Modul Pelatihan PUG Tingkat Dasar.3
Modul Pelatihan PUG Tingkat Dasar.3
MODUL PELATIHAN
MODUL 1
SEJARAH PERJUANGAN KESETARAAN GENDER
A. Pokok Bahasan
Sejarah perjuangan kesetaraan gender
B. Tujuan Pembelajaran
1. Standar Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
dapat menjelaskan tentang:
a. Sejarah gerakan perempuan dunia yang di dalamnya juga terkait
konsep HAM, HAP dan HAN
b. Sejarah gerakan perempuan indonesia (Nusantara)
2. Indikator
1. Peserta paham dan mampu menjelaskan tentang sejarah
perjuangan kesetaraan gender
2. Peserta mampu menjelaskan tentang konsep HAM, HAP dan
HAN.
C. Proses Pembelajaran
1. Perkenalan dan Kesepakatan pelatihan
a. Fasilitator membuka pelatihan, dengan memperkenalkan diri
secara singkat demikian pula para peserta. Apabila waktu
memungkinkan dapat dengan menggunakan metode permainan.
b. Berikutnya fasilitator menjelaskan mengenai judul dan materi
pelatihan serta berapa lama waktu yang dibutuhkan.
c. Selanjutnya buatlah kesepakatan bersama agar kegiatan
pelatihan dapat berjalan sesuai dengan harapan.
26
c. Fasilitator kemudian memaparkan bahan tayangnya terkait
dengan gerakan perempuan dunia.
D. Metode
1. Pemutaran film singkat
2. Ceramah dan tanya jawab
3. Diskusi kelompok
4. Presentasi kelompok
5. Game
6. Simpulan dari fasilitator
E. Media
1. Flipchart/kertas plano
2. Kertas kosong
3. Pena/Pulpen
4. Spidol besar dan kecil
5. Solasi kertas
6. LCD Proyektor
7. Komputer
F. Sumber Belajar
1. Mansour Fakih, Menggeser Konsep Gender dan transformasi sosial.
Yogyakarta. 1995
2. Dr. Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarusutamaannya di
Indonesia. Yogyakarta. 2011.
27
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajaran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama 180 menit (4 jpl)
Diskusi Komputer
Flip chart
Kertas kosong
LCD
Komputer
28
e. Pasca reformasi tanya jawab LCD
Komputer
Jumlah 180
menit
I. Materi Belajar
1. Sejarah Gerakan Perempuan Dunia
Beragam permasalahan yang dialami perempuan pada masa lalu
maupun kini, tentu saja tidak luput dari perhatian komunitas Negara-
negara di dunia. Perhatian ini sebagai wujud ungkapan keprihatinan
sesama manusia atas terjadinya ketidakadilan diberbagai hal yang
menyangkut perempuan. Dalam berbagai kesempatan kerap
perempuan selalu dijadikan objek eksploitasi, serta adanya upaya
marginalisasi perempuan. Padahal bila ditinjau dari konteks
kehidupan bermasyarakat perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki untuk diperlakukan secara adil dalam berbagi peran
di segala bidang kehidupan. Berikut ini serangkaian kegiatan yang
mendorong munculnya gerakan perempuan dunia.
Tahun 1789 Revolusi Prancis di dataran Eropa terjadi, hal tersebut
merupakan simbol bagi perlawanan berbagai
golongan dalam masyarakat yang menghendaki
perubahan dari pemerintah dengan semboya liberte,
egalite, dan fraternite (kebebasan dari penindasan,
persamaan hak dan persaudaraan). Dengan
semboyan tersebut, perempuan di Prancis menjadi
lebih solid dan kuat pada tahun 1870.
Abad ke-19 Gerakan perempuan mulai tumbuh di Inggris dan
Amerika, dengan memperjuangkan hak-haknya. di
samping itu juga di wilayah dunia bagian Timur, di
Jepang gerakan perempuan juga timbul dalam
suasana gerakan rakyat yang menghendaki
perubahan positif dalam masyarakat.
Tahun 1848 Perlakuan tidak adil terhadap hak membuat
perempuan secara formal berjuang untuk
mendapatkannya. Secara formal dalam pertemuan
bersejarah di Seneca Falls, dari tanggal 19-20 Juli
dihasilkan Declaration of Sentimens yang isinya salah
satu tentang mengaplikasikan doktrin HAM pada
perempuan. Tokoh perempuan yang menjadi
29
pendorong terlaksananya pertemuan tersebut adalah
Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry
Wollstonecraft.
Akhir abad ke-19 Gerakan perempuan timbul di India, mereka
berjuang dalam bidang politik untuk melepaskan diri
dari penjajah. Demikian pula dengan negara-negara di
wilayah Asia dan Afrika merupakan respon
perlawanan terhadap kolonialisme dan adat istiadat
yang dirasakan bertentangan dengan
perikemanusiaan.
1948 Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal
mengenai Hak Asasi Manusia (Universal Declaration
of Human Right).
1950-an Upaya untuk mencapai kesamaan antara perempuan
dan laki-laki mulai dikumandangkan, merupakan isu
gender.
1963 Muncul gerakan global yang dipelopori oleh gerakan
kaum perempuan, mendeklarasikan suatu resolusi
melalui Badan ECOSOC PBB untuk perbaikan kondisi
politis, ekonomi, sosial serta status sipil perempuan.
1967 Commission on The Status of the Women (CSW)
terbentuk, yang mulai memperhatikan secara khusus
status dan isu-isu perempuan.
1970-an PBB menetapkan dekade pertama pembangunan
perempuan, dengan fokus utama meningkatkan peran
perempuan dalam pembangunan.
1975 Konferensi Internasional PBB pertama tentang
perempuan diselenggarakan di Mexico City, dan
dicanangkannya Tahun Wanita Internasional.
Penekanannya lebih pada Women in Development
(WID).
1979 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women/CEDAW) diadopsi oleh Majelis Umum PBB.
1980 Konferensi Internasional PBB kedua tentang
perempuan diselenggarakan di Copenhagen,
pengesahan CEDAW. Dan pendekatannya berubah
menjadi Women And Development (WAD).
30
1985 Konferensi Internasional PBB ketiga tentang
perempuan diselenggarakan di Nairobi menghasilkan
The Nairobi Looking Forward Strategis for the
Advancement of Women yang bertujuan mengkaji
mengapa terjadi berbagai ketimpangan antara laki-laki
dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Di tahun yang sama, PBB membentuk suatu badan
dengan nama The United Nation Fund for Women
(UNIFEM) untuk melakukan studi advokasi,
kolaborasi, dan mendanai kegiatan kesetaraan gender
secara internasional.
1990 Di Vienna diselenggarakan the 34 th Commisson on
the Status of Women. Dilakukan analisis terhadap
konsep pemberdayaan perempuan tanpa melibatkan
kaum laki-laki, yang tampaknya juga kurang
membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh
karena itu digunakanlah pendekatan gender yaitu
Gender And Development (GAD).
1993 Konferensi Internasional tentang HAM diselenggarkan
di Wina, menghasilkan pernyataan bahwa hak asasi
perempuan bersifat universal, tidak terbagi dan
termasuk didalamnya hak ekonomi, sosial, budaya,
serta hak sipil dan politik.
1994 PBB menyelenggarakan Internasional Conference on
Population and Development di Kairo. Pendekatan
Gender And Development (GAD) menjadi sebuah
perdebatan.
1995 Konferensi Internasional PBB keempat tentang
perempuan diselenggarakan di Beijing. Konferensi ini
secara tegas memperkuat komitmen mengenai hak-
hak perempuan yang telah diadopsi sebelumnya. Di
samping itu Beijing Platform for Action (BPFA) juga
menghasilkan suatu konseptual yang cukup kondusif
bagi upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam
pembangunan. Konsep tersebut yaitu Gender
Mainstreaming (Pengarusutamaan Gender/PUG).
Konsep ini sudah muncul setelah Konferensi Ketiga di
Nairobi. Secara tegas dalam konferensi ini partisipan
mendukung konsep Gender Mainstreaming.
31
2000 189 negara anggota PBB telah menyepakati tentang
Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) untuk
melaksanakan Tujuan Pembangunan Millenium
(Millenium Development Goals-MDGs) dengan
menetapkan target keberhasilannya pada tahun 2015.
Seiring perjalanan gerakan perempuan di dalam memperjuangkan
haknya, maka tidak dapat terlepas dari adanya Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang sudah diadopsi oleh PBB.
32
3. Sejarah Gerakan Perempuan di Indonesia
Tidak dapat dipungkiri munculnya gerakan perempuan di belahan
dunia lain membawa imbas pengaruh ke dalam nuansa pergerakan
perempuan Indonesia. Pengaruh tadi dapat diihat dalam pemunculan
ide-ide emansipasi oleh Kartini dan strategi perjuangan organisasi-
organisasi perempuan yang berusaha untuè menekan agar keluar
undang-undang perkawinan di era 1950-an.
Berbicara mengenai sejarah gerakan perempuan di Indonesia tak
beda dengan fenomena gerakan perempuan di negara-negara yang
pernah mengalami kolonialisme Barat. Sejarah gerakan perempuan
di Indonesia apabila dilakukan periodosasi maka secara garis besar
dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) periode, yaitu:
1) Periode Sebelum Proklamasi kemerdekaan
Pada periode ini, di berbagai penjuru Indonesia kita jumpai
banyak tokoh terkemuka perempuan yang tampil
mempertahankan negeri ini seperti Cut Nyak Dhien dan Cut
Mutia keduanya dari Aceh, Raden Ayu Ageng Serang dan Roro
Gusik istri dari pahlawan Untung Surapati, Cristina Martha
Tiahahu dari Maluku, Emmy Saelan dari Sulawesi Selatan.
Mereka semua berjuang mengangkat senjata melawan
kolonialisme Belanda untuk mempertahankan kedaulatan walau
masih terbatas hanya untuk negerinya sendiri-sendiri.
Kemudian pada awal abad ke-20 para pendekar perempuan
mulai memfokuskan perjuangannya agar tersedia pendidikan
bagi kaum perempuan. Dalam dekade berikutnya, semakin
banyak perempuan secara aktif terlibat dalam perjuangan
panjang memperoleh kemerdekaan untuk memperoleh
kesetaraan. Salah satunya yaitu R.A Kartini dengan melalui
surat-surat yang ditulisnya kepada sahabatnya.
Pada masa pendudukan tentara Jepang, hanya satu organisasi
yang diijinkan yaitu Fujinkei. Kemudian pada tahun 1912 untuk
pertama kalinya berdiri organisasi perempuan yaitu Poetri
Mardika atas bantuan dari perkumpulan Boedi Oetomo. Dan
kemudian diikuti oleh beberapa organisasi perempuan lainnya
seperti Jong Java Meisjeskring (Kelompok Pemudi Jawa Muda),
Aisyah (Pemudi Muhammadiyah), dll. Hingga pada tahun 1928
sebuah titik balik penting dalam perjuangan gerakan perempuan,
tepatnya saat diselenggarakan Konggres Perempuan Pertama di
Dalem Djojodipuran, Yogyakarta. Diprakarsai oleh 3 orang tokoh
perempuan yang progresif yaitu, Ibu Soekonto (Wanita Utomo),
33
Nyi Hajar Dewantara (wanita Taman Siswa), dan Ibu Soejatim
(Puteri Indonesia). Adapun panitia penyelenggara Kongre
Perempuan tersebut terdiri dari 7 (tujuh) organisasi perempuan,
yaitu Wanita Utomo, Wanita Taman Siswa, Puteri Indonesia,
Aisyiyah, Wanita Katolik, Jong Islamietenbond-amesafseling, dan
Jong Java bagian wanita. Salah satu keputusan pentingnya
adalah terbentuknya federasi Perikatan Perkumpulan Indonesia
(PPI) yang akhirnya berubah menjadi Konggres Wanita
Indonesia (KOWANI) pada tahun 1946.
Pada masa itu perjuangannya tidak hanya melawan penjajah
Belanda tetapi juga berani menuntut Indonesia berparlemen
pada tahun 1938, hingga dikabulkan dengan duduknya
perempuan Indonesia di Gemeenteraad (DPRD Tingkat II)
antara lain:
a. Emma Puradierda di Bandung
b. Sri Umiyati di Cirebon
c. Soenaryo Mangunpuspito di Semarang
d. Siti Sundari Sudirman di Surabaya
34
Sambil memanggul senjata dan membentuk dapur umum serta
ambil bagian dalam satuan gerilya, perempuan Indonesia tidak
luput terus menyuarakan tuntutan mereka, upah dan hak yang
sama atas dasar kerja, perbaikan hukum perkawinan, pendidikan
untuk kaum perempuan dan lain sebagainya.
Dua organisasi perempuan kiri pada pertengahan 1950-an
memperoleh kedudukan penting, yaitu Wanita Marhaen yang
nasionalis dan Gerakan Wanita Sedar (GERWIS) yang secara
ideologi merupakan kelanjutan dari istri sedar dulu. Tahun 1954,
Gerwis mengganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia
(GERWANI). Ia berdiri sendiri, tanpa afiliasi dengan organisasi
lain manapun.
35
perhatian dunia pada saat itu, seperti aborsi, kekerasan
domestik, pelecehan seksual dan lain sebagainya. LSM yang
merintis gerakan perempuan kontemporer ini diantaranya
Kalyanamitra (1985) yang metodanya berfokus pada komunikasi
dan informasi selain itu juga melakukan aktivitas lapangan,
Solidaritas Perempuan (1984) yang banyak menangani kasus
perdagangan perempuan dan anak-anak hingga sekarang,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan banyak lagi
LSM-LSM yang lainnya.
36
Setelah era Megawati Soekarnoputri selesai dan digantikan oleh
Susilo Bambang Yudhoyono, ada 4 (empat) kementerian yang
dijabat oleh perempuan.
37
MODUL 2
KEBIJAKAN PUG DI TINGKAT NASIONAL, DAERAH, DAN DIY
A. Pokok Bahasan
Kebijakan PUG di tingkat Nasional, Daerah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta
B. Tujuan Pembelajaran
1. Standar Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
dapat menjelaskan tentang Kebijakan Pengarusutamaan Gender
dari tingkat Nasional hingga Daerah
2. Indikator
a. Peserta paham dan mampu menjelaskan tentang kebijakan PUG
b. Peserta mampu menjelaskan tujuan, sasaran, dan ruang lingkup
kebijakan PUG
C. Proses Pembelajaran
1. Review Materi Sebelumnya
a. Fasilitator melakukan review terkait dengan materi di hari
sebelumnya.
b. Pelaksanaan review dengan menggunakan metode permainan
tangkap bola.
c. Setiap peserta yang dilempar bola dan menangkapnya akan
memberikan tanggapan 2-3 kata tentang materi sebelumnya.
d. Hal tersebut dilakukan hingga semua peserta mendapat giliran
dengan cepat atau kalau review sudah terangkum semua.
38
3. Kebijakan Pengarusutamaan Gender di tingkat Daerah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta
a. Fasilitator menanyakan kepada peserta adakah yang
mengetahui kebijakan PUG di tingkat daerah baik itu di propinsi
maupun di kabupaten/kota
b. Seandainya ada yang tahu maka galilah sejauhmana
pengetahuan atas kebijakan PUG di tingkat daerahnya.
c. Fasilitator kemudian memaparkan materi tentang kebijakan PUG
di tingkat Daerah dan DIY.
d. Dilanjutkan dengan tanggapan-tanggapan dan kemudian
hasilnya dirangkum sebagai simpulan harian.
D. Metode
1. Ceramah Tanya Jawab (Ceratab)
2. Diskusi kelompok
3. Presentasi kelompok
4. Role play
5. Simpulan dari fasilitator
E. Media
1. Flip chart
2. Kertas kosong
3. Pena
4. LCD proyektor
5. Komputer
6. Microphone
F. Sumber Belajar
1. Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional.
2. Permendagri No.67 tahun 2011 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan PUG di Daerah.
3. Pergub DIY No. 116 tahun 2014 tentang Pedoman PPRG.
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajaran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama 90 menit (2 jpl)
39
No Proses Pembelajran Waktu Metode Materi/Media
1 Review materi hari 20 menit Curah pendapat Bola / kertas yang
sebelumnya menggunakan dibuat sebagai
permainan. pengganti bola.
2 Kebijakan 20 menit Ceramah Kebijakan PUG di
pengarusutamaan Diskusi Tingkat Nasional
gender di tingkat Game (Inpres Nomor 9
nasional tahun 2000
a. Peraturan tentang PUG
perundang-undangan dalam
b. Implementasi Pembangunan
kebijakan dan
Nasional)
perkembangan
peraturan LCD proyektor
perundangan (dilihat Komputer
situasi dan kondisi di Flip chart
masyarakat)
3 Kebijakan 20 menit Ceramah Permendagri No.
pengarusutamaan di diskusi 67 tahun 2011
tingkat Daerah Dan tentang Pedoman
Daerah Istimewa Umum
Yogyakarta pelaksanaan PUG
a. Peraturan di Daerah.
perundang-undangan Peraturan
di provinsi DIY dan Gubernur DIY No.
Kabupaten/kota)
116 tahun 2014
b. Implementasi
kebijakan dan tentang Pedoman
perkembangan PPRG.
peraturan LCD proyektor
perundangan (dilihat Komputer
situasi dan kondisi di Flip chart
provinsi DIY dan
Kabupaten/kota))
4 Tanya jawab 20 menit Tanya jawab Microphone
Rangkuman dan 10 menit Role play
penutup
Jumlah 90 menit
I. Materi Belajar
1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender di tingkat Nasional.
40
MODUL 3
KONSEP GENDER
A. Pokok Bahasan
Konsep gender dan Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Standar Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
dapat menjelaskan tentang :
a. dasar-dasar konsep gender dan konsep-konsep yang berkaitan
dengannya
b. menggambarkan perbedaaan gender dengan jenis kelamin, dan
c. menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender/isu gender.
2. Indikator
a. Peserta paham dan mampu menjelaskan tentang konsep gender
b. Peserta mampu menggambarkan perbedaan gender dengan jenis
kelamin (sex)
c. Peserta mampu menjelaskan peran gender
d. Peserta mampu memberikan bentuk dan contoh tentang
kesenjangan gender/ isu gender dalam pekerjaan dan kehidupan
sehari-hari
C. Proses Pembelajaran
1. Konsep Gender
a. Fasilitator membagikan kepada masing-masing peserta 2 buah
kertas metaplan dengan warna yang berbeda (misal merah dan
biru).
b. Selanjutnya peserta diminta untuk menuliskan ciri-ciri laki-laki
pada metaplan warna merah dan ciri-ciri perempuan pada
metaplan warna biru. (ciri-ciri yang akan dituliskan terserah
apakah terkait dengan fisik, sifat, maupun status pekerjaan).
c. Setelah peserta selesai menuliskannya dalam kertas metaplan,
kemudian fasilitator membuat dua kolom pada kertas plano yang
bertuliskan dapat dipertukarkan dan tidak dapat dipertukarkan.
d. Selanjutnya peserta diminta untuk menempelkan metaplan yang
sudah dituliskan ciri-ciri laki-laki dan perempuan pada kedua
kolom tersebut.
41
Dapat dipertukarkan Tidak dapat dipertukarkan
Gender Seks
2. Peran Gender
a. Fasilitator melakukan Brainstorming tentang beberapa istilah
(contoh: peran gender, pembagian kerja gender, kebutuhan
gender, isu gender, dst).
b. Selanjutnya fasilitator meminta kepada peserta untuk
memberikan contoh kongkrit dari istilah-istilah tersebut dengan
memakai role play. Diskusikan dan sepakati istilah-istilah umum
yang digunakan dan tuliskanlah pada kertas plano.
42
c. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok untuk kemudian
mendiskusikan aktivitas 24 jam antara laki-laki dan perempuan,
hal itu untuk melihat realita pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan.
d. Masing-masing kelompok setelah selesai mendiskusikan
kemudian memaparkan hasilnya dan ditanggapi oleh kelompok
lainnya.
e. Setelah itu fasilitator menyampaikan ulasan dari hasil diskusi dan
lebih memperjelas serta membuat rangkuman dan kesimpulan.
Catatan Fasilitator
a. Berikan contoh-contoh yang terjadi di lingkungan sekeliling
peserta, namun apabila kesulitan dapat membuat perbandingan
dengan kondisi di wilayah lain.
43
b. Pakailah bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan dapat
dimengerti oleh peserta, bila mungkin selingi dengan humor.
c. Jangan ragu-ragu untuk mengulanginya, perbanyak diskusi dan
tanya jawab.
d. Dapat mengembangkan dengan bentuk permainan lain yang
dikuasai.
D. Metode
1. Ceramah Tanya Jawab (Ceratab)
2. Diskusi kelompok
3. Presentasi kelompok
4. Role play
5. Simpulan dari fasilitator
E. Media
1. Flip chart
2. Kertas HVS kosong
3. Pena
4. Spidol berwarna besar dan kecil
5. Glue spray (3M)
6. Kertas manila berwarna warni yang dipotong dalam bentuk
kartu/metaplan
7. Papan standing dan penjepit
8. LCD proyektor
9. Komputer
10. Microphone
11. Lembar Jawaban
F. Sumber Belajar
1. Mansour Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta. 1999.
2. Institut Hak Asasi Perempuan. Advokasi Pengarusutamaan Gender.
Yogyakarta. 2005
3. Trisakti Handayani, Sugiarti. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang. 2006
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajaran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama 180 menit (4 jpl).
44
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
45
I. Materi Belajar
1. KONSEP GENDER
a. Pengertian Gender
• Karakteristik sosial sebagai laki-laki dan perempuan seperti
yang diharapkan oleh masyarakat budaya melalui sosialisasi
yang diciptakan oleh keluarga dan/atau masyarakat, yang
dipengaruhi oleh budaya, interpretasi agama, struktur sosial
dan politik.
• Karakteristik sosial ini menciptakan pembedaan antara laki-laki
dan perempuan yang disebut pembedaan gender.
• Pembedaan gender ini menciptakaan peran, status yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan.
• Perbedaan gender ini dipelajari dan dapat berubah-ubah dari
waktu ke waktu dan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang
lain.
• Peran gender/sosial ini berpengaruh terhadap pola relasi
/kuasa antara laki-laki dan perempuan yang sering disebut
sebagai relasi gender.
• Gender adalah pembagian peran serta tanggung jawab antara
laki- laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat
berdasarkan sosial-budaya, bersifat tidak permanen dan dapat
berubah (bukan kodrat dari Tuhan), serta berlaku khusus
antara wilayah satu dan lainnya berbeda.
Contoh:
1) Perempuan dulu hanya dianggap sebagai konco
wingking, dan mengurus rumah tangga namun sekarang
sudah dapat menjadi kepala dusun, kepala desa, camat,
bupati, manajer, dan bahkan presiden
2) Dahulu pekerjaan rumah tangga hanya dikerjakan oleh
perempuan termasuk mengasuh anak, namun sekarang
laki-laki juga dapat mengasuh anak dan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga.
46
Contoh:
1) Laki-laki mempunyai penis dan sperma sedang
perempuan mempunyai vagina dan sel telur.
2) Perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan
menyusui serta menopause, sedangkan laki-laki tidak
dapat melahirkan namun mengalami mimpi basah.
47
Pembedaan gender mengakibatkan terjadinya pembagian peran
gender, pembagian kerja gender, dan perbedaan kebutuhan gender.
KETIDAKADILAN GENDER
merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial
yang di dalamnya baik perempuan maupun laki-laki menjadi
korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan
kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung
berupa perlakuan dan sikap, maupun tidak langsung berupa
dampak suatu perundang-undangan dan kebijakan yang
menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang telah berakar dalam
sejarah dan budaya serta dalam berbagai struktur yang ada dalam
masyarakat.
Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender yaitu:
• Marjinalisasi/pemiskinan ekonomi yaitu suatu proses
peminggiran yang merugikan salah satu pihak (baik perempuan
ataupun laki-laki), bisa bersumber dari kebijakan, keyakinan,
tafsiran agama, tradisi, atau asumsi ilmu pengetahuan.
• Subordinasi yaitu anggapan bahwa perempuan nomor
dua/tidak penting, dan tergantung pada laki-laki.
• Stereotipi/pelabelan yaitu pelabelan negatif terhadap suatu
kelompok atau jenis kelamin tertentu.
• Kekerasan yaitu serangan, pelecehan, intimidasi baik fisik
ataupun nonfisik yang disebabkan oleh perbedaan gender.
• Beban Kerja yaitu beban kerja yang berlipat dikarenakan
tambahan tanggung jawab di ranah domestik, publik dan sosial
tanpa adanya pembagian peran.
KESETARAAN GENDER
adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan
keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan.
KEADILAN GENDER
adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan
peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki- laki.
BIAS GENDER
adalah kebijakan yang memberikan keberpihakan kepada salah
48
satu jenis kelamin dan membatasi untuk jenis kelamin lainnya
tanpa didasarkan atas pertimbangan keadilan dan kesetaraan.
NETRAL GENDER
adalah kebijakan yang tidak membedakan untuk kepentingan
perempuan atau laki-laki, sehingga akan terus melestarikan
kesenjangan gender pada kaum tertentu.
BUTA GENDER
adalah kondisi/keadaan seseorang yang tidak memahami tentang
konsep gender (bahwa ada perbedaan kepentingan perempuan
dan laki-laki).
SENSITIF GENDER
adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan
menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari
perspektif gender.
2. PERAN GENDER
adalah peran sosial antara laki-laki dan perempuan, hasil bentukan
masyarakat yang terwujud dalam perbedaan perilaku, kegiatan dan
tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku.
Apabila peran tersebut tidak dilakukan maka akan mendapatkan
sanksi sosial. Peran tersebut bermacam-macam sesuai dengan
kelas sosial, adat istiadat, perkembangan waktu dan sifatnya
dinamis/mudah berubah.
Ada 3 peran gender dalam masyarakat yaitu:
a. Peran kerja reproduktif
Pemeliharaan rumah tangga: memasak, mencuci, menyapu,
menyediakan air dan bahan bakar, berbelanja, menyiram
tanaman dan lain-lain.
Pemeliharaan anggota rumah tangga: melahirkan, menyusui,
menjaga anak, mendidik anak dan lain-lain.
Umumnya peran ini menjadi tanggung jawab perempuan.
b. Peran kerja produktif
Peran kerja yang dinilai secara materi dengan mendapat upah/
uang.
Baik laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat, namun fungsi
dan tanggung jawabnya berbeda.
Penghargaan terhadap kerja perempuan seringkali kurang,
karena dianggap sebagai pencari nafkah tambahan.
c. Peran kerja komunitas
Kegiatan yang berhubungan dengan komunitas/masyarakat,
pada umumnya dilakukan oleh perempuan seperti: kerja
sukarela tidak dibayar berkaitan dengan lingkungan,
pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan, pemeliharaan
49
sumber air, kesehatan, pendidikan, perayaan dan upacara
adat, kematian, hajatan dan lain-lain. Biasanya dilakukan pada
waktu luang.
Kegiatan yang berhubungan dengan politik komunitas/
masyarakat, umumnya dilakukan oleh laki-laki seperti:
pekerjaan yang dibayar dan secara tidak langsung bermanfaat
terhadap peningkatan status atau kekuasaan berkaitan dengan
pengorganisasian, politik formal, atau pengambil keputusan
dalam masyarakat. (pengurus LKMD, BPD, PPK dan lain-lain).
4. KEBUTUHAN GENDER
adalah kebutuhan yang lahir karena adanya perbedaan gender,
termasuk pembedaan peran, pembagian kerja, kesempatan akses
dan kontrol serta hubungan kuasa antara laki- laki dan perempuan.
Ada 2 sifat kebutuhan gender yaitu:
1. Kebutuhan gender praktis
Lebih menanggapi kebutuhan yang dirasakan manfaatnya
secara langsung atau terkini, dalam jangka pendek seperti:
penambahan dana PMT, penyediaan sarana kesehatan
reproduksi (alat kontrasepsi), modal pembuatan makanan kecil
dan lain-lain sehingga lebih melestarikan peran reproduktif
perempuan.
50
MODUL 4
PENGARUSUTAMAAN GENDER
A. Pokok Bahasan
1. Konsep Pengarusutamaan Gender
2. Tujuan dan Sasaran Pengarusutamaan Gender
3. Ruang lingkup Pengarusutamaan Gender: 7 (tujuh) Prasyarat
Pengarusutamaan Gender
B. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini diharapkan peserta
pelatihan dapat menjelaskan tentang konsep, tujuan, sasaran, dan
ruang lingkup Pengarusutamaan Gender.
2. Indikator
a. Peserta paham dan mampu menjelaskan tentang konsep
Pengarusutamaan Gender
b. Peserta mampu menjelaskan tujuan, sasaran, dan ruang lingkup
Pengarusutamaan Gender
C. Proses Pembelajaran
1. Konsep Pengarusutamaan Gender
2. Tujuan, sasaran, dan ruang lingkup Pengarusutamaan Gender
a. Fasilitator memberikan pengantar tentang tujuan pembelajaran
b. Fasilitator melakukan presentasi tentang konsep
Pengarusutamaan Gender melalui power point atau melalui
melalui media film tentang konsep Pengarusutamaan Gender.
c. Fasilitator membuka ruang diskusi, jika menggunakan film,
peserta diminta menganalisis situasi dan kondisi dari film tersebut
(guideline diskusi film disiapkan oleh fasilitator)
d. Fasilitator meminta 1 atau 2 orang peserta untuk memberikan
pendapat
e. Fasilitator membuat kesimpulan
D. Metode
1. Ceramah dan tanya jawab
2. Menonton film dan diskusi
E. Media
51
1. Laptop
2. LCD
3. Film
4. Meta plan
5. Spidol besar
6. Lakban
F. Sumber Belajar
1. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
pembangunan nasional
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajaran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama 45 menit (1 jpl)
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
I. Materi Belajar
1. Apa itu Pengarusutamaan Gender
Suatu strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek
kehidupan manusia, melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan
perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di
berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
52
2. Mengapa penting Pengarusutamaan Gender
• Pemerintah dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam
menghasilkan kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif
gender bagi masyarakat baik laki-laki dan perempuan.
• Adanya kebijakan, pelayanan, program dan perundang-
undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan
manfaat yang adil bagi semua rakyat laki-laki dan perempuan.
• PUG merupakan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan
dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang
sama, dan penghargaan yang sama di masyarakat.
• PUG mengantar kepada pencapaian kesetaraan gender dan
karenanya PUG meningkatkan akuntabilitas pemerintah
terhadap rakyatnya.
• Keberhasilan pelaksanaan PUG memperkuat kehidupan sosial
budaya, politik dan ekonomi suatu bangsa.
• PUG merupakan aspek yang penting dalam good governance
untuk memastikan bahwa institusi kebijakan dan program
menjawab kebutuhan dan kepentingan perempuan dan juga laki-
laki, serta mendistribusikan manfaat secara adil dan setara
diantara perempuan dan laki-laki.
53
4) Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, lembaga-lembaga
tersebut menetapkan ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan
Inpres ini.
54
pelaksanaannya yaitu:
1. KOMITMEN
Sehubungan dengan komitmen lebih pada bagaimana soal
peraturan perundang-undangan yang terdapat di suatu wilayah
dengan mengacu pada aturan atau perundangan terkait dengan
pelaksanaan PUG di tingkat Nasional.
Contoh: Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota,
Surat Keputusan Kepala Daerah, Surat Edaran Kepala SKPD, dan
lainnya.
2. KEBIJAKAN
Dalam hal ini terkait dengan bagaimana suatu aturan perundangan
mengenai PUG di daerah sudah diinformasikan atau
disosialisasikan, serta integrasi gender diimplementasikan pada
dokumen perencanaan dan penganggaran dimana saja.
Contoh: suatu aturan perundangan sudah disosialisasikan di
lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif serta masyarakat.
Integrasi gender sudah dilakukan di dokumen RPJMD hingga DPA
SKPD pada bagian apa saja.
3. KELEMBAGAAN
Bagaimana kelembagaan yang sudah dibuat untuk percepatan
pelaksanaan PUG dan bagaimana keberlanjutannya.
Contoh: adanya Pokja PUG dan Gender Focal Point. Ada rencana
55
kerja dan laporan rutin dari kegiatan yang dilakukan.
6. ANALISA GENDER
Adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematik
tentang status laki-laki dan perempuan dalam program
pembangunan dan faktor yang mempengaruhinya (menemukan
kesenjangan gender). Dapat dilakukan dengan berbagai macam alat
seperti Harvard, Mosser, Proba, Pathway dan lain sebagainya.
Contoh: alat analisis gender yang dipakai dalam program dan
kegiatan pembangunan yaitu Gender Analysis Pathway dan Gender
Budget Statement.
56
MODUL 5
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN GENDER ATAU ANALISIS GENDER
Pokok Bahasan
Identifikasi permasalahan gender atau analisis gender (pengenalan)
Tujuan Pembelajaran
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
dapat menjelaskan tentang:
• Pembagian peran dalam keluarga
• Pemahaman Akses,Partisipasi, Kontrol dan Manfaat
• Ketidakadilan Gender (Sub ordinasi, Marjinalisasi,
Stereotype/pelabelan, Beban ganda, dan kekerasan).
Indikator
a. Peserta paham dan mampu menjelaskan tentang identifikasi
permasalahan gender
b. Peserta mampu menjelaskan pembagian peran dalam keluarga
c. Peserta mampu memberikan penjelasan mengenai akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat.
d. Peserta mampu menggambarkan ketidakadilan gender.
Proses Pembelajran
3. Tujuan,
f. Fasilitator melakukan
Metode
3. Ceramah
4. Diskusi kelompok
5. Presentasi kelompok
6. Bermain peran
7. Pemutaran film
8. Tanya jawab
9. Role play
10. Simpulan dari fasitator
Media
7. Flipchart
8. Metaplan
9. Laptop
10. LCD
11. Proyektor
12. perangkat multimedia
57
13. Kertas HVS
14. Pena
Sumber Belajar
2. Harvard framework
3. Mosser framework
Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama
45 menit ( jpl)
Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
58
dan kekerasan
c.
5 Tanya jawab Tanya jawab Kertas HVS
Diskusi Pena
6 Penilaian pemahaman Role play
peserta
7 rangkuman
Materi Belajar
Tambahan materi:
1. Untuk materi sebaiknya diberikan gambaran kasus aktual sesuai
dengan tema (contoh pembagian peran dalam keluarga petani)
59
MODUL 6
GENDER DAN PERMASALAHAN SEKTOR
A. Pokok Bahasan
Gender dan Permasalahan Sektor
B. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
dapat memahami tentang gender kaitannya dengan permasalahan
sektor.
2. Indikator
a. peserta paham dan mampu menjelaskan tentang kaitan gender
dengan permasalahan sektor dalam pembangunan
b. Peserta paham tentang keberagaman gender
c. Peserta mampu memahami tentang perlunya kerjasama antar
sektor untuk menyelesaikan permasalahan.
C. Proses Pembelajran
a. Fasilitator menyampaikan
b. Fasilitator melakukan
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi kelompok
4. Pleno
5. Curah pendapat
6. Studi kasus
7. Roleplay
8. Simpulan dari fasilitator
E. Media
1. Laptop
2. Flip chart
3. Kertas kosong
4. Pena
5. LCD proyektor
6. Komputer
F. Sumber Belajar
1. Inpres
G. Alokasi Waktu
60
Untuk proses pembelajran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama
45 menit ( jpl)
H. Struktur dan Rincian Kegiatan Belajar
61
masyarakat
Fasilitator dibagi
menjadi 4 kelompok,
kemudian masing-
masing kelompok
berdiskusi membahas
permasalahan gender
pada masing-masing
sektor.
Falisitator
menyimpulkan bersama
tentang materi
Perlu kerjasama antar 20 Ceramah
sektor menit Role play
Fasilitator menanyakan
kepada peserta tentang
bagaimana solusi dari
persoalan-persoalan di
atas
a. politik,
b. ekonomi,
c. sosisl-budaya,
dan
d. kesejahteraan
masyarakat
Penilaian 25
Fasilitator membacakan menit
beberapa pernyataan
yang dapat direspon
oleh peserta.
Jawaban peserta
kemudian dibahas
bersama
Fasilitator dan peserta
menyimpulkan bersama
I. Materi Belajar
Tambahan:
Dalam materi modul harap ditambahkan juga mengenai hak bagi
perempuan untuk mempermudah proses laktasi (waktu, sarana,
prasarana yang baik)
J. Penilaian
62
Penilaian Fasilitator membacakan beberapa pernyataan yang dapat
direspon oleh peserta. Jawaban peserta kemudian dibahas bersama.
Fasilitator dan peserta menyimpulkan bersama. Pernyataan terkait
materi. Sebagai contoh:
1. bidang politik:
a. Bagaimanakah pendapat saudara/i jika Sri Sultan HB X
mengangkat putrinya menjadi Putri Mahkota?
b. Kuota politik untuk perempuan sudah sesuai dengan harapan.
2.Bidang Ekonomi: Upah buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah
sesuai dengan beban kerja dan mencukupi untuk hidup layak.
Bidang pembangunan: Masalah pembangunan menjadi permasalahan
salah satu kelompok masyarakat saja.
63
MODUL 7
DATA TERPILAH GENDER
A. Pokok Bahasan
Data terpilah Gender
B. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
mampu menjelaskan mengenai data terpilah.
2. Indikator
c. Peserta dapat menjelaskan konsep dan definisi data terpilah
d. Peserta dapat menjelaskan pentingnya data terpilah
C. Proses Pembelajaran
1. Fasilitator memberikan pertanyaan kepada peserta untuk menguji
tingkat pemahaman peserta terhadap materi
2. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran
terkait data pilah gender
3. Fasilitator menanyakan terkait ketersediaan data pilah gender di
daerah masing-masing.
4. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan, prinsip, jenis data pilah,
pengelolaan data pilah, metode analisis, rekomendasi kebijakan,
pendanaan, pembinaan, dan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan
mengenai data pilah.
5. Fasilitator menyediakan contoh data pilah geder
6. Peserta diminta untuk menganalisa, dan membuat deskripsi dari
contoh data pilah gender tersebut
7. Peserta diminta memberi rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil
analisis data dan contoh penggunaan data pilah dalam perencanaan
program kegiatan.
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Praktek perhitungan disparitas gender atau growth berdasarkan data
terpilah yang tersedia.
4. Presentasi Kelompok
5. Diskusi
6. Kesimpulan
64
E. Media
1. Laptop
2. Flip chart
3. LCD Proyektor
4. Komputer
5. Proyektor
6. Microphone
7. Kertas plano
F. Sumber Belajar
1. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik
Indonesia No 06 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data Gender
dan Anak.
2. Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender Kementrian
Keuangan Tahun 2010.
3. Profil Gender dan Anak Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajran kegiatan belajar ini dialokasikan waktu
selama 90 menit ( 2 jpl)
65
d. Analisa data pilah
3 Tanya jawab 10 menit Tanya Jawab Microphone
4 Penilaian pemahaman 40 menit Diskusi Laptop
peserta Presentasi LCD
a. Studi kasus kelompok Proyektor
perhitungan Tanya jawab Microphone
disparitas gender Kertas plano
atau growth
berdasarkan data
pilah gender yang
tersedia
b. Analisis data dan
rekomendasi
berdasarkan
perhitungan
disparitas gender
dan growth.
c. Presentasi
kelompok dan
diskusi
5 Rangkuman 10 menit Ceramah Microphone
6 Penutup 5 menit Ceramah Microphone
I. Materi Belajar
Data merupakan sekumpulan angka atau fakta yang benar-benar
terjadi di lapangan dan dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan analisis dan penarikan kesimpulan. Proses
penyususnan kegiatan dan pembuatan kebijakan dalam kegiatan
pembangunan membutuhkan banyak data, dengan tingkat akurasi data
yang dapat dipercaya. Data terpilah dapat digunakan sebagai data dasar
kebijakan pembangunan sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai
dan kesejahteraan secara merata dapat dinikmati. Keberadaan data pilah
disetiap daerah masih sangat jarang ditemui, hal tersebut dapat terjadi
karena rendahnya kesadaran baik kebijakan penganggaran, program,
maupun rendahnya koordinasi antar lembaga dalam penyelenggaraan
data pilah. Setiap daerah mulai dari sekup pemerintahan terkecil seperti
desa hingga pemerintah pusat harus terus didorong untuk menyusun data
pilah yang kemudian dijadikan dasar perumusan kebijakan pembangunan.
66
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan data gender dan anak.
Penyelenggaraan Data Gender dan Anak bertujuan untuk:
a. meningkatkan komitmen pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota dalam penggunaan data gender dan anak dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah,
b. meningkatkan efektifitas penyelenggaraan PUG dan PUHA di
daerah secara sistematis, komprehensif dan berkesinambungan; dan
c. meningkatkan ketersediaan data gender dan anak.
67
Organisasi
68
1
2
3
4
5
dst
Jumlah
2014
Jumlah
2013
Jumlah
2012
6 dst
Jumlah 2014
Jumlah 2013
Jumlah 2012
c. Data kelembagaan
Data kelembagaan meliputi data kelembagaan pengarusutamaan
gender; dan kelembagaan pengarusutamaan hak anak.
69
Tabel 5. Kelembagaan Pengarusutamaan Hak Anak
KECAMAT
Kelembagaan Pengarusutamaan Hak Anak
AN
(1) (2) (3) (4) (5)
Kelembagaan Tumbuh Kembang dan Kelangsungan Hidup Anak
Pos Panti Asuhan
Bina Keluarga
Posyandu Pendidikan Anak Yatim
Balita
Anak Usia Dini Piatu
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml
Lemba Angg Lemba Angg Lemba Angg Lemba Angg
ga ota ga ota ga ota ga ota
L P L P L P L P
1
2
3
4
5
6 dst
Jumlah
2014
Jumlah
2013
Jumlah
2012
70
d. Analisis data dapat dilakukan oleh semua SKPD, dan dapat
menggunakan metodologi yang disesuaikan dengan kebutuhan.
e. Penyajian data sebagaimana dapat dilakukan oleh semua SKPD, dan
dapat disajikan dengan menggunakan media cetak dan atau media
elektronik, dan sesuai dengan peraturan perundangan.
Pemerintah daerah baik pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota wajib menyelenggarakan data pilah gender dan anak,
termasuk di dalam prosesnya menyediakan sumberdaya manusia, sarana
dan prasarana pengelolaan data, dan penyusunan sistem data. Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Nomor
06 Tahun 2009 mengamanatkan penyelenggaraan data pilah gender dana
anak di pemerintah derah dapat disesuaikan dengan kemampuan anggran
dan sumberdaya manuasi yang tersedia. Unit kerja yang dapat dilibatkan
dalam penyelenggaraan data terpilah antara lain unit kerja yang tugas dan
fungsinya menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
serta SKPD yang mengintegrasikan program pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak dalam proses pembangunan. Kelompok kerja
tersebut dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga survei
dalam negeri maupun lembaga internasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan data gender dan anak
juga dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan badan pusat statistik
provinsi, kabupaten/kota.
5. Metode Analisis
Metode analisis data pilah gender dan anak dapat dilakukan
dengan menggungakan 3 metode analisis yaitu
a. Deskriptif
b. Kualitatif
c. Disparitas gender
Disparitas gender dapat diukur dengan melakukan perhitungan
data yang telah terkumpul. Perhitungan dilakukan untuk memperoleh
“selisih antara kinerja pembangunan pada perempuan dikurangi laki-laki”.
Hasil dari selisih tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam kriteria :
a. Jika disparitas gendernya = 0, artiya tidak terjadi kesenjangan gender.
b. Jika disparitas gendernya < 0, berarti terjadi kesenjangan gender;
dimana perempuan berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan laki-
laki.
c. Jika disparitas gendernya >0, berarti terjadi kesenjangan gender;
dimana laki-laki berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan
perempuan.
Menghitung growth
Jika data kurang dari 5 tahun, maka yang dihitung adalah growth nya,
bukan trennya. Berikut rumusnya:
71
G=( t –t-1)/t-1* 100%
72
Cara mendeskripsikan tabel data pilah gender dan anak:
a. Tidak harus mendetail, menampilkan informasi penting saja (informatif)
b. Mana kecamatan yang paling rentan, kec.dengan kinerja paling baik
c. Kalimat efektif
d. Analisis : Strategi kebijakan
6. Rekomendasi kebijakan
Setelah mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisis, dan
mendeskripsikan data, maka tahapan selanjutnya adalah memberikan
rekomendasi kebijkan. Rekomendasi kebijakan diformulasikan untuk
menjawab permasalahan yang muncul dari data profil gender dana
anak. Rekomendasi yang dirumuskan diharapkan mampu dilakukan,
dan dapat tercapai tujuan yang diharapkan, sehingga permasalahan
yang terjadi dapat tertangani dengan baik.
73
Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan data gender dan anak di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota. Bupati dan Walikota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan data gender dan anak di
kabupaten/kota.
74
Penderita HIV/AIDs, Keluarga Berencana, Usia Perkawinan Pertama,
dan Pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA).
b. Bidang Pendidikan : Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang
Pendidikan SD, SLTP dan SLTA, Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Menurut Kelompok Umur (7-12, 13-15 dan 16-18 tahun), Angka
Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikan SD, SLTP dan
SLTA, Angka Melek Huruf menurut kelompok umur:15-19 tahun,
20-24 tahun, 25-29 tahun,30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun,
45-49 tahun, 50-54 tahun, 55-59 tahun, dan 60 tahun ke atas, dan
Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan SD, SLTP dan
SLTA, Penduduk Menurut Jenis Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan,
Rata-rata lama sekolah, Akses Terhadap Informasi dan Teknologi,
Jumlah Pelanggan Saluran Telepon, Jumlah Pengguna Personal
Komputer, dan Jumlah Pengguna Internet.
c. Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan : Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK), Perkiraan Tingkat Daya Beli (purchasing power parity),
Kepala Keluarga Miskin, Tenaga Kerja Migran, Antar Kerja Antar
Daerah (AKAD), Antar Kerja Antar Negara (AKAN), Pekerja di Sektor
Formal, Pekerja di Sektor Informal, Usaha Mikro dan Kecil (UMK),
Keanggotaan Koperasi, Penerima Kredit/Pinjaman dari Lembaga
Keuangan, Pengangguran, Pekerja Tak Dibayar (unpaid worker),
Perempuan Pekerja Profesional dan Manajerial, Pekerja menurut
lapangan usaha, status perkerjaan, dan jenis pekerjaan.
d. Bidang Politik dan Pengambilan Keputusan: Partisipasi di Lembaga
Legislatif (Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD
Kabupaten/Kota), Partisipasi di Lembaga Yudikatif (Jaksa, Hakim, dan
Polisi), Partisipasi di Lembaga Eksekutif (PNS menurut Jabatan
Struktural dan Fungsional, PNS menurut Pangkat dan Golongan,
Camat, Kepala Desa/Lurah), Pengurus dan Anggota Organisasi Sosial
dan Politik (Keanggotaan Partai Politik, Pengurus Harian Parpol,
Kaukus Perempuan Politik, Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), LKMD (Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa), dan Serikat Pekerja).
e. Bidang Hukum dan Sosial-Budaya: Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Penghuni Rumah Tahanan (Rutan),
Penduduk Lanjut Usia (Penduduk Lansia menurut Pendidikan Yang
Ditamatkan, Penduduk Lansia menurut Aktivitas Yang Dilakukan, dan
Angka Kesakitan Lansia/morbiditas), Penyandang Cacat/Penca (Penca
menurut Pendidikan Yang Ditamatkan, Penca menurut Aktivitas yang
Dilakukan), dan Pengungsi Akibat Konflik/Bencana
75
f. Kekerasan Terhadap Perempuan
1) Korban : Umur (Anak (0<18 Tahun), Remaja (18 -25 Tahun);
dan (25 Tahun keatas), Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan,
Status Perkawinan, Jenis Kekerasan, Tempat Kejadian
Perkara/Locus, Jenis Pelayanan Yang Diberikan, dan Frekwensi
Kekerasan.
2) Pelaku: Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan, Hubungan dengan
Korban, dan Kebangsaan
g. Tumbuh Kembang
Peserta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jalur Formal dan
Jalur Non Formal, Lembaga/Kelompok Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Jalur Formal dan Jalur Non Formal, Angka Partisipasi Kasar
(APK) Menurut Jenjang Pendidikan SD, SLTP dan SLTA, Angka
Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur (7-12, 13-15 dan
16-18 tahun), Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang
pendidikan SD, SLTP dan SLTA, Angka Buta Aksara pada Usia
Sekolah (7-18 Tahun), dan Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang
Pendidikan SD, SLTP, SLTA.
h. Kelangsungan Hidup: Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian
Balita (AKBA), Jumlah Anak umur <1 tahun diimunisasi campak,
Jumlah anak usia 12-23 bln telah dimunisasi lengkap, Bayi Lahir
dengan Berat Badan Rendah, Bayi yang mendapatkan ASI Ekslusive
selama 6 bulan, Balita dengan Gizi Kurang, dan Gizi Buruk, Anak (0-18
Tahun) Yang Terinfeksi HIV/AIDS, Anak yang menggunakan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif/Lainnya (NAPZA), dan
Kepemilikan Akte Kelahiran
i. Perlindungan: Kekerasan Terhadap Anak, Anak Jalanan, Pekerja Anak,
Pekerja Rumah Tangga Anak, Anak Terlantar, Pekerja Anak di Sektor
Berbahaya, Anak Korban Eksploitasi Seksual, Anak Korban Pedofilia,
Anak Korban Trafiking, Anak Bermasalah Hukum, Anak Penyandang
Cacat, dan Anak Korban Bencana/Konflik Bersenjata
j. Kelembagaan Pengarusutamaan Gender: Kesehatan: Kecamatan
Sayang Ibu, Rumah Sakit Sayang Ibu, Gugus Tugas GSI, Satgas
Revitalisasi GSI, Kelompok Suami Antar Jaga, Pendidikan: Pokjatap
PBAP, Gugus Tugas PBAP, Kader BKB, Ekonomi: Desa Prima;
P2WKSS, Organisasi UMKM, Koperasi, Organisasi Perempuan
Pengusaha, Lembaga Keuangan Mikro, Kelompok Usaha Mikro,
Kecil, Menengah Perempuan, Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM), Koperasi Perempuan, Kelompok Tani/Nelayan Perempuan,
Pokja PUG: Forum PKHP, Forum PPEP, Forum Perlindungan
76
Perempuan, Focal Point Gender, P2TP2A: yang memberikan
pelayanan pemberdayaan perempuan, dan penanganan korban, Forum
Seni Budaya dan Gerakan Perempuan Peduli Lingkungan, Hasil
Kajian atau Hasil Penelitian tentang Pemberdayaan dan
Perlindungan Perempuan, Kearifan Lokal untuk Pemberdayaan
Perempuan, Peraturan Daerah dan Kebijakan/Program/Kegiatan
yang Responsif Gender, Rumah Perlindungan Trauma Center
(RPTC),Peraturan Daerah Dan Kebijakan/Program/Kegiatan Tentang
Perlindungan Perempuan, Pusat Konsultasi Hukum Atau Lembaga
Bantuan Hukum, Pusat Krisis Terpadu (PKT), Pusat Pelayanan
Terpadu (PPT), Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak (UPPA), Pusat
Pemulihan Trauma (Trauma Center), Pusat Penanganan Krisis
Perempuan (Women Crisis Center), Rumah Aman (Shelter), Rumah
Singgah, Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Jumlah Panti
Asuhan Anak, Lembaga Pemasyarakatan Anak
k. Kelembagaan Pengarusutamaan Hak Anak: Peraturan daerah dan
Kebijakan/Program/Kegiatan yang peduli anak, Kelembagaan Tumbuh
Kembang dan Kelangsungan Hidup Anak (Bina Keluarga Balita,
Posyandu, Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Panti Asuhan
Anak Yatim Piatu), Kelembagaan Partisipasi Anak (Organisasi/Forum
Anak, Kegiatan Ekstrakurikuler, dan Telepon Sahabat Anak), dan
Kelembagaan Mendorong Lingkungan Kondusif Bagi Anak (Gugus
Tugas Trafiking, Gugus Tugas KLA, Lembaga Perlindungan Anak, dan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID)
77
1 Kecamatan A 5 0
2 Kecamatan B 12 4
3 Kecamatan C 7 2
4 Kecamatan D 4 1
5 Kecamatan E 0 0
6 Kecamatan F 2 1
7 Kecamatan G 0 1
8 Kecamatan H 4 1
9 Kecamatan I 2 1
10 Kecamatan J 2 0
11 Kecamatan K 2 0
12 Kecamatan L 3 0
13 Kecamatan M 10 4
14 Kecamatan N 11 2
15 Kecamatan O 5 4
16 Kecamatan P 4 0
17 Kecamatan Q 8 3
Jumlah 2014 94 30
Jumlah 2013 85 26
Jumlah 2012 13 13
Jumlah 2011 23 13
Jumlah 2010 37 5
78
MODUL 8
PERENCANAAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER
A. Pokok Bahasan
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG)
B. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta pelatihan
memahami dan mampu menjelaskan tentang konsep PPRG, serta
mampu mengidentifikasi dan menyusun Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender (PPRG)
2. Indikator
a. Peserta mampu menjelaskan tentang konsep PPRG meliputi:
definisi, ruang lingkup, prinsip dan mekanisme penerapannya
b. Peserta mampu mengidentifikasi dan menyusun Perencanaan
dan Penganggaran ResponsifGender (PPRG)
C. Proses Pembelajaran
1. Konsep PPRG
Fasilitator menjelaskan tentang pengertian, ruang lingkup dan
mekanisme penerapan PPRG meliputi proses dan tahap-tahap
perencanaan.
2. Penyusunan PPRG
Peserta melakukan praktek penyusunan PPRG
D. Metode
1. Ceramah dan Tanya jawab
2. Brain Storming / curah pendapat
3. Diskusi dan presentasi kelompok
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
E. Media
1. Flip chart
2. Meta plan
3. Pena, spidol
4. Solasi kertas
5. LCD Proyektor
6. Laptop
7. Alat pendukung brain storming
F. Sumber Belajar
79
1. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan
Nasional
2. Permendagri No 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
PUG jo No 15 Tahun 2008 jo No 67 Tahun 2011
G. Alokasi Waktu
Untuk proses pembelajaran kegiatan ini dialokasikan waktu selama (3
jpl) atau 135 menit
- Perkenalan
2 Konsep PPRG 45 Ceramah LCD Proyektor,
menit Flip chart,
a. pengertian, Diskusi Laptop, Meta
b. ruang lingkup:-
Indikator plan
PPRG,
Instrumen
PPRG
c. mekanisme
penerapan
PPRG meliputi
proses dan
tahap-tahap
perencanaan
3 Penyusunan 70 Diskusi LCD Proyektor,
PPRG menit kelompok Flip chart, Laptop
80
Praktek Presentasi
Penyusunan kelompok
PPRG
4 Kesimpulan dan 10 Ceramah LCD Proyektor,
Rekomendasi menit Laptop
I. Materi Belajar
Contoh kasus: implementasi kegiatan yang menggunakan PPRG
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan PPRG
è Perlunya ditambahkan kebijakan ditingkat DIY (Pergub DIY 116
Tahun 2014)
J. Penilaian
Penilaian berasal dari keberhasilan praktek penyusunan PPRG
81
BAB III
PENUTUP
82
DAFTAR PUSTAKA
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
84
85