Anda di halaman 1dari 4

Nasib Bali, Jantung Pariwisata Indonesia di Era Pandemi

Oleh : Aurora Aprilia Tudjuka

Pada awal tahun 2020, dunia digoncangkan dengan berita adanya wabah virus corona yang
menjangkiti masyarakat Wuhan China dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia termasuk
Indonesia. Wabah virus corona ini kemudian ditetapkan sebagai sebuah pandemi oleh World
Health Organization (WHO) dengan nama Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Setelah ada
kasus positif covid-19 di Indonesia, pemerintah dengan sigap mengambil tindakan-tindakan untuk
mencegah penyebaran covid-19 seperti membatasi bahkan menutup akses keluar masuk Indonesia
hingga adanya pembatasan social dan larangan kunjungan wisatawan asing. Tak hanya merugikan
dari sisi kesehatan saja, pandemi yang disebabkan oleh virus corona sangat berdampak pada
perekonomian di Indonesia.
Adapun salah satu sektor yang paling terdampak adalah sektor pariwisata, karena sektor
ini sangat bergantung pada sdm seperti para wisatawan. Komite Penanganan Covid-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mengatakan sektor pariwisata akan menjadi sektor
terakhir yang akan pulih dari dampak krisis sebab pandemi. Sekretaris Eksekutif I KPCPEN Raden
Pardede menyebut sektor parisiwata adalah sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19
karena pembatasan mobilitas terutama dari mancanegara. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di
daerah seperti Bali yang bergantung pada pariwisata menjadi terkontraksi sangat dalam.
Hal ini bisa kita lihat dari pertumbuhan PDB nasional yang terkontraksi sebesar -2,1 persen
sementara di Bali terkontraksi sebesar -9,3 persen. Mengapa demikian? Hal ini karena 90 persen
aktivitas ekonomi orang Bali itu berkaitan dengan tourism.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, pemberlakuan PPKM
Darurat hingga 20 Juli 2021 memberi dampak luar biasa pada pelaku pariwisata dan ekonomi
kreatif (parekraf). Dia menyebut, ada 34 juta pelaku parekraf yang terkena dampak penutupan
destinasi wisata. Di Bali, provinsi yang hampir setengah dari warganya bergantung pada sektor
pariwisata, hotel-hotel diprediksi sulit bertahan karena telah digempur pandemi selama sekitar satu
setengah tahun.
Bali adalah sebuah provinsi yang berada di Indonesia dengan ibukota Denpasar.
Dalam perekonomiannya, perekonomian Bali, pada tiga dekade lalu, mengandalkan
pertanian baik dari segi output dan kesempatan kerja. Namun sekarang, perekonomian Bali
bergantung pada industri pariwisatanya. Bali adalah destinasi pariwisata Indonesia yang
sudah mendunia. Selain terkenal dengan keindahan alamnya, Bali juga terkenal dengan
kesenian dan budayanya yang unik dan menarik.
Dengan adanya pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) yang terjadi. Bali,
yang merupakan sebuah daerah pariwisata menerima dampak yang berat. Walaupun berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah indonesia, kondisi dari industri pariwisata terpuruk.
Para pengusaha hotel dan para pengusaha restoran yang berada di Klungkung, Bali
memberikan laporan bahwa jumlah dari pemasukan mereka pada saat ini adalah nol rupiah .
Para pengusaha hotel dan para pengusaha restoran yang seharusnya menjadi wajib
pajak, dengan secara terpaksa, mereka menyampaikan surat pernyataan tutup untuk
sementara waktu ke pemerintah. Pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2020, I Dewa Putu Griawan
selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten
Klungkung memberikan penjelasan, meskipun pandemi corona virus disease 2019 (covid -
19) tersebut memberikan sebuah guncangan terhadap industri pariwisata, pihaknya sejak
awal tahun 2020 tetap berusaha untuk melakukan pemungutan pajak hotel dan restoran
(PHR) dan pajak retribusi di daerah Kabupaten Klungkung.
Pada bulan Januari tahun 2020 ini, pihaknya masih sanggup melakukan pengumpulan
pajak hotel sebesar Rp 1,5 miliar lebih dan restoran sebesar Rp 1,5 miliar lebih. Namun, pada
bulan Februari, pengumpulan pajak sudah mulai mengalami penurunan hingga pendapatan
pajak pada bulan Februari berada pada angka Rp 1,1 miliar lebih dan restoran berada pada
angka Rp 904 juta lebih. I Dewa Putu Griawan mengatakan bahwa pajak hotel dan pajak
restoran masih memungkinkan untuk dikumpulkan pada bulan Januari dan Februari. Namun,
pada bulan Maret 2020, dampak dari pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) menjadi
sangat terasa.
Jumlah wisatawan yang perlahan-lahan kian menurun, diikuti dengan adanya
penutupan untuk sementara waktu pada sejumlah objek wisata, membuat tingkat hunian hotel
dan penjualan restoran ikut mengalami penurunan drastis. Bahkan saat ini, sebagian besar
dari wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran yang telah melakukan pelaporan bahwa
pendapatan mereka berada pada angka nol rupiah, sehingga mendorong mereka untuk
membuat surat penyataan tutup usaha untuk sementara waktu. Meskipun perekonomian yang
sedang melemah dan tengah berfokus pada penanganan corona virus disease 2019 (covid -
19), pihaknya tetap akan mengusulkan agar dana bagi hasil (DBH) Pajak dan Retribusi tahun
2020 tetap dianggarkan.
Pada satu sisi, pemerintah berjanji akan segera menggelontorkan bantuan pada para pelaku
usaha pariwisata. Namun, di sisi lain, ahli virologi mengimbau agar kebijakan PPKM darurat juga
diikuti pengawasan yang baik untuk mengurangi jumlah kasus Covid, karena hal itu dipandang
akan membuat sektor pariwisata relatif aman. Keinginan untuk mencari solusi membangkitkan
sektor pariwisata menghadapi sebuah dilema yang besar.
Para pelaku usaha wisata dari yang skala kecil seperti toko-toko souvenir menutup
gerainya. Adapun yang membuka gerainya namun sepi pengunjung sementara kontrak toko terus
berjalan begitupun dengan pemilik rumah makan bahkan restoran. Hotel-hotel juga berusaha untuk
bertahan di masa sulit dengan mengurangi jumlah pegawai selain itu semua pelaku usaha ini masih
tetap harus melakukan pembayaran pajak walaupun sedang krisis keuangan. Meskipun pemerintah
daerah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait pembayaran PHR (Pajak Hotel dan
Restoran) seperti penundaan jatuh tempo pembayaran hingga pembebasan PHR dalam kurun
waktu tertentu, hal itu belum berpengaruh secara signifikan.
Melihat situasi dan kondisi tersebut, maka solusi yang dapat saya tawarkan adalah :

1. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dengan industri-industri kesehatan untuk
memprioritaskan vaksin bagi seluruh pekerja di sektor pariwisata Bali maupun daerah
lainnya.
2. Mengutamakan wisatawan nusantara (wisnus) sebagai sasaran utama wisata saat ini
dengan memberikan diskon-diskon paket wisata dengan prioritas paket keluarga. Hal ini
karena resiko penularan sesama anggota keluarga akan sangat minim dibanding ketika
bepergian bersama teman atau kerabat.
3. Membuat dan mempromosikan trend Work From Bali (WFB) terutama bagi pekerja
kantoran maupun profesi lainnya. Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan hotel-hotel
ataupun pemilik vila/resort dan lain-lain untuk memberikan diskon-diskon penginapan
bagi kelompok pekerja yang ingin Work From Bali namun tetap dengan protokal kesehatan
yang ketat.
4. Memperbanyak destinasi wisata yang merata di desa-desa yang ada di Bali maupun yang
ada di seluruh Indonesia. Caranya bisa dengan membangun desa-desa wisata. Tujuannya
adalah agar destinasi wisata tidak hanya berpusat di satu tempat untuk mencegah terlalu
banyak kerumunan. Selain itu hal ini juga dapat membangkitkan sektor pariwisata dan
menambah pemasukan di daerah-daerah yang kemudian akan berpengaruh juga pada
pemasukan negara. Pemerintah pusat dan daerah harus melibatkan organisasi pariwisata
dan organisasi-organisasi pemuda dalam pembanguanan desa wisata. Generasi muda
cenderung lebih kuat secara fisik, termotivasi, memahami trend dan berpengetahuan
terutama di bidang teknologi salah satu aspek yang akan dibutuhkan dalam membangun
spot-spot wisata baru di daerah-daerah.

Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5524637/wisata-belum-pulih-3000-pekerja-
pariwisata-di-bali-kena-phk

https://pendapatan.denpasarkota.go.id/berita/read/23176

https://ekonomi.bisnis.com/read/20210212/47/1355588/penghapusan-pajak-bagi-pengusaha-
hotel-restoran-dinilai-cacat-regulasi

https://travel.kompas.com/read/2020/10/19/080800727/pemerintah-akan-beri-diskon-wisata-rp-
2-35-juta-per-orang-pada-2021-ini

Anda mungkin juga menyukai