Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum dan kesadaran untuk menjaga
kesehatan rongga mulut berperan penting dalam menentukan kesehatan rongga mulut seorang individu.
Penuaan pada manusia mempengaruhi perubahan fungsional, psikologis, dan social dalam berbagai
proses multidimensi. Kehilangan seluruh gigi atau edentulous pada lansia sering mengurangi kualitas
hidup secara substansial. Kehilangan seluruh gigi juga berdampak pada penurunan fungsional, psikologis,
dan social. Kondisi kehilangan seluruh gigi mempunyai dampak negatif terhadap kualitas hidup
mencakup fungsi pengunyahan, penampilan, kemampuan berbicara dan percaya diri. Pada makalah ini
akan di bahas mengenai masalahmasalah yang ada pada pasien yang kehilangan seluruh giginya

1.2 Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Kakek cuek akan kesehatannya

Penyusun : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K), Prof. Slamat Tarigan, drg.,
MS., PhD dan Prof. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Sp.PMM

Hari/Tanggal : Rabu / 30 Maret 2022

Jam : 07.30 – 09.30 WIB

Seorang laki - laki berusia 74 tahun datang ke dokter gigi dengan anak perempuannya yang
berprofesi sebagai dokter dengan keluhan mengalami gangguan lambung karena sulitnya makan
akibat kehilangan seluruh giginya. Anak pasien menyatakan bahwa orang tuanya tidak mau
menggunakan gigi tiruan karena temannya menyatakan adanya rasa sakit saat menggunakan gigi
tiruan. Namun anak pasien memaksa untuk membuat gigi tiruan karena sakit lambung yang
dialami oleh orang tuanya.Anak pasien menyampaikan bahwa mulut orang tuanya terasa kering
serta sering sariawan. Pasien juga mengeluhkan beberapa bulan terakhir telinganya sering
berdengung dan adanya bunyi pada daerah dekat telinga saat buka dan tutup mulut. Pasien tidak
mengalami penyakit sistemik. Pada saat konsultasi yang berkomunikasi adalah anak pasien
tersebut, pasien hanya menyampaikan keinginannya agar gigi palsu yang akan dibuatkan tidak
menyebabkan rasa sakit ketika digunakan. Pemeriksaan intra oral, terlihat:

- 43 dan 33 pulpitis irreversible disertai karies servikal

- Mukosa rongga mulut pucat dan tipis

- Saliva sedikit dan kental


- Linggir rahang bawah kanan dan kiri posterior datar

- Lesi berupa ulserasi pada regio anterior rahang atas

- Ada bunyi klicking saat buka dan tutup mulut pada kanan dan kiri TMJ

Pertanyaan:

Buat laporan kelompok mengenai penjelasan permasalahan menurut Anda. Laporan akan
dipresentasikan.

1. Jelaskan kemungkinan penyebab keluhan pasien mulutnya yang terasa kering dan sering
sariawan pada kasus di atas!

2. Jelaskan kemungkinan penyebab mukosa rongga mulut pucat dan tipis serta saliva sedikit dan
kental pada kasus di atas!

3. Jelaskan etiologi dan patogenesis bunyi klicking pada TMJ dan telinga yang berdengung pada
pasien tersebut!

4. Jelaskan etiologi dan patogenesis linggir rahang bawah yang datar!

5. Jelaskan pengaruh saliva yang sedikit dan kental terhadap pemakaian GTL!

6. Jelaskan pengaruh mukosa yang pucat dan tipis terhadap pemakaian GTL!

7. Apakah rencana perawatan dan perawatan pendahuluan yang dibutuhkan pada pasien tsb di
atas?

8. Bagaimanakah prinsip biomekanik dukungan gigi tiruan pada kasus di atas?

9. Apakah tipe watak pasien tersebut dan bagaimana teknik komunikasi yang tepat?

10. Bagaimana prognosis perawatan prostodonsia pada pasien tersebut berdasarkan perubahan
kondisi fisik, rongga mulut dan watak pasien?
BAB II

ISI

1. Jelaskan kemungkinan penyebab keluhan pasien mulutnya yang terasa kering dan
sering sariawan pada kasus di atas!

Kasus pada scenario dikatakan bahwa pasien berusia 74 tahun. Menurut WHO (2013), usia 74
tahun tergolong ke kategori lansia muda (young old) dengan rentang 66-74 tahun. Pada usia
tersebut, akan terjadi perubahan pada jaringan di rongga mulut, salah satunya adalah perubahan
pada mukosa dan lidah. Akan terjadi atropi pada bibir, mukosa mulut dan lidah. Mukosa nampak
tipis dan mengkilap. Mukosa mulut pada lansia lemah dan mulut mudah terluka oleh makanan
kasar. Kapasitas saliva pada lansia menurun sehingga menyebabkan mukosa mulut kering dan
menyebabkan sensasi terbakar dalam mulut. Berkurangnya sekresi air liur/saliva ini dapat
mengakibatkan rasa ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, peningkatan tingkat karies gigi
dan infeksi mulut, serta kesulitan berbicara dan menelan makanan, sehingga asupan gizi pun
menurun diikuti dengan penurunan berat badan. Selain itu, factor asupan gizi yang menurun
beserta pasien yang kehilangan seluruh giginya akan mengalami kesulitan untuk mengonsumsi
makanan juga berpengaruh terhadap kerentanan pasien mengalami sariawan atau stomatitis.
Salah satunya penyebab timbulnya recurrent aphthous stomatitis adalah kekurangan vitamin
B12 dan vitamin D. Hubungan antara kekurangan Vitamin B12 dengan recurrent aphthous
stomatitis tidak dapat dijelaskan secara langsung. Hal yang dapat dijelaskan adalah kekurangan
vitamin B12 dapat mempengaruhi produksi sel darah merah dan mempengaruhi pertumbuhan sel
lainnya misalnya sel pada mukosa rongga mulut yang mengakibatkan lapisan sel tersebut
menjadi rentan jejas atau trauma. Selain vitamin B 12, bukti terbaru menunjukkan bahwa
kekurangan vitamin D juga terlibat dalam terjadinya recurrent aphthous stomatitis.

Sumber

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/756/5/chapter%202.pdf

Arsad, Meisyaroh M. ANALISIS XEROSTOMIA TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT


TERKAIT KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DI DESA MATTOMBONG KECAMATAN
MATTIRO SEMPE KABUPATEN PINRANG. Media Kesehatan Gigi. 2019;18(1):75-6
2. Jelaskan kemungkinan penyebab mukosa rongga mulut pucat dan tipis serta saliva
sedikit dan kental pada kasus di atas!

Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan tersebut merupakan suatu keadaaan
normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit
pada keadaan istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau
mulut kering sering ditemukan pada orang tua daripada orang muda yang disebabkan oleh
perubahan karena usia pada kelenjar itu sendiri. Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi
epitel saliva, atrofi, hilangnya asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan yang
meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva
nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua. Pengurangan
aliran saliva ini juga akan mengganggu retensi jika dibuatkan gigitiruan, karena mengurangi
ikatan adhesi saliva diantara dasar gigitiruan dan jaringan lunak dan menyebabkan iritasi
mukosa. Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian gigitiruan berkurang sehingga
kemampuan mengunyah berkurang, kecekatan gigitiruan berkurang, kepekaan pasien
terhadap gesekangesekan dari gigitiruan bertambah. Perubahan mukosa mulut Pertambahan
usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya
keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah, penebalan serabut kolagen pada lamina
propia. Berkurangnya ketebalan mukosa bervariasi, hal ini juga akan menyebabkan
berkurangnya kemampuan mukosa dalam menerima tekanan. Secara umum mukosa memiliki
kompresibilitas normal sebesar 2 mm.31 Akibat dari klinis mukosa mulut tersebut terlihat
kondisi yang lebih pucat, tipis kering, dengan proses penyembuhan yang melambat.

3. Jelaskan etiologi dan patogenesis bunyi klicking pada TMJ dan telinga yang berdengung
pada pasien tersebut!

Temporomandibular merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka


dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara, yang letaknya dibawah depan telinga. Gangguan
pada sendi temporomandibular dapat menyebabkan keluhan berupa rasa nyeri saat membuka
mulut, menutup mulut, mengunyah, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci. Timbulnya
bunyi sendi adalah salah satu tanda kelainan pada sendi temporomandibula. Kliking merupakan
salah satu bunyi pada sendi temporomandibular yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang
memiliki masalah dengan sendi temporomandibular. Bunyi kliking sering kali tidak disertai nyeri
sehingga pasien tidak menyadari adanya gangguan sendi temporomandibular.

Kasus pada scenario, pasien kehilangan seluruh giginya yang menyebabkan kelainan
temporomandibular yakni klicking dan berdengungnya telinga terutama pada kehilangan gigi
posterior. Gejala kelainan TMJ yang berbeda tiap individu dipengaruhi oleh patogenesis kelainan
TMJ. Patogenesis kelainan TMJ dibagi menjadi dua, yakni muscle disorders dan intraarticular
disorders. Pada muscle disorders faktor-faktor yang mendukung terjadinya kelainan TMJ berupa
edentulus gigi posterior, ortodonti, kebiasaan buruk, stres, trauma, oklusi, dan hormonal
menimbulkan hiperaktivitas otot pengunyahan sehingga menyebabkan nyeri disekitar TMJ.
Hiperaktivitas otot akan memengaruhi perubahan pada fungsi otot sehingga mandibula bergerak
lebih aktif dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan gerak mandibula seperti deviasi/
defleksi karena posisi kondilus berubah tempat. Nyeri yang terjadi akibat ketegangan otot dapat
menekan persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yakni nervus aurikulotemporalis
cabang pertama posterior Nervus Trigeminus mandibularis sehingga adanya rasa nyeri dapat
tersebar ke daerah yang dilalui saraf tersebut seperti pada daerah kepala, sendi, dan telinga. Pada
kondisi intraarticular disorders faktor-faktor pendukung terjadinya kelainan TMJ akan
menyebabkan terjadinya peradangan pada sendi sehingga timbul rasa nyeri. Peradangan pada
sendi terjadi akibat perubahan morfologi TMJ sehingga dapat menyebabkan terjadinya asimetri
pada wajah, keausan kondilus dan eminensia artikularis, lubrikasi diskus yang berkurang, dan
pemanjangan ligamen kolateral diskal sehingga perubahan yang terjadi pada permukaan sendi
akan menyebabkan melompatnya diskus ke anterior saat terjadi pergerakan mandibula serta
timbulnya bunyi berupa krepitasi akibat tergeseknya kondilus selama meluncur sepanjang
eminensia artikularis (bone to bone) akibatnya diskus tertinggal dan semakin menipis. Perubahan
yang terus terjadi pada struktur sendi akan menyebabkan perubahan biomekanik sehingga
terjadilah nyeri, keterbatasan pergerakan mandibula dan bunyi sendi secara bersamaan.

Sumber:

Dwipayanti AN, Panaardji RR, Kiswaluyo. Hubungan Antara Kehilangan Gigi Posterior Dengan
Kliking Sendi Temporomandibular Berdasarkan Jenis Kelamin di Klinik Prostodonsia Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 3), September,
2016 hal 507-8

Ginting R, NapitupuluFMN. Gejala klinis dan factor penyebab kelainan temporomandibular joint
pada kelas I oklusi angle. J Ked Gi Unpad. Agustus 2019; 31(2): 108-119.

4. Jelaskan etiologi dan patogenesis linggir rahang bawah yang datar!

Penyebab dan pathogenesis linggir rahang bawah yang datar disebabkan karena adanya resorpsi.
Resorpsi linggir alveolar adalah pengurangan ukuran linggir alveolar di bawah periosteum.
Proses ini terlokalisir pada struktur tulang alveolar dan menunjukkan aktifitas osteoklas lebih
besar dari pada osteoblast sehingga terjadi kehilangan tulang. Tulang alveolar yang mengalami
resorpsi menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran linggir alveolar secara terus
menerus. Perubahan bentuk linggir alveolar tidak hanya terjadi pada permukaan linggir dalam
arah vertikal saja tetapi juga dalam arah labio-lingual/palatal dari posisi awal yang menyebabkan
linggir menjadi rendah, membulat atau datar.

Sumber:

https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/13393/130600069.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

5. Jelaskan pengaruh saliva yang sedikit dan kental terhadap pemakaian GTL!

Pada pemakaian gigi tiruan, saliva mempunyai peranan penting terhadap retensi atau kecekatan
gigi tiruan. Kohesi, adhesi, dan tegangan permukaan interfasial merupakan faktor yang
mempengaruhi retensi gigi tiruan yang berhubungan dengan saliva. Basis gigi tiruan yang
beradaptasi rapat dengan jaringan pendukung dan adanya border seal yang adekuat akan
memberikan fungsi gigi tiruan yang optimal. Hal ini dapat dicapai apabila didukung juga oleh
volume, aliran, dan konsistensi saliva yang adekuat. Saliva berperan dalam pembentukan tekanan
hampa udara pada dudukan gigi tiruan dan berkontribusi secara signifikan terhadap retensi gigi
tiruan dan kepuasan pasien terhadap pemakaian gigi tiruan. Viskositas saliva juga menentukan
retensi gigi tiruan. Saliva dengan konsistensi kental dan lengket akan terakumulasi diantara basis
GTP dan mukosa dibawahnya mengakibatkan hilangnya retensi GTP, saliva yang terlalu encer
juga mengakibatkan kurangnya retensi GTP. Volume saliva yang adekuat membantu gigi tiruan
tetap pada tempatnya sehingga gigi tiruan tidak akan jatuh saat berfungsi.

Sumber

http://scholar.unand.ac.id/52993/2/BAB%20I.pdf

6. Jelaskan pengaruh mukosa yang pucat dan tipis terhadap pemakaian GTL!

Pengaruh mukosa mulut yang pucat dan tipis terhadap pemakaian GTP dapat menyebabkan
mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap gesekan atau trauma yang
ditimbulkan oleh GTP. Kondisi ini juga diperparah dengan berkurangnya aliran saliva di rongga
mulut. Mukosa yang pucat dan tipis terjadi karena adanya perubahan pada sel epitel mukosa
mulut berupa penipisan lapisan sel, berkurangnya elastisitas serta berkurangnya
vaskularisasi.
Ketebalan mukosa dapat memberikan dampak terhadap kemampuan mukosa untuk
menerima tekanan yang sama dari basis gigi tiruan. Mukosa yang tipis, lebih dulu merasakan
tekanan bebanyang diteruskan dari basis gigi tiruan dibandingkan pada mukosa yang tebal.
Tekanan dibawah gigi tiruan ini bisa menjadi penyebab awal terjadinya iritasi kemudian
menyebabkan rasa nyeri, selain itu juga akan mendukung terjadinya inflamasi dan
meningkatkan sensitivitas.
Sumber:
Sumarsongko T, Adenan A. Rasa Nyeri pada Mukosa Jaringan Pendukung GTP
dan Penanggulangannya. Dentofasial 2011; 10(3): 190

7. Apakah rencana perawatan dan perawatan pendahuluan yang dibutuhkan pada pasien
tsb di atas?

Rencana perawatan dari kasus di atas


Kunjungan I

 Pemeriksaan subjektif dan objektif


 Membuat cetakan pendahuluan
Setelah mengisi informed consent maka dilakukan pencetakan pendahuluan
menggunakan edentulous perforated stock tray. Bahan cetak yangdigunakan yaitu
irreversible hydrocolloid (alginate)
 Membuat sendok cetak individual

Kunjungan II

 Mencoba sendok cetak ke pasien


 Border moulding
Border moulding dengan menggunakan greenstick compound yang dipanaskan.
 Membuat cetakan fisiologis

Kunjungan III

Pada kunjungan ini, pasien dicobakan basis gigi tiruan dengan galengan gigit atau bite rim
RAdan RB. Periksa kestabilan basis dengan melihat ketebalan dan kerapatan basis rahang
atas dan bawah. Tahap selanjutnya melakukan kesejajaran pada bite rim atas dimulai dengan
membuat garis nasoauricular dengan cara menarik benang mulai dari hidung pasien ke
bagian atas tragus telinga pasien untuk membantu menilai kesejajaran. Proses diakhiri
dengan penanaman biterim atas dan bawah ke articulator yang kemudian dikirimkan ke
tekniker.

Kunjungan IV

Pasien sudah dapat melakukan tryin untuk mengetahui kesesuaian susunan gigi-geligi. Tryin
gigi anterior dimulai dengan pemeriksaan susunan gigi anterior terlebih dahulu dengan
melihat kesesuaian susunan gigi, bentuk gigi, ukuran gigi,dan posisi gigi pada model dengan
keadaan dalam mulut pasien dan oklusi dalam mulut pasien jangan sampai terlihat open.
Kemudian periksa ketepatan garis median, posisi distal, stabilitas, retensi, serta fonetik
dengan meminta pasien mengucapkan huruf f atau s
Kunjungan V

Penyusunan gigi posterior RA dan RB sudah selesai secara keseluruhan.Pasien diminta untuk
bercermin. Apabila pasien telah puas dan tidak ada keluhan maka basis malam gigi tiruan
dikirimkan ke tekniker

Kunjungan VI

Pemeriksaan terhadap retensi, oklusi, dan stabilitas dari gigi tiruan.

8. Bagaimanakah prinsip biomekanik dukungan gigi tiruan pada kasus di atas?

Berdasarkan prinsip biomekanik, hal yangharus diperhatikan pasien adalah dukungan dari
mukosa dan beban pengunyahannya, residual ridge, dan retensi. Prinsip biomekanik dukungan
gigi tiruan pada kasus diatas adalah :

a.Teori ( Zarb 2011 dan 2013):

Mekanisme biomekanik pada GTP yaitu :

1.Dukungan mukosa dan beban pengunyahan

Rata-rata daerah mukosa yang tersedia untuk dukungan gigi tiruan pada maksila yaitu sekitar
22,96 cm2 dan untuk mandibula sekitar 12,25 cm2. Selain itu, mukosa sendiri menunjukkan
sedikit tolerance atau kemampuan adaptasi terhadap pemakaian gigi tiruan, yang mana kerugian
ini dapat diperparah dengan adanya penyakit sistemik seperti DM dan kekurangan gizi.

Beban pengunyahan atau gaya pengunyahan yang dilaporkan dengan menggunakan GTL jauh
lebih kecil daripada gigi asli yaitu sebesar 200 N. Sedangkan pada GTL dilaporkan kekuatan
maksimumnya sekitar 60-80 N, tetapi beban rata-ratanya mungkin jauh lebih sedikit dari ini.
Kekuatan gigitan maksimal dari GTL 5-6 kali lebih kecil daripada gigi asli. Selain itu, kekuatan
yang diperlukan untuk pengunyahan bervariasi tergantung jenis makanan yang dimakan.
2.Linggir alveolus

Residual ridge terdiri dari denture-bearing mucosa; submucosa dan periosteum; dan underlying
bone atau residual alveolar bone. Edentulus ridge memiliki luas permukaan yang jauh lebih kecil
dari ligamen periodontal sebelumnya dan jaringan pendukung untuk GTL menunjukkan adaptasi
yang sangat sedikit terhadap syarat fungsinya. Jaringan pendukung untuk GTL sangat terbatas
baik kemampuan adaptifnya dan kemampuan melekatnya dalam menstimulasi peran
periodonsium.

3.Pengaruh psikilogis terhadap retensi

Memakai gigi tiruan mungkin memiliki efek psikologis yang buruk pada beberapa pasien dan
rangsangan saraf yang dihasilkan dapat mempengaruhi sekresi saliva yang mana ini dapat
berdampak pada retensi gigi tiruan.

b.Hasil pemeriksaan intraoral yang dapat mempengaruhi mekanisme dukungan

Biomekanik pada pasien tersebut yaitu:

Linggir alveolus rahang bawah rendah. Kondisi ini dapat menyebabkan berkurangnya luas
permukaan jaringan pendukung/struktur anatomi pembatas pasa GTP RB sehingga luas basis
GTP RB menjadi kecil sehingga tidak dapat memberikan dukungan yang maksimal terhadap
GTP RB yang dapat menyebabkan berkurangnya retensi dan stabilisasi GTP RB , karena
semakin luas basis GTP maka semakin baik retensi dan stabilisasinya. Selain itu kondisi linggir
alveolus RB yang rendah dapat mengurangi penahan terhadap gerakan basis kearah lateral
sehingga kondisi ini juga dapat menyebabkan berkurangnya retensi dan stabilisasi GTP RB

Sumber :

Buku Prosthodontic Treatment for Edentulous Patients

9. Apakah tipe watak pasien tersebut dan bagaimana teknik komunikasi yang tepat?

Tipe watak dari pasien tersebut merupakan indifferent. Pasien ini menunjukkan sangat sedikit
perhatian terhadap perawatan, mereka apatis, tidak tertarik, dan tidak mempunyai motivasi. Tipe
ini tidak akan memperhatikan instruksi dokter, tidak akan bekerjasama dengan baik, dan
akhirnya akan menyalahkan dokter atas keadaan giginya yang buruk. Pemberian edukasi akan
keadaan kesehatan gigi dan perawatan gigi yang baik adalah tindakan yang tepat sebelum
memulai pembuatan gigi tiruannya. Umumnya keadaan mental pasien yang tidak acuh dengan
kesehatan gigi dan mulut adalah alasan pertama kenapa mereka bisa sampai tak bergigi. Dalam
proses ini dokter gigi sendiri harus bisa menumbuhkan empati pada pasiennya. Bila tidak, tiap
perawatan yang mereka lakukan akan membawa hasil yang kurang baik. Dokter gigi sebaiknya
menunjukkan sikap memperhatikan kesehatan, kenyamanan, serta kesejahteraan pasiennya untuk
membangkitkan rasa percaya diri yang mendalam.

Sumber

Handojo J. Keadaan Kehilangan Gigi dan Sikap Mental Pasien dari Aspek Prostodonsi (laporan kasus).
DALAMWEBSITE
http://www.karyailmiah.trisakti.ac.id/uploads/kilmiah/dosen/2020KaryaIlmiah_James.pdf

10. Bagaimana prognosis perawatan prostodonsia pada pasien tersebut berdasarkan


perubahan kondisi fisik, rongga mulut dan watak pasien?

Berdasarkan prognosis tersebut, menurut klasifikasi watak pasien yang cenderung bersifat acuh
pada saat perawatan menunjukkan prognosis yang buruk. Program edukasi mengenai kondisi
gigi dan mulut. Pentingnya menjaga oral hygiene dan mengganti giginya yang hilang serta
peralatan dental merupakanrencana perawatan yang dianjurkan sebelum pembuatan gigi
tiruan. Edukasi dapat  berupa memberikan contoh akibat buruk yang konkret Jika tidak
melakukan perawatan gigi tiruan dapat dengan disertai foto untuk meyakinkan pasien. jika
ketertarikannya tidak dapat distimulasi hal terbaik yang dapat dilakukan adalah menolak
pasien ini! dengan harapan ketertarikannya dapat distimulasi oleh orang lain. Pada banyak
contoh! minimnya ketertari kan ini menjadi alasan mengapa pasien tersebut edentolous
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan scenario tersebut, dapat disimpulkan :

1. Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan serta
meringankan kerja proses pencernaan, apabila kehilangan seluruh gigi geligi dapat
mempengaruhi fungsi pengunyahan.

2. Kehilangan gigi akan mempengaruhi penampilan pasien, seperti pipi kempot, dagu menjadi
maju dan sudut mulut menjadi turun.

3. Gigi tiruan dapat mengembalikan fungsi pengunyahan dan estetis pasien.

4. Dengan menggunakan gigi tiruan dapat memperbaiki kualitas hidup pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai