Di susun oleh:
202102040070
2022
A. Pengertian
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala
yang ditandai dengan penurunan kognitif. Perubahan mood dan tingkah
lakusehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita (Aspiani R.
Y., 2014).
B. Etiologi
1. Penyakit alzaimer
6. Neurotransmitter
C. Manifestasi Klinis
Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan.
Berikut adalah tanda-tanda demensia:
1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, ”lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata
atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul (Hurley,
2012).
5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012).
D. Klasifikasi
1) Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks
serebri substansia grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif
seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit
Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati
Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt Jakob
2) Demensia Subkortikal
1) Demensia Reversibel
1) Demensia Senilis
E. Patofisiologi
Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun, gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari.
Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses
penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka
sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang
– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka. Gejala demensia berikutnya yang muncul
biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan
dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit
lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja
lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga
membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari
pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan
memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai
awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai
rangsangan meningen dan panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada
CT scan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan
aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi. (Nugroho, 2014)
G. Tata Laksana
Penatalaksanaan pada pasien demensia menurut Aspiani (2014) sebagai berikut:
1. Farmakoterapi
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Glantamine,
Memantine
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gagguan kognitif
c. Demensia karena stroke yang berturut-urut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke
d. Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram
e. Untuk mengendaliakn agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan antipsikotik
(misalnya Haloperidol, Quetiaoine dan Risperidone)
2. Dukungan atau peran keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akam membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka angka
3. Terapi simtomatik
Menurut Erwanto & Kurniasih (2018) Penderita penyakit demensia dapat
diberikan terapi simtomatika yaitu terapi rekreasional dan aktifitas dimana
upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan terapi brain gym. Brain
gym ini berupa senam otak dengan melibatkan petugas untuk mengajarkan
gerakan-gerakan mudah pada pasien demensia. Senam otak ini bertujuan
untuk membuktikan pernyataan menurut Pratiwi (2016) bahwa apabila
senam otak dilakukan secara 12 rutin 1 kali dalam sehari maka dapat
menjaga fungsi daya ingat pada lansia.
4. Menurut Munir (2015) Terapi Non Farmakologi yang dapat dilakukan:
a. Memberikan program harian untuk pasien
Kegiatan harian teratur dan sistematis, yang meliputi latihan fisik yang
dapat memacu aktifitas fisik dan otak yang baik (brain-gym)
b. Asupan gizi yang berimbang, cukup serat, mengandung
antioksidan(obat-obat penangkal kerusakan dalam tubuh akibat pola
hidup yang kurang sehat), mudah dicerna, penyajian yang menarik dan
praktis
c. Mencegah/mengelola faktor resiko yang dapat memberatkan
penyakitnya, misalnya hipertensi, kadar lemak yang meningkat dalam
darah, diabetes, dan merokok
d. Melaksanakan hobi dan aktifitas sosial sesuai dengan kemampuannya
e. Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan dan Asosiasi) yaitu
suatu strategi untuk memaksa otak berfikir yang dapat mencegah
lajunya dimensia
f. Tingkatkan aktifitas di siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup serta aman untuk beraktifitas. Hal ini
dapat mencegah terlalu banyak tidur di siang hari yang dapat
mengganggu periode tidur malam
H. Patways
I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas istirahat
o
1. Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian
mandi (
seperti punggung atau
ekstremitas yang tidak mampu )
atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, serta tidak
mandi sendiri
2. Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari,
memakai pakaian, melepaskan
pakaian,
mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar
kecil kemudian membersihkan
genetalia sendiri Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk
ke kamar
kecil dan menggunakan
pispot, memakai pempers
4. Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat
tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun
dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan
satu, atau lebih perpindahan
5. Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya
dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total;
penggunaan kateter,pispot, enema
dan pembalut ( pampers)
6. Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring
dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral
( NGT)
b. Integritas ego
c. Eliminasi
d. Hygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
e. Neurosensori
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Nugroho, W. (2014). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. (M. Ester, & E. Tiar, Eds.)
jakarta: Buku Kedokteran EGC
Pratiwi, E. (2016). Gambaran Pelaksanaan Senam Otak (Brain Gym) Pada Lansia di Panti
Wredha Budi Dharma Yogyakarta. Jurnal Keperawatan