Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DAN SOP PREEKLAMPSIA PADA IBU HAMIL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah mutu pelayanan kebidanan


Dosen Pengampu Tuti Karwati, S.ST., M.Kes

Disusun oleh:
RISMAYATUL HAFIFAH
029B.A21.022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN YAPKESBI SUKABUMI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan


Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dan SOP ini dengan judul “Preeklampsia pada Ibu Hamil”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mutu pelayanan kebidanan, Atas terselesaikannya
makalah ini dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih
kepada ibu Tuti Karwati, S.ST., M.Kes selaku dosen mata kuliah mutu pelayanan
kebidanan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 02 Pebruari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................2
A. Pengertian..................................................................................................2
B. Etiologi......................................................................................................2
C. Faktor Resiko.............................................................................................2
D. Gambaran Klinis........................................................................................3
E. Patofisiologi...............................................................................................3
F. Penatalaksanaan.........................................................................................5
G. SOP Preeklampsia pada Ibu Hamil...........................................................11
BAB III PENUTUP..........................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang
disebabkan oleh kehamilan walaupun belum jelas bagaimana terjadi.
Diindonesia preeclampsia, eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi
masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal
yang tinggi. (professor dotor dokter sarwono prawirhadjo, DSOG).
Angka kematian Ibu dan bayi saat ini masih sangat tinggi. Terutama
untuk ibu hamil yang tinggal di desa-desa, selain karena pengetahuan ibu
hamil yang kurang dan tidak begitu mengerti tentang kesehatan juga karena
perawatan dalam persalinan masih di tangani oleh petugas non medik dan
sistem rujukan yang belum sempurna. (Prof. dr.H. Muh.Dikman Angsar,
SpOG, tahun 2005).
Salah satu penyebab dari tingginya mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin adalah hipertensi yang karena tidak di tangani dengan benar berujung
pada preeklsamsia dan eklamsia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 –
15 % penyulit kehamilan. Oleh karena itu, ditekankan bahwa pengetahuan
tentang pengelolaan sindroma preeklamsi ringan dengan hipertensi, odema
dan protein urine harus benar–benar dipahami dan ditangani dengan benar
oleh semua tenaga medis. (Prof. dr.H. Muh.Dikman Angsar, SpOG, tahun
2005).
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai
proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
multipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan
darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua
sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa
menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan,
persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-
eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed
hipertensi (ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi
dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi
serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

B. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak
dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan
gejala yang paling penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup
lanjut.

C. Faktor Risiko Preeklamsia


 Kehamilan pertama
 Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia

2
 Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal,
migraine, dan tekanan darah tinggi)
 Kehamilan kembar

D. Gambaran Klinis Preeklampsia


a. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria
bertambah meningkat.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia
berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan
beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu,
edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,
pendarahan otak.

E. Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan
oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan
dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi

3
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,
meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan
pada organ-organ:
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi
endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih
banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita
hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam
yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit,
kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum
biasanya dalam batas normal
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain
itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler
dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah

4
pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga
karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

F. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,
penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap
kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam
penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau
terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit,
keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan
strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup
yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan

5
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk
mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk
sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati,
gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya
eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini
memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus
diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin
dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit,
dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat,
pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial
tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat
badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2
minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik,
hipertensi ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu
meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada
urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin
(pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu
harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri
kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-
tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di
rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang
induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang
matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan
janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan
preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan
mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti
hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya
direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah
baring adalah mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin,
pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkan outcome janin.
Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah melonjak
dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu

6
digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi
denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital
mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin.
Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan
tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring
di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian
menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan
prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada
penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian
janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada
wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan
terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi
persalinan preterm bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak
terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali
dengan NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non
reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan
oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio
lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan
awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat
kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk
mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7
hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor
terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya
solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang
atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia

7
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk
dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin.
Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa
memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila
terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat
janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu.
Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi
kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka
pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara
konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya
116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan
karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin,
penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas
3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan
usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan
preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi.
Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi
berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan <
23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi
berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati
dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam
waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan

8
medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin.
Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan
diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan
tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga
tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah
dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih
rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5
mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai
total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan
perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti
takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10
mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap
terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan
penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian
acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu
penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih
sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol
hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang
kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan.
Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian
hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post
partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih
diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125
ml perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare,
diaforesis, atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan
hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan
pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga
pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan

9
secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular
yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular
dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah
hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko
terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal
dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan
utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade
simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena
blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi
plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa
dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme
dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat.
Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan
bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-
tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema
pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat
digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita
preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan
yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan
darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam
mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik
adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita
dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi
terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan ≥ 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar

10
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
b. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.
G. SOP Preeklampsia
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PREEKLAMPSIA PADA IBU
HAMIL
1. Pengertian Pre-eklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan diatas
20 minggu yang ditandai dengan adanya difungsi plasenta dan
respon maternal terhadap adanya inflamasi spesifik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Tanda utama penyakit ini
adanya hypertensi dan protein urea. Pre-eklamsia merupakan
masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya
karena pre-eklamsia berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah paska
persalinan.

2. Tujuan Sebagai pedoman bagi petugas dalam penatalaksanaan


Prosedur Pre Eklamsi Ringan

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Kedungtuban NO.800 / I / 93 / 2019


Tentang Prosedur Pre Eklamsi Ringan

4. Refrensi Permenkes No 5 tahun 2011 tentang panduan praktek klinik


dokter

11
5. Prosedur 1. Petugas melaksanakan anamnesa dan petugas melakukan
pemeriksaan fisik
a. Tata laksana pre-eklamsi ringan.
1) Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan
antenatal: tekanan darah, berat badan, tinggi
badan, indeks masa tubuh, ukuruan uterus, dan
gerakan janin.
2) Rawat jalan (ambulatoir)
- ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur
miring)
- konsumsi susu dan air buah
- obat antihipertensi: indikasi utama pemberian
anti hipertensi pada kehamilan adalah untuk
keselamatan ibu dalam mencegah penyakit
cerebrovaskular. Meskipun demikian,
penurunan tekanan darah dilakukan secara
bertahap tidak lebih dari 25% penurunan
dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah
terjadinyan penuruna aliran darah utero
plasenter.
Obat antihipertensi yang dapat diberikan :
a. Metildopa, biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg
per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum 3 gram perhari, atau
b. Nifedipine 10 mg kapsul peroral di ulang tiap 15-30
menit, dengan dosis maksimal 30 mg
Rujuk bila ada satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
pre-eklamsia berat ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis obstetri dan
ginekologi setelah dilakukan tata laksana pada pre-
eklamsia berat.

12
13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor
risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental
atau fetal.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah
invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis
antara jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan
kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan
pengaruh genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg.
Tujuan utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan
diastolik menjadi 90-100 mmHg.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,


Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-
22,  New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
2. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27
juni 20013 dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html
3. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013
dari, http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
4. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan,
edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,  2005: 281-301

15

Anda mungkin juga menyukai