Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Acquired Ptosis

Penyusun :
Ni Luh Airin Gita Devinda
(112021341)

Dokter Pembimbing :
dr. Bambang Herwindu, Sp.M

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 18 April 2022 – 21 Mei 2022
Pendahuluan

Palpebra atau kelopak mata adalah lipatan kulit yang menutupi mata pada bagian atas
dan bagian bawah berfungsi sebagai pelindung mata. 1 Palpebra diklasifikasikan menjadi 2
bagian berdasarkan lokasinya, yaitu palpebra superior dan palpebra inferior. Keadaan dimana
palpebra superior tidak dapat membuka dengan normal atau palpebra superior berada lebih
rendah daripada posisi anatomisnya (menurun) disebut sebagai ptosis.2 Terdapat 2 jenis
ptosis, ptosis kongenital dan ptosis yang didapat (acquired ptosis).2 Acquired ptosis adalah
kondisi ptosis yang terjadi saat dewasa atau dikemudian hari.3 Derajat perkembangan ptosis
yang semakin meningkat dapat menyebabkan gangguan pengelihatan serta masalah kosmetik
pada kelopak mata.3 Acquired ptosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 klasifikasi, yaitu
neurogenik, miogenik, aponeurotik, dan mekanikal ptosis.1-3

Anatomi Palpebra Superior

Palpebra disebut juga sebagai kelopak mata, memiliki 2 bagian utama berupa lamella
anterior dan lamella posterior yang dipisahkan oleh septum orbita. Lamella anterior terdiri
dari kulit palpebra dan m.orbicularis oculi, sedangkan lamella posterior terdiri dari tarsus,
otot retraktor palpebra dan konjungtiva. Otot retraktor palpebra terdiri dari m. levator
palpebra dan m. muller. Otot ini berfungsi untuk mengangkat atau membuka kelopak mata ke
arah atas. Bagian otot ini lah yang bertanggung jawab dalam terjadinya ptosis. M.levator
palpebra superior adalah otot yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius (N.III). setelah
melewati lig. Whitnall m. levator palpebra superior akan berubah menjadi aponeurosis dan
menempel pada anterosuperior tarsus, septum orbita dan kulit palpebra superior membentuk
upperlid crease. M. muller dipersarafi oleh saraf simpatis dan terletak di bawah aponeurosis
levator dan menempel pada superior tarsus.4

Gambar 1. Anatomi Palpebra4

Bentuk dari kelopak mata superior yang ideal terdiri dari supratarsal crease dengan
batas tegas dan bagian pretarsal yang jelas dan tidak ditutupi oleh kulit superior yang
menggantung atau berlebihan.4
Gambar 2. Bentuk Palpebra Superior Ideal4

Ptosis

Ptosis adalah suatu keadaan turunnya palpebra superior secara abnormal (tidak sesuai
dengan posisi anatomisnya). Ptosis dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu acquired dan
kongenital. Acquired ptosis adalah ptosis yang didapat dan didapatkan pada usia dewasa.
Berdasarkan penyebabnya acquired ptosis dapat dibagi menjadi 4, yaitu neurogenik ptosis,
miogenik, aponeuritik, dan mekanikal.2,5,6

Klasifikasi acquired ptosis2,6

1. Ptosis miogenik
Ptosis yang disebabkan karena adanya disfungsi pada otot retraksi mata terutama m.
levator palpebra superior.
2. Ptosis neurogenic
Ptosis yang terjadi akibat adanya defek pada sistem saraf, seperti padaa parese nervus
oculomotorius (N.III) atau horner’s syndrome.
3. Ptosis aponeurotik
Ptosis involusional yang terjadi akibat adanya dsifungsi pada apnoneurosis levator.
4. Mekanikal
Ptosis yang disebabkan oleh adanya efek gravitasi dari massa atau karena
pembentukan jaringan parut

Etiologi dan Faktor Risiko6,7

Klasifikasi ptosis Etiologi dan faktor risiko

miogenik myotonic dystrophy, distrofi otot facio-scapulo-humeral, OPMD


(oculopharyngeal-muscular dystrophy), mitocondriopathy, CPEO
(chronic progressive external opthalmoplegia) , toxic myopathy
neurogenik Parese nervus okulomotorius (N.III), miastenia gravis, horner’s
syndrome, Miastenia gravis,
aponeuritik Peregangan atau lepasnya aponeurosis levator dari inserisnya pada
tarsus yang biasanya disebabkan oleh usia
mekanikal Hemangioma, kalazion, neurofibroma, kista dermoid dan neoplasma
lainnya yang terjadi pada kelopak mata.

Faktor lingkungan yang sering menjadi faktor risiko dari ptosis adalah usia (prevalensi
ptosis meningkat seiring berjalannya usia), penggunaan kontak lensa, operasi intraokular,
injkesi periocular neurotoksin.6,7

Epidemiologi

Data epidemiologi ptosis sebagian berasal dari penelitian pada lokasi daerah yang
spesifik. Penelitian tersebut menyebutkan prevalansi ptosis pada orang dewasa sekitar 4.7-
13.5% paling banyak disebabkan karena proses penuaan. Belum ada penelitian yang
menyatakan adanya perbedaan prevalensi ptosis berdasarkan ras dan jenis kelamin populasi.
Pada penelitian yang dilakukan di singapur pada pasien di departemen okuloplastik
menyatakan bahwa 11.7% pasiennya terdiri dari acquired ptosis.6,7

Patofisiologi

Ptosis miogenik dapat disebabkan oleh miopati genetik primer yang menyebabkan
penurunan fungsi levator secara kronik dan progresif. Ptosis miogenik sekunder dapat
disebabkan oleh adanya penyakit sistemik. Penyebab ptosis miogenik primer paling sering
adalah CPEO (chronic progressive external opthalmoplegia). CPEO dapat menyebabkan
delesi pada DNA mitokondria yang dapat menurunkan fosforilasi oksidatif yang merupakan
proses penting pada metabolisme otot yang aktif.5,7

Ptosis neurogenik adalah jenis ptosis yang jarang terjadi dan dapat memberikan sinyal
terhadap adanya kondisi sistemik yang serius. Ptosis neurogenik di klasifikasikan sebagai
penyakit sekunder akibat adanya penurunan inervasi yang mempersarafi otot retraktor
superior mata. Ptosis neurogenik paling sering disebabkan karena adanya cedera pada nervus
okulomotorius (N.III) sebagai inervasi utama pada m. levator palpebra superior. Salah satu
penyakit yang paling sering menyebabkan ptosis neurogenik adalah horner’s syndrome.
Penyakit ini disebabkan oleh adanya disrupsi dari sistem saraf simpatis yang berjalan dari
posterolateral hipotalamus menuju ke otot dilator iris dan m. muller.5,7
Ptosis aponeuritik dapat disebabkan oleh kelainan pada aponeurisis levator. Adanya
penipisan otot menyebabkan penurunan tonus otot sehingga otot tidak dapat lagi menyangga
kelopak mata pada posisi anatomisnya5,7

Ptosis mekanikal dapat terjadi akibat adanya massa pada palpebra superior yang
menarik palpebra ke bawah akibat adanya gaya gravitasi sehingga menyebabkan
terhalangnya retraksi pada palpebra. Ptosis mekanika juga bisa disebabkan karena
terbentuknya jaringan sikatriks pada palpebra. Sikatriks dan simblefaron juga dapat
menyebabkan kelopak mata sukar untuk bergerak dan mengalami retraksi.5,7

Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang sering terjadi adalah jatuhnya kelopak mata
atas. Pasien juga bisa mengeluhkan adanya penurunan ukuran mata, penampilan yang terlihat
seperti kelelahan, hingga berkurangnya pengelihatan. Pada pasien dengan ptosis yang berat,
perlu melakukan gerakan memiringkan kepala atau menaikan kelopak matanya dengan
menggunakan jari untuk melihat lebih baik. Pada pasien juga perlu ditanyakan onset kejadian
dari ptosis untuk mengklasifikasikan jenis ptosis dan memperkirakan penyebab dari ptosis
tersebut. Ptosis yang terjadi perlahan-lahan yang disertai dengan adanya kelemahan otot pada
bagian tubuh yang lain menjadi salah satu landasan kecurigaan terhadap terjadinya
myasthenia gravis. Pasien juga bisa mengeluhkan adanya gejala seperti mata berair karena
produksi air mata yang meningkat, iritasi pada mata karena kornea yang terus menerus
tertekan oleh kelopak mata.5,7-9

Pertanyaan lainnya yang harus ditanyakan kepada pasien adalah riwayat trauma,
operasi pada mata, riwayat penyakit terdahulu seperti mata kering, trioid, hipertensi, diabetes
dan penyakit lainnya. Keluhan lainnya seperti jaw-winking, diplopia, disfagia. Serta riwayat
penyakit keluarga seperti adanya ptosis kongenital atau keluarga yang mengalami ptosis,
miopati okular, dan lainnya.5,7-9

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mata lengkap harus dilakukan pada pasien dengan ptosis dengan atau
tanpa adanya gangguan gerak bola mata.2,10
Pada palpebra, ada beberapa indikator yang kita dapat periksa untuk mengetahui derajat
keparahan dari ptosisnya itu sendiri. Indikator tersebut adalah :
1. MRD-1 atau Marginal Reflex Distance - 1 yaitu adalah jarak dari margin superior
dan pupil ketika disinari dengan senter dan pada saat pandangan lurus ke depan.
Jarak normal adalah 4-5 mm. 2,10
2. MRD-2 atau Marginal Reflex Distance - 2 yaitu adalah jarak dari margin inferior
dan pupil ketika disinari dengan senter dan pada saat pandangan lurus ke depan
dimana apabila jaraknya 5 mm berarti normal. 2,10
3. PFH (palpebral fissure height) yaitu jarak antata margin superior dan inferior
yang diukur pada axis pupil. Normalnya jumlah MRD-1 dan MRD2 harus sama
dengan hasil PFH. 2,10
4. Margin Crease Distance yaitu jarak antara margin superior dan lipatan kelopak
mata atas pada saat mata melirik ke bawah dimana jaraknya yaitu 7-8 mm pada
wanita dan 9-10 mm pada laki-laki. Adanya hasil yang meningkat
mengindikasikan terjadinya defek aponeurosis. 2,10
5. Fungsi levator yaitu jarak yang diperlukan oleh kelopak mata atas untuk bergerak
dari melirik ke bawah hingga ke atas ketika muskulus frontalis ditahan di bagian
alis dimana jarak sejauh 12 mm atau lebih dianggap normal 2,10
Pemeriksaan fisik lainnya yang bisa dilakukan adalah itu palpasi kelopak mata untuk
mengetahui kemungkinan adanya massa atau tumor dari daerah palpebra. 2,10
Pada pemeriksaan anterior mata, yang perlu diperhatikan adalah apakah adanya
kelainan pada kornea dan konjungtiva, karena biasanya pada ptosis yang bersifat kronik dapat
menyebabkan trauma mekanik pada kornea dan konjungtiva dikarenakan mata menjadi lebih
kering karena kelopak mata yang tidak terbuka sempurna. Untuk iris dan pupil, kita perlu
melihat apakah pupil mata kanan dan kiri simetris atau tidak karena fungsi membuka dan
menutupnya pupil ini diatur oleh cabang parasimpatik dari N.III yang apabila terganggu
dapat menunjukkan adanya asimetris pada pupil. Untuk lensa, biasanya tidak didapati adanya
kelainan yang berhubungan langsung dengan ptosisnya itu sendiri.11
Selain itu, pemeriksaan yang penting dilakukan pada kasus-kasus ptosis antara lain :
1. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang biasanya untuk mengetahui apakah ptosis ini
mengganggu lapang pandang pasien. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan yaitu perimetri dimana biasanya pada ptosis terdapat defek pada
lapang pandang bagian atas dimana hal ini berhubungan dengan derajat
keparahan dari ptosisnya itu sendiri.11
2. Ice test
Test yang dilakukan dengan ice pack dengan menggunakan bantuan sarung
tangan pada mata ptosis yang tertutup selama 2 menit, jika kelopak mata
terangkat 2 mm atau lebih, maka menunjukan kecurigaan terhadap miastenia.11

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kasus ptosis ini bertujuan untuk membantu memastikan
penegakan diagnosis dari penyebab utama terjadi ptosis11

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : 11


 Pemeriksaan radiografi yaitu
 CT scan brain dengan atau tanpa kontras yang dimana pemeriksaan ini
bertujuan untuk memastikan dan menyingkirkan adanya kemungkinan
tumor, infeksi, pendarahan atau infark pada otak ataupun batang otak.
 CT scan orbita yang dimana bertujuan untuk memastikan dan
menyingkirkan adanya tumor pada mata ataupun efek dari oftalmopati
karena tiroid.
 Pemeriksaan laboratorium:
 Pemeriksaan anti-AChR untuk ptosis karena miastenia gravis.
 Pemeriksaan fungsi tiroid untuk ptosis karena Grave’s ophthamopaty

Diagnosis banding
Pseudoptosis adalah turunnya kelopak mata yang bukan disebabkan karena gangguan
pada otot retraktor atau persarafan dari otot palpebra superior. Bisa disebabkan karena adanya
volume orbital yang kecil (pada mata artifisial, mikroftalmos, enoptalmos), retraksi kelopak
kontralateral (dengan membandingkan level palperba superior dengan margin palpebra
normalnya menutupi superior kornea 2 mm), ipsilateral hypotropia (menyebabkan
pseudoptosis karena palpebra mengikuti bola mata kea rah bawah), ptosis alis (karena adanya
kelebihan kulit pada bagian alis atau parese nervus facialis (N.VII) yang bisa di diagnpsis
dengan mengangkat kulit bagian alis), dermatokalasis (adanya kulit yang menggantung pada
palpebra superior)2,11

Tatalaksana
Tatalaksana dan manajemen pada ptosis biasanya dibutuhkan tenaga kesehatan seperti
dokter spesialisasi saraf, mata, dan bedah plastik. Biasanya ptosis dapat diperbaiki apabila
penyakit yang mendasarinya sudah terobati.7,11,12
a. Konservatif
Ptosis kongenital ringan sampai sedang dapat membaik tanpa adanya
komplikasi okuler. Beberapa jenis ptosis neurogenik juga dapat membaik dengan
sendirinya. Ptosis dengan distrofi myotonic dapat diperbaiki dengan menggunakan
“eye-putti” yang merupakan substansi seperti lem yang dapat membuat kelopak mata
superior menempel pada struktur supraorbital.7,11,12
Ptosis miogenik yang terjadi pada pasien dengan myasthenia gravis biasanya
dapat membaik dengan menggunakan farmakoterapi (kolinetserase inhibitor,
kortikosteroid, azathioprine). Pasien dengan ptosis tidak dipengaruhi dengan
perubahan diet.7,11,12
b. Pembedahan
Pada kebanyakan kasus ptosis diperbaiki dengan cara pembedahan (operasi
ptosis atau blefaroplasti). Pada hampir seluruh kasus ptosis operasi dilakukan oleh
dokter spesialis mata atau spesialis bedah plastik dengan lokal anestest atau sedatif
ringan.7,11,12
Tipe operasi untuk memperbaiki ptosis tergantung kepada penyebab dan
derajat keparahan ptosis. Dua prinsip utama untuk mencapai elevasi dari palpebra
superior adalah dengan memendekan m. levator palpebra atau m. muller dan
mensuspensikan pada daerah alis atau frontalis. Jika fungsi m. levator palpebra <5 mm
maka memendekan otot tersebut tidak akan mencapai hasil yang diinginkan, jika
kasusnya seperti ini maka jaringan palpebra superior di suspensikan dengan jaringan
pada otot alis sehingga ketika alis mengangkat maka kelopak mata akan terangkat. 7,11,12
- Prosedur bedah pada m. muller (ptosis 1-2mm, fungsi levator >10 mm)
Melakukan reseksi pada otot muller dan konjungtiva dan melakukan penjahitan
terhadap dasar tarsus mata. 7,11,12
- Prosedur otot levator (fungsi levator 5-10 mm) 7,11,12
Prinsip dasar dari teknik ini adalah memotong aponeurosis dan otot levator
menjadi lebih pendek sehingga kelopak mata jadi terangkat. Terdapat dua teknik
dari levator advancement ini yaitu pendekatan dari depan dan dari belakang. Pada
pendekatan dari depan kelopak mata diinsisi dengan patokan lekukan kelopak
mata hingga terlihat aponeurosis dari otot levator. Setelah itu aponeurosisnya
dilepaskan dari tarsus, dipotong dan dijahit kembali. Sedangkan pada pendekatan
dari belakang, kelopak mata dibalik lalu konjungtiva dipisahkan dari otot Mueller
dan aponeurosis levator dan dijahit lalu otot Mueller dan aponeurosisnya
dipisahkan dari septumnya dan dijepit. Lalu jahitan awal dilanjutkan hingga ke
otot levatornya dan jaringan yang lebih di eksisi. 7,11,13
- Prosedur frontalis sling (fungsi levator <5 mm)
Tindakan ini dipilih apabila levator function-nya tidak ada atau di bawah 4 mm.
Prosedur ini dilakukan dengan cara membuat tahanan dari otot frontalis ke
kelopak mata, dimana otot frontalis disini akan menunjang kelopak matanya.
Biasanya tahanan yang dibuat diambil dari fascia lata atau lapisan fascia dalam
dari bagian paha dikarenakan lebih kuat dan bisa menyatu dengan lebih cepat dan
tidak meninggalkan bekas pada jaringan sekitar. Selain itu, banyak tahanan
sintesis yang dijual di pasaran dengan berbagai macam merek dan bahan dasar. 7,12

Gambar 4. Langkah-langkah Operasi dengan Teknik Frontalis Sling14


- Prosedur Fasanella-servat
Melakukan eksisi pada konjungtiva, m.muller dan kelenjar assesorius lakrimal
(tarsalmullerectomy). Algoritma reseksi : ptosis 1 mm = reseksi 4 mm, ptosis 1.5
mm = reseksi 6 mm, ptosis 3 mm = reseksi 11-12 mm. 7,12,14

Komplikasi
Komplikasi dari ptosis yang tidak ditangani biasanya berupa ambliopia sekunder yang
disebabkan oleh adanya kerja lebih pada mata yang sehat. Ptosis juga dapat menyebabkan
terjadinya astigmatisa dan abrasi pada kornea akibat adanya penekanan kornea oleh kelopak
mata. Selain itu, pada beberapa kasus dapat ditemukan penurunan lapang pandang dan nyeri
kepala bagian frontal yang bisa mengganggu aktifitas sehari-hari.11
Komplikasi dari tindakan operasi yang mungkin dilakukan pada pasien terjadi apabila
terdapat penyulit selama proses operasi. Penyulit itu dapat berupa pendarahan intraoperasi
atau pasca operasi, edema pada kelopaknya, ketidaksimetrisan antar kedua kelopak mata.11
Prognosis
Prognosis dari ptosis ini biasanya tergantung dari penyakit penyebabnya. Biasanya
apabila penyakit penyebabnya dapat disembuhkan maka prognosisnya akan menjadi lebih
baik. Akan tetapi keterlambatan terapi menjadi faktor yang penting dalam penentuan hasil
akhir dari terapi. Kecacatan permanen baik pada kelopak mata maupun pada gerakan bola
mata biasanya akan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.7

Kesimpulan
Ptosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan turunnya kelopak mata atas dan
tidak sesuai dengan posisi anatomis. Berdasarkan waktu terjadinya, ptosis dibagi menjadi 2,
kongenital dan acquired. Acquired ptosis dibedakan berdasarkan etiologinya, yaitu
neurogenik, miogenik, aponeurosis, dan mekanik. Diagnosis ptosis ditegakan berdasarkan
anamensis dan pemeriksaan fisik pada pasien. Penatalaksanaan yang tepat untuk ptosis
didasarkan terhadap penyebab dan derajat keparahanya. Pada pasien dengan ptosis yang
disebabkan oleh penyakit sistemik, prognosisnya akan baik apabila penyakit penyebabnya
telah terobati.

Daftar pustaka

1) Sitorus R, SItompul R, WIdyawati S, Bani A. Buku Ajar Oftalmologi. 1st ed. Jakarta:
UIpublishing; 2020.
2) Salmon J, Kanski J. Kanski's clinical ophthalmology. 9th ed. Oxford: Elsevier; 2020.
3) Shahzad B, Siccardi M. Ptosis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2022 [cited 22 April
2022]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546705/
4) Codner MA, McCord DC. Periorbital and eyelid anatomy. 2nd ed. New York:
Thieme;2017. P 3-52.
5) Floyd M, Kim H. More than meets the eye: a comprehensive review of
blepharoptosis. Plastic and Aesthetic Research [Internet]. 2021 [cited 22 April
2022];8(1). Available from:
https://parjournal.net/article/view/3862#Cite_This_Article
6) Bacharach J, Lee W, Harrison A, Freddo T. A review of acquired blepharoptosis:
prevalence, diagnosis, and current treatment options. Eye [Internet]. 2021 [cited 22
April 2022];35(9):2468-2481. Available from:
https://www.nature.com/articles/s41433-021-01547-5
7) Finsterer J. Ptosis: Causes, Presentation, and Management. Aesthetic Plastic Surgery.
2003;27(3):193-204.
8) Farber S, Codner M. Evaluation and management of acquired ptosis. Plastic and
Aesthetic Research. 2020;7(20).
9) Sruthi R, Pauly M. Ptosis: Evaluation and management. Kerala Journal of
Ophthalmology [Internet]. 2019 [cited 22 April 2022];31(1):11. Available from:
http://www.kjophthal.com
10) Sruthi R, Pauly M. Ptosis: Evaluation and management. Kerala Journal of
Ophthalmology [Internet]. 2019 [cited 22 April 2022];31(1):11. Available from:
http://www.kjophthal.com
11) Cohem AJ, Mercandetti M, Law SK, Rowsey JJ, Roy H, Pelton RW. Ptosis
(blepharoptosis) in adults. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/1212082
12) Kwitko GM, Patel BC. Blepharoplasty Ptosis Surgery. [Updated 2020 Sep 6]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
13) Schulz C, Nicholson R, Penwarden A, Parkin B. Anterior approach white line
advancement: technique and long-term outcomes in the correction of blepharoptosis.
Eye [Internet]. 2017 [cited 22 April 2022];31(12):1716-1723. Available from:
https://www.nature.com/articles/eye2017138#Sec13
14) Ahn J, Kim N, Choung H, Hwang S, Sung M, Lee M et al. Frontalis sling operation
using silicone rod for the correction of ptosis in chronic progressive external
ophthalmoplegia. British Journal of Ophthalmology [Internet]. 2008 [cited 22 April
2022];92(12):1685-1688. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18786957/

Anda mungkin juga menyukai