Anda di halaman 1dari 7

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU

TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA

Apri Nur Ramadhani1, Riri Novayelinda2, Rismadefi Woferst3


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email : apridhani@gmail.com

Abstract
This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough
saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was
conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are
divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive
sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control
and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is
difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale . The results of this study recommends to
giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI.

Keywords:honey ginger ale, cough saverity

PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi
ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
serius baik di dunia maupun di Indonesia. United lingkungan seperti pencemaran udara dalam
Nations International Children's Emergency rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian.
Fund (UNICEF) dan World Health Organization Sedangkan faktor individu anak meliputi umur
(WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A
bahwa ISPA merupakan penyebab kematian dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi
paling besar pada manusia dibandingkan dengan perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA
jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan pada balita atau peran aktif keluarga atau
campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta masyarakat dalam menangani penyakit ISPA
anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang serta perilaku kebiasaan yang merugikan
didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kesehatan seperti merokok dalam keluarga
kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun (Maryunani, 2010).
akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu,
negara. Indonesia menempati peringkat keenam seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi
di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 buruk, pencemaran udara dan asap rokok
juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010). (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya
Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah
pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap
peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak
kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan
juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei Propinsi Riau sedikitnya 3.160 anak berumur
demografi kesehatan Indonesia, angka kematian kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi
balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 saluran pernafasan akut (ISPA) akibat
per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan
sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 yang mencemari udara di Propinsi Riau
tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara (Yohanes, 2013).
rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran
2012). pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012
sebanyak 1.576 kejadian. Sedangkan yang
1

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


terbanyak dalam 3 tahun terakhir dari 20 (2011), pemberian minuman jahe juga efektif
puskesmas di Kota Pekanbaru ditemukan di untuk menurunkan keparahan batuk pada anak
Puskesmas Rumbai yaitu mencapai 591 kejadian dengan ISPA. Peneliti melakukan wawancarai
ISPA pada tahun 2010, pada tahun 2011 angka terhadap 5 orang tua yang mempunyai anak
kejadian ISPA mencapai 596 kejadian dan pada antara usia 1 sampai 5 tahun yang menderita
tahun 2012 angka kejadian ISPA mencapai 357 ISPA di Puskesmas Rumbai Pesisir, orang tua
kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak
2012). tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat
Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk.
batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat
jalan yang hampir mencapai tiga persen dari METODE
semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat Desain penelitian
paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA Desain penelitian adalah bentuk rancangan
(Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan yang di gunakan dalam melakukan prosedur
terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang
kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih digunakan adalah quasi eksperiment dengan
dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki rancangan penelitian Non-Equivalent Control
dampak yang sangat merugikan pada Group. Rancangan ini bertujuan untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan membandingkan hasil yang didapat sebelum dan
efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga sesudah diberi perlakuan pada kelompok
menurun menyebabkan pertumbuhan dan intervensi dan tidak diberi perlakuan pada
kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok
itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok
menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008).
(Lamberg, 2002). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test,
Pengobatan yang dilakukan untuk dan setelah pemberian perlakuan di adakan
menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengukuran kembali (post test) (Nursalam,
pengobatan tradisional, World Health Organization 2008).
(WHO) merekomendasi penggunaan obat
tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan HASIL PENELITIAN
kesehatan masyarakat, pencegahan dan Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit sebagai berikut:
kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO
juga mendukung upaya-upaya dalam A. Analisa Univariat
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat Tabel 3.
tradisional (WHO, 2003). Distribusi karakteristik responden
Obat tradisional telah diterima secara luas
di hampir seluruh Negara di dunia, negara-
negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menggunakan obat herbal sebagai pelengkap
pengobatan primer yang mereka terima. Di
Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi
menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. Negara Cina dari total konsumsi obat,
sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-
obat tradisional (WHO, 2003).
Penelitian oleh Department of Pediatrics
di Amerika, madu merupakan salah satu Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52
pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala orang responden yang diteliti, distribusi
ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan responden menurut jenis kelamin yang terbanyak
batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur adalah perempuan dengan jumlah 31 orang
anak pada malam hari. Penelitian Yulvina responden (59,6%), sedangkan usia responden
2

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


yang terbanyak adalah kelompok usia 3 tahun Homogenitas keparahan batuk sebelum
dengan jumlah 25 orang responden ( 48,07%). diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
Tabel 4
Distribusi tingkat keparahan batuk sebelum
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik
didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
batuk anak sebelum diberikan minuman jahe
madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00
Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada
tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270.
sebelum diberikan intervensi minuman jahe Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05),
madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen berarti tingkat kerahan batuk anak pada
dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 sebelum diberikan minuman jahe madu adalah
dan 2,596 pada kelompok kontrol. homogen.

Tabel 5 Tabel 8
Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada
diberikan intervensi pada kelompok eksperimen kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
dan kelompok kontrol. diberikan minuman jahe madu

Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat


keparahan batuk sesudah diberikan minuman Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik
jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok
didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan
eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol.
Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu batuk sebelum diberikan minuman jahe madu
1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol. pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan
standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah
B. Analisa Bivariat diberikan minuman jahe madu dengan standar
Tabel 6 deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) <
Homogenitas karakteristik responden α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan antara mean keparahan batuk
anak sebelum dan sesudah diberikan minuman
jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak
2 kali sehari dalam waktu 5 hari.
Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa
semua karakteristik responden (jenis kelamin
Tabel 9
dan umur anak) baik antara kelompok kontrol
Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok
dan kelompok eksperimen adalah homogen
kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan
dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6).
minuman jahe madu
Tabel 7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Tabel 9 diatas memperlihatkan hasil uji 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,001) < α
statistik di dapatkan nilai rata-rata tingkat (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
keparahan batuk anak sebelum diberikan yang signifikan antara mean tingkat keparahan
minuman jahe pada kelompok kontrol adalah batuk anak sesudah diberikan minuman jahe
26,90 dengan standar deviasi 2,270 dan 23,58 madu pada kelompok eksperimen dan mean
sesudah tanpa diberikan minuman jahe dengan tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan
standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p minuman jahe madu pada kelompok kontrol.
(0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara mean PEMBAHASAN
tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah Analisa data univariat adalah analisa data
diberikan minuman jahe madu pada kelompok yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu masing-masing variabel yang terdiri dari
selama 5 hari. karakteristik responden, meliputi umur anak dan
jenis kelamin responden serta pembahasan
Tabel 10 tentang keparahan batuk responden sebelum dan
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada sesudah diberikan minuman jahe madu pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk
sebelum diberikan minuman jahe madu
melihat perbedaan keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat
efektivitas pemberian minuman jahe madu
terhadap keparahan batuk pada anak dengan
Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata ISPA.
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan 1. Karakteristik responden
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen a. Jenis kelamin
adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan Penelitian yang telah dilakukan di
26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
minuman jahe madu dengan standar deviasi didapatkan hasil bahwa jenis kelamin
2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α responden hampir seimbang antara laki
(0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada laki dan perempuan yaitu 21 orang
perbedaan yang signifikan antara mean tingkat (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang
keparahan batuk anak sebelum diberikan (59,6%) responden perempuan. Data yang
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen ditemukan di BPS (2010) sebaran
dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa penduduk di Riau laki-laki sebanyak
diberikan minuman jahe madu pada kelompok 2.853.168 jiwa dan perempuan sebanyak
kontrol. 2 685 199 jiwa, ini berarti persebaran
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
Tabel 11 hampir seimbang.
Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada Penelitian ini juga sejalan dengan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah penelitian yang dilakukan oleh Nasution,
diberikan minuman jahe madu dkk (2009) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan infeksi saluran
pernafasan akut pada balita di daerah urban
Jakarta menemukan hasil bahwa jenis
kelamin hampir seimbang antara laki-laki
(51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada
Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata penetilian tersebut tidak didapatkan
tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan hubungan antara jenis kelamin dengan
minuman jahe madu pada kelompok eksperimen prevalensi ISPA pada balita.
adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan b. Umur
23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan Hasil penelitian yang telah dilakukan
minuman jahe madu dengan standar deviasi di wilayah kerja Puskesmas Rumbai,
4

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


didapatkan hasil usia responden terbanyak 3. Efektifitas pemberian minuman jahe madu
berada pada rentang umur 3 tahun terhadap penurunan keparahan batuk pada
sebanyak 25 orang (40,07%). Penelitian anak
yang dilakukan oleh Elyana dan Candra Penelitian yang telah dilakukan diwilayah
(2008) menunjukkan bahwa umur tidak kerja Puskesmas Rumbai, maka didapatkan hasil
berhubungan dengan frekuensi ISPA. uji statistik dengan menggunakan uji t
Mikroorganisme penyebab ISPA sangat independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal
banyak jenisnya dan bisa menyerang ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan
segala usia sehingga infeksi saluran antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
pernafasan atas dapat terjadi pada siapa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
saja, pada usia berapapun. Walaupun pada sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga
umumnya semakin dewasa, daya tahan dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman
tubuh sudah semakin sempurna, namun hal jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan
ini tidak berpengaruh terhadap kejadian batuk.
ISPA. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05).
Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan
2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak antara mean tingkat keparahan batuk anak pada
sebelum dan sesudah pemberian minuman kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
jahe madu pada kelompok eksperimen dan diberikan minuman jahe madu sehingga dapat
kelompok kontrol ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman
Penelitian yang telah dilakukan di jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan
wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil batuk pada anak.
rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum Hal ini sejalan dengan penelitian yang
diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas
pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada pemberian minuman jahe terhadap penurunan
kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata keparahan batuk pada anak dengan ISPA di
tingkat keparahan batuk anak sesudah wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru
diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05)
pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada maka Ho ditolak artinya pemberian minuman
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk
dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan pada anak dengan ISPA.
rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah Penelitian ini juga didukung sebuah
diberikan minuman jahe madu (post test) pada penelitian di Amerika yang dilakukan oleh
kelompok eksperimen sedangkan pada Cohen, dkk pada tahun 2009. Anak-anak dengan
kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3
tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit
signifikan tanpa diberikan minuman jahe sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil
madu. yang ditemukan madu menghasilkan
Hasil penelitian ini sesuai dengan peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi
penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina batuk anak yang menerima madu memiliki rata-
(2011) tentang efektifitas pemberian rata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak
minuman jahe terhadap penurunan keparahan yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang
batuk pada anak dengan ISPA di wilayah tidak memerima perawatan (p 0,01).
kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Pemberian minuman jahe madu dapat
Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 menurunkan keparahan batuk pada anak, karena
hari selama 5 hari kepada responden. Jahe kandungan minyak atsiri dalam jahe yang
yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk
merupakan sebuah zat aktif yang dapat (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada
mengobati batuk. madu yang dapat menyembuhkan beberapa
penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA
(Aden, 2010). Anak yang telah diberikan
5

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


minuman jahe madu oleh peneliti gejala penelitian lebih aplikatif tentang jahe dan
keparahan batuk seperti batuk berdahak, pilek, madu terhadap batuk pada anak.
rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya
menjadi berkurang. Dengan demikian pada UCAPAN TERIMA KASIH
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian minuman jahe madu dapat Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Rumbai
menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak yang telah bersedia memberikan izin kepada
dengan ISPA. peneliti untuk melakukan penelitian.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1
Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa
karakteristik responden paling banyak kelompok Program Studi Ilmu Keperawatan
perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%). Universitas Riau, Indonesia
Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan 2
Riri Novayelinda: Dosen Departemen
signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Keperawatan Anak Program Studi Ilmu
Pada kelompok kontrol terjadi penurunan Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
keparahan batuk namun tidak signifikan 3
Rismadefi Woferst: Dosen Departemen
berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan Keperawatan Medikal Bedah Program
tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
> α (0,05). Hasil uji t independent dimana Indonesia.
diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata tingkat keparahan batuk anak pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sesudah diberikan minuman jahe madu.
DAFTAR PUSTAKA
SARAN
1. Bagi pelayanan kesehatan Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk
Bagi pelayanan kesehatan disarankan 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal,
untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini 14 juli 2014 dari
sebagai salah satu intervensi keperawatan http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?
pada anak yang menagalami batuk. id=1400000000&wilayah=Riau.
2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran
Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
khususnya tenaga pengajar dan pelajar Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian
disarankan untuk dapat memakai hasil penyakit ISPA pada balita. Diperoleh
penelitian ini sebagai salah satu sumber tanggal 7 Oktober 2013 dari
informasi mengenai perbandingan efektifitas http://www.depkes.go.id/index.php?
pemberian minuman jahe madu terhadap vw=2&id=2086.
keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman
dapat dijadikan sebagai salah satu terapi pemberantasan penyakit infeksi saluran
alternatif. pernapasan akut untuk penanggulangan
3. Bagi masyarakat pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen
Bagi masyarakat khususnya ibu yang PPM & PLP.
anaknya mengalami batuk disarankan untuk Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data
dapat mengaplikasikan minuman jahe madu penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru:
sebagai salah satu metode pengobatan Dinkes Kota Pekanbaru.
alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan
4. Bagi peneliti selanjutnya frekuensi ispa dengan status gizi balita.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari
tambahan informasi untuk mengembangkan http://ejournal.undip.ac.id/index.php/acta
nutrica/article/view/4859.

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014


Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. tidak ada pengobatan batuk pada
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat nocturnal dan kualitas tidur untuk batuk
Universitas Riau. anak-anak dan orang tua mereka.
Heru, S. K., & Yasril. (2009). Tehnik sampling Diperoleh pada tanggal 3 September
untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: 2013 dari http//www.archpediatrics.com.
Graha Ilmu. Riset Kesehatan Dasar(2007). Badan penelitian
Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan dan pengembangan kesehatan. Jakarta:
teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Kementrian Kesehatan Republik
Medika. Indonesia.
Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur
manusia. Jakarta: Salemba Medika. pada remaja. Diperoleh tanggal 23
Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu September 2013 dari
wabah penyakit pernapasan. Diperoleh repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
tanggal 25 Oktober 2013 dari /29430/4/Chapter%20II.pdf.
http://www.poskotanews.com/2012/09/21 Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta:
/perubahan-iklim-picu-wabah-penyakit- Puspa Swara.
pernapasan/. WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh
Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American tanggal 2 Desember 2013 dari
Medical Association. Diperoleh tanggal 5 http://www.who.int/inf-fs/en/fact134.
September 2013 dari html.
http://futureofchildren.org/futureofchildre
WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh
n/ publications/docs/
tanggal 5 September 2013 dari
16_01_03.pdf&prev/.
http //www.who.int/mediacentre/
Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak
factsheets/fs134/en/.
dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info
Media.
Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan
Frekuensi ISPA dengan status gizi balita.
Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari
http://download.portalgaruda.org/article.
Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas
akut pada balita di daerah urban
Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal
20 juni 2014 dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-
1.pdf.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep & penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen
penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Metodologi riset
keperawatan: pedoman praktis
keperawatan. Surabaya: Salemba
medika.
Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer,
M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007).
Pengaruh madu, dextromethorphan, dan
7

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Anda mungkin juga menyukai