NIM : 10012682125045
Tulisan keterkaitan topik penelitian Anda dengan tiga pandangan tentahg hakikat
manusia!
a. Pandangan Psikoanalitik
b. Pandangan Beheviourisme
c. Pandangan Humanistik
Topik penelitian:
Analisis Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Terhadap
Perilaku ASN Terkait Pemberian Vaksinasi COVID-19 di Kota Palembang Tahun
2021
Menurut Freud, Struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen yakni: id, ego
dan super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan berbagai insting kebutuhan
manusia yang mendasari perkembangan individu. Fungsi id merupakan komponen yang
mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat sepanjang hayat. Namun,
fungsi id untuk menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat leluasa menjalankan fungsinya
karena menghadapi lingkungan yang tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan
yang harus diperhatikan yang tidak dapat dilanggar begitu saja sehingga dibutuhkan pula fungsi
ego. Dihubungkan dengan topik penelitian saya, fungsi id merupakan wujud konkrit dari rasa
keingintahuan peneliti untuk menemukan jawaban perihal apa saja hal yang menyebabkan ASN
tidak mau melaksanakan vaksinasi, padahal dalam fungsi resminya ASN merupakan salah satu
alat pemersatu bangsa dan pelayan publik yang secara tidak langsung berpengaruh signifikan
terhadap setiap keputusan yang juga diambil kelak oleh masyarakat umum, atau paling tidak
akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan para honorer yang juga bekerja di
lingkungan terdekat dari ASN tersebut. Dalam lingkup yang lebih mendalam lagi, fungsi id yang
merupakan hasil dari pemikiran internal yang lahir dari masing-masing ASN dengan segala
aspek yang mempengaruhinya mengambil andil yang cukup banyak dalam proses pengambilan
keputusan setiap ASN untuk mau atau tidak mau divaksin meski dirundung perasaan takut,
cemas, khawatir terhadap isi kandungan vaksin, adat istiadat yang menyatakan tidak sejalan
dengan apa yang diyakini, atau mungkin juga keluarga yang tidak mendukung. Serangkaian
pemikiran yang lahir dari diri setiap ASN mengenai persepsi Terkait vaksinasi ini merupakan
contoh dari komponen id dalam bingkai perilaku manusia.
Lebih lanjut, setelah serangkaian prosesi pemikiran oleh komponen id telah tunai, kemudian
komponen ego berperan untuk menjembatani tuntutan ide dengan realitas dunia luar. Dia
mengatur dan mengarahkan pemenuhan ide dalam memuaskan instingnya dengan selalu
mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih berfungsi dalam ranah
aktualisasi kepribadian, sehingga perwujudan fungsi id itu menjadi tidak tanpa arah. Komponen
ego menjadikan hal-hal yang telah dibayangkan, dipikirkan, dan dianalisa dalam pikiran
sebelumnya menjadi lebih nyata dan konkrit dalam wujud sebuah keputusan dan tindakan yang
diambil. Ketika akhirnya peneliti memutuskan untuk terlibat dalam penelitian secara ilmiah
untuk mengetahui jawaban dari banyak rasa penasarannya meski harus melewati serangkaian
instrumen penelitian dengan ragam metode, pemilihan populasi, penentuan sampling, mencari
sejumlah referensi sebagai bahan kajian Pustaka, dan mengambil sejumlah data untuk kemudian
akhirnya dianalisis menjadi sebuah tindakan nyata bahwa ego membuat serangkaian tindakan
tersebut menjadi lebih terarah.
Ego juga yang kemudian menjembatani tindakan langsung dari para ASN setelah
sebelumnya menimbang-menimbang perihal mental model terkait vaksinasi kemudian mewujud
menjadi sebuah tindakan konkrit saat sejumlah ASN lainnya mau divaksin, masih terdapat
sebagian ASN pula yang enggan divaksin dengan menyatakan sederet alasan seperti tidak mau
divaksin karena takut, karena khawatir terhadap isi kandungan vaksin, atau karena tidak adanya
dukungan penuh dari keluarga sehingga tidak ada yang menekan untuk perlu divaksin.
Dalam perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seseorang tidak hanya ditentukan oleh
fungsi ide dan ego saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego, Super ego tumbuh
berkat interaksi antaraindividu dan lingkungannya yang terdiri dari aturan, nilai, moral, adat
istiadat, tradisi, dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah mengawasi agar tingkah laku
seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat istiadat, yang telah meresap pada diri
seseorang. Dengan demikian super ego memiliki fungsi control dari dalam diri individu. Fungsi
superego dalam topik penelitian saya menjadi sekat-sekat pembatas agar penelitian ini tak
sampai menjadi kelewat batas dengan misalnya memaksa responden untuk harus mau divaksin
sehingga akhirnya melunturkan hak asasi manusia karena mau bersebab paksaan. Superego juga
yang kemudian mengarahkan peneliti ke lingkup yang tetap baik dan tak sampai merusak tatanan
adab dalam kehidupan sehari-hari saat berinteraksi dengan para responden.
Lebih lanjut, superego pula yang menjadikan para ASN tetap mengetahui batasan bahwa
meskipun sebelumnya terdapat sebagian yang enggan divaksin namun tidak sampai membuat
dan menyebabkan berita buruk perihal vaksin, atau mempengaruhi orang lain agar jangan mau
divaksin pula, atau bahkan sampai menjelek-jelekkan upaya intervensi COVID-19 dalam wujud
vaksinasi ini. Sebab seluruh pihak pasti telah melakukan hal-hal terbaik sesuai porsinya,
superego menjaga setiap perilaku manusia agar tetap manusiawi dan berakal sehat sehingga
dapat tetap hidup dengan damai meski terdapat banyak hal yang berlawanan dengan keyakinan
diri.
Jika psikoanalisa memfokuskan manusia hanya pada totalitas kepribadian (yang hanya
tingkah laku yang tidak nampak) tetapi teori ini memfokuskan perhatiannya lebih menekan pada
perilaku yang nampak, yakni perilaku yang dapat diukur, diramalkan dan di gambarkan.
1. Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang baik atau
yang jahat,tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan sedang mengalami,yang
memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua jenis perilaku.
2. Manusia mampu mengonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri.
4. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya yang bisa
dipengaruhi orang lain.
Jika dikaitkan dengan topik penelitian saya, teori behaviour yang membahas erat perihal
perilaku menjadi salah satu poin paling berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh subjek-
subjek dalam penelitian saya. Apabila menurut pandangan psikoanalis hanya terlihat fokus-fokus
sikap secara internal yang tidak nampak, pandangan behaviour menekankan pada keputusan
setiap ASN yang akhirnya mewujud menjadi sebuah perilaku untuk mau atau tidak mau divaksin
berdasarkan pemikirannya yang disebabkan oleh banyak faktor seperti pengetahuan, dukungan
keluarga, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa setiap manusia mampu
mengonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri setelah berproses secara internal
untuk memutuskan tindakan dan sikap apa yang akhirnya harus diambil dalam sebuah
pengambilan keputusan.
Dalam kesempatan lain saat kemudian vaksinasi menjadi hal yang sulit didapat dan
direncanakan akan menjadi syarat untuk mengurus setiap keperluan administratif, maka orang
yang enggan divaksin itu kemudian akan mulai terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa
manusia juga dapat memperoleh perilaku yang baru sebab tekanan tertentu atau terpengaruh dari
manusia lainnya. Sebaliknya pula, setelah dalam rancangan outcome kelak pelaksanaan vaksinasi
untuk ASN akan merata, maka dapat menjadi tolak ukur keamanan vaksin untuk diterima oleh
masyarakat umum sehingga masyarakat yang tadinya takut perlahan lahan akan menjadi tidak
takut dan mau divaksin pula. Hal ini merupakan interpretasi dari poin manusia bisa
mempengaruhi perilaku orang lain.
Menurut teori psikologi humanistik ini, setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang
bersifat pribadi (unik) dan kehidupannya berpusat pada dirinya. Perilaku manusia bukan
dikendalikan oleh keinginan bawah sadarnya (seperti teori psikoanalisa). Bukan pula tunduk
pada lingkungannya (seperti teori behaviorisme), tetapi berpusat pada konsep diri, yaitu
pandangan atau persepsi orang terhadap dirinya, yang bisa berubah-ubah dan fleksibel sesuai
dengan pengalamannya dengan orang lain. Seorang penjahat yang merasa hebat karena berani
nekat dalam perbuatan jahatnya misalya. Karena pengalamannya dengan jagoan lain yang lebih
hebat tetapi baik perilakunya, dapat saja ia menemukan makna kehidupan, dan kemudian
memiliki kosep diri bahwa ia pasti dapat mengubah dirinya menjadi orang baik.
1. Memahami manusia sebagai suatu totalitas. Oleh karenanya sangat tidak setuju dengan
usaha untuk mereduksi manusia, baik ke dalam formula S-R yang sempit dan kaku
(behaviorisme) ataupun ke dalam proses fisiologis yang mekanistis. Manusia harus berkembang
lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia harus mampu mengembangkan
hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap.
2. Metode yang digunakan adalah life history, berusaha memahami manusia dari sejarah
hidupnya sehingga muncul keunikan individual.
Terkait dengan topik penelitian saya, pandangan humanistik menjadi suatu pandangan yang
paling manusiawi untuk ditinjau eksistensinya sebab pandangan ini menilik perilaku manusia
dengan tidak saklek, melainkan setiap manusia memiliki kesempatan dan waktunya masing-
masing untuk dapat berubah menjadi seseorang yang lebih baik dan memilih keputusan-
keputusan hidup yang lebih bijaksana. Dari kacamata peneliti, pandangan humanistik
mewakilkan rasa keingintahuan peneliti terhadap faktor apa saja yang paling berpengaruh
terhadap perilaku ASN sehingga memutuskan untuk mau atau tidak mau untuk divaksin.
Berawal dari tidak tahu, kemudian muncul rasa ingin tahu, kemudian memutuskan untuk terlibat
dalam sebuah penelitian ilmiah agar dapat menemukan jawaban dari rasa ingin tahunya tersebut.
Hal ini merupakan gambaran dari bagaimana kreativitas manusia akan terus berkembang
meskipun di tahun sebelumnya terlihat tidak peduli, namun bisa saja di tahun selanjutnya
menjadi seseorang yang paling mengerti Terkait suatu topik.
Selainnya, jika ditilik dari sisi subjek penelitian langsung, poin keunikan manusia sebagai
individual akan muncul. Dimana jika sebelumnya ASN enggan untuk divaksin sebab banyak
faktor yang mempengaruhi, setelah satu dan lain hal terjadi dan mendapat motivasi dari orang
lain dapat mengubah perilakunya dari yang awalnya tidak mau menjadi mau. Manusia bukanlah
makhluk terbatas yang sempit dan kaku sehingga dapat dikendalikan sepenuhnya oleh manusia
lain atau terhadap hal-hal tertentu, manusia dapat lebih bebas dari seluruh fragmatis tersebut
setelah melewati serangkaian peristiwa dan sejarah hidup dibawah naungan konsep rasionalisasi
keadaan dan sifat manusiawi dalam bingkai perilaku.