(makalah)
Disususun oleh :
Nama Npm
Arbi Ma’ruf Amirudin 20110047
Dikri Pangestu 20110052
Hendra Firmansyah 20110059
Muhammad Maulana Yusuf 20210038
Rio Fatlah Ipan Kenedi 20210026
Tanaman Padi Sawah". Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami
baik. Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama. Makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami minta kritik dan saran yang bisa menyempurnakan makalah ini kedepannya.
Semoga makalah yang saya buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang
Terima kasih
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul…….……..………………………………………………….…...
Kata Pengantar...…….…………….…………………………….………….…...
Daftar Isi…………………………………...……………………………….…….
BAB I. PENDAHULUAN
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui
pengembangan varietas unggul baru dan penambahan areal panel melalui peningkatan
intensitas penanaman (Daradjat 2001). Keberhasilan produksi pertanian sangat
tergantung pada kemampuan mengelola sumber daya lahan secara optimal dan
berkesinambungan (Hakim et. al, 1986).
I.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produktivitas Air
Air yang tidak cukup menyebabkan pertumbuhan padi tidak sempurna bahkan
bisa menyebabkan padi mati kekeringan (Rizal et al., 2014). Defisit air yang terjadi
pada tahapan periode pertumbuhan tertentu, menyebabkan respons tanaman juga akan
berbeda tergantung pada kepekaan (sensitivity) tanaman pada tahapan pertumbuhan
tersebut. Secara umum tanaman lebih peka terhadap defisit air pada perioda
perkecambahan, pembungaan dan awal pembentukan hasil (yield formation) dari
pada awal vegetatif dan pematangan (Munir, 2012). Laju perkolasi sangat tergantung
pada sifat-sifat tanah, dan sifat tanah umumnya tergantung pada kegiatan
pemanfaatan lahan atau pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur lempung berat
dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai
1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang bertekstur lempung lebih ringan, laju perkolasi
bisa lebih tinggi. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan
Standar Perencanaan Irigasi 1986 KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian
lapisan air adalah 50 mm/bulan (atau 3,3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan
dan dua bulan setelah transplantasi (Triatmodjo, 2013).
Konsep pengairan intermittent SRI hanya memberi air irigasi sesuai dengan
jumlah dan waktu yang dibutuhkan oleh tanaman. Saat genangan air disawah telah
habis tidak langsung diairi kembali, akan tetapi dibiarkan sampai sawah kondisi retak
atau mendekati titik stress tanaman baru sawah diairi kembali. Metode SRI dianggap
berhasil jika mampu meningkatkan produktivitas lahan dan mengefisienkan
penggunaan air. Metode irigasi SRI yang disertai dengan pengelolaan tanaman yang
baik dapat meningkatkan produtivitas tanaman hingga 30- 100% bila dibandingkan
dengan menggunakan metode irigasi konvensional (tergenang kontinyu) (Rizal et al.,
2014; Huda et al., 2012). Metode pemberian air secara terputus-putus dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan air pada lahan produksi pangan. Penurunan
kekritisan air dapat dilakukan dengan adanya jaringan irigasi yang baik (Ali et al.,
2013; Romero et al., 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan Sistem Pengairan dalam Budidaya Tanaman Padi
Pada wilayah yang kondisi airnya diatur dengan ketat, terdapat kesepakatan
lisan antar pengatur air di masing-masing desa melalui pembagian jadwal bergilir.
Meskipun begitu, masih sering terdapat pemilik lahan dari desa lain yang mencuri air
dengan cara membuat saluran baru untuk membelokan aliran air atau dengan
memasukan pipa kedalam tanah untuk menyedot air ke lahan mereka.
3. Pengaruh iklim
Permasalahan pada sawah tadah hujan yang utama adalah permasalahan air.
Tidak menentunya iklim menjadi salah satu faktor terbesar lemahnya produktivitas
padi. Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik
dan sulit dikendalikan. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk
dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerlukan biaya
dan teknologi yang tinggi. Iklim (cuaca) sering seakan-akan menjadi faktor pembatas
produksi pertanian. Karena sifatnya yang dinamis, beragam dan terbuka, pendekatan
terhadap iklim agar lebih berdaya guna dalam bidang pertanian, diperlukan suatu
pemahaman yang lebih akurat terhadap karakteristik iklim melalui analisis dan
interpretasi data iklim. Secara teknis dalam budidaya tanaman padi sawah, hampir
semua unsur iklim berpengaruh terhadap produksi dan pengelolaan tanaman. Namun
masing-masing mempunyai pengaruh dan peran yang berbeda tehradap berbagai
aspek dalam budidaya tanaman.
Keadaan iklim aktual (cuaca) pada periode tertentu sangat menentukan pola
tanam padi, jenis Varietas, teknologi usahatani, pertumbuhan , produksi tanaman,
serangan hama/penyakit dan lain-lainnya. Apalagi sistem usahatani pada lahan kering
seperti padi gogo, berbagai unsur iklim terutama pola dan distribusi curah hujan
sangat dominan terhadap produksi.
4. Kekeringan
Kekeringan menjadi salah satu kendala dalam budidaya tanaman padi di
Indonesia, umumnya petani lebih memilih menunda penanaman padi di lahan mereka
apabila ketersediaan air irigasi tidak cukup memenuhi kebutuhan sawah mereka.
Seperti diketahui bahwa para petani memiliki kebiasaan menggenangi lahan sawah
dari awal musim sampai dengan panen, akan tetapi tanaman padi dapat menghasilkan
produksi yang lebih tinggi apabila kebutuhan airnya dipenuhi secara tepat (Fonteh et
al., 2013). Kebutuhan air tanaman padi dari awal musim tanam sampai dengan panen
menjadi topik utama yang perlu diuji dalam penelitian. Ketersediaan air yang cukup
merupakan salah satu faktor utama dalam produksi padi sawah.
3. Pembagian air serta pembukaan pintu irigasi yang merata agar tidak terjadi
kekurangan pasokan air bagi lahan sawah yang cukup jauh dari infrastruktur
irigasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Peningkatan produksi padi di Indonesia masih banyak kendala diantaranya karena
penerapan paket teknologi budidaya tanaman yang kurang tepat dan sebagian
besar lahan sawahnya adalah lahan tadah hujan yang sangat rentan terhadap
perubahan iklim.
2. Permasalahan seputar pengairan dalam proses budidaya tanaman padi ialah seperti
Infrastruktur pengairan dan kualitas air yang tidak memadai (1) ; Pengaturan pintu
air irigasi yang berdampak pada proses penanaman (2) ; Pengaruh iklim (3) ; an
Kekeringan (4).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.H., Abustan, I., & Puteh, A.B. (2013). Irrigation management strategies for
winter wheat using aquacrop model. Journal of Natural Resources and
Development, 3, 106-113.
Doonrenbos, J. & Pruitt, W.O. (1977). Guideline for Predicting Crop Water
Requirements. Roma: Food and Agriculture Organization.
Doorenbos, J. and A.H. Kassam. 1979. Yield response to water. FAO Irrigation and
Drainage Paper No.33. Rome, FAO.
Fonteh, M.F., F.Q.Tabi. A.M.Wariba, and J.Zie. 2013. Effective water manajemen
practices in irrigation rice to ensure food security and mitigate climate change
in a Tropical climate. Agriculture and Biology Journal of North America,
4(3): 284-290.
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong,
G.B.,Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488
hal.
Huda, M. N., Harisuseno, D., & Priyantoro, D. (2012). Kajian Sistem Pemberian Air
Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang
Kabupaten Malang. Jurnal Teknik Pengairan, 3(2), 221-229.
Linsey, R.K, & Franzini, J.B. 1979. Water Resources Engineering. New York: Mc
Graw Hill Book Co.
Purba, J. H. (2011). Kebutuhan dan cara pemberian air irigasi untuk tanaman padi
sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Sains dan Teknologi, 10, 145-155.
Ruminta dan Tati Nurmala. 2009. Analisis dampak perubahan pola curah hujan
terhadap sistem pertanian tanaman pangan lahan kering di Jawa Barat. Jurnal
Agrin, 20(2): 155-168.
Romero, R., Muriel, J. L., García, I., & de la Pena, D. M. (2012). Research on
automatic irrigation control: state of the art and recent results. Agricultural
Water Management, 114, 59-66.
Rizal F., Alfiansyah, & Rizalihadi, M. (2014). Analisis perbandingan kebutuhan air
irigasi tanaman padi metode konvensional dengan metode SRI organik. Jurnal
Teknik Sipil, 3(4), 67-76.
Rahman, M.R. and S.H. Bulbul. 2014. Effect of alternate wetting and drying (AWD)
irrigation for Boro rice cultivation in Bangladesh. Agriculture, Forestry and
Fisheries, 3(2): 86-92.
Sianipar, M.S., L. Djaya, dan D.P. Simarmata. 2015. Keragaman dan kelimpahan
serangga hama padi (Oryza sativa L.) di dataran rendah Jatisari, Karawang
Jawa Barat. Jurnal Agrin, 19(2): 89-96.
Setiawan, W., Rosadi, B., & Kadir, M.Z. (2014). Respon pertumbuhan dan hasil tiga
varietas kedelai (Glicine max) pada beberapa fraksi penipisan air tanah
tersedia. Jurnal Teknik Pertanian, 3(3), 245-252.
Setiobudi, D. 2007. Teknik Pengelolaan Air Pada Padi Hibrida. BPTP Padi Subang.
pp. 209-217.
Sugiono, D. dan N. Widyodaru. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil genotif padi
pada berbagai sistem tanam. Jurnal Agrotek Indonesia, 1(2): 105-111.
Oliver, M.M.H., M.S.U. Talukder, and M. Ahmed. 2008. Alternate wetting and
drying irrigation for rice cultivation. Journal of the Bangladesh Agricultural
University, 6(2): 409- 414.
Winarso. 1985. Penentuan Kebutuhan Air Tanaman Padi dan Efisiensi Irigasi
pada Musim Kemarau di Petak Tersier Percontohan 1 Proyek Irigasi
Wonogiri Surakarta.
Yang, J., Q. Zhou, and J. Zhang. 2017. Moderate wetting and drying increase rice
yield and reduce water use, grain.