HIPERTENSI
Disusun Oleh :
1. Definisi
Hipertensi menurut Caraspot merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection
(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau
lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena
dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).
2.⁸Etiologi
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk
e. Penyempitan pembuluh darah
f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Azotemia
j. Sulit bernafas saat beraktivitas
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal
tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan
tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).
5.Pathways
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyaki
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas,
anemia.
Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi
tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi
Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu
ginjal,
perbaikan ginjal.
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal
tab, CAT scan.
(USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai
kondisi klinis pasien
10.Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
Terapi tanpa Obat ( Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
11. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton
Tanda :
1. Frekuensi jantung meningkat
2. Perubahan irama jantuTa
3. Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
Letupan suasana hati
Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala :
1. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
2. Mual
3. Muntah
4. Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
1. BB normal atau obesitas
2. Edema
3. Kongesti vena
4. Peningkatan JVP
5. glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis
Tanda :
o Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori ( ingatan )
o Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
o Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
1. nyeri hilang timbul pada tungkai
2. sakit kepala oksipital berat
3. nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok
Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alkohol
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIANGOSA
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
DAN KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
penurunan curah v Cardiac PumpCardiac Care
jantung effectiveness § Evaluasi adanya nyeri d
berhubungan v Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
dengan peningkatan v Vital Sign Status § Catat adanya disritmia jantung
afterload, Kriteria Hasil: § Catat adanya tanda dan ge
vasokonstriksi, § Tanda Vital dalam penurunan cardiac putput
hipertrofi/rigiditas rentang normal
§ Monitor status kardiovaskuler
ventrikuler, iskemia (Tekanan darah, Nadi, § Monitor status pernafasan y
miokard respirasi) menandakan gagal jantung
§ Dapat mentoleransi
§ Monitor abdomen seb
aktivitas, tidak ada indicator penurunan perfusi
kelelahan § Monitor balance cairan
§ Monitor adanya peruba
tekanan darah
§ Tidak ada edema paru, § Monitor respon pasien terha
perifer, dan tidak ada efek pengobatan antiaritmia
asites § Atur periode latihan dan istir
§ Tidak ada penurunan untuk menghindari kelelahan
kesadaran § Monitor toleransi aktivitas pasi
§ Monitor adanya dyspneu, fati
tekipneu dan ortopneu
§ Anjurkan untuk menurunkan st
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC,
Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rd edition.
Oxford: Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang