dilakukan karena sulit dan mahal. •
Deteksi antigen virus dengan PCR untuk kasus varisela yang
berat atau tidak khas
TERAPI • Topikal :
- Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah, dapat
ditambahkan mentol 2% atau antipruritus lain.\
- Vesikel yang sudah pecah/krusta: salep antibiotik
• Sistemik :
- Asiklovir :
Bayi/anak : 10-20 mg/KgBB/hari selama 7 hari
Dewasa : 5 x 400 mg/ hari selama 7 hari
- Valasiklovir :
Dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
• Terapi simptomatik
- Antipiretik diberikan bila demam, hindari salisilat karena
dapat menimbulkan Sindrom Reye.
Antipruritus diberikan antihistamin yang mempunyai
efek sedatif.

Cara Kerja Antivirus diberikan secara peroral karena


antivirus topikal dianggap kurang efektif.
Antivirus diberikan bila terdapat indikasi.
Terapi yang terutama hanya berupa terapi
simtomatik saja.

Efek Samping Mual, muntah, lemas, kulit kemerahan

EDUKASI • Bila mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah. • Jangan
menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan
mengering dan lepas sendiri.
• Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai
stadium krustasi.
• Rawat bila berat, bayi, usia lanjut dan dengan komplikasi. •
Makanan lunak, terutama bila terdapat banyak lesi di mulut.

PROGNOSIS • Varisela merupakan penyakit yang self limiting


• Quo ad vitam (hidup): bonam (baik)
Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
Quo ad sanationam (sembuh) : bonam (baik)
KEPUSTAKAAN • Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York
:McGraw-Hill, 2012;2128-47.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.

7. Herpes Simpleks Tanpa Komplikasi


STANDAR ERISIPELAS
OPERASIONA
L PROSEDUR
(SOP)
No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
No. Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Halaman Malik Abdul
: 1/6 Hakim
22010121210005

DEFINISI Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes simplex
(HSV), bersifat rekuren. Ada 2 tipe HSV yaitu HSV-1 dan HSV-2
yang diketahui merupakan patogen bagi manusia dan manusia
adalah satu-satunya reservoar HSV. Cara penularan HSV
dipengaruhi 2 faktor yaitu melalui kontak erat dengan (kulit-
mukosa) penderita yang terinfeksi dan adanya trauma (luka
terbuka).

ANAMNESIS Lokasi Penyakit herpes simpleks tersebar


kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang
tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV
tipe I biasa pada usia anak
anak, sedangkan HSV tipe II biasa terjadi
pada dekade II atau III dan berhubungan
dengan peningkatan
aktivitas seksual.

Onset Masa inkubasi umumnya berkisar


antara 7 hari, tetapi dapat lebih lama.

Kualitas Rasa terbakar dan gatal hingga


mengganggu aktivitas?

Kuantitas Lesi kulit meluas/tetap?


Rasa terbakar dan gatal pada daerah
luka hilang timbul/terus menerus?

Perjalanan Infeksi primer HSV masuk melalui defek


Penyakit kecil pada kulit atau mukosa dan
bereplikasi lokal lalu menyebar melalui
akson ke ganglia sensoris dan terus
bereplikasi. Denagn penyebaran
sentrifugal oleh syaraf- syaraf lainnya
menginfeksi daerah yang lebih luas.
Setelah infeksi primer HSV masuk dalam
masa laten di ganglia sensoris. Pada
episode 1 non infeksi primer, infeksi sudah
lama berlangsung tetapi belum
menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah
membentuk zat anti sehingga pada waktu
terjadinya episode 1 ini kelainan yang
timbul tidak seberat episode 1 dengan
infeksi primer. Bila pada suatu waktu ada
faktor pencetus (trigger factor), virus akan
mengalami reaktivitas dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah infeksi
rekurens. Pada saat ini di dalam tubuh
horpes sudah ada antibodi spesifik
sehingga kelainan yang
timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Trigger
factor tersebut antara lain adalah trauma,
koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, stress emosi, kelelahan,
makanan yang merangsang, alkohol, obat-
obatan (imunosupresif, kortikosteroid),
dan ada beberapa kasus sukar diketahui
dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa
pendapat mengenai terjadinya infeksi
rekurens: 1. Faktor pencetus akan
mengakibatkan reaktivasi virus dalam
ganglion dan virus akan menurun melalui
akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang
dipersarafinya dan disana akan mengalami
replikasi dan multiplikasi serta
menimbulakan lesi. 2. Virus secara terus
menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan
adanya faktor pencetus ini menyebabkan
kelemahan setempat dan menimbulkan lesi
rekuren.

Faktor Obat simtomatis


Memperingan
Faktor Digaruk
Memperberat

Gejala Penyerta Rasa sakit dan panas di seluruh tubuh


dapat berlangsung sampai beberapa hari
disertai sakit saat menelan makanan,
karena kelenjar getah bening sudah
terganggu (tidak selalu).

PEMERIKSAA Lokasi : sesuai predileksi


N FISIK UKK : vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi.

GAMBAR

Herpes Labialis

Herpes Genitalis
DIAGNOSIS Diagnosis herpes simplex didasarkan pada anamnesis dan
gambaran klinis. Diagnosa biasanya sudah bisa ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik.

DIAGNOSIS • HSV tipe I, yaitu stomatitis aftosa, penyakit tangan-kaki-mulut,


BANDING dan impetigo.
• HSV tipe II, yaitu: chancroid, sifilis, dan erupsi oleh obat
obatan.

PEMERIKSAA • Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 67-70% bila sediaan


N diambil dari vesikel, 32% bila sediaan pustul, dan hanya
PENUNJANG positif sebesar 17% bila sediaan diambil dari krusta.
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel
dan dapat dibiakkan.
• Tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
• Deteksi antigen (dengan enzyme immunoassay atau fluorescent
antibody), atau PCR DNA HSV.4-6 (A,1)
• Serologi IgM dan IgG anti-HSV 1 dan 2
Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV.
TERAPI NON MEDIKAMENTOSA:
• Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah
menular terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang;
karena itu indikasi abstinens; lakukan penapisan untuk IMS
lain dan HIV, notifikasi pasangan tetapnya.
• Proteksi individual, anjurkan penggunaan kondom dan busa
spermisidal.
• Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.
• Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi
dan ada kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi
untuk konsul psikiatri.

MEDIKAMENTOSA :
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa
salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil,
viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).
• Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per
hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan
memperpanjang masa rekuren.
• Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid
(vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau
terjadi komplikasi pada organ dalam.
• Terapi sistemik dapat digunakan asiklovir, valasiklovir, atau
famsiklovir.
• Jika pasien mengalami rekuren sebanyak enam kali dalam
setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg
atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun.
• Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. •
Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang
terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intravena.

Cara Kerja Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif


melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut
menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini
dapat menghambat perkembangbiakan herpes
virus. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat
laten di ganglia sensorik, dan angka
kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang
yang diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi
Herpes Simpleks Virus adalah Asiklovir dalam
bentuk topikal, intravena, dan oral yang
kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi
primer.
Efek Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi
Samping / malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12%
Komplikasi dan sakit kepala (2%) pada sistem pencernaan
(gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-
5%), muntah (3%) dan diare (2-3%).

EDUKASI Beberapa pesan edukasi IMS yang perlu disampaikan: •


Memberikan pengobatan antivirus supresif akan menurunkan
rekurensi dan menurunkan ansietas serta memperbaiki kualitas
hidup.
• Perjalanan penyakit
• Penggunaan antivirus untuk mengatasi keluhan
• Risiko transmisi melalui kontak seksual
• Transmisi melalui pemakaian barang bersama (handuk, toilet
dll)
• Abstinens ketika terjadi rekurensi atau prodromal
• Transmisi juga dapat terjadi saat asymptomatic viral shedding
• Penggunaan kondom dapat mengurangi transmisi.

PROGNOSIS Prognosis bergantung pada derajat penyakit, kepatuhan


pengobatan dan pengendalian faktor risiko. Secara umum:
Quo ad vitam (hidup): bonam (baik)
Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
Quo ad sanationam (sembuh) : dubia ad bonam (tidak
tentu/ragu ragu, cenderung baik)

Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik,


yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih
jarang.Pada orang dengan gangguan imunitas, infeksi dapat
menyebar ke organ-organ dalam dan dapat berakibat fatal.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia
seperti pada orang dewasa.
KEPUSTAKAAN • Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York
:McGraw-Hill, 2012;2128-47.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
• Whitley R, Baines J. Clinical management of herpes simplex
virus infections: past, present, and future. F1000Res.
2018;7:F1000 Faculty Rev-1726. Published 2018 Oct 31.
doi:10.12688/f1000research.16157.1
• Saleh D, Yarrarapu SNS, Sharma S. Herpes Simplex Type 1.
[Updated 2021 Jul 23]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482197/
• Mathew Jr J, Sapra A. Herpes Simplex Type 2. [Updated 2021
Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554427/

8. Impetigo
STANDAR ERISIPELAS
OPERASIONA
L PROSEDUR
(SOP)
No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
No. Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Halaman Malik Abdul
: 1/6 Hakim
22010121210005

DEFINISI Impetigo krustosa/kontagiosa merupakan bentuk pioderma yang


paling sederhana. Menyerang epidermis, gambaran yang dominan
ialah krusta yang khas, berwarna kuning kecoklatan, seperti madu
yang berlapis-lapis.

Impetigo bulosa merupakan suatu bentuk impetigo dengan gejala


utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan
dinding tegang, terkadang tampak hipopion.
ANAMNESIS Lokasi Impetigo Krustosa :
Wajah terutama sekitar lubang hidung
dan mulut

Impetigo Bulosa :
Daerah intertriginosa/lipatan kulit
(aksila, inguinal, gluteal), dada,
punggung

Onset 2-3 hari

Kualitas Gatal sampai mengganggu aktivitas?

Kuantitas Impetigo Krustosa : krusta bisa


sedikit/banyak
Impetigo Bulosa : vesikel/bula bisa
sedikit/banyak

Gatal terus menerus/hilang timbul?

Perjalanan Pada impetigo bulosa, robekan epidermis


Penyakit tepat di bawah stratum granulosum
membentuk lepuhan yang besar. Neutrofil
berpindah melalui epidermis spongiotik ke
dalam rongga blister, yang juga mungkin
mengandung kokus. Sel acantholytic
sesekali dapat dilihat, mungkin karena
aktivitas neutrofil. Dermis bagian atas
berisi infiltrat inflamasi neutrofil dan
limfosit. Kasus dengan antibodi pemfigus
misalnya positif pada immunofluoresen
langsung atau tidak langsung telah
dilaporkan. Histologi ini mirip untuk
impetigo non-bulosa,
perbedaannya yaitu pada pembentukan
blisternya terlihat ringan dan sementara.

Faktor Obat simtomatis, tidur


Memperingan

Faktor Higiene yang kurang baik, defisiensi zat


Memperberat gizi, imunodefisiensi (CD 4 dan CD 8
yang rendah)

Gejala Penyerta Dapat disertai demam dan nyeri


(tidak selalu)
PEMERIKSAA Lokasi : sesuai predileksi
N FISIK UKK :
• Impetigo krustosa :
Peradangan yang memberikan gambaran vesikel yang
dengan cepat berubah menjadi pustul dan pecah sehingga
menjadi krusta kering kekuningan seperti madu. Jika krusta
dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Sering krusta
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
• Impetigo bulosa :
Peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa
dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus)/ flaccid bullae,
apabila vesikel/bula pecah (erosi) akan tampak koleret dasar
eritematosa, seperti terkena sulut api (scalded-by-fire-like
appearance).

GAMBAR

Impetigo krustosa
tampak gambaran krusta khas seperti madu (honey colored
crust)

Impetigo bulosa
DIAGNOSIS • Diagnosis impetigo didasarkan pada anamnesis dan gambaran
klinis. Diagnosa biasanya sudah bisa ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik.
• Lesi awal pada impetigo adalah berupa bula keruh yang
nantinya akan menjadi krusta, biasanya berwarna kuning
keemasan, dengan daerah sekitarnya yang eritem. Besarnya
lesi bervariasi antara vesiko-pustul berukuran kacang hingga
lesi menyerupai ringworm

DIAGNOSIS Impetigo Bulosa


BANDING • Varisela
Vesikel berdinding tipis yang berdasar eritem pada area
ekstremitas dan menyebar kewajah dan badan; vesikel pecah
dan terbentuk krusta.
• Pemfigoid Bulosa
Vesikel dan bula muncul secara cepat pada daerah yang
gatal serta muncul plak urtikaria.
• Steven Johnson Sindrom
Penyakit vesikobullous dari kulit, mulut, mata dan alat
kelamin. Stomatitis ulseratif dengan krusta hemoragik
adalah karakteristik yang khas.
• Pemfigus Vulgaris
Manifestasi klinis berupa bula yang tidak terasa gatal,
ukurannya bervariasi antara 1 sampai beberapa sentimeter,
muncul secara bertahap dan menjadi generalisata. Terjadi
erosi selama beberapa minggu sebelum penyembuhan
disertai hiperpigmentasi.

Impetigo Krustosa
• Virus Herpes Simplex
Vesikel yang berdasar eritem pecah sehingga menimbulkan
erosi yang dikelilingi oleh krusta, terjadi padakulit dan bibir. •
Kandidiasis
Papul eritema atau merah, plak lembab biasanya terbatas
pada membran mukosa dan area intertriginosa.
• Ektima
Lesi berkrusta yang mengelilingi area yang ulserasi,
bertahan selama beberapa minggu dan sembuh
meninggalkan skar jika infeksi sampai kelapisan dermis.
• Dermatitis Atopik
Lesi pruritik yang kronik atau relaps dan kulit kering yang
abnormal. Likenifikasi fleksural biasanya terjadi pada orang
dewasa. Pada anak-anak biasanya berpredileksi di area
wajah dan ekstensor
PEMERIKSAA Bila diperlukan :
N • Kultur dan resistnsi spesimen lesi
PENUNJANG Bakteri jenis β-hemolitik streptokokus atau Stafilokokus
aureus dikultur untuk mendapatkan diagnosa pasti. Kerokan
spesimen haruslah diambil dari dasar lesi.
• Kultur dan resistensi darah bila diduga
bakteremia • Pemeriksaan sederhana dengan
pewarnaan gram

• Biopsi apabila lesi tidak spesifik

TERAPI NON MEDIKAMENTOSA


• Mandi 2 kali sehari dengan sabun
• Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan
komorbid.

MEDIKAMENTOSA
• Topikal:
- Bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka dengan
Kalium permangat (PK) 1/5.000 dan 1/10.000.
- Bila tidak tertutup pus atau krusta, diberikan salep atau
krim asam fusidat 2% atau mupirosin 2%, dioleskan 2-3
kali sehari selama 7-10 hari.
• Sistemik:
Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di
bawah ini:
- Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti:
oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin dan flukloksasilin.
Dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, selama 5-7 hari,
selama 5-7 hari.
Dosis anak: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis,
selama 5-7 hari.
- Amoksisilin dengan asam klavulanat.
Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg
Dosis anak: 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
selama 5-7 hari
- Sefalosporin dengan dosis 10-25 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis, selama 5-7 hari
- Eritromisin
Dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari
Ddosis anak: 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis,
selama 5-7 hari.

EDUKASI Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan keluarganya


agar menjaga higiene perorangan yang baik.
PROGNOSIS Apabila tanpa disertai komplikasi, prognosis umumnya bonam
(baik). Bila disertai komplikasi, prognosis umumnya dubia ad
bonam (tidak tentu/ragu-ragu, cenderung baik).

KEPUSTAKAAN • Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York
:McGraw Hill, 2012;2128-47.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia

(PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
• Nardi NM, Schaefer TJ. Impetigo. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430974/.

9. Impetigo ulseratif (ektima) 4A


STANDAR IMPETIGO ULSERATIF
OPERASION (EKTIMA)
AL
PROSEDUR No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
(SOP)
No. Revisi : 0

Tanggal : 18/01/2022 Tangkas Mukti


Priguna NIM
Halaman : 1/4 22010118120018

DEFINISI Pioderma yang menyerang epidermis dan dermis, membentuk


ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan atau
Streptococcus grup A.

ANAMNESIS Keluhan utama Luka yang membesar dan tidak sembuh.

Lokasi Tungkai bawah dan daerah terbuka.

Onset Terjadi dalam waktu yang lama akibat dari


trauma berulang dan gigitan serangga.

Kualitas Bila disertai demam dan nyeri dapat


mengganggu aktivitas.

Kuantitas -
Perjalanan Lesi awal berupa vesikel atau vesikopustula
penyakit di atas kulit yang eritematosa, membesar
dan pecah, terbentuk krusta tebal dan
kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Jika krusta dilepas terdapat ulkus dangkal.
Jika keadaan umum baik akan sembuh
sendiri dalam waktu sekitar 3 minggu,
meninggalkan jaringan parut yang tidak
berarti. jika keadaan Imun buruk dapat
menjadi gangren.

Faktor Obat-obatan simtomatis dan tidur.


memperingan

Faktor Kebersihan yang kurang, higiene buruk,


memperberat malnutrisi, lingkungan kotor, cuaca panas,
dan lembab.

Gejala Kadang disertai demam dan nyeri.


penyerta

PEMERIKSAA Lokalisasi : Ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.


N FISIK Efloresensi : Makula eritematosa lentikular hingga numular,
vesikel dan pustula miliar hingga numular, difus, simetris serta
krusta kehijauan yang sukar dilepas.

GAMBAR

DIAGNOSIS Berdasarkan riwayat dan gambaran klinis.

DIAGNOSIS 1. Impetigo krustosa : ; Krusta mudah diangkat, wama krusta


BANDING kekuningan
2. Folikulitis : ; Krusta mudah diangkat, wama krusta
kekuningan.
PEMERIKSAA 1. Pemeriksaan gram dan kultur dengan mengambil
N sekret/kerokan kulit untuk mencari etiologinya
PENUNJANG 2. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak
responsif terhadap pengobatan empiris\
3. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak
responsif terhadap pengobatan empiris
4. Biopsi apabila lesi tidak spesifik

TERAPI Penatalaksanaan ektima, antara lain:


1. Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi
menggunakan sabun antibakteri dan sering mengganti seprei,
handuk, dan pakaian.

2. Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi (
a. Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas.
Pengobatan sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama
dan pengobatan lini kedua.
1. Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)
a. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7
hari. Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b. Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25
mg/kgBB c. Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari
selama 10 hari 2. Pengobatan lini kedua
(golongan Makrolid)
a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4
hari b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama
10 hari c. Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7
hari. Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

b. Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi
jika luas maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin,
Asam
fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik
yang dapat digunakan secara topikal.

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang


tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi
kulit minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang
rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid.
Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan
terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal
secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan
gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal
dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga
saat ini penggunaannya secara topical dan oral.

Cara kerja Pengobatan infeksi ini dapat digunakan


antibiotik secara topikal dan oral. Tujuan
terapinya yaitu mengobati infeksi,
mencegah penularan, menghilangkan rasa
tidak nyaman, dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu
infeksi bakteri streptokokus atau
stafilokokus. Terapi non farmakologis
untuk pengobatan impetigo yaitu
menghilangkan krusta dengan cara mandi
selama 20-30 menit disertai mengelupaskan
krusta dengan handuk basah dan bila perlu
olesi dengan zat antibakteri, mencegah
menggaruk daerah lecet atau dapat
dilakukan dengan menutup daerah yang
lecet dengan perban tahan air dan
memotong kuku, lanjutkan pengobatan
sampai semua luka lecet sembuh. Terapi
non farmakologis untuk pencegahan
penyakit impetigo yaitu mandi teratur
dengan sabun dan air (sabun antiseptik
dapat digunakan, namun dapat mengiritasi
pada sebagian kulit orang yang kulit
sensitif), menjaga kebersihan yang baik
(cuci tangan teratur, menjaga kuku jari
tetap pendek dan bersih), jauhkan diri dari
orang dengan impetigo, orang yang kontak
dengan orang yang terkena impetigo segera
mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, mencuci pakaian, handuk dan
sprei dari penderita impetigo terpisah dari
yang lanilla (cuci dengan air panas dan
keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas), dan gunakan sarung
tangan saat mengoleskan antibiotik topikal
di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan
setelah itu terapi farmakologis yang
digunakan yaitu menggunakan antibiotik
topikal atau antibiotik per-oral. Penggunaan

antibiotik per-oral diberikan jika pasien


sensitif terhadap antibiotik topikal dan
kondisi penyakit atau lesi yang ditimbulkan
sudah parah (lesi lebih luas).

Efek samping Efek samping antibiotik topikal dapat


berupa : rasa terbakar, gatal, rasa tersengat,
kemerahan.

Efek samping antibiotik peroral : jarang:


hepatotoksik, ototoksik.
Gangguan GI : mual, muntah, nyeri
perut,diare.
Urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainya.

EDUKASI Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya


menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah
timbulnya dan penularan penyakit kulit.

PROGNOSIS Ektima dapat menetap selama beberapa minggu dan dapat


terjadi komplikasi skar
Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)
Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)
Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)

KEPUSTAKAAN 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin


Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
2. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra
EKR. Fitz Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 9th ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti
and CY, editor. New York: Mc Graw Hill Education; 2017.
3. Siregar, R.I. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta: EGC; 2004.

10. Folikulitis superfisialis 4A


STANDAR FOLIKULITIS SUPERFISIALIS
OPERASION
AL
PROSEDUR No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
(SOP) No. Revisi : 0

Tanggal : 18/01/2022 Tangkas Mukti


Priguna NIM
Halaman : 2/4 22010118120018

DEFINISI Peradangan pada folikel rambut. Nama lain : impetigo


bockhart, impetigo folikular, disebabkan oleh infeksi kuman
Staphylococcus sp.

ANAMNESIS Keluhan utama Sensasi gatal pada daerah rambut yang


kadang disertai adanya nanah.

Lokasi skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas


bawah, bokong (dewasa).

Onset 2-3 hari.

Kualitas Nyeri hingga menganggu aktivitas.

Kuantitas Nyeri dirasakan ringan sampai sedang.

Perjalanan Rasa gatal dan rasa terbakar pada daerah


penyakit rambut. Berupa makula eritematosa disertai
papula atau pustula yang ditembus oleh
rambut. Pertumbuhan rambut sendiri tidak
terganggu. Kadang-kadang penyakit ini
ditimbulkan oleh discharge (sekret) dari
luka
dan abses.

Faktor Obat simtomatis, tidur.


memperingan

Faktor Higiene yang buruk, defisiensi gizi,


memperberat penyakit DM.

Gejala Sensasi terbakar.


penyerta

PEMERIKSAA Lokalisasi : Daerah berambut, paling sering pada kulit kepala


N FISIK dan ekstremitas.
Efloresensi : Berupa pustul kecil (miliar sampai lenticular)
dome shaped, multipel, mudah pecah pada folikel rambut.
GAMBAR

DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tampak papul


atau pustul perifolikuler.

DIAGNOSIS 1.Akne vulgaris : terutama di daerah wajah dan punggung,


BANDING

2.Keratosis pilaris : sering pada anak prepubertas, persisten


papul keratotik 1-2mm pada bagian pipi dan lengan atas,
3.Tinea barbae : central healing(+) pada bagian jemggot,
disebabkan oleh infeksi dermatofita,
4.Pseudomonas folikulitis : Gejalanya berupa papul
perifollikuler berwarna pink-merah yang edematous,
primernya terjadi di trunkus, dan dapat menjadi kasus yang
serius ketika terjadi pada pasien-pasien dengan
immunocompromised,
5.Pityrosporum folikulitis : Umumnya terjadi pada pria remaja
dan dewasa, jenis ini merupakan bentuk yang kronik, merah,
pustul yang gatal di punggung dan dada dan kadang sampai
ke leher, bahu, lengan atas dan wajah,
6.Folikulitis herpetic : Dominan terjadi di daerah jenggot (viral
sycosis) pada pria. Khasnya terbentuk vesikel dan pada tahap
selanjutnya terbentuk krusta.

PEMERIKSAA 1.Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram🡪 (+)


N coccus bergerombol seperti buah anggur.
PENUNJANG 2.Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram ◊ (+)
coccus bergerombol seperti buah anggur.
TERAPI Nonmedikamentosa dengan mandi 2 kali sehari dengan sabun,
mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan
komorbid. Lesi superficial biasanya pecah dan terjadi drainase
spontan, lesi yang dalam harus didrainase. Jika tidak diobat
lesi akan menjadi lebih dalam dan kronis.
Terapi topikal meliputi kompres hangat, muporicin, bacitracin,
retapamulin, clindamisin dan antibiotik topikal atau
klorheksidin topikal.
Jika drainase dan topikal terapi gagal, atau jika disertai infeksi
jaringan dilakukan terapi sistemik menggunakan cephalosporin
generasi pertama dan penisilin penicillinase.
Jika terjadi peradangan akut: kompres hangat dengan larutan
aluminium klorida efektif digunakan setiap malam untuk
folikulitis kronis terutama di daerah bokong.

EDUKASI Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya


menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah
timbulnya dan penularan penyakit kulit.

PROGNOSIS Prognosis baik, rekurensi dapat terjadi.


- Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)
- Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)

KEPUSTAKAAN 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin


Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
2. S. Carol, H. Maria, "Clinical Dermatology", 1st ed. United
State of America : McGraw Hill, 2013
3. Siregar, R.I. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta: EGC; 2004.

11. Furunkel, karbunkel 4A


STANDAR FURUNKEL, KARBUNKEL
OPERASION
AL
PROSEDUR No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
(SOP) No. Revisi : 0

Tanggal : 18/01/2022 Tangkas Mukti


Priguna NIM
Halaman : 3/4 22010118120018
DEFINISI Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
sekitarnya (perifolikuler).
Karbunkel adalah gabungan beberapa furunkel yang dibatasi
oleh trabekula fibrosa yangberasal dari jaringan subkutan yang
padat. Keduanya disebabkan oleh infeksi Staphylococcus sp.

ANAMNESIS Keluhan utama Sakit dan nyeri pada lesi.

Lokasi Daerah berambut yang sering mengalami


gesekan, oklusif, berkeringat, misalnya
leher, wajah, aksila, dan bokong.

Onset 2-3 hari.

Kualitas Nyeri.

Kuantitas Nyeri ringan sampai berat, Pustule bisa


sedikit/banyak.

Perjalanan Furunkel : Lesi mula-mula berupa infiltrat


penyakit kecil, dalam waktu singkat membesar
membentuk nodula eritematosa berbentuk
kerucut. Kemudian pada tempat rambut
keluar tampak bintik-bintik putih sebagai
mata bisul. Nodus tadi akan meiunak
(supurasi) menjadi abses yang akan
memecah melalui lokus minoris resistensie
yaitu muara folikel, rambut menjadi
rontok/terlepas. jaringan nekrotik keluar
sebagai pus dan terbentuk fistel.
Karbunkel : Lesi mula-mula berupa
infiltrat kecil, dalam waktu singkat
membesar menjadi nodus-nodus
eritematosa berbentuk kerucut. Kemudian
pada tempat rambut keluar tampak bintik
putih sebagai mata bisul, nodus-nodus tadi
akan melunak menjadi abses yang akan
memecah melalui lokus minoris resistensie
yaitu muara folikel.

Faktor Obat simtomatis dan tidur.


memperingan

Faktor Kebersihan yang kurang dan higiene yang


memperberat buruk, DM, obesitas, dan hiperhidrosis.

Gejala Kadang disertai demam dan nyeri.


penyerta

PEMERIKSAA Furunkel
N FISIK
Lokalisasi : sering pada bagian tubuh yang berambut dan
mudah terkena iritasi, gesekan atau tekanan; atau pada daerah
yang lembap seperti ketiak, bokong, punggung, leher, dan
wajah. Efloresensi : Mula-mula berupa makula eritematosa
lenticular numular setempat, kemudian menjadi nodula
lenticular numular berbentuk kerucut.
Karbunkel
Lokalisasi : tengkuk, punggung dan bokong.
Efloresensi : makula eritematosa kemudian menjadi nodula
lentikular hingga numular, regional, bentuk teratur dan tampak
fistula mengeluarkan sekret putih/kental.

GAMBAR

Gambar a. Furunkel.

Gambar b. Karbunkel.

DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


DIAGNOSIS Furunkel:
BANDING 1. Sporotrikosis : kelainan jamur sistemik, menimbulkan
benjolan-benjolan yang berjejer sesuai dengan aliran limfe,
pada perabaan kenyal dan nyeri.
2. Blastomikosis : benjolan multipel dengan beberapa pustula,
daerah sekitarnya melunak.
3. Skrofuloderma : biasanya berbentuk lonjong, livid dan
ditemukan jembatan-iembatan kulit (skin bridges).

Karbunkel:
1. Sporotrikosis : nodula berjejer sepanjang aliran
limfe, 2. Blastomikosis : Nodula kronik dengan
multipel fistula,

3. Akne konglobata : selain di punggung, nodula-nodula merah


hitam tampak di daerah wajah dan lengan, menyebar di satu
regio.

PEMERIKSAA 1. Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram 🡪 (+)


N coccus bergerombol seperti buah anggur.
PENUNJANG 2. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak
responsif terhadap pengobatan empiris.

TERAPI Higiene kulit ditingkatkan


Jika sedikit, cukup dengan antibiotic topical, Jika banyak,
digabung dengan antibiotic sistemik. Kalau berulang-ulang
mendapat furunkulosis atau karbunkel, cari factor predisposisi
misalnya DM.
Antibiotik sistemik: eritromisin 4x 250 mg / penisilin masih
merupakan obat terpilih.
Jika lesi matang, lakukan insisi dan aspirasi, selanjutnya
dikompres atau diberi salep kloramfenikol.

Cara kerja Eritromisin adalah obat antibakteri.


Antibiotic makrolid. Eritromisin
menghambat sintesis DNA-dependent
protein bakteri sehingga akan mengubah
perpanjangan tahapan sintesis, berikatan
dengan 50S subunit ribosom yang akan
menyebabkan penghambatan pada
transpeptidase sel bakteri
Kloramfenikol menghambat sintesis protein
berikatan secara reversible dengan subunit
ribosom 50S organisme yang peka,
mencegah perpindahan asam amino pada
pemanjangan rantai peptida.
Efek samping 1. Efek samping sistemik : Kardiovaskuler:
ventricular arritmia, perpanjangan QTc
ventricular takikardia (jarang). CNS:
headache, pain, kejang, demam. Dermatitis:
ruam, pruritus. Gastrointestinal: nyeri
lambung, kram, mual, kandidiasis mulut,
muntah, diare, dispepsia, flatulence,
anoreksi, pseudomembranouscollitis,
hipertropic pyloric stenosis, pancreatitis
Hematologi : Eosinophilia. Hepatic:
Cholestatic joundice (kebanyakan jika
bersamaan dengan estolate), meningkatkan
parameter pemeriksaan hepar. Local:
Plebitis pada tempat injeksi, tromboflebitis.
Neuromuscular dan skeletal : Malas.
Respirasi: dyspnea, batuk. Lain-lain:
Reaksi hipersensitifitas, reaksi alergi.
2. Efek samping topikal: Dermatologi:
erythema,desquamation, kulit kering,
pruritus.

EDUKASI Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya


menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah
timbulnya dan penularan penyakit kulit.

PROGNOSIS Rekurensi abses dan furunkel pada anak sebesar 18-28%.

- Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)


- Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)

KEPUSTAKAAN 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin


Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
2. Siregar, R.I. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta: EGC; 2004.

12. Eritrasma 4A
STANDAR ERITRASMA
OPERASION
AL
PROSEDUR No. Dokumen : /SOP/RSUP/I/2022
(SOP)
No. Revisi : 0

Tanggal : 18/01/2022 Tangkas Mukti


Priguna NIM
Halaman : 4/4 22010118120018

DEFINISI Infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh Corynebacterium


minutissimum, bakteri gram positif katalase positif tanpa
spora. Bakteri ini umumnya menyebabkan infeksi pada
intertriginosa, menyebabkan gatal, skuama, dan eritema.

ANAMNESIS Keluhan utama Gatal dan kemerahan kulit.

Lokasi Pada stratum korneum terutama pada


diantara jari kaki, ketiak dan lipat paha.

Onset Akut.

Kualitas Dapat asimptomatik ataupun gatal dan rasa


terbakar.

Kuantitas Gatal dapat dirasakan setiap hari.

Perjalanan Dimulai dengan daerah eritema miliar,


penyakit selanjutnya meluas ke seluruh regio,
menjadi merah, teraba panas seperti kena
cabai.

Faktor Obat simtomatis.


memperingan

Faktor Kelembaban kulit, hiperhidrosis, obesitas,


memperberat dan higiene buruk.

Gejala -
penyerta

PEMERIKSAA Lokalisasi : bagian dalam sampai skrotum, aksila, dan


N FISIK intergluteal Efloresensi : eritema luas berbatas tegas, dengan
skuama halus dan terkadang erosif.

GAMBAR
DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, lampu wood
berwarna merah bata (coral red), dan kerokan kulit dengan
pewarnaan gram tampak batang gram (+) sedangkan KOH
fungi (-).

DIAGNOSIS 1. Tinea cruris : biasanya gatal dengan papula-papula


BANDING eritematosa,

2. Kandidiasis cutis : eritema dengan lesi satelit, erosif dan gatal.

PEMERIKSAA 1. Sediaan langsung kerokan kulit dengan pewarnaan Gram,


N tampak batang Gram positif.
PENUNJANG 2. Lampu Wood: fluoresensi merah bata (coral red).

TERAPI Terapi Sistemik


Eritromisin PO 1 g sehari (4 x 250mg) untuk 2-3 minggu.

Terapi Topikal
Salep Tetrasiklin 3%.

Cara kerja Bekerja dengan cara membunuh bakteri


yang menginfeksi.

Efek samping Penggunaan eritromisin dapat menimbulkan


gejala berupa mual, muntah, kehilangan
nafsu makan, dan gangguan lambung.

EDUKASI 1. Menjaga kebersihan badan,


2. Menjaga agar kulit tetap kering,
3. Menggunakan pakaian yang bersih dengan bahan yang
menyerap keringat,
4. Menghindari panas atau kelembaban yang berlebih.

PROGNOSIS Prognosis baik


- Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)
- Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)

KEPUSTAKAAN 1. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra


EKR. Fitz Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 9th ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti
and CY, editor. New York: Mc Graw Hill Education; 2017.
2. Siregar, R.I. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta: EGC; 2004.
STANDAR ERISIPELAS
OPERASIONA
L PROSEDUR
(SOP)
No. Dokumen :
/SOP/RSUP/I/2022 No.Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Fadila Risang Ayu
Halaman : 1/3 NIM 22010118120007

PENGERTIAN Penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus,


(Streptococcus β-hemolyticus), melibatkan epidermis dan dermis atas
dengan tanda khas meluas ke limfatik kutaneus superfisial.

ANAMNESIS Lokasi Erisipelas terjadi di kaki dan wajah yang


didahului oleh trauma, sedangkan sebagian
kecil dapat terjadi di tangan, perut dan leher
serta tempat lainnya.

Onset Akut

Kualitas Nyeri

Kuantitas -

r Memperingan Jika kaki ditinggikan.

Memperberat Jika dipakai aktifitas terasa semakin nyeri.

Gejala Penyerta Demam, menggigil, malaise, sakit kepala.

PEMERIKSAA I : Lokasi : kaki, tangan dan wajah


N FISIK UKK: eritema dengan warna merah cerah, berbatas tegas, dan
pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edema,
vesikel dan bula.

PEMERIKSAA Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis


N
PENUNJANG
GAMBAR

DIAGNOSIS Erisipelas

DIAGNOSIS Selulitis (terdapat infiltrate di subkutan), urtikaria


BANDING Urtikaria (warna merah akan menghilang pada penekanan)
Furunkulosls (biasanya nyeri, berbentuk seperti kerucut dan
berbatas tegas)

TERAPI Terapi Sistemik


Pengobatan sistemik :
1. Analgetik antipiretik 2.
Antibiotik :
a. Penisilin 0,6 – 1,5 mega unit 5-10 hari
b. Sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari
Terapi Topikal
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2%. Dioleskan 2-3 kali
sehari, selama 7-10 hari
Non medikamentosa
Istirahat tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan
(elevasi), sedikit lebih tinggi daripada jantung.

EDUKASI 1. Bagi penderita diabetes, tetap mengontrol gula


darah 2. Menjaga kebersihan badan
PROGNOSIS Prognosis baik.
- Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)
- Quo ad functionam (fungsi) : bonam (baik)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : bonam (baik)

KEPUSTAKAAN 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia


(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
Hal 200- 205.
2. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra EKR.
Fitz Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 9th ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti
and CY, editor. New York: Mc Graw Hill Education; 2017.
3. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah,S.2013.Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC.

STANDAR SKROFULODERMA
OPERASION
AL
PROSEDUR
No. Dokumen :
(SOP)
/SOP/RSUP/I/2022 No.Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Fadila Risang Ayu
Halaman : 1/3 NIM 22010118120007

PENGERTIAN Reaktivasi infeksi tuberkulosis akibat penjalaran per kontinuitatum dari


organ di bawah kulit seperti limfadenitis atau osteomielitis yang
membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di atasnya, kemudian
pecah dan membentuk sinus di permukaan kulit.

ANAMNESIS Lokasi Lokasi dengan banyak kelenjar


getah bening: leher, ketiak,
paling jarang lipat paha, kadang
ketiganya diserang sekaligus

Onset Kronik
Kualitas Lesi yang semakin lama membesar,
tidak nyeri

Kuantitas -

Faktor Memperingan -

Memperberat Immunocompromised

Gejala Penyerta - penurunan berat badan


- keringat malam hari
- demam
- batuk kronik

PEMERIKSAA I : Lokasi : leher, aksila, lipat paha


N FISIK UKK : pembesaran kelenjar getah bening tanpa radang akut kecuali
tumor dengan konsistensi bermacam-macam, periadenitis, abses dan
fistel multipel, ulkus-ulkus khas, sikatriks-sikatriks yang memanjang
dan tidak teratur serta jembatan kulit.

PEMERIKSAA 1. Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat


N 2. Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
PENUNJANG 3. Pemeriksaan bekteriologik: BTA, PCR, atau kultur (hasilnya
baru selesai lebih kurang delapan minggu)
4. Histopatologis bagian tengah lesi tampak nekrosis masif dan
gambaran tepi abses/dermis terdiri atas granuloma tuberkuloid
5. Tidak terdapat tanda radang akut dan tidak ada leukositosis

GAMBAR

DIAGNOSIS Skrofuloderma

DIAGNOSIS - Limfosarkoma
BANDING - Limfoma maligna
- Hidradenitis supurativa
- Limfogranuloma venerum
TERAPI Terapi topikal
Topikal: pada bentuk ulkus 🡪 kompres dengan larutan antiseptik
(povidon iodin 1%)
Terapi sistemik
- Tahap Intensif (2 bulan) Dosis
lepasan:
1. INH
Dewasa : 5mg/kgbb/hari
Anak < 10 tahun : 10mg/kgbb/hari
2. Rifampisisn
Dewasa : 10mg/kgbb/hari (sebelum makan pagi)
Anak: 10-20mg/kgbb/hari maksimal 600mg/hari
3. Etambutol
Dewasa : 15-25mg/kgbb/hari
Anak: maksimal 1250mg/kgbb/hari
4. Pirazinamid
Dewasa : 20-30mg/kgbb/hari
Anak: 30-40mg/kgbb/hari maksimal 2000mg/hari
Dosis FDC :
1. Rifampicin 150mg
2. INH 75 mg
3. Pirazinamid 400mg (hepatotoksik : dipakai 2 bulan
kemudian diganti obat lain (bila belum sembuh) :
etambutol (bulan I/II 25 mg/kg BB) dan streptomisin (25
mg/kg BB)
4. Etambutol 275 mg
- Tahap Lanjut (hingga 2 bulan setelah lesi kulit sembuh) minimal
1 tahun
Dosis lepasan :
1. INH
Dewasa : 5mg/kgbb/hari
Anak : 10mg/kgbb/hari maksimal 300mg
2. Rifampisin
Dewasa : 10mg/kgbb/hari
Anak 10-20mg/kgbb/hari maksimal
600mg/kgbb/hari Dosis FDC
1. INH : 150mg
2. Rifampisin : 150mg

EDUKASI 1. Keteraturan minum obat


2. Melakukan pemantauan respons pengobatan (perbaikan lesi kulit)

PROGNOSIS - Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)


- Quo ad functionam (fungsi) : dubia ad bonam (cenderung
baik) - Quo ad sanactionam (hidup) : malam (buruk)
KEPUSTAKAAN 1. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta: IDI; 2017. Hal 25-28. 2. Klaus
Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra EKR. Fitz
Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 9th
ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti and CY, editor. New
York: Mc Graw Hill Education; 2017.
3. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah,S.2013.Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC.

STANDAR LEPRA
OPERASION
AL
PROSEDUR
No. Dokumen :
(SOP)
/SOP/RSUP/I/2022 No.Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Fadila Risang Ayu
Halaman : 1/3 NIM 22010118120007

PENGERTIAN Penyakit kronis, menular, menahun dan disebabkan oleh


Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat.
Penularan kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan atas
dan kontak kulit pasien lebih dari 1 bulan terus menerus. Masa
inkubasi rata-rata 2,5 tahun, namun dapat juga bertahun-tahun.

ANAMNESIS Lokasi Berpredileksi di daerah tubuh yang


relatif lebih dingin (kulit, sistem saraf
perifer, hidung, kuping telinga, anterior
chamber of eye, saluran napas atas,
kaki dan testis. Tidak mengenai area
yang hangat (aksila, inguinal, kepala,
garis tengah punggung)

Onset Masa tunas yang panjang (antara 2


bulan 40 tahun).
Waktu pembelahan M.leprae sangat
lama, yaitu 2-3 minggu.

Kualitas Bercak kulit yang mati rasa


Kuantitas Mati rasa pada bercak bersifat total atau
sebagian saja terhadap rasa raba, suhu
dan nyeri

Fakto Memperingan -
r
Memperberat -

Gejala Penyerta Bisa disertai paresis atau paralisis


(gangguan fungsi otonom), kulit
kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu (gangguan
fungsi otonom)

PEMERIKSAAN I : Lokasi : sesuai predileksi


FISIK UKK : bercak hipopigmentasi atau eritematous

Tanda PB MB
Utama

Lesi kulit 1-5 lesi >5 lesi, distribusi


Distrbusi tidak simetris simetris

Kerusakan 1 saraf >1 saraf


saraf terlokalisasi bilateral dan menyeluruh
mngikuti tempat
lesinya

BTA Negatif Positif

Tipe TT, BT, I LL,BL,BB


PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan bakteriologi
PENUNJANG Pemeriksaan bakteriologi dilakukan dengan pengecatan
Ziehn Neelsen untuk melihat adanya bakteri tahan asam
(BTA), dengan menggunakan sampel serum cuping telinga
atau dari bagian lesi aktif. Dapat digunakan untuk
menentukan indeks bakteriologi dan indeks morfologi
2. Pemeriksaan histopatologi, untuk menentukan klasifikasi
kusta 3. Pemeriksaan serologi 🡪 uji MLPA, ELISA
Klasifikasi kusta Ridley-Jopling

GAMBAR

BL LL BB

DIAGNOSIS Kusta/Lepra.
DIAGNOSIS - Vitiligo (tanpa ada keluhan neurologis penyerta)
BANDING - Tinea versicolor
- Pitiriasis alba
- Lupus eritematous sistemik
- Dermatomikosis
- Erupsi obat

TERAPI Terapi nonmedikamentosa:


- Rehabilitasi medik: fisioterapi, tindakan bedah, protese,
terapi okupasi.
- Rehabilitasi non medik: rehab mental, karya,
sosial.
Farmakoterapi dilakukan dengan:
Multi Drug Treatment : tipe PB

Lama pengobatan : 6 dosis dalam 6-9 bulan


Obat Rifampisin dan DDS tiap bulan diminum didepan petugas.

Multi Drug Treatment : tipe MB

Lama pengobatan : 12 dosis dalam 12-18 bulan


Dapson :
Dosis tunggal : 50-100 mg/hari untuk dewasa
2 mg/kg berat badan untuk anak-anak. Rifampisin :
Dosis tunggal : 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kgBB)
Klofazimin: 50 mg/hari atau 100 mg 3x seminggu
dan 1 mg/kgBB/hari untuk anak-anak.
300 mg dosis bulanan diberikan untuk mengurangi reaksi
reversal atau ENL.
Evaluasi terapi:
RFT (Release from treatment): telah selesai pengobatan
MDT 6 blister dalam 6-9 bulan untuk PB / telah selesai
pengobatan MDT 12 blister dalam 12-18 bulan untuk MB
Default: Penderita PB selama >3 bulan tidak mengambil obat /
penderita MB selama >6 bulan tidak mengambil obat Relaps:
telah selesai pengobatan dan muncul lesi baru pada kulit.

EDUKASI Saat mulai MDT


- Kusta, disebabkan oleh kuman kusta dan dapat disembuhkan
dengan MDT, bila diminum teratur tiap hari sesuai dosis dan
lama terapi yang ditentukan.
- Penjelasan tentang efek samping obat MDT seperti urin
berwarna merah, bercak kulit gatal, berwarna kekuningan dan
perubahan warna kulit.
- Penjelasan tentang gejala dan tanda reaksi kusta.
- Cacat baru dapat timbul saat atau setelah pengobatan dan
dapat diobati.
- Penyembuhan cacat yang sudah ada sebelumnya, tergantung
pada lamanya cacat diderita.
- Cari dan periksa kontak untuk konfirmasi dan
pengobatan. - Perawatan diri harus dilakukan tiap hari
secara teratur.

Saat RFT
- Beri selamat karena telah menyelesaikan pengobatan dan
berarti telah sembuh sehingga tidak memerlukan MDT lagi. -
Bercak kulit yang masih tersisa memerlukan waktu lebih lama
untuk menghilang sebagian menetap selamanya.
- Mati rasa, kelemahan otot karena kerusakan saraf akan menetap.
- Lapor segera apabila timbul gejala dan tanda reaksi kusta. -
Walaupun sangat jarang terjadi, beri penjelasan tentang gejala dan
tanda relaps.
- Tetap melaksanakan kegiatan rawat-diri seperti biasanya.

PROGNOSIS - Quo ad vitam (hidup) : bonam (baik)


- Quo ad functionam (fungsi): dubia ad bonam (cenderung
baik) hingga dubia ad malam (cenderung buruk)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : dubia ad bonam (cenderung
baik) hingga dubia ad malam (cenderung buruk)

Tergantung tipe MH yang dialami pasien. Pada komplikasi dan


tipe MH LL prognosis penyakit dubia ad Bonam
KEPUSTAKAAN 1. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta: IDI; 2017. Hal 25-28. 2.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017. Hal
200- 205.
3. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra EKR.
Fitz Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 9th ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti and
CY, editor. New York: Mc Graw Hill Education; 2017.
4. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah,S.2013.Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

STANDAR REAKSI LEPRA


OPERASION
AL
PROSEDUR
No. Dokumen :
(SOP)
/SOP/RSUP/I/2022 No.Revisi : 0
Tanggal : 18/01/2022 Fadila Risang Ayu
Halaman : 1/3 NIM 22010118120007

PENGERTIAN Reaksi interupsi atau reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi
antigen-antibodi (respon humoral) dalam perjalanan kronis
penyakit lepra. Reaksi dapat terjadi pada penderita sebelum
pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun
setelah pengobatan

ANAMNESIS Lokasi Sebagian atau seluruh lesi yang sudah terkena lepra.

Onset Reaksi dapat terjadi pada saat sebelum, saat dan


sesudah pengobatan namun sering terjadi pada kurun
waktu 6 bulan -1 tahun sesudah pengobatan
Kualitas 1. Reaksi Reversal:
Ringan
- Kulit: bercak (merah, tebal, panas, nyeri)
- Saraf tepi: nyeri perabaan (-), gangguan fungsi
(-) - Keadaan umum: demam (-)
- Gangguan pada organ lain: - Berat
- Kulit: bercak (merah, tebal, panas, nyeri
yang bertambah parah sampai pecah)
- Saraf tepi: nyeri perabaan (+), gangguan
fungsi(+) - Keadaan umum: demam (+/-)
- Gangguan pada organ lain: - 2. Eritema
Nodusum Leprosum Ringan
- Kulit: Nodul (merah, panas, nyeri)
- Saraf tepi: nyeri perabaan (-), gangguan fungsi
(-) - Keadaan umum: demam (+/-)
- Gangguan organ lain: -
Berat
- Kulit: Nodul (merah, panas, nyeri yang
bertambah parah sampai pecah)
- Saraf tepi: nyeri peraban (+),gangguan fungsi
(+) - Keadaan umum: demam (+)
- Gangguan organ lain + missal pada mata, sendi,
testis dll

Kuantita Reaksi Reversal: Gejala-gejala reaksi dapat dilihat


s pada perubahan kulit, neuritis (nyeri tekan saraf),
gangguan fungsi saraf tepi dan kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita. Reaksi tipe 1
dibedakan menjadi ringan dan berat. Perjalanan reaksi
6-12 minggu atau lebih.

Erirema Nodusum Leprosum: Gejala


konstitusional yang muncul berupa
demam, menggigil, nyeri sendi, mual,
sakit saraf, dan otot dari ringan sampai
berat. Pada reaksi tipe 2 perubahan
efloresensinya berupa nodus eritema
dan nyeri dengan tempat predileksi
lengan dan tungkai. Pada kasus berat
dapat
menyerang sistemik, sehingga
menyebabkan iridosiklitis, neuritis
akut, limfadenitis, artritis, orkitis, dan
nefritis akut dengan proteinuria

Faktor Memperingan Kepatuhan minum obat dan


menjaga higinitas maupun sanitasi
Memperberat Pasien dalam keadaan lemah,
kehamilan, sesudah mendapatkan
imunisasi, stress fisik dan mental,
infeksi, kurang gizi

Gejala Penyerta Gejala-gejala prodormal

PEMERIKSAAN Reaksi Reversal:


FISIK Ditemukan sebagian atau seluruh lesi yang telah ada menjadi
lebih banyak dan aktif dalam waktu singkat. Lesi hipopigmentasi
menjadi lebih eritema, lesi eritema menjadi semakin eritematosa,
lesi makula menjadi infiltrat, dan lesi lama bertambah luas.
Umumnya gejala konstitusi lebih ringan daripada ENL.
Erirema Nodusum Leprosum:
Gejala konstitusional yang muncul berupa demam, menggigil,
nyeri sendi, mual, sakit saraf, dan otot dari ringan sampai berat.
Pada reaksi tipe 2 perubahan efloresensinya berupa nodus eritema
dan nyeri dengan tempat predileksi lengan dan tungkai.

PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan hapusan kulit untuk bakteri tahan


PENUNJANG asam 2. Biopsy
3. Pemeriksaan sitology sehgal
4. Pemeriksaan neuroelectrophysiology

GAMBAR

DIAGNOSIS Reaksi Lepra tipe 1 ( Reaksi Reversal)


Reaksi Lepra Tipe 2 (Reaksi Eritema Nodusum Leprosum)
DIAGNOSIS Reaksi tipe 1 :
BANDING Lesi kulit yang berbentuk plakat merah seperti erisipelas,
selulitis, urtikaria akut, erupsi obat, dan gigitan serangga
merupakan diagnosis banding lainnya Reaksi tipe 2 :
ENL berbentuk bula dapat didiagnosis banding dengan
penyakit imunobulosa. ENL berbentuk ulkus dapat menyerupai
pioderma gangrenosum, sedangkan ENL kronik dapat
menyerupai penyakit jaringan ikat atau keganasan
limforetikuler

TERAPI Terapi kombinasi tetap dilanjutkan pada pasien yang mengalami


reaksi saat pengobatan dengan dosis yang sama.
Antipiretik dan analgetik, Kortikosteroid, Klofazimin, Thalidomid

EDUKASI 1. Penjelasan kepada pasien mengenai penyakitnya


2. Penjelasan kepada pasien mengenai terapinya
3. Penjelasan kepada pasien untuk rutin periksa sebagai
bentuk monitoring terapi

PROGNOSIS - Quo ad vitam (hidup) : dubia ad bonam (cenderung baik) -


Quo ad functionam (fungsi): dubia ad bonam (cenderung baik)
hingga dubia ad malam (cenderung buruk)
- Quo ad sanactionam (sembuh) : dubia ad bonam (cenderung
baik) hingga dubia ad malam (cenderung buruk)
KEPUSTAKAAN 1. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta: IDI; 2017. Hal 25-28. 2. Klaus
Wolff, Richard Allen Johnson, Arturo P. Saavedra EKR. Fitz
Patrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 9th
ed. Karen G. Edmonson, Robert Pancotti and CY, editor. New
York: Mc Graw Hill Education; 2017.
3. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah,S.2013.Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

STANDAR SIFILIS STADIUM I DAN II


OPERASION
AL
No. Dokumen :
PROSEDUR
/SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :
(SOP)
0 Hasnaa Alyasi Sabrina
Tanggal : 18/01/2022 NIM 22010118130158
Halaman : 1/7

DEFINISI Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponem pallidum, sangat


kronik dan bersifat sistemik. Penyakit ini dapat menyerang seluruh alat
tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan
dapat ditularkan dari ibu ke janin. Sinonim: Lues, raja singa.

ANAMNESIS Keluhan o Sifilis stadium 1 : muncul luka di tempat


Utama
bakteri masuk
o Sifilis stadium 2 : muncul ruam pada tubuh
Lokasi o Stadium Primer (S I)
▪ Genitalia eksterna : Pria pada sulkus koronarius,
wanita pada labia mayor dan minor
▪ Ekstragenital : Lidah, tonsil, anus
o Stadium Sekunder (S II)
▪ Telapak tangan
▪ Telapak kaki

Onset Kronik (Minggu-Tahun)

Kualitas Apakah mengganggu aktivitas? (ketika berkemih)


jika terdapat nyeri seberapa besar nyeri yang
dirasakan?

Kuantitas Stadium I: Ulkus tunggal, terdapat pembesaran


kelenjar getah bening regional
Stadium II: Sering disertai pembesaran kelenjar getah
bening generalisata

Perjalanan Sifilis stadium 1 masa tunas berlangsung selama 2-4


Penyakit minggu. Afek primer akan sembuh sendiri antara
3-10 minggu. 6-8 minggu sejak penyembuhan
chancre yang muncul pada stadium 1 , akan timbul
sifilis stadium 2 yakni ruam pada tubuh yang
berlangsung selama 9 bulan. Ruam ini biasanya
tidak gatal dan dapat disertai dengan munculnya
kutil di mulut atau area kelamin.

Faktor -
Memperingan

Faktor -
Memperberat
Gejala Penyerta Beberapa orang dengan sifilis sekunder juga
mengalami rambut rontok, nyeri otot, demam, sakit
tenggorokan, hingga pembengkakan kelenjar getah
bening.

PEMERIKSAA 1. Stadium I (Sifilis primer)


N FISIK
o Ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat indurasi, tidak
nyeri; terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
o Lokasi: di tempat kontak dengan lesi infeksius pasangan seksual. Pada
laki-laki sering didapatkan di penis (terutama di glans penis atau
sekitar sulkus koronarius) dan skrotum; pada perempuan didapatkan
di vulva, serviks, fourchette, atau perineum. Namun dapat pula ulkus
tidak tampak dan tidak disadari oleh pasien.

2. Stadium II (Sifilis sekunder)

o Terdapat lesi kulit yang polimorfik, tidak gatal dan lesi di


mukosa, sering disertai pembesaran kelenjar getah bening
generalisata yang tidak nyeri (limfadenopati).
GAMBAR 1. Sifilis stadium 1

2. Sifilis stadium 2

3.

DIAGNOSIS Berdasarkan gambaran klinis.

DIAGNOSIS Stadium I: Herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies, balanitis,


BANDING limfogranuloma venereum, karsinoma sel skuamosa, penyakit Behcet,
ulkus mole.
Stadium II: Erupsi alergi obat, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis,
dermatitis seboroik, kondiloma akuminata, alopesia areata.

PEMERIKSAA - Tes Serologik


N a. Treponemal
PENUNJANG Tes ini bersifat spesifik karena menggunakan antigen T. pallidum
dan digolongkan menjadi 4 kelompok :
o Tes immobilisasi: TPI (Treponemal Immobilization Test)
o Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein
Complement Fixation)
o Tes imunofluoresen: FTA-Abs (Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption Test) (IgG dan IgM), FTA-Abs DS (
Fluorescent Treponemal Antibody-Absorption Double Staining)
o Tes hemaglutinasi: TPHA (Treponemal pallidum
Hemagglutination Assay), 19S IgM SPHA (Solid-Phase
Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination
Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema
pallidum)
Tes yang dianjurkan adalah TPHA karena teknis dan pembacaan
hasilnya yang mudah, cukup spesifik dan sensitive, dan waktu
untuk menjadi reaktif cukup dini.
b. Non Treponemal
Tes ini mengandung antigen tidak spesifik yang terdiri atas
kombinasi kardiolipin, kolesterol, dan lesitin.
o Tes fiksasi komplemen: Wasserman (WR), Kolmer
o Tes flokulasi: VDRL (Venereal Disease Research
Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART
(Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test)
Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara
kuantitatif - Pemeriksaan Histopatologi
Proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas infiltrate
perivaskuler yang tersusun oleh sel limfoid dan sel plasma. Sifilis
sekunder 🡪 infiltrate granulomatosa yang terdiri atas epiteloid dan
sel raksasa
- Pemeriksaan T. pallidum pada Darkfield Microscopy Mengambil
serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan
mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan tiga hari
berturut-turut.
- Interpretasi: Treponema pallidum tampak berwarna putih pada latar
belakang gelap. Pergerakan memutas terhadap sumbernya,
bergerak perlahan-lahan melintasi lapangan pandangan.

TERAPI Obat pilihan:


Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis:

o Stadium primer dan sekunder : 2,4 juta Unit, injeksi


intramuskular, dosis tunggal

Cara: satu injeksi 2,4 juta Unit IM pada 1 bokong, atau 1,2 juta
Unit pada setiap bokong.

Obat alternatif: bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak


injeksi atau tidak tersedia BBPG:

o Doksisiklin 2x100 mg oral selama 14 hari untuk stadium primer


dan sekunder (B,3) atau selama 28 hari untuk sifilis laten.
Doksisiklin 2x100 mg oral selama 30 hari untuk stadium primer
dan sekunder atau lebih dari 30 hari untuk sifilis laten.
o Eritromisin 4x500 mg oral selama 14 hari untuk ibu hamil
dengan sifilis stadium primer dan sekunder, atau 30 hari untuk

sifilis laten (very low quality evidence, conditional

recommendation)3 Eritromisin 4x500 mg oral selama 30 hari


untuk ibu hamil dengan
sifilis stadium primer dan sekunder, atau lebih dari 30 hari untuk
4
sifilis laten. (D,5)

Evaluasi terapi: evaluasi secara klinis dan serologi dilakukan pada


bulan ke-1, 3, 6, dan 12.
Kriteria sembuh: titer VDRL atau RPR menurun 4 kali lipat dalam 6
bulan setelah pengobatan.

EDUKASI o Sedapat mungkin pasangan seksual ikut diobati

o Edukasi mengenai penyakit sifilis, cara penularan, pencegahan,

dan pengobatan
o Konseling/edukasi tentang risiko mudah tertular HIV perlu

dilakukan KTIP (Konseling dan tes HIV atas inisiatif petugas


kesehatan)

Beberapa pesan tentang IMS yang perlu disampaikan:

o Mengobati sendiri cukup berbahaya

o IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual

o IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan

HIV o IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas


o Pasangan seksual perlu diperiksa dan diobati

o Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV o Tidak

dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat 8.


Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien

PROGNOSIS Prognosis sifilis baik sejak ditemukan penicillin. Jika sifilis tidak diobati,
seperempat kasus akan kambuh, 5% akan menjadi sifilis tersier, 10%
akan menjadi sifilis kardiovaskuler, neurosifilis pada pria (9%) dan
wanita (5%), dan 23% meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka
penyembuhan mencapai 95%

KEPUSTAKAAN 1. Sherrad J, Donders G, White D. 2011 European (IUSTI/WHO)


guideline on the management of vaginal discharge. Int J STD
AIDS. 2011;22(8):421-9. Doi: 10.1258/ijsa.2011.011012
2. Daili SF, Indriatmi W, Zubier F, Nilasari H, editor. Infeksi menular
seksual pedoman praktis diagnosis dan tatalaksana. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2015.
3. CDC. Guidelines for treatment of sexually transmitted
diseases. MMWR. 2015; 64(3).

STANDAR TINEA KAPITIS


OPERASION
AL
PROSEDUR No. Dokumen :

(SOP) /SOP/RSUP/I/2022 No. Revisi :


0
Hasnaa Alyasi Sabrina
Tanggal : 18/01/2022 NIM 22010118130158
Halaman : 1/5

DEFINISI Tinea kapitis merupakan penyakit jamur superficial yang


disebabkan oleh kelompok dermatofita (Tricophyton sp.,
Epidermophyton sp., dan Microsporum sp.) yang menyerang kulit
kepala.

ANAMNESIS Keluhan Utama papula kemerahan di sekitar rambut di kulit


kepala, alis, dan bulu mata. Lesi dapat terasa
gatal dan dapat meluas membentuk pola
seperti lingkaran.

Lokasi Kulit dan rambut kepala

Onset Akut-kronik

Kualitas Gatal, terkadang terasa nyeri bergantung


dengan etiologinya

Kuantitas Semakin lama semakin melebar


Perjalanan Penyakit Papula kemerahan akan timbul di sekitar kulit
kepala dan rambut yang terasa gatal dan dapat
meluas ke area sekitar. Beberapa lesi akan
tumpang tindih dan disertai kerak seperti
ketombe tebal. Pasien dapat mengalami
kerontokan rambut yang menyebabkan
kebotakan pada area yang terinfeksi,
mengalami perubahan warna rambut menjadi
abu-abu, atau

memiliki bintik-bintik hitam pada area


yang botak.

Faktor Memperingan Mengkonsumsi obat simptomatis, istirahat

Faktor Memperberat Berkeringat, Hygiene yang kurang


dijaga, lembab

Gejala Penyerta -
PEMERIKSAA Bergantung pada etiologinya.
N FISIK
o Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”)

Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna menjadi


abu- abu dan tidak berkilat, rambut mudah patah di atas permukaan
skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena
rambut yang patah. Berfluoresensi hijau dengan lampu Wood. o
Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum
klinis mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion.
Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi biasanya gatal, dapat disertai
nyeri dan limfadenopati servikalis posterior. Fluoresensi lampu
Wood dapat positif pada spesies tertentu.
o “Black dot”

Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah


patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam
pada daerah alopesia (black dot). Kadang masih terdapat sisa rambut
normal di antara alopesia. Skuama difus juga umum ditemui.
o Favus

Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular


dengan skuama. Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang
kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy
odor.

Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi


dan alopesia
GAMBAR

DIAGNOSIS Tinea Kapitis

DIAGNOSIS Dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopic, liken


BANDING simpleks kronikus, alopesia areata, trikotilomania, liken
plano pilaris.

PEMERIKSAA 1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku


N menggunakan mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan
PENUNJANG atau artrospora.

Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan


mencabut rambut, menggunakan skalpel untuk mengambil rambut
dan skuama, menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan
cytobrush. Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.

®
2. Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel ,
® 0
Mycobiotic ): pada suhu 28 C selama 1-4 minggu (bila dihubungkan
dengan

Anda mungkin juga menyukai