Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sebagai agama rahmatan li al-‘alamin mengajarkan kepada manusia untuk
senantiasa mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Setiap manusia harus bisa
mengembangkan potensinya agar mampu menjadi Insan kamil yang senantiasa
mengamalkan perbuatan baik dan mampu meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan
akhirat karena manusia pada dasarnya diciptakan sebagai khalifah (pemimpin) dan tujuan
dari penciptaan manusia adalah untuk patuh dan menyembah kepada Allah SWT.
Manusia juga harus mampu mengendalikan dirinya agar tidak terjerumus ke dalam
keburukan dan kesesatan dengan menuruti hawa nafsunya dan tidak ta’at terhadap
perintah dan larangan Allah SWT yang akhirnya membawa dirinya ke dalam neraka yang
sangat pedih siksaannya.
Pada dasarnya manusia terlahir di dunia ini dalam keadaan fitrah (suci). Amal
ibadah individu itu sendirilah yang akan menentukan. Manusia akan masuk dalam surga
Allah jika amal baik lebih banyak dari pada yang buruk dan sebaliknya jika amal buruk
lebih banyak dari pada amal baik maka akan masuk dalam Neraka yang sangat pedih
siksanya. Kehidupan di dunia ini seyogyanya manusia menjaga kefitrahan yang ada pada
dirinya dengan senantiasa taat dan patuh dalam menjalankan semua perintah Allah dan
menjauhi laranganNya.1
Dalam kehidupan sehari-hari manusia senantiasa melakukan berbagai aktivitas
dan perbuatan yang merupakan perwujudan dari pola pikir manusia itu sendiri. Tindakan
manusia tersebut ada yang bersifat positif dan negatif. Sifat positif tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk akhlakul karimah (sifat-sifat terpuji) dan sifat negatif berupa
akhlakul mazmumah (sifat- sifat tercela). Dalam Al-Qur’an juga mengemukakan dan
memberi peringatan tentang akhlak-akhlak buruk atau tercela yang dapat merusak iman
seseorang dan pada akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupannya di masyarakat.
Akhlak buruk itulah yang disampaikan oleh Rasulullah yang ditunjukkan oleh
kaum Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang disampaikan rasulullah
sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti Abujalal, Walid bin
mugirah, Akhnas bin syariq, Aswad bin abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman merupakan
suatu pengakuan terhadap kebenaran dan harus dipelihara serta di tingkat kankualitas nya
melalui sikap dan perilaku terpuji. Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri
manusia selalu berdampingan dan terlihat dalam perilaku sehari-hari. Apabila perilaku
seseorang menampilkan kebaikan, maka terpujilah sikap orang tersebut. Sebaliknya,
apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan atau kejahatan, maka tercelalah sikap
orang tersebut. Sifat tercela sangat dilarang oleh Allah SWT dan harus dihindari dalam
pergaulan sehari-hari karena akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akhlak Islam ?
2. Apa pengertian dari Akhlak Islam ?
3. Apa saja sumber dari Akhlak Islam ?
4. Apa yang dimaksud dengan Akhlak terpuji dan Akhlak tercela ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang Akhlak Islam
2. Mengetahui pengertian dari Akhlak Islam
3. Mengetahui sumber dari Akhlak Islam
4. Mengetahui Akhlak terpuji dan Akhlak tercela
BAB II
1. Akhlak terpuji dan akhlak tercela
Akhlak merupakan gambaran kondisi yang menetap di dalam jiwa. Semua
perilaku yang bersumber dari akhlak tidak memerlukan proses berfikir dan merenung.
Perilaku baik dan terpuji yang berasal dari sumber jiwa di sebut al-akhlaq al-fadhilah
(akhlak baik) dan berbagai perilaku buruk disebut al-akhlak al-radhilah (akhlak buruk).
Akhlak terpuji disebut juga akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah, yang bisa
diartikan sebagai segala macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari.1
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
al-qur’an da al-hadis. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-
Hasanah, Thayyibah, Khairah, Karimah, Mahmudah, Azizah dan al-Birr. Keutamaan
akhlak terpuji disebutkan dalam hadist salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Abu dzar dari Nabi Muhammad saw, yang artinya:
“wahai abu dzar! ‘maukah aku tunjukan dua hal yang sangat ringan dipunggung, tetapi
sagat berat ditimbangan (pada hari kiamat kelak?)’, Abu dzar menjawab, ‘hendaklah
kamu melakukan akhlak terpuji dan banyak diam. Demi Allah yang tanganku berada
digenggamannya, tidak ada makhluk lain yang dapat bersolek dengan dua hal tersebut”
(H.R Al-baihaqi)1
Akhlak terpuji adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan
seseorang. Akhlak terpuji merupakan akhlak yang diteladankan oleh Rasulullah SAW
dan Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk mendidik umat manusia agar berakhlaq
mulia, sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW. telah Bersabda:
‫ِإنَّ َما ب ُِع ْث ُ ُأل‬
ِ ‫ار َم اَأل ْخ‬
‫الق‬ ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”


(HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).2
Akhlak terpuji juga yang merupakan dari sikap para shiddiqin. Shiddiqin berasal
dari kata shiddiq yang artinya benar, sehingga shiddiqin adalah orang yang selalu
bersikap, berbicara dan bertingkah laku yang benar atau jujur. Ibnu Katsir berkata:
“Shidiqin adalah orang yang jujur dalam imannya”. Sehingga para shiddiqin termasuk
orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT karena dengan sikap, pembicaraan dan tingkah
lakunya yang benar akan membuatnya selalu mengarah atau berorientasi pada kebaikan.
Pada hakikatnya akhlak terpuji adalah bagian terbesar dari agama, buah kegiatan
dari para muttaqin dan sebagai latihan kaum yang beribadat. Akhlak terpuji dilahirkan
dari sifat-sifat yang terpuji pula. Contoh sifat terpuji yang dimaksud adalah cinta kepada
Allah, cinta kepda rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat
dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala
musibah dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana’ah, khusyu dalam
beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang
lain, menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum
yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi binatang, dan menjaga
kelestarian alam.2
Diantara tanda-tanda akhlak manusia menjadi baik, adalah dengan
membiasakannya dan kemudian merasakan manisnya ibadah yang dilakukan. Akhlak
yang seperti itu terintegrasikan dalam diri seseorang sehingga ia tak merasakannya lagi
sebagai sebuah kelebihan. Hal ini seperti diceritakan kembali oleh al-Ghazali dalam kisah
Sahl al-Tustari, yang melazimkan kebaikan sebagai sebuah kebiasaan, sehingga ia
merasakan bahwa semuanya merupakan taufik dari Allah Yang Mahakuasa.2
Sedangkan akhlak tercela adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat
yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia serta dapat
menjauhkan manusia dari Allah. Bentuk- bentuk akhlak terceladapat berkaitan dengan
Allah SWT, Rasulullah SAW, diri sendiri, keluarga, masyarakatdan alam sekitar.
Al-Ghazali menekankan bahwa meninggalkan maksiat lebih berat dan sulit
dibandingkan dengan berbuat taat. Karenanya, meninggalkan syahwat yang sering
melakukan maksiat merupakan amal para shiddiqin. Ini bukannya tanpa latihan, karena
riyadah al-nafs merupakan bagian dari pekerjaan mereka seperti melihat aib sendiri
(mawas diri), menjaga lidah dan mengendalikan amarah merupakan latihan dan dapat
menjadi obat bagi akhlak yang tercela.2
Cinta dunia adalah salah satu hal yang tercela dan merupakan pangkal dari segala
dosa. Di dalam kitabnya yang lain, Kimya‟ al-Sa‟adah, al-Ghazali menamsilkan dunia
sebagai sebuah panggung atau pasar yang disinggahi oleh para musafir di tengah
perjalanannya ke tempat lain. Watak penipu dari dunia ini bisa mengambil berbagai
bentuk,
antara lain seperti nenek sihir yang mengelabui seseorang, seakan-akan ia mencintainya
namun kemudian berbelot meninggalkannya dalam keputusasaan dan kekecewaan.
Manusia telah lupa bahwa kebutuhan-kebutuhan mereka sebenarnya hanya tiga: pakaian,
makanan dan tempat tinggal; dan bahwa semuanya itu hanya wahana bagi jiwa dalam
perjalanannya menuju akhirat. Di antara tugas para nabi, adalah mengingatkan yang
demikian, dan memanggil orang-orang kepada kehidupan akhirat yang abadi. Cinta
kepada dunia (hubb al-dunya) mengakibatkan penyakit hati yang lain, seperti kikir,
bermegah-megah dan riya‘, ‗ujub dan sombong, dan karenanya seseorang terperdaya
oleh hal-hal yang menyesatkannya dari perjalanan abadinya menuju Allah Sang Khalik.
Dengan demikian, dengan ma‘rifah (pandangan yang benar) atas hakikat dunia dan
perjalanan menuju sang khalik, seseorang dituntun dalam jalan sufi yang penuh
pensucian hati terus menerus.2
Sifat yang termasuk akhlak tercela adalah segala sifat yang bertentangan dengan
akhlak terpuji, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki,
bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim,
ujub, mengadu domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak
alam. Demikianlah antara lain macam-macam akhlak terpuji dan tercela. Akhlak terpuji
memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak tercela
merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4-6.
٤ - ‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ۖ ٍْم‬

٥ - َ‫ثُ َّم َر َد ْد ٰنهُ اَ ْسفَ َل َسافِلِ ْي ۙن‬


٦ – ‫ت فَلَهُ ْم اَجْ ٌر َغ ْي ُر َم ْمنُوْ ۗ ٍن‬ ّ ٰ ‫اِاَّل الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬

Artinya : Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
(4) kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (5) kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat
pahala yang tidak ada putus-putusnya(6) (QS. At-Tin Ayat 46)
BAB III
KESIMPULAN
1. Semangat nurul
2. Semangat yassa
3. Semangat lagi nurul wkwk
4. Akhlak terpuji adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang.
Sedangkan akhlak tercela adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang
merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia serta dapat menjauhkan
manusia dari Allah. Bentuk-bentuk akhlak tercela dapat berkaitan dengan Allah SWT,
Rasulullah SAW, diri sendiri, keluarga, masyarakatdan alam sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mustofa A. Konsep Akhlak Mahmudah Dan Madzmumah Perspektif Hafidz Hasan Al-
Mas’Udi Dalam Kitab Taysir Al-Khallaq. Ilmuna. 2020;2(1):49-52.
2. dan HH-NJP, 2017 undefined. Akhlak Terpuji Dan Yang Tercela. E-JournalIain-
PalangkarayaAcId. 2017;1(1):17-26. https://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali,

Anda mungkin juga menyukai