Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

S DENGAN DIAGNOSA
MEDIK “CITOMEGALOVYRUS (CMV)” DI RUANG INFECTION
CENTER RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh:

Akifa Syahrir, S.Kep.


(70900115009)

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2015
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Citomegalovyrus (CMV) adalah virus yang diklasifikasikan dalam

keluarga virus herpes. CMV adalah infeksi oportunistik yang menyerang saat

system kekebalan tubuh lemah. Cytomegalovirus atau disingkat CMV

merupakan anggota keluarga virus herpes yang biasa disebut herpesviridae.

CMV sering disebut sebagai virus paradoks karena bila menginfeksi seseorang

dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita

seumur hidupnya (Spiritia, 2015).

Pada awal infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon,

system kekebalan tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga

setelah beberapa waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita

seperti darah, air liur, urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya.

Penularan CMV dapat terjadi karena kontak langsung dengan sumber infeksi
tersebut, dan bukan melalui makanan, minuman atau dengan perantaraan

binatang. Cytomegalovirus juga jarang ditemukan pada trasfusi darah (Betz,

2002).

B. Etiologi

Etiologi berdasarkan jenis CMV dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Kongenital : didapat didalam rahim melalui plasenta. Kira-kira 40% bayi

yang lahir dari wanita yang menderita CMV selama kehamilan juga akan

terinfeksi CMV. Bentuk paling berat dari infeksi ini adalah penyakit inklusi

sito megalik.
2. Akut - didapat: didapat selama atau setelah kelahiran sampai dewasa.

Gejala mirip dengan mononucleosis (malaise, demam, faringitis,

splenomegali, ruam petekia, gejala pernapasan). Infeksi bukan tanpa

sekuela, terutama pada anak-anak yang masih kecil, dan dapat terjadi akibat

tranfusi.

3. Penyakit sistemik umum: terjadi pada individu yang menderita

imunosupresi, terutama jika mereka telah menjalani transpantasi organ.

Gejala-gejalanya termasuk pneumonitis, hepatitis, dan leucopenia, yang

kadang-kadang fatal. Infeksi sebelumnya tidak menghasilkan kekebalan

dan dapat menyebabkan reaktivasi virus

C. Patofisiologi

CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo

dan in vitro. Tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel

dengan tubuh yang terinfeksi virus. sel yang menunjukan cytomegaly biasanya

terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain. Meskipun

berdasarkan pertimbangan diagnosa, penemuan histological tersebut

kemungkinannya minimal atau tidak ada pada organ yang trinfeksi.

Ketika inang telah terinfeksi, DNA CMV dapat di deteksi oleh

polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan

sistem organ didalam sistem tubuh. Pada permulaannya, CMV menginfeksi sel

epitel dari kelenjar saliva, menghasilkan infeksi yang terus menerus dan

pertahanan virus. Infeksi dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang

tidak konsekuen. Meskipun replikasi virus pada ginjal berlangsung terus-

menerus, disfungsi ginjal jarang terjadi pada penerima transplantasi ginjal.

Infeksi bawaan Cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer

atau reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau bayi yang
baru lahir dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak

atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat.

Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya simdroma mononukleosis

yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr.

Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi.

Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus

menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan

laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau

transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini.

Penelitian bedah mayat menunjukan kelenjar liur dan usus merupakan

tempat terdapat infeksi yang laten. Stimulasi antigen kronis (seperti yang

timbul setelah transplantasi organ) disertai melemahnya sistem imun

merupakan keadaan yang paling sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan

penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat

menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan

superinfeksi oleh kuman oportunistik (Betz, 2002).

D. Tanda dan gejala

Pada periode bayi baru lahir, bayi yang terinfeksi sitomegalovirus

biasanya bersifat asimtomatik. Awitan infeksi yang didapat secara congenital

dapat terjadi segera setelah lahir atau sampai berusia 12 minggu.

Tidak ada indikator yang dapat diramalkan, tetapi sering dijumpai

gejala-gejala berikut ini:

1. Petekia dan ekimosis.

2. Hepatosplenomegali.

3. Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.

4. Mikrosefali dengan kalsifikasi periventrikular.


5. Retardasi pertumbuhan intrauterine.

6. Prematuritas.

7. Ukuran kecil menurut usia kehamilan.

Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:

1. Purpura.

2. Hilang pendengaran.

3. Korioretinitis; buta.

4. Demam.

5. Pneumonia.

6. Takipnea dan dispnea.

7. Kerusakan otak.

E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan diagnostik untuk CMV, diantaranya:

1. Kultur virus dari urin, secret faring, dan leukosit perifer.

2. Pemeriksaan mikroskopik pada sediment urin, cairan tubuh, dan jaringan

untuk melihat vius dalam jumlah besar (pemeriksaan urin untuk

mengetahui adanya iklusi intra sel tidaklah bermanfaat; verifikasi infeksi

congenital harus dilakukan dalam 3 minggu pertama dari kehidupan).

3. Skrining toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes dan lain-lain

(toxoplasmosis, other, rubella, cytomegalovirus, herpes [TORCH])

digunakan untuk mengkaji adanya virus lain.

4. Uji serologis

a. Titer antibody IgG dan IgM (IgM yang meningkat mengindikasikan

pajanan terhadap virus; IgG neonatal yang meningkat

mengindikasikan infeksi yang didapat pada masa prenatal; IgG


maternital negative dan IgG neonatal positif mengindikasikan

didapatnya infeksi pada saat pascanatal.

b. Uji factor rheumatoid positif (positif pada 35%-45% kasus)

5. Studi radiologis: foto tengkorak atau pemindaian CT kepala dengan

maksud mengungkapkan kalsifikasi intra cranial.

F. Komplikasi

1. Kehilangan pendengaran yang bervariasi.

2. IQ rendah.

3. Gangguan penglihatan.

4. Mikrosefali.

5. Gangguan sensorineural.

G. Penatalaksanaan

Sampai saat ini hanya terdapat penatalaksanaan mengatasi gejala

(misalnya: penatalaksanaan demam, tranfusi untuk anemia, dukungan

pernapasan). Ada bukti bahwa globulin imun-CMV yang diberikan melalui IV

bersama obat gansiklovir dapat mengurangi beratnya infeksi pada individu

dengan system imun yang buruk (mekanisme imunologiknya kurang/

terganggu). Vaksin CMV hidup sedang diuji coba pada pasien transplantasi

ginjal. Kemoterapi memberi sedikit harapan, tetapi toksisitas dan imunosupresi

akibat dari pengobatan ini meningkatkan kekhawatiran jika digunakan pada

bayi baru lahir. Dalam penatalaksanaannya tidak diperlukan tindakan

kewaspadaan khusus, tetapi perawat harus tetap memakai sarung tangan,

melakukan teknik mencuci tangan yang baik dan menggunakan tidakan

kewaspadaan umum.

H. Prognosis
Prognosis tergantung pada seberapa parah infeksi CMV atau penyakit

yang mendasari orang tersebut. Pemberian obat antivirus pada orang yang

memiliki sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah, seperti transolantasi

sumsum tulang akan meningkatkan prognosis tersebut (Spiritia, 2015).


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Berikut merupakan pengakjian dasar dari CMV meliputi:

1. Riwayat Kesehatan

Hal-hal yang perlu ditanyakan/ yang biasa ditemukan:

a. Adanya riwayat tranfusi.

b. Adanya riwayat transplantasi organ.

c. Ibu pasien penderita infeksi CMV.

d. Suami/istri penderita CMV

2. Pemeriksaan fisik

a. Tand - tanda vital : Suhu( demam), pernapasan( takipnea, dispnea),

tekanan darah, nadi.

b. Kulit: petekia dan ekimosis, lesi berwarna ungu disebabkan oleh

eritripoiesis kulit.

c. Penurunan berat badan.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur virus dari urin, secret faring, dan leukosit perifer.

b. Pemeriksaan mikroskopik pada sediment urin, cairan tubuh, dan jaringan

untuk melihat vius dalam jumlah besar( pemeriksaan urin untuk

mengetahui adanya iklusi intra sel tidaklah bermanfaat; verifikasi infeksi

congenital harus dilakukan dalam 3 minggu pertama dari kehidupan).


c. Skrining toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes dan lain-

laia( toxoplasmosis, other, rubella, cytomegalovirus, herpes[TORCH])-

digunakan untuk mengkaji adanya virus lain.

d. Uji serologis

1) Titer antibody IgG dan IgM( IgM yang meningkat mengindikasikan

pajanan terhadap virus; IgG neonatal yang meningkat

mengindikasikan infeksi yang didapat pada masa prenatal; IgG

maternital negative dan IgG neonatal positif mengindikasikan

didapatnya infeksi pada saat pascanatal.

2) Uji factor rheumatoid positif ( positif pada 35%-45% kasus)

e. Studi radiologis: foto tengkorak atau pemindaian CT kepala dengan

maksud mengungkapkan kalsifikasi intra cranial.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan NANDA (2012), maka didapatkan diagnose keperawatan

CMV sebagai berikut:

1. Resiko tinggi infeksi b.d. penurunan system imun, aspek kronis penyakit.

2. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan energi dalam bernapas.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan

memasukkan zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis: mual dan

muntah.

4. Hipertermia b.d. penyakit/ trauma.

5. Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan paparan.

C. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan NANDA (2012), didapatkan intervensi keperawatan CMV

sebagai berikut:
1. Dx I : Resiko tinggi infeksi b.d. penurunan system imun, aspek kronis

penyakit.

NOC : Pengendalian infeksi

Kriteria hasil:

a. Memonitor faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang. 5

b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko. 5

c. Terbebas dari tanda/ gejala infeksi. 5

Skala: 1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Selalu

NIC : Kontrol Infeksi

a. Pertahankan lingkungan aseptis selama pemasangan alat.

b. Tingkatkan intake nutrisi.

c. Berikan terapi antibiotic bila perlu.

d. Pertahankan teknik isolasi.

e. Batasi pengunjung bila perlu

2. Dx II: Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan energi dalam bernapas.

NOC : Respiratory Status: Ventilation

Kriteria hasil:
a. Ekspansi dada simetris 5

b. Napas pendek tidak ada 5

c. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas 5

Skala : 1) Tidak pernah menunjukkan

2) Jarang menunjukkan

3) Kadang menunjukkan

4) Sering menunjukkan

5) Selalu menunjukkan

NIC: Respiratory Monitoring

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

c. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.

d. Monitoring respirasi dan status oksigen.

e. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.

3. DxIII: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmamuan

memasukkan zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis : mual dan

muntah.

NOC : Nutrirional Status

Kriteria hasil:

a. Makanan oral dan nutrisi parenteral 5

b. wAsupan cairan oral atau IV 5

Skala : 1) Tidak adekuat

2) Ringan

3) Sedang

4) Kuat

5) Adekuat total
NIC : Nutririon Management

a. Kaji adanya alergi makanan.

b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien.

c. Berikan substansi gula.

d. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli

gizi).

e. Monitor jumlah nutrisi tentang kebutuhan kalori.

4. DxIV: Hipertermia b.d. penyakit/ trauma.

NOC : Thermoregulation

Kriteria hasil:

a. Suhu tubuh dalam rentang normal 5

b. Nadi dan RR dalam rentang normal 5

Skala : 1) Tidak pernah menunjukkan

2) Jarang menunjukkan

3) Kadang menunjukkan

4) Sering menunjukkan

5) Selalu menunjukkan

NIC : Fever Treatment

a. Monitor suhu sesering mungkin.

b. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR.

c. Monitor intake dan output.

d. Berikan antipiretik.

e. Kolaboras pemberian cairan intravena.

5. Dx V: Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan paparan.

NOC : Knowledge : Disease Process


Kriteria Hasil :

a. Mendeskripsikan proses penyakit 5

b. Mendeskripsikan factor penyebab 5

c. Mendeskripsikan factor resiko 5

d. Mendeskripsikan tanda dan gejala 5

Skala : 1) Tidak pernah

2) Jarang

3) Kadang-kadang

4) Sering

5) Selalu

NIC : Teaching : Disease process

a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien( keluarga)

tentang proses penyakit yang spesifik.

b. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.

c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan

cara yang benar.

d. Sediakan bagi keluarga atau informasi tentang kemajuan pasien

dengan cara yang tepat.

e. Sediakan informasi pada pasien ( keluarga) tentang kondisi dengan

cara yang tepat.


PENYIMPANGAN KDM

Kongenital Tranfusi Tranplantasi organ Penurunan


sistem imun

Resiko tinggi
CMV infeksi

Demam Infeksi pada Kurang


Infeksi pada sistem
paru-paru pengetahuan
cerna( lambung/ usus)

Mual dan Hipertermi Sesak dan


muntah batuk

Perubahan nutrisi kurang Suplai oksigen


dari kebutuhan tubuh tidak adekuat
Penurunan energi
dalam bernapas

Sumber: Pola nafas tidak efektif

1. Cecily Betz, 2002.


2. Nanda, 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L.2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Jakarta: EGC


Gordon Et All. 2002. NANDA Nursing Diagnoses Definition and Classification
(NIC), Second Edition. USA: Mosby
Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classification (NOC), Second Edition. USA: Mosby
McCloskey, Joanne C. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classification (NIC), Second Edition. USA: Mosby
Spiritia, 2015. Lembar Informasi Tentang HIV dan AIDS untuk Orang Yang
Hidup Dengan HIV (ODHA), Australian AID : Fordfondation

Anda mungkin juga menyukai