Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIMENSIA PADA LANSIA

DI PANTI PELAYANAN SOSIAL KLAMPOK BREBES

Disusun untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Gerontik

Dosen pembimbing Dyah Putri Aryati, Ns., M.Kep

Di susun oleh:

SHERLY AULIASARI HARBELUBUN

202102040070

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2022

A. Pengertian
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala
yang ditandai dengan penurunan kognitif. Perubahan mood dan tingkah
lakusehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita (Aspiani R.
Y., 2014).

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi


intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari – hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari – hari. (Nugroho, 2014).

B. Etiologi

1. Penyakit alzaimer

Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang


penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer
disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Bagian otak mengalami kemunduran sehingga terjadi
kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang
menyalurkan sinyal di dalam otak. Jaringan abnormal ditemukan di dalam
otak (disebut plak senilitis dan serabut saraf yang tidak teratur) dan protein
abnormal. (Nugroho, 2014)

2. Serangan stroke yang berturut-turut.

Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang


ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang
mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut
dengan infark. Demensia yang disebabkan 18 oleh stroke kecil disebut
juga demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan
darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan
pembuluh darah di otak. (Nugroho, 2014)

3. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal


kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada sistem enzim, atau pada metabolisme. (Nugroho, 2014)

4. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat


diobati, penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino
serebral. (Nugroho, 2014)

5. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati :


gangguan nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit
metabolisme. (Nugroho, 2014)

6. Neurotransmitter

Neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia


adalah asetikolin dan norepineprin. Keduanya dihipotesis menjadi
hipoaktif, beberapa penelitian melaporkan pada penyakit demensia
ditemukanya suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada
nucleus, data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada
demensia adalah ditemukan konsentrasi asetikolin dan
asetikolintransferase menurun (Watson, 2013)

7. Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)

Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip


dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi,
gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy
ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak
diketahui. Klien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang
menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik
(Watson, 2013).

C. Manifestasi Klinis
Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan.
Berikut adalah tanda-tanda demensia:
1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, ”lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata
atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul (Hurley,
2012).
5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012).

D. Klasifikasi

Klasifikasi Demensia Klasifikasi Demensia menurut Aspiani (2014) dapat dibagi


dalam 3 tipe yaitu:

a. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal

1) Demensia Kortikal

Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks
serebri substansia grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif
seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit
Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati
Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt Jakob

2) Demensia Subkortikal

Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan


yang terjadi pada korteks serebri substansia alba. Biasanya tidak
didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang
dapat menyebabkan demensia kortikal adalah penyakit Huntington,
hipotiroid, Parkinson, kekurangan 7 vitamin B1, B12, Folate, sifilis,
hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac,
AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.

b. Demensia Reversibel dan Non reversible

1) Demensia Reversibel

Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang


termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah
keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi (ensefalopati SLE,
sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan kimia
lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi
vitamin B1, B12, dll).

2) Demensia Non Reversibel

Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati


dan bersifat kronik progresif. Beberapa penyakit dasar yang dapat
menimbulkan demensia ini adalah penyakit Alzheimer, Parkinson,
Huntington, Pick, CreutzfeltJakob, serta vaskular.

c. Demensia Pre Senilis dan Senilis

1) Demensia Pre Senilis


Merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan umur lebih muda
(onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat disebabkan oleh berbagai
kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit
degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab
vaskular, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab
trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik
(keracunan), anoksia).

1) Demensia Senilis

Merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun. Biasanya


terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan
adanya gambaran deteriorasi mental.

E. Patofisiologi

Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun, gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari.
Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses
penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka
sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang
– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka. Gejala demensia berikutnya yang muncul
biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan
dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit
lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja
lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga
membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari
pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan
memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai
awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai
rangsangan meningen dan panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada
CT scan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan
aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi. (Nugroho, 2014)

G. Tata Laksana
Penatalaksanaan pada pasien demensia menurut Aspiani (2014) sebagai berikut:
1. Farmakoterapi
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Glantamine,
Memantine
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gagguan kognitif
c. Demensia karena stroke yang berturut-urut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke
d. Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram
e. Untuk mengendaliakn agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan antipsikotik
(misalnya Haloperidol, Quetiaoine dan Risperidone)
2. Dukungan atau peran keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akam membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka angka
3. Terapi simtomatik
Menurut Erwanto & Kurniasih (2018) Penderita penyakit demensia dapat
diberikan terapi simtomatika yaitu terapi rekreasional dan aktifitas dimana
upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan terapi brain gym. Brain
gym ini berupa senam otak dengan melibatkan petugas untuk mengajarkan
gerakan-gerakan mudah pada pasien demensia. Senam otak ini bertujuan
untuk membuktikan pernyataan menurut Pratiwi (2016) bahwa apabila
senam otak dilakukan secara 12 rutin 1 kali dalam sehari maka dapat
menjaga fungsi daya ingat pada lansia.
4. Menurut Munir (2015) Terapi Non Farmakologi yang dapat dilakukan:
a. Memberikan program harian untuk pasien
Kegiatan harian teratur dan sistematis, yang meliputi latihan fisik yang
dapat memacu aktifitas fisik dan otak yang baik (brain-gym)
b. Asupan gizi yang berimbang, cukup serat, mengandung
antioksidan(obat-obat penangkal kerusakan dalam tubuh akibat pola
hidup yang kurang sehat), mudah dicerna, penyajian yang menarik dan
praktis
c. Mencegah/mengelola faktor resiko yang dapat memberatkan
penyakitnya, misalnya hipertensi, kadar lemak yang meningkat dalam
darah, diabetes, dan merokok
d. Melaksanakan hobi dan aktifitas sosial sesuai dengan kemampuannya
e. Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan dan Asosiasi) yaitu
suatu strategi untuk memaksa otak berfikir yang dapat mencegah
lajunya dimensia
f. Tingkatkan aktifitas di siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup serta aman untuk beraktifitas. Hal ini
dapat mencegah terlalu banyak tidur di siang hari yang dapat
mengganggu periode tidur malam
H. Patways

I. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah


Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur,
penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti
acara program televisi.Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan
untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang
sangat bermanfaat. Pada pengkajian aktivitas ada beberapa indeks :

Indeks Kemandirian Katz

Tabel 2.5 Pengkajian KATZ


N Aktivitas Mandiri Tergantung

o
1. Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian
mandi (
seperti punggung atau
ekstremitas yang tidak mampu )
atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, serta tidak
mandi sendiri
2. Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari,
memakai pakaian, melepaskan
pakaian,
mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar
kecil kemudian membersihkan
genetalia sendiri Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk
ke kamar
kecil dan menggunakan
pispot, memakai pempers
4. Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat
tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun
dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan
satu, atau lebih perpindahan
5. Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya
dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total;
penggunaan kateter,pispot, enema
dan pembalut ( pampers)
6. Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring
dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral
( NGT)
b. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan


persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan
orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh
dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun
tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama
mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan
berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali kain),
menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

c. Eliminasi

Gejala: Dorongan berkemih.

Tanda: Inkontinensia urine/feses, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan


diare.

d. Hygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan


personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi
kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu
makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

e. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama


perubahan kognitif,dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria
tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya
keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat
yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat).
Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam
ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik,
emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik (sebagai factor
predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder pada
kerusakan otak).

Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam


menemukan kata- kata yang benar (terutama kata benda); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
f. Interaksi sosial

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial


sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola
tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control sosial,perilaku
tidak tepat.
g. Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan kualitas
tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang dilakukan
sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur, lingkungan tidur,
dengan siapa klien tidur, obat yang dikonsumsi sebelum tidur, asupan dan
stimulan, perasaan klien mengenai tidurnya, apakah ada kesulitan tidur,
dan apakah ada perubahan pola tidur.
Gejala klinis :

Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi, apatis,


adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan memori b/d proses penuaan

b. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu,


lingkungan, tempat)

c. Risiko Jatuh b/d usia / perubahan fungsi kognitif

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan (Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil
1. Gangguan memori berhubungan dengan proses Observasi
penuaan 1. Identifikasi masalah memori
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang dialami
selama 5x kunjungan dalam 7 hari , gangguan 2. Identifikasi kesalahan terhadap
memori menurun orientasi
Dengan kriteria hasil : 3. Monitor perilaku dan perubahan
a. Kemampuan mengingat perilaku memori selama terapi
tertentu ynag pernah dilakukan Tepeutik
meningkat 1. Pencanakan metode

b. Kemampuan mengingat informasi mengajarkan sesuai

meningkat kemampuan pasien


2. Stimulasi memori dengan
c. Verbalisasi mudah lupa menurun
mengulang pikiran yang
terakhir kali diucapkan jika
perlu
3. Koreksi kesalahan orientasi
4. Fasilitasi mengingat kembali
pengalaman masa lalu
5. Fasilitasi tugas pembelajaran
(mis. Mengingat informasi
verbal dan gambar)
6. Fasilitasi kemampuan
konsentrasi (mis. Bermain kartu
pasangan)
7. Stimulasi menggunakan
memori pada peristiwa yang
baru terjadi ( mis. Bertanya
kemana saja pergi akhir-akhir
ini)
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan
2. Ajarkan teknik memori, isyarat
memori, teknik asosiasi,
membuat daftar, computer
papan nama)
Kolaborasi
1. Rujuk pada terapi okupasi

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Observasi


halangan lingkungan. 1. Identifikasi pola aktivitas dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 tidur
x kunjungan dalam 7 hari tidak 2. Identifikasi factor pengganggu
terjadi gangguan pola tidur dengan kriteria hasil : tidur (fisik dan/atau psikologis)
a. Keluhan sulit tidur menurun 3. dentifikasi makanan dan
b. Keluhan sering terjaga menurun minuman yang mengganggu
c. Keluhan tidak puas tidur menurun
tidur (mis
Keluhan pola tidur berubah menurun
kopi,the,alcohol,makan
mendekati waktu tidur ,minum
banyak air waktu tidur)
4. Identifikasi obat tidur yang di
konsumsi
Terapeutik :
1. Modifikasi Lingkungan
(misnya pencahayaan
,kebisingan suhu,matras dan
tempat tidur )
2. Batasi waktu tidur siang,jika
perlu
3. Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Sesuaikan jadwal pemberian
obat dana tau tindakan untuk
menunjang siklus tidur –
terjaga.
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
(mis psikologis,gaya
hidup,sering berubah shift
bekerja .
Anjurkan Relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologi lainnya

3. Risiko jatuh berhubungan dengan usia / Observasi


perubahan fungsi kognitif 1. Identifikasi factor resiko jatuh
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan (mis. Usia >65 tahun)
7x kunjungan dalam 7 hari diharapkan risiko 2. Identifikasi resiko jatuh
jatuh tidak dapat terjadi setidaknya setiap shift
Dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi factor lingkungan
a. Resiko jatuh dari tempat tidur menurun yang meningkatkan jatuh (mis.
b. Resiko jatuh saat berdiri menurun Lantai licin, penerangan kurang)
c. Resiko jatuh saat duduk menurun Terapeutik
d. Resiko jatuh saat berjalan menurun 1. Atur tempat tidur dalam posisi
e. Resiko jatuh saat berpindah menurun terendat
f. Resiko jatuh saat dikamar mandi menurun 2. Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
2. Anjurkan untuk berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
3. Mengajurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkat
keseimbangan saat berdiri

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Nugroho, W. (2014). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. (M. Ester, & E. Tiar, Eds.)
jakarta: Buku Kedokteran EGC

Pratiwi, E. (2016). Gambaran Pelaksanaan Senam Otak (Brain Gym) Pada Lansia di Panti
Wredha Budi Dharma Yogyakarta. Jurnal Keperawatan

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-1, INTERVENSI NIC,


HASIL NOC, Ed. 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai