Anda di halaman 1dari 3

X.

Solusi / Upaya Penanggulangan Illegal Fishing Di Daerah Indonesia

Menurut Jaelani (2014), Dalam penanggulangan serta pencegahan kegiatan illegal


fishing yang terjadi, Indonesia telah mempunyai banyak sekali peraturan perundang-
undangan sebagai dasar hukum pemberantasan dan pencegahan illegal fishing di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan bahwa
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam
keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya. Penangkapan ikan secara ilegal berarti segala bentuk kegiatan
penangkapan ikan yang melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal 1. Selain
itu, Undang-Undang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939 (Territorial Zee en
Maritime Kringen Ordonantie, Stbl.1939 No. 442), UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), Undang Undang
RI Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, Undang Undang RI
Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Undang Undang RI Nomor 6 tahun 1996 Tentang
Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perikanan, Undang Nomor 32 Tahun tentang Kelautan Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMENKP/2015 tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine
nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, PERMEN KP No
57/permen-KP/2014 tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan
negara Republik Indonesia, yang mendukung penghentian ahli muatan (transshipment)
ditengah laut, PERMEN KP No 58/permen-KP/2014 yang mengatur aparatur sipil negara
yang mendukung dalam pemberantasan illegal fishing. Penetapan Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing,

Menurut Rijal (2019), Indonesia melakukan inisiasi ASEAN Maritime Forum (AMF)
sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan yang sedang dihadapi oleh Indonesia,
salah satunya adalah illegal fishing. Sebagaimana diketahui dari APSC yang merupakan
konsep yang diajukan oleh Indonesia, di mana dalam KTT ASEAN di Bali pada tahun 2003,
Indonesia mengajukan tujuh usul lainnya sebagai bagian dari APSC. Ketujuh usulan tersebut
adalah:

(1) mendorong pengamatan pemilu sukarela;

(2) membentuk komisi perjuangan dan perlindungan hak perempuan dan anak;

(3) memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi;

(4) menggagas pembentukan ASEAN Initiative for Peace and Reconciliation;

(5) menggagas pembentukan AMF;

(6) membentuk kerja sama penanganan illegal fishing;


(7) menyusun instrumen ASEAN tentang hak pekerja migran.

Lebih lanjut, ketika kembali menjadi tuan rumah pada pertemuan ke-6 AMF di
Manado pada tahun 2016, Indonesia mengangkat pentingnya penanggulangan isu Illegal,
Unregulated, Unreported (IUU Fishing). Indonesia mengusulkan perlunya pengembangan
pengaturan regional penanggulangan IUU Fishing dan menggalang dukungan mengenai isu
tersebut. Sayangnya, usulan Indonesia mengenai perlunya pembentukan instrumen mengikat
dalam upaya menangani IUU Fishing ternyata tidak sepenuhnya memperoleh dukungan
negara-negara anggota ASEAN. Alasannya, terdapat perbedaan kepentingan dan perbedaan
pemahaman yang mendasar mengenai IUU Fishing di ASEAN. Bahkan beberapa negara
disebut menolak secara terang-terangan usulan Indonesia karena khawatir adanya instrumen
regional terkait pemberantasan IUU Fishing dapat berdampak negatif terhadap perekonomian
mereka.

Menurut Setyadi (2014), Indonesia melakukan Kerjasama Internasional Regional


Fisheris Management Organization (RFMO) sebagai bentuk dari upaya penaggulangan kasus
illegal fishing di Indonesia. Dengan ketentuan hukumnya, setiap kapal yang melakukan
kegiatan yang termasuk dalam IUU Fishing baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-
sama, akan dicantumkan dalam IUU Vessel List dan akan mendapat tindakan dari Negara
peserta RFMO (berdasarkan Resolusi RFMO) berupa:

a. Melarang melakukan pemindahan ikan hasil tangkapan dari dan/atau kepada kapal
penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan lainnya di seluruh wilayah
Indonesia, baik di laut maupun di pelabuhan.

b. Melarang melakukan pendaratan dan/atau memindahkan ikan hasil tangkapan ke


kapal lain, mengisi bahan bakar, mengisi logistik atau terlibat dalam transaksi
perdagangan lainnya.

c. Melarang setiap orang dan/atau badan hukum Indonesia menyewa setiap kapal
yang tercantum dalam daftar provisional IUU Vessel List dan IUU Vessels List.

d. Melarang setiap orang dan/atau badan hukum Indonesia membeli ikan dan/atau
melakukan impor ikan yang berasal dari kapal yang tercantum dalam provisional
IUU Vessel List dan IUU Vessels List.

e. Melarang perubahan bendera dan nama kapal.


Jaelani, A. Q. 2014. Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya Mencegah
dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia. Supremasi
Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum, 3(1).
Rijal, N. K. 2019. Kepentingan Nasional Indonesia dalam Inisiasi ASEAN Maritime Forum
(AMF). Indonesian Perspective, 3(2), 159-179.
Setyadi, I. Y. 2014. Upaya negara Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1-15.
Elam, M. 2020. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL
FISHING DI WILAYAH PERBATASAN LAUT INDONESIA-FILIPINA. JURNAL
POLITICO, 9(3).

Anda mungkin juga menyukai