Anda di halaman 1dari 23

BPJS Kesehatan

10 Oktober 2021
Tim Mentor SKB Pranata Laboratorium Kesehatan
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan
penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi seluruh rakyat Indonesia

JKN merupakan salah satu program jaminan sosial yang diberikan negara kepada rakyat
Indonesia untuk memberikan kepastian finansial bagi masyarakat saat membutuhkan
pelayanan Kesehatan
PERATURAN TERKAIT JKN

UUD 1945 Pasal 28H dan Pasal 34


Uu No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan (PERPRES JK),
diubah dengan
Perpres No.82 Tahun 2018, diubah dengan
Perpres No.75 Tahun 2019, diubah dengan
Perpres No.64 Tahun 2020
UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)

UU SJSN menetapkan program JKN sebagai salah satu program jaminan sosial dalam
sistem jaminan sosial nasional. Di dalam UU ini diatur asas, tujuan, prinsip, organisasi,
dan tata cara penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional.
UU SJSN membentuk dua organ yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
program jaminan sosial nasional, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU ini mengatur secara umum fungsi,
tugas, dan kewenangan kedua organ tersebut.
DJSN berwewenang melakukan monitoring dan evaluasi SJSN. UU BPJS menetapkan
pengawas eksternal BPJS adalah DJSN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
UU SJSN menetapkan dasar hukum bagi transformasi PT Askes (Persero) dan ketiga
Persero lainnya menjadi BPJS
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)

UU BPJS adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN. UU BPJS


melaksanakan Pasal 5 UU SJSN

UU BPJS mengatur proses transformasi badan penyelenggara


jaminan sosial dari badan usaha milik negara (BUMN) ke badan
hukum publik otonom nirlaba (BPJS)

UU BPJS menetapkan bahwa BPJS berhubungan langsung dan


bertanggung jawab kepada Presiden
PERATURAN PRESIDEN NO. 12 TAHUN 2013
TENTANG JAMINAN KESEHATAN (PERPRES JK)
DAN PERUBAHANNYA
PerPres JK adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS yang mengatur
peserta dan kepesertaan JKN
Pendaftaran
iuran dan tata kelola iuran
manfaat JKN
koordinasi manfaat
penyelenggaraan pelayanan
fasilitas Kesehatan
kendali mutu dan kendali biaya
penanganan keluhan
penanganan sengketa
PRINSIP JKN
1. Kegotongroyongan
2. Nirlaba
3. Keterbukaan
4. Kehati-hatian
5. Akuntabilitas
6. Portabilitas
7. Kepesertaan bersifat wajib
8. Dana amanat
9. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta
BPJS KESEHATAN

Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan


program jaminan sosial kesehatan.
Berlandaskan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN dan
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS yang mengatur
pembubaran PT Askes Persero dan
mentransformasikannya menjadi BPJS Kesehatan
VISI
Terwujudnya jaminan kesehatannya yang berkualitas tanpa
diskriminasi

MISI
1. Memberikan layanan terbaik kepada peserta dan masyarakat
2. Memperluas kepesertaan program Jaminan Kesehatan
mencakup seluruh penduduk Indonesia
3. Bersama menjaga kesinambungan finansial Program Jaminan
Kesehatan
TUGAS BPJS
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi
kerja.
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan
sosial.
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial.
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program
jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
KEWENANGAN BPJS
1. Menagih pembayaran iuran
2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan
mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang
memadai
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam
memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial
nasional
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan pemerintah.
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas Kesehatan
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi
kewajibannya
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya
dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
8. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan
Sosial.
PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (PBI-JKN)

Fakir miskin dan orang tidak mampu yang termasuk dalam


daftar penerima bantuan iuran JKN.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan


dibayar oleh Pemerintah
BUKAN PBI-JKN
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah.

Pekerja bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya


a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah;
BUKAN PBI-JKN (…2)

Bukan Pekerja dan anggota keluarganya


a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima pensiun;
i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun
ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension
iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
iv. penerima pensiun selain di atas pensiun TNI/POLRI/PNS
v. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar
iuran
IURAN KEPESERTAAN
Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah

Program JKN mewajibkan seluruh penduduk untuk mendaftar menjadi Peserta JKN dan membayar iuran paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya.

Kelas III Rp 35.000,-, bantuan iuran Rp 7.000,-.


Kelas II Rp. 100.000,-
Kelas I Rp. 150.000,-

Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016.
Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan
kembali,peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.

Berdasarkan Perpres No. 64 Tahun 2020, besaran denda pelayanan sebesar 5% (lima persen) dari biaya
diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:
1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
2. Besaran denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3. Bagi Peserta PPU pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.
IURAN KEPESERTAAN
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebesar 5% (lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan sebagai berikut 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi
Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta
Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh Peserta sebesar 1%
Penerima manfaat JKN bagi Pekerja Penerima upah adalah anggota keluarga yang meliputi
istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu
dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja
14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah
FASILITAS KESEHATAN
Fasilitas kesehatan tingkat pertama / FKTP
Pelayanan kesehatan non spesialistik seperti Puskesmas atau yang setara, Praktik dokter,
Praktik dokter gigi, Klinik Pratama atau yang setara, Rumah Sakit Kelas D atau yang setara
Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan / FKTL
Pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik) Klinik Utama atau yang setara, Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus
Fasilitas kesehatan pendukung
(pelayanan obat, optik, dan dukungan medis lainnya seperti laboratorium, instalasi farmasi
rumah sakit, apotek, optic, unit transfusi darah/Palang Merah Indonesia, pemberi pelayanan
Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD), praktek bidan/perawat yang setara

System pembayaran FKTP menggunakan sistem pembayaran pra upaya kapitasi, sedangkan system
pembayaran FKTL menggunakan sistem pembayaran INA CBG’s
Pola pemberian pelayanan kesehatan yang akan dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah
pola rujukan berjenjang

Pola rujukan berjenjang adalah pola pemberian layanan kesehatan dimana pelayanan
primer diberikan oleh PPK tingkat I, namun apabila diperlukan rujukan spesialistik
akan dirujuk ke PPK lanjutan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis,
yaitu:
1. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
2. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes sekunder dan faskes primer.

Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier
JENIS PELAYANAN KESEHATAN
YANG DIJAMIN
Tingkat Pertama
1. Administrasi pelayanan;
2. Pelayanan promotif dan preventif;
3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
6. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
7. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
JENIS PELAYANAN KESEHATAN
YANG DIJAMIN
Tingkat Lanjutan (Rujukan)
1. administrasi pelayanan; 6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan
indikasi medis;
2. pemeriksaan, pengobatan, dan
konsultasi medis dasar 7. rehabilitasi medis;
8. pelayanan darah;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan
konsultasi spesialistik; 9. pelayanan kedokteran forensik klinik;
10. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di
4. tindakan medis spesialistik, baik
Fasilitas Kesehatan;
bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis; 11. pelayanan keluarga berencana;
12. perawatan inap non intensif; dan
5. pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai; 13. perawatan inap di ruang intensif.
PELAYANAN YANG TIDAK DIJAMIN
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur 11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, yang
sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi
2. Pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama kesehatan (health technology assessment);
dengan BPJS kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat; 12. Pengobatan dan tindakan medis percobaan (eksperimen);
3. Dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap 13. Akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan biasa/wabah;
kerja; 14. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan
4. Dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang yang dapat dicegah (preventable adverse events), dan
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program 15. Tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan
jaminan kecelakaan lalu lintas; yang diberikan.
5. Di luar negeri; 16. Obat dan alat kesehatan program nasional yang telah
6. Estetik; ditanggung oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah,
7. Infertilitas; yaitu alat kontrasepsi dasar, vaksin untuk imunisasi dasar,
dan obat program pemerintah;
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
17. Kosmetik, makanan bayi, dan susu;
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat
dan/atau alkohol; 18. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
10. Akibat sengaja menyakiti atau melakukan hobi yang 19. Peti jenazah
membahayakan diri sendiri;
TERIMA KASIH
Masih ada waktu, masih ada kemungkinan, manfaatkan!

Anda mungkin juga menyukai