Anda di halaman 1dari 3

Nama: Farida Hasanah

NIM: 1219220045
Kelas: Ekonomi Syariah A
UTS USHUL FIQH

Jawablah pertanyaan berikut secara essay!

1. Jelaskan pengertian ushul fiqh secara bahasa dan istilah? Apa saja objek
pembahsannya?
Jawab:
Ushul Fiqih berasal dari kata ushul (bentuk jamak dari ashl) dan kata fiqih. Ashl
secara bahasa berarti pondasi dan Fiqih, secara bahasa berarti pemahaman. Secara
istilah, ashl mempunyai beberapa arti, diantaranya: Dalil (landasan hukum). Dan
secara istilah, Fiqih berarti pengetahuan tentang Syari’ah Islam yang berhubungan
dengan perbuatan seorang mukalaf. Yang dipelajari dalam Ushul Fiqih atau yang
menjadi obyek pembahasannya adalah dalil hukum atau sumber hukum Syara’ yang
bersifat ijmali (global), dan metode dalam penggunaan dalil tersebut dalam
menqistinbath hukum, serta kualifikasi atau persyaratan mujtahid (orang yang
menggali hukum). Kaidah yang dipelajari dalam Ushul Fiqih berfungsi sebagai
menggali hukum Syara’ (Syari’ah Islam) dari dalil-dalilnya tersebut. Kaidah-kaidah
Ushul Fiqih dinilai mampu dalam menggali hukum Syara’ (Syari’ah Islam) menjadi
hukum Fiqih amaliyah (aplikatif).

2. Kapan ilmu ushul fiqh ini lahir? Siapakah ulama yang dianggap sebagai
pencetus ilmu in?
Jawab:
Pada penghujung abad ke-2 Hijriyah atau awal abad ke-3 Hijriyah, ushul fikih
memasuki masa kelahiran yang sebenarnya. Pencetus ilmu fiqh pertama adalah
Imam Syafi'i, seorang ulama dan cendekiawan yang berasal dari bangsa Quraisy,
tampil sebagaiperamu serta pembuat sistematika dan membukukan ushul fikih.

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan aliran ilmu kalam, dan aliran Ahnaf
dalam ilmu ushul fiqh? Manakah aliran yang sesuai dengan pendapat
anda beserta alasannya?
Jawab:
•Aliran Syafi’iyah (Aliran Mutakallimin)
Aliran Syafi’iyah atau sering dikenal dengan Aliran Mutakallimin (Ahli Kalam). Aliran
ini disebut syafi’iyah karena imam syafi’I adalah tokoh pertama yang menyusun ushul
fiqih dengan menggunakan system ini. Dan aliran ini disebut aliran mutakallimin
karena dalam metode pembahasannya didasarkan pada nazari,falsafah dan mantiq
serta tidak terikat pada mazhab tertentu dan mereka yang banyak memakai metode
ini berasal dari ulama’ mutakallimin (ahli kalam).
•Aliran Hanafiyah (Fuqaha)
Aliran ini banyak dianut oleh ulama’ mazhab hanafi. Dalam menyusun ushul fiqih,
aliran ini banyak mempertimbangkan masalah-masalah furu’ yang terdapat dalam
mazhab mereka. Tegasnya, mereka menyusun ushul fiqih sengaja untuk memperkuat
mazhab yang mereka anut. Oleh sebab itu, sebelum menyusun setiap teori dalam
ushul fiqih, mereka terlebih dahaulu melakukan analisis mendalam terhadap
hukum furu’ yang ada dalam mazhab mereka. System yang digunakan aliran ini dapat
dipahami karena ushul fiqih baru dirumuskan oleh pengikut mazhab hanafi, setelah
Abu Hanifah pendiri mazhab ini meninggal.
Menurut saya aliran hanafiyah yang cocok digunakan karena Apabila ulama Hanafi
menemukan suatu prinsip yang tidak sesuai dengan prinsip fiqh yang telah mapan,
maka mereka cenderung menyelaraskan teori agar pertentangan itu berakhir.

4. Jelaskan pengertian tentang hukum menurut ulama ushul fiqh? Jelaskan


apa itu hukum taklifi dan hukum wadl’i? berilah contoh dari keduanya?
Jawab:
Hukum menurut ulama Ushul Fiqh adalah titah Allah yang berkenaan dengan
perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan maupun larangan.
Sedang hukum menurut ulama Fiqh adalah efek yang dikehendaki oleh titah Allah dari
perbuatan manusia, seperti wajib, haram dan mubah.
1) Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah sesuatu yang menuntut suatu pengerjaan dari
mukallaf, atau menuntut untuk berbuat, atau memberikan pilihan kepadanya
antara melakukan dan meninggalkan.
Contoh sesuatu yang menuntut pengerjaan dari mukallaf adalah
firman Allah SWT.:
a) Khithab yang mengandung tuntutan untuk di kerjakan ialah :
‫ﺧذ ﻣن ا ﻣو اﻟﮭم ﺻدﻗﺔ‬
"Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka". (QS.At-Taubah: 103)[7]
b) Khithab yang mengandung tuntutan untuk ditinggalkan ialah :
‫ﺣرﻣت ﻋﻠ ﯾﻛم اﻟ ﻣﯾﺗﺔ وا ﻟدم وﻟﺣ م ا ﻟﺧﻧزﯾر‬
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi....".(QS.Al –Maidah : 3)[8]
2) Hukum Wadh'i
Hukum wadh'i adalah: khithab syara' yang mengandung pengertian
bahwa terjadinya sesuatu itu adalah sebagai sebab, syarat atau penghalang
sesuatu.
1. Sebab
Secara definitif, sebab dalam hukum wadh'i adalah tanda hingga lahirnya hukum
Islam. Tanpa tanda (sebab) itu, seorang mukalaf tidak dibebani hukum syariat.
Sebagai misal, tanda balig merupakan sebab bagi kewajiban hukum-hukum Islam.
Anak kecil yang belum cukup umur (balig) tidak wajib salat, puasa, atau menjalankan
ibadah fardu lainnya.
Contoh hukum wadh'i berkaitan dengan sebab lainnya adalah ketika seseorang
menyaksikan hilal 1 Ramadan, umat Islam diwajibkan berpuasa. Berdasarkan hal itu,
hilal adalah sebab bagi kewajiban puasa.
2. Syarat
Suatu ibadah atau perkara syariat lazimnya mewajibkan adanya syarat harus
dipenuhi. Tanpa adanya syarat, perkara itu batal dan tak boleh dikerjakan.
Sebagai misal, saksi adalah syarat sahnya pernikahan dan niat menjadi syarat sahnya
puasa. Tanpa saksi atau niat, maka kedua perkara tadi batal dan dianggap tidak sah.
Syarat adalah hukum wadh'i yang menjadi pengiring suatu ibadah atau sahnya hukum
syariat Islam tersebut.

5. Jelaskan pengertian tentang mahkum fih dan mahkum ‘alaih? Apa yang
dimaksud dengan ahliyat al-wujub dan ahliyat al-ada? Berilah contoh
masing2.
Jawab:
Mahkum fih adalah perbuatan seorang mukallaf yang berkaitan dengan
taklif/pembebanan. Taklif yang berasal dari Allah ditujukan pada manusia dalam
setiap perbuatan-perbuatannya. Mahkum alaihadalah seorang mukallaf yang
perbuatannya itu berkaitan dengan hukum dari syari'

A. Ahliyah Ada’
Ahliyah ada’ adalah sifat kecakapan bertindak hukum seseorang yang telah dianggap
sempurna untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, baik yang positif
maupun negatif. Bila ia mengerjakan perintah syara’, maka ia berpahala dan jika ia
melaksanakan larangan, maka ia berdosa. Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa
yang menjadi ukuran dalam menentukan seseorang telah memiliki ahliyatul ada’ ialah
aqil, baligh dan cerdas

B. Ahliyah Wujub
Ahliyatul Wujub yaitu “Kecakapan seseorang untuk menerima hak-hak yang menjadi
haknya, tetapi ia belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban.

Misalnya : a) anak yang bisa menerima hibah. b) Apabila harta anak tsb dirusak
orang lain, ia dianggap mampu untuk menerima ganti rugi, demikian pula sebaliknya,
jika ia merusak harta orang lain, maka gantinya diambil dari harta anak tsb,c) Selain
itu juga ia dianggap mampu untuk menerima harta waris.

Anda mungkin juga menyukai