DISUSUN OLEH
RICKY ZULHAM
1906156433
AGROTEKNOLOGI-C
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami dan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada
ibu Ir.ErlidaAriani,M.Si. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Agroekologi yang telah
membimbing kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya
yang berjudul “Ekosistem Hutan Rawa Gambut”.
Makalah ini berisikan tentang gambaran umum ekosistem hutan rawa gambut, faktor
edaphis dan klimatologis, manfaat , keanekaragaman hayati, dan interaksi yang terjadi di
ekosistem hutan rawa gambut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang ekosistem hutan rawa gambut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penulisan makalah ini dari awal sampai akhir.semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita.Amin
Ricky Zulham
BAB I
1.1 Pendahuluan
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil minyak
nabati yang telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia.
Perkebunan kelapa sawit merupakan sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani,
sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, serta sebagai pendorong tumbuh dan
berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit di Indonesia (Nu’man, 2009).
Hasil penelitian Retno (2015), aplikasi solid pada medium bibit kelapa sawit di
main nursery, dosis 200 g/polybag berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi,
pertambahan jumlah daun, pertambahan diameter bonggol dan berat kering bibit.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit
kelapa sawit umur 3 - 7 bulan yang lebih baik disarankan untuk menggunakan solid
dengan dosis 200 g/polybag. Hasil penelitian Sunaidi (2010), pertumbuhan tanaman
bayam dengan pemberian solid berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun
tanaman, bobot basah dan bobot kering. Kadar limbah solid pabrik kelapa sawit yang
paling efektif untuk memacu pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Agar
tumbuh dengan baik adalah pada perlakuan P2 dengan dosis 50 gram.
Sekarang ini para peneliti mencoba mengaplikasikan limbah solid kelapa sawit
ke tanaman kelapa sawit itu sendiri, namun masih belum menemukan takaran yang tepat
pada tahap prenursery. Seperti pada hasil analisa solid PT Incasi Raya Grup. Diketahui
bahwa solid memiliki kandungan protein yang tinggi. Penulis ingin mencoba
mengaplikasikan solid pada dua varietas sawit yaitu dumpy dan simalungun dengan
berbagai takaran di pembibitan awal prenursery. Dengan harapan dapat menemukan
takaran solid yang tepat dan varietas sawit terbaik untuk digunakan dalam masa
pembibitan kelapa sawit di prenursery.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang
sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk
menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi
dibutuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu (syarat tumbuh tanaman kelapa sawit)
(Sulistyo, 2010).
Kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan yang utama
yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor
lainnya seperti bahan tanaman (genetis) dan perlakuan kultur teknis yang diberikan
(Sulistyo, 2010).
Evaluasi lahan bagi tanaman kelapa sawit merupakan aktivitas menilai kecocokan
potensi sumber daya lahan yang meliputi faktor iklim, tanah dan bentuk wilayah dengan
pesyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit. Apabila kondisi lahan dari wilayah tersebut
sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, maka lahan tersebut
dikategorikan sebagai lahan potensial untuk dikembangkan bagi perkebunan kelapa sawit.
Hasil evaluasi ini nantinya akan memberikan informasi tentang kelayakan suatu lahan
untuk budidaya kelapa sawit, cara pengelolaannya, dan gambaran produktivitasnya yang
dihasilkan dan nantinya kan menentukan keuntungannya secara finansial (sulistyo, 2010).
Luas areal tanaman kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2012 mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2009, luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai
1.925.342 hektar (ha) dengan total produksi sebesar 5.932.308 ton CPO. Pada tahun 2010
luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai 2.103.174 ha dengan total produksi sebesar
6.293.542 ton CPO dan pada tahun 2011 luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai
2.256.538 ha dengan total produksi 6.932.572 ton CPO (Badan Pusat Statistik Provinsi
Riau, 2012).
Beberapa faktor teknik budidaya yang mempengaruhi produksi kelapa sawit antara
lain: pembibitan kelapa sawit, pembukaan lahan, penanaman dan perawatan tanaman yang
benar. Perawatan tanaman meliputi: penyulaman, penanaman tanaman penutup tanah
(Cover Crop), pemberantasan gulma, penunasan, pemupukan, kastrasi, penyerbukan
buatan, pengendalian hama dan penyakit (Fauzi dkk., 2008).
Kelapa sawit termasuk famili Arecaceae (dulu palmae), sub famili Cocoideae,
genus elaeis yang mempunyai 3 spesies yaitu E. guineensis Jacq, E. oleifera (HBK)
Cortes, dan E. Odora W. Spesis pertama adalah yang pertama kali dan terluas
dibudidayakan. Dua spesies lainnya terutama digunakan untuk menambah lainnya
terutama digunakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik dalam
rangka program pemuliaan. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Genus : Elaeis
Tujuan
PEMBUKAAN LAHAN
a. Membabat Rintisan
b. Mengimas
Pengimasan adalah pemotongan semak dan pohon kayu yang
berdiameter <10 cm. Dengan mengunakan parang atau kampak untuk
mempermudahkan penumbangan pohon kayu besar.
c. Menumbang Pohon
d. Merencek
Dari pohon yang telah di tumbang, cabang dan ranting yang relatief
kecil di potong dan d cincang (direncek), dan batang dan cabang besar dipotong
dalam ukurannya 2 – 3 (dimerun), untuk kemudian ditebar merata dalam rumpukan.
Jalur rumpukan di pancang pada jarak 50 atau 100 m arah utara selatan
sejajar dengan jalur tanam.
f. Merumpuk
Sebagian besar pertain sawit rakyat. Besar kecilnya pendapatan usaha tanii
kelapa sawit yang diterima dipengaruhi oleh biaya produksi. Jika produksi dan harga
jual kelapa sawit semakin tinggi maka akan meningkatkan penerimaan. Apabila biaya
produksi lebih tinggi dari penerimaan maka akan mempengaruhi pendapatan.
Masalah yang masih dihadapi oleh para petani diantaranya adalah aspek harga
produksi yang sering mengalami fluktuasi (naik-turun). Masalah harga komoditi hasil
pertanian yang sering tidak stabil (dalam hal ini komoditi kelapa sawit), tentunya
sangat merugikan para petani karena harga bahan-bahan produksi seperti pupuk dan
herbisida cenderung mengalami kenaikan begitu juga dengan upah tenaga kerja yang
masih relatif tinggi sehingga hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
peningkatan biaya produksi yang akan dikeluarkan.
Para petani juga cenderung berpikir sederhana tentang penggunaan sarana
produksi terhadap usahataninya, maka hal ini sering menimbulkan biaya produksi
yang bervariasi, dimana mereka tidak mengetahui tingkat penggunaan biaya yang
tepat akan sarana produksinya sehingga hal ini akan menimbulkan peningkatan pada
biaya produksi usahataninya. Jika biaya produksi sudah tinggi maka pendapatan
petani pun cenderung akan rendah.
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit baik itu yang dikelola oleh perusahaan
negara, swasta ataupun rakyat tentu tidak terlepas dari masalah biaya produksi, yaitu
biaya yang digunakan selama pengusahaan tanaman. Tinggi rendahnya biaya
produksi yang dikeluarkan tergantung pada sistem manajemennya yaitu
mengefisiensikan segala biaya-biaya produksi yang dikeluarkan. Rendahnya biaya
produksi adalah salah satu dari satu indikator terciptanya efisiensi dalam pengelolaan
tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan biaya produksi adalah salah satu alternatif
yang dapat dipilih sebagai faktor yang dapat ditekan sehingga tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya produksi. Upaya untuk menciptakan dan meningkatkan
pendapatan petani dapat pula dilakukan dengan menekan biaya produksi menjadi
seminimal mungkin (Pardamean, 2008).
Pembukaan lahan pada areal hutan dapat dilakukan dengan cara kombinasi
manual-mekanis dan mekanis.
a. Kombinasi Manual-Mekanis
Tahapan pekerjaan untuk system ini meliputi perencanaan penanaman,
membuat rintisan dan membagi petak petak tanaman, mengimas, menebang,
merencek, membuat jalur tanam dam membersihkan jalur tanaman.
b. Perencnaan Penanaman :
Membuat rencana dan desain kebun yang akan dikelola dengan
mempertimbangkan: ukuran kebun, ukuran petak tanaman, topografi, itpe
tanah, sistam/jaringan jalan dan transportasi, sistam konservasi tanah dan air,
dan operasional lainnya.
c. embuat Rintisan dan Pembagian Petak Tanaman:
Semak belukar dan pohon kecil yang berdiameter hingga 10 cm dibabat
dan dipotong, sehingga merupakan jalan didalam areal untuk memudahkan
pekerjaan selanjutnya. Pembagian petak tanaman antara lain didasarkan pada
kondisi topografi, jenis tanah dan jaringan jalan, sebagai contoh: kebun dapat
dibagi kedalam petak-petak seluas 100 ha yang kemudian dibagi kedalam sub
petak seluas 25 ha (1000 m x 250 m). setiap sub petak dikelilingi oleh jalan
utama (main roads) dan jalan pengupulan (collection roads).
d. Mengimas :
Penebangan semak dan pohon kayu yang berdiameter hingga 10 cm
dengan menggunakan parang atau kapak.
Pohon kayu yang berdiameter > 10 cm ditebang dengan menggunakan
kampak dan gergaji rantai (chainsaw). Tinggi penebangan tergantung pada
diameter batang, seperti dibawah ini :
- Diameter pohon 10-20 cm : tinggi tebang > 40 cm
- Diameter pohon 21-30 cm : tinggi tebang > 60 cm
- Diameter pohon 31-75 cm : tinggi tebang > 100 cm
e. Merencek :
Cabang dan ranting pohon yang telah ditebang, dipotong dan dicincang
(direncek) dan dirumpuk.
f. Membuat Pancang Jalur Tanam/Pancang Kepala
Jalur tanam dibuat menurut jarak antar barisan tanaman (gawangan). Hal
ini dimaksud untuk memudahkan pembersihan jaklur tanam dari hasil
rencengan.
g. Membersihkan Jalur Tanam :
Hasil rencekan ditempatkan pada lahan diantara jalur tanaman, dengan
jalur 1 meter di kiri-kanan pancang jalur tanam. Dengan demikian diperoleh 2
meter jalur yang bersih dari potongan-potongan kayu
h. Cara Mekanis:
System ini dilakukan pada areal yang memiliki fotografi datar hingga
berombak ( lereng 0-8 ). Umumnya menebang pohon yang dilakukan dengan
traktor /tree dozer atau stumper.
i. Perencanaan Penanaman:
Membuat rencana dan desain kebun yang akan dikelola dengan
mempertimbangkan: ukuran kebun, ukuran petak tanaman, topografi, tipe
tanah, system/ jaringan jalan dan trnsportasi, system konservasi tanah dan air,
dan rencana operasional lainnya
j. Membuat Rintisan dan Pembagian Petak Tanaman:
Semak belukar dan pohon kecil yang berdiameter hingga 10 cm dibabat
dan dipotong, sehingga merupakan jalan didalam areal untuk memudahkan
pekrjaan selanjutnya. Pembagian petak tanaman antara laindidasarkan pada
kondisi topografi, jenis tanah dan jaringan jalan, sebagai contoh: kebun dapat
dibagi kedalam petak-petak seluas 100 ha yang kemudian dibagi kedalam sub
petak seluas 25 ha (100 m x 250 m). setiap sub petak dikelilingi oleh jalan
utama ( main roads) dan jalan pengumpulan (collection roads).
k. Menebang:
Pohon yang besar maupun yang kacil ditebang dengan traktor atau
ditebang dengan gergaji rantai. Penumbangan dimulai pinggir ketengah
berbentuk spiral. Pohon ditebang kearah luar agar tidak menghalangi jalur
traktor
l. Merencek:
Cabang dan ranting pohon yang telah ditebang dipotong dan dicincang
(direncek).
m. Membuat Pancang Jalur Tanam/Pancang Kepala:
Jalur tanam dibuat menurut jarak antar barisan tanaman (gawang). Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan pembersih jalur tanam.
n. Membersihkan Jalur Tanam:
Hasil rencekan ditempatkan pada lahan diantar jalur tanaman, dengan
jarak 1 meter di kiri- kanan pancang jalur tanam. Dengan demikian diperoleh 2
meter jalur yang bersih dari potongan-potongan kayu.
BAB III
3.1 PEMBENIHAN
Benih Kelapa Sawit Sebagai Bahan Tanaman Benih yang baik adalah benih
penghasil tanaman yang bermutu, berproduksi tinggi dan memilki sifat sekunder yang
baik atau unggul serta telah dilepas pemerintah secara resmi (Lubis, 1993). Pada UU No.
12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dikatakan bahwa benih bermutu jika
varietasnya benar dan murni serta mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu
fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Lubis (1993) menyatakan
bahwa pengertian dilepas pemerintah adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan
menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan yaitu
silsilah, metode pemuliaan, hasil uji adaptasi, rancangan dan analisa percobaan, serta
kesediaan benih dari varietas yang bersangkutan pada saat dilepas. Untuk kelapa sawit,
varietas yang baik atau unggul yaitu: Berasal dari pemuliaan serta telah diuji pada
berbagai kondisi.
Tersedia sebagai bahan tanaman dalam jumlah yang dibutuhkan. Umur genjah.
Memiliki produksi dan kualitas minyak yang tinggi. Respon terhadap perlakuan yang
diberikan. Memiliki umur ekonomis cukup panjang (25 30 tahun). Tahan terhadap hama
penyakit dan toleran terhadap lingkungan (ekologi). Benih tersebut dihasilkan oleh Pusat
Sumber Benih kelapa sawit yang resmi ditunjuk pemerintah. Benih yang akan ditanam
sebagai bahan tanaman haruslah jelas asalusulnya, yaitu dari Pusat Sumber Benih. Perlu
juga diketahui jenis apa yang dianjurkan, bagaimana riwayat penemuannya, berapa
potensi produksinya dan tindakan kultur teknis apa yang dianjurkan agar potensi tersebut
dapat dicapai.
Purba et al. (1997) menyatakan bahwa dalam produksi benih kelapa sawit
digunakan metode Reciprocal Recurrent Selection (RRS). Melalui metode ini diperoleh
tiga keuntungan, yaitu: (1) pemilihan tetua untuk memproduksi hibrida komersial
didasarkan atas pengujian projeni, sehingga hanya hibridahibrida yang telah diuji yang
disalurkan kepada konsumen; (2) skema seleksi memungkinkan untuk mengekploitasi
sesegera mungkin persilangan-persilangan terbaik dan perbaikannya dapat dilakukan
melalui selfing tetua terpilih sehingga daya gabung khusus (Spesific Combining Ability /
SCA) dapat diekploitasi secara optimal; dan (3) hibrida komersial dapat direproduksi
menggunakan berbagai tipe persilangan dura di seleksi dura, dan berbagai persilangan
tenera/pisifera di seleksi tenera. Setelah berakhirnya siklus seleksi, dimungkinkan untuk
memproduksi benih dengan cara mereproduksi secara pasti persilanganpersilangan
terbaik dari hasil-hasil pengujian, dan mengawinkan tetua yang mempunyai daya gabung
umum (General Combining Ability / GCA) yang baik. Benih kelapa sawit termasuk
benih yang sulit ditumbuhkan karena memerlukan beberapa perlakuan sebelum plumula
tumbuh.
Pembenihan kelapa sawit sangat penting dalam proses peremajaan kelapa sawit.
Benih yang unggul, sehat, dan jumlah cukup akan berpengaruh terhadap keberlanjutan
program ini. Sistem perbenihan yang biasa dilakukan adalah pembenihan tahap ganda
atau doublestage.
Pada pembenihan tahap ganda, ada tahap pembenihan awal dan pembenihan
utama. Pembenihan awal atau prenursery dilakukan selama 3 bulan, sedangkan
pembenihan utama atau main nursery dilakukan selama 9 bulan.
Untuk melakukan pembenihan, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber benih
yang jelas, pelaksanaan kultur teknis, penggunaan naungan, pengisian media tanam,
penyiraman teratur, seleksi benih abnormal, pengelompokkan benih siap salur, dan
manajemen yang baik selama pembenihan.
Terkadang ada kalanya supaya tidak repot dan tidak melalui proses
pengecambahan benih sawit, petani langsung membeli bibit sawit diatas 12 bulan.
Padahal pembelian bibit sawit semacam itu rentan dengan penipuan bibit palsu
Namun bila membeli benih sawit unggul yang masih berupa kecambah, terbilang
lebih aman dari penipuan, tetapi memang petani mesti paham dengan proses pembibitan
supaya didapat bibit sawit yang unggul.
Dalam menanam kecambah sawit pun perlu diperhatikan beberapa hal, semisal
tatkala menanam plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta berwarna putih
kekuningan) mesti menghadap ke atas dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan
kasar) menghadap ke bawah, pastikan posisi ini dengan benar, sebab bila menanam
secara terbalik bakal mengakibatkan pertumbuhan yang melintir (twisted shoot) dan
terhambat.
Kemudian kecambah yang belum jelas bakal batang dan akarnya, sebaiknya
ditunda penanamannya. Lantas bagi kecambah yang terlalu panjang akarnya dapat
dipotong hingga tinggal kurang lebih 5 cm dari pangkalnya.
Terus proses penanaman sebaiknya diletakkan pada tengah kantong dalam lobang
yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm dari atas permukaan tanah. Penanaman yang
terlalu dangkal bakal mengakibatkan pertumbuhan bibit dipengaruhi tinggi rendahnya
temperatur dan kelembapan permukaan. Sebaliknya, bila penanaman dilakukan terlalu
dalam bakal membuat bibit tidak sehat lantaran bibit bisa terjepit oleh tanah.
BAB IV
10.1 Pembibitan
Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang
dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan
tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan
(Poeloengan, dkk. 1996). Faktor bibit memegang peranan penting di dalam
menentukan keberhasilan penanaman kelapa sawit. Kesehatan tanaman pada masa
pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingginya produksi. Oleh karena itu,
teknis pelaksanaan pembibitan perlu mendapat perhatian besar (Salman, dkk. 1993).
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan pembudidayaan
pada tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit
yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan
dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting. Salah
satu cekaman lingkungan adalah kekeringan. Kekeringan akibat musim kemarau
merupakan salah satu faktor yang nyata mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
kelapa sawit (Siregar, dkk. 1995).
Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini adalah
sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari
pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama (main-nursery). Pembibitan awal
(pre-nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang
merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Media persemaian biasanya dipilih
pasir atau tanah berpasir. Pembibitan awal dapat dilakukan dengan menggunakan
polibag kecil atau bedengan yang telah diberi naungan. Sedikit demi sedikit naungan
dalam persemaian dikurangi dan akhirnya dihilangkan sama sekali. Akan tetapi di
daerah yang sangat terik, naungan tetap dipertahankan sesuai kebutuhannya (Anonim,
2001a ).
Kecambah yang dipindahkan ke pembibitan awal adalah kecambah yang
normal. Ciri-ciri kecambah yang normal adalah : radikula (bakal akar) berwarna
kekuning-kuningan dan plumula (bakal batang) keputih-putihan, radikula lebih tinggi
dari plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta berlawanan arah, panjang
maksimum radikula adalah 5 cm dan plumula 3 cm (Chairani, 1991).
Bibit merupakan benih yang telah berkecambah dan mengeluarkan akar dan
daun yang berasal dari asimilat yang terdapat pada endosperm benih/kecambah yang
akan tumbuh menjadi tanaman utuh. Benih memiliki kontribusi input 7-8 % dari total
biaya investasi awal, namun kualitas dan karakteristiknya merupakan hal yang sangat
krusial dalam mempengaruhi proses pertumbuhan dan produktivitas secara
keseluruhan. Benih yang digunakan adalah benih DxP Unggul Socfindo yang
merupakan persilangan dari Dura dan Pesifera yang disebut tenera.
Dalam proses pembibitan tanaman kelapa sawit ada dua cara yaitu pembibitan
satu tahap dan pembibitan dua tahap. Untuk di PT Socfindo menggunakan pembibitan
dua tahap karena ukuran kecambah PT Socfindo yang relatif kecil memerlukan
penanganan yang teliti agar diperoleh bibit yang bermutu baik. Secara umum,
pembibitan terbagi atas (pre- nursery dan main- nursery). tanaman yang terdapat pada
main-nursery yaitu tanaman yang berumur 3 bulan hingga 12 bulan sebelum dilakukan
transplanting
Pembibitan Awal (Pre Nursery) Tanaman yang terdapat pada pre-nursery yaitu
mulai dari benih hingga tanaman berumur 4-5 bulan. Sebelum proses pembibitan harus
dilakukan persiapan lahan untuk lokasi pembibitan. Lokasi diguakan dekan dengan
sumber air untuk penyiraman, aman dari gangguan binatang liar. Lokasi harus rata dan
terbuka namun tidak akan terkena banjir dan erosi.
Persiapan tanah umtuk polybag Dalam persiapan tanah dalam Main nursery
sama dengan Pre nursery dengan menggunkan tanah top soil (10-20 cm) yang bebas
dari sampah serta bebas dari jamur Genoderma.Tanah diayak dan dicampur dengan
pupuk RP dengan dosis 375 gr/100 kg tanah. Tanah hasil ayakan dicampur dengan
solid dengan perbandingan volume antara tanah dan solid 3:1 yang kemudian
dipadatkan sampai 3 cm bibir polybag. Polybag yang berisi tanah disusun dengan jarak
tanam 90 cm x 90 cm segitiga sama sisi yang telah di pancang sebelumnya
Penanaman bibit Sebelum ditanami bibit tanah disiram terlebiuh dahulu dan
dipadatkan kembali. Polybag yang disusun di bor menggunakan bor tangan sebagai
tempat untuk meletakkan bibit dari Pre nursery. Penanaman bibit dilakukan menurut
kelompok kategori atau crossing dan bibit babybag dikeluarkan dari bedengan dan
diecer di sisi polybag. Babybag direndam dalam air sebentar lalu ditekan sehingga ola
tanah dapat terlepas dary babybag.
Perawatan Pembibitan
Pemberian naungan
1.) Pemberian mulsa Pemberian mulsa tidak hanya dilakukan pada persemaian
atau pertanaman jenis tanaman hortikultura saja, namun, pemberian mulsa juga berlaku
pada areal pembibitan kelapa sawit, dimana mulsa yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi penguapan (evaporasi), menekan tumbuhnya gulma lain disekitar media
tanam yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit, serta
mengurangi terjadinya erosi akibat limpasan air yang jatuh ke permukaan polybag.
Mulsa diletakkan diatas permukaan polybag setiap bibit tanaman, mulsa yang
digunakan berasal dari cangkang kelapa sawit yang didapatkan dari sisa pengolahan di
PKS. Cangkang yang diberikan sekitar 0.5 kg/polybag.
2.) Penyiraman Penyiraman di pre nursery dilakukan setiap dua kali sehari,
yaitu pagi hari 07.00-10.00 dan sore hari 16.00-18.00 WIB terkecuali jika curah hujan
tinggi melebihi 10mm/hari. Penyiraman dilakukan pada keadaan curah hujan minimal
10 mm/hari. Jumlah air yang diberikan disesuaikan dengan kondisi curah hujan di areal
pembibitan, maka dari itu di areal pembibitan dilengkapi dengan 1 unit alat pengukur
curah hujan. Untuk main nursery, besarnya kebutuhan air per bibit atau polybag untuk
penyiraman adalah 10 mm/hari. Jika curah hujan melebihi 10 mm/hari maka
penyiraman dihari tersebut ditiadakan dan apabila curah hujan kurang dari 10 mm/hari,
maka perlu dilakukan penyiraman agar kebutuhan air per bibit atau polybag setara
dengan 10 mm/hari. Penyiraman di main nursery dilakukan secara mekanis dengan
menggunakn springkle. Alat digunakan untuk menyiram tanaman di areal pembibitan
yang luas dengan bantuan mesin diesel sebagai penggerak springkle.
3.) Penyiangan gulma Areal pembibitan harus tetap bersih dan terbebas dari
gulma. Penyiangan gulma pada polybag pada pre nursery dilaksanakan 2 minggu
sekali secara manual dengan mencabut secara langsung dari permukaan polybag,
kegiatan tersebut dilaksanakan seiring dengan penambahan tanah bagi tanaman yang
akarnya muncul ke permukaan tanah dan bibit yang mudah rebah. Pada main nursery
pengendalian gulma dipermukaan polybag juga dilakukan secara manual sama seperti
pada pre nursery sedangkan pada gulma yang tumbuh diluar polybag dapat dilakukan
pengendalian menggunakan herbisida dengan syarat herbisida yang dgunakan bersifat
selektif dan harus lebih rendah dari permukaan polybag. 4.) Pengendalian Hama dan
Penyakit Penyakit yang menyerang tanaman sawit sangat banyak dan harus ada
dilakukan pengendalian agar tetap terjaga bibit sawit. Penyakit yang biasanya
menyerang bibit sawit adalah penyakit karat daun Culvularia dan Anthracnose.
Pengendalian hama dengan bahan kimia santador konsentrasi 0,2 %, dosis 30 cc/15l
air, herbisida dengan pulmaron,roundop,fungisida dengan amistartop 0,1 dan manjate
0,2 5.1.5 Seleksi pembibitan Seleksi pembibitan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
dan memusnahkan semua bibit abnormal dan mempertahankan bibit yang benar sehat,
normal dan bermutu baik. Oleh karenanya seleksi harus dilakukan secara ketat dan
hati-hati untuk memperoleh bibit yang terbaik untuk ditanam di lapangan. Seleksi di
Pre nursery dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap I pada umur 4-6 minggu dan tahap II
sebelum dipindahkan ke polybag (umur 3-3,5 bulan). Besarnya seleksi pada masa pre
nursery yang direkomendasikan adalah kurang lebih 12%. Kriteria bibit yang diseleksi
pada masa Pre nursery adalah bibit mempunyai daun berputar dan batang melintir
(Twisted Leaf), bibit mempunyai daun dan tegak seperti rumput, helaian daun
menggulung (Roiler Leaf), helaian daun bersatu tidak terbuka (Colante), helaian daun
berkerut tampak seperti duri (Crincle Leaf), bagian helaian daun terdapat bagian yang
berwarna kuning (Chimera), bentuk seperti bibit normal dengan jumlah daun yang
sama akan tetapi ukuran bibit lebih kecil (Runt), bibit terkena serangan penyakit
Seleksi di Main nursery memilki 4 tahap yaittu tahap I pada umur 4 bulan, tahap II
pada umur 6 bulan, tahap III pada umur 8 bulan, tahap IV sesaat bibit akan
ditransplanting ke lapangan. Besarnya selesi pada Main nursery adalah maksimum
14% dan yang diseleksi harus dimusnahkan. Bibit yang diseleksi pada masa Main
nursery adalah pertumbuhan terhambat, pelepah tegak (barren/steril), pelepah
memendek (flat top), pelepah dan anak daun lemas (limp/flaccid form), pelepah tidak
pecah (juvenille), jarak anak daun lebar (wide internode), anak daun sempit (marrow
pinnae), pertumbuhan sisipan anak daun halus, anak daun pendek dan lebar.
Pemindahan dari Main nursery ke lapangan dengan memlih bibit yang sesuai kriteria
dan normal. Penanaman dilakukan jika terjadi hujan sebelumnya agar tanah yang
dipakai mengandung air tanpa disiram lagi per pokoknya. Sebelum pengangkutan ke
truk dilakukan pengikatan sawit agar pelepah sawit tidak patah dan mudah dimasukkan
ke dalam truk.Bibit yang harus ditanam di lapangan sekitar 150/ ha.
Persiapan tanah untuk babybag Dalam persiapan tanah real dibersihkan terlebih
dahulu dari sampah dan gulma, diratakan serta dibuat parit drainase dan pastikan areal
bibitan bebas banjir. Baby bag yang digunakan untuk Pre Nursery mempunyain ukuran 15
cm x 20 cm, tebal 0,10 mm, dengan lubang perforasi 18 buah untuk mengarue drainase,
diameter lobang kurang lebih 0,4 cm. Persiapkan tanah pengisi babybag bersumber dari
tanah top soil (10-20 cm) yang gembur, subur, bersih dari potongan kayu, bebas dari
sampah serta bebas dari jamur Genoderma. Ciri ciri tanah yang terserang dari jamur
tersebut bau dan lembab. Tanah yang bakal digunakan diayak dan dicampur dengan
pupuk Rock Phospate (RP) secara merata dengan dosis 375 g/100 kg tanah. Tanah diayak
agar tanah yangdigunakan tidak terikat. Pupuk RP merupakan berasal dari batu bata
dibakar yang digunakan agar tanah tidak lengket (gembur).
Persiapan bedengan Bedengan dibuat dari bambu dengan lebar 1,2 m panjang
dapat disesuaikan tergantung kebutuhan. Jarak antar bedengan adalah 0,6 m yang
digunakan untuk keperluan menanam, memupuk penyiraman, seleksi dan kontrol.
Bibit yan berumur 3 bulan biasanya telah memiliki 3-4 helai daun sehingga pada
proses pemindahan nantinya bibit tersebut telah mampu beradaptasi pada lingkungan
barunya
BAB V
Upaya peningkatan produksi kelapa sawit dilakukan dengan berbagai teknik salah
satunya teknik konservasi tanah dan air dengan metode vegetatif. Metode vegetatif
merupakan suatu cara pengelolaan lahan dengan menggunakan tanaman sebagai sarana
konservasi tanah dan air. Penanaman tanaman penutup tanah (TPT) atau legume cover
crops (LCC) berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma, melindungi tanah terhadap
penyinaran langsung sinar matahari, melindungi tanah dari tetesan langsung air hujan,
mengurangi aliran permukaan dan menjaga kelembaban tanah serta menambah
kesuburan tanah (sebagai pupuk hijau) (Ditjenbun 2007). Selain itu, tujuan penanaman
LCC pada perkebunan kelapa sawit, guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan
kelapa sawit lebih optimal, khususnya dalam menciptakan lingkungan mikro yang lebih
baik. Lingkungan mikro mencakup keadaan tanah dan iklim di sekitar tanaman kelapa
sawit. Pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang baik idealnya akan
menghasilkan tanaman yang memiliki produktivitas yang optimal.
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Calopogonium
Pengukuran sifat fisik dan kimia tanah dibedakan atas 2 (dua) stasiun yaitu
lahan perkebunan kelapa sawit dengan dan tanpa ditanami LCC Calopogonium
mucunoides Desv. pada lahan perkebunan kelapa sawit Hasil pengukuran sifat fisik
pada lokasi . terlihat bahwa persentase tekstur pasir pada lahan kelapa sawit tanpa
ditanami tanaman penutup tanah (cover crops) Calopogonium mucunoides Desv. lebih
tinggi (2,68%) dibandingkan lahan kelapa sawit dengan lahan yang ditanami tanaman
penutup tanah (cover crops) Calopogonium mucunoides Desv. (2,32%). Persentase
debu tertinggi pada tanpa cover crops sebesar 1,65% dan dengan cover crops yaitu
sebesar 0,94% dan persentase liat pada dengan cover crops (96,74%) lebih tinggi
dibandingkan pada lahan tanpa cover crops (95,67%).
Selain itu, pola penyebaran fraksi pasir, debu dan liat bervariasi berdasarkan
kedalaman. secara relatif kandungan liat dan pasir pada ``` 2 stasiun lebih banyak dari
pada fraksi debu sehingga tanah didominasi oleh fraksi liat. Tanah yang mempunyai
pori-pori makro disebut lebih poreus. Tanah yang didominasi debu mempunyai banyak
pori-pori meso (agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak
mempunyai pori-pori mikro (tidak poreus). Makin poreus tanah makin mudah air dan
udara untuk bersirkulasi, dan makin mudah akar untuk berpenetrasi, namun makin
mudah juga air untuk hilang dan sebaliknya (Hanafiah, 2012).
Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah pH, N-total, P-tersedia, K-Tersedia dan
kandungan Corganik d untuk pH tanah tertinggi terdapat pada lahan kelapa sawit yang
ditanami LCC dengan rata-rata 6,0. Lahan yang tidak ditanami LCC nilai pH rata-rata
yang diperoleh yaitu 5,3. pH yang tinggi pada stasiun II disebabkan LCC mempunyai
korelasi positif. Serasah-serasah yang telah terdegradasi dapat menyebabkan
peningkatan pH tanah menjadi netral
Salah satu peran LCC adalah sebagai penyumbang bahan organik tanah
sehingga kesuburan tanah meningkat. Pengukuran kadar N-total pada lahan kelapa
sawit dengan LCC tanah kandungan Ntotal lebih tinggi (0,79%) dibandingkan lahan
kelapa sawit tanpa LCC (0,68%). Hal ini disebabkan karena LCC merupakan sumber
N tanah setelah mengalami pelapukan. Disamping itu rendahnya nilai N pada lahan
kelapa sawit tanpa LCC dimungkinkan akibat pengaruh dari penguapan, drainase, dan
erosi, karena akibat dari LCC sudah tidak ada lagi. Sementara itu, lahan yang ditanami
LCC pengembalian bahan organik secara terus-menerus ke tanah selalu terjadi.
Perbedaan jumlah N total juga dikarenakan jumlah N yang dapat difiksasi tanaman
legum sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar, dan jenis
bakteri, serta tempat tumbuh bakteri tersebut, terutama pH tanah yang sangat
menentukan (Islami dan Utomo, 1995).
Hasil pengukuran kadar K-tersedia tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu tanah
yang ditanami tanaman penutup tanah dan yang terendah ada pada stasiun I. Namun
untuk kadar Ktersedia pada kedua stasiun termasuk dalam taraf yang sangat rendah.
Hal ini dipengaruhi oleh jenis leguminoseae yang digunakan. Mateus (2014)
melaporkan bahwa kadar K-Tersedia yang tinggi adalah Phaseolus lunatus 0,33 me
100g-1 , berbeda dengan Centrocema usaramoensis 0,31 me 100g-1, Mucuna pruriens
0,26 me 100g-1, Centrocema pubescens 0,26 me 100g-1, dan tanpa LPT sebesar 0,17
me 100g-1 tanah. Dari sini dapat dilihat bahwa pemilihan jenis leguminoseae yang
tepat menentukan kadar KTersedia yang ada dalam tanah. Ketersediaan K di dalam
tanah juga dipengaruhi oleh pH, karena pH maksimum bagi unsur hara K adalah 6,0.
dalam taraf yang sangat rendah. Hal ini berkaitan dengan tanaman kelapa sawit
yang masih yang berumur 3 tahun pada lokasi penelitian. Penanaman kelapa sawit
yang ditanami LCC hingga umur 3 tahun penambahan bahan organiknya masih rendah.
Setelah tanaman kelapa sawit berumur 6 tahun jumlah bahan organik meningkat cukup
tinggi dari tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun yang juga ditanami LCC,
dimana kandungan C–organiknya sebesar 2,26 % untuk lahan kelapa sawit umur 6
tahun dengan menggunakan LCC dan 2,17 % untuk lahan kelapa sawit umur 6 tahun
tanpa LCC. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa umur dari tanaman kelapa sawit juga
mempengaruhi kandungan bahan organik yang ada dalam tanah (Yasin S., dkk., 2006).
BAB VI
6.1 Penanaman
Seleksi bibit
Kegiatan membenamkan biji atau benih tanaman untuk mendapatkan produksi dan
hasil lainnya khususnya kelapa sawit, ada beberapa tahap persiapan penanaman yang
sangat penting dan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produksi buah kelapa
sawit itu sendiri. Pengajiran merupakan tahap yang sangat penting untuk menentukan
jarak tanam antar pohon. Pengajiran dilakukan dengan sistem jarak tanam segitiga sama
sisi berukuran 9 x 9 x 9 meter dengan populasi 143 pohon setiap hektarnya. Selain itu,
pekebun juga bisa menerapkan jarak 9,5 x 9,5 x 9,5 meter dengan populasi per hektar
sekitar 128 pohon.
Pada areal rata sampai bergelombang, pola tanam kelapa sawit berbentuk segitiga
sama sisi. Sedangkan pada areal berbukit, perlu dibuat teras kontur terlebih dahulu. Jarak
dan pola tanam harus dibuat seoptimal mungkin, sehingga setiap individu tanaman
mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata
untuk mendapatkan produksi per ha dan“economic life” yang maksimal.
Cara tanam kelapa sawit yang benar akan mempengaruhi kualitas tanaman sawit
dan mempengaruhi buah yang akan dihasilkan. Mungkin beberapa petani sawit masih ada
yang menanam kelapa sawit secara sembarangan dan tidak begitu memperhatikan teknik
menanam yang baik dan benar. Sehingga terkadang hal itulah yang menjadi penyebab
kenapa pohon kelapa sawit yang sedang ditanam tidak berproduksi secara maksimal
sesuai dengan harapan.
1. Iklim
Pohon sawit memerlukan penyinaran dari sinar matahari langsung selama 5 – 7 jam
per hari
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan pohon sawit yaitu 1.500 – 4.000 mm per
tahun
Suhu lingkungan yang ideal pada perkebunan sawit yaitu 24 – 28 derajat Celcius
Tanaman sawit akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian sekitar 1.500
mdpl
Jenis tanah yang cocok untuk menanam sawit yaitu tanah yang mengandung lempung,
tidak berbatu dengan pH 4 – 6
Tanah untuk menanam sawit harus memiliki aerasi yang baik dan subur
Perkebunan sawit sebaiknya mempunyai sistem drainase yang baik, dengan permukaan
air yang cukup dalam, solum juga harus dalam keadaan cukup dam sekitar 80 cm,
Menurut Fauzi dkk, (2012) penanaman pada awal musim hujan adalah yang paling
tepat karena persediaa air sangat berperan dalam menjaga pertumbuhan bibit tanaman
kelapa sawit yang baru dipindahkan. Tanpa penanaman yang benar dan pemeliharaan
yang berkelanjutan, bibit yang berkualitas tinggi pun tidak akan memberikan hasil secara
optimal, karena itu penanaman dengan baik dan benar merupakan salah satu persyaratan
penting untuk mendapatkan produksi kelapa sawit per hektarnya (Lubis dan Widanarko,
2011).
Jarak tanam adalah pola pengaturan jarak antar tanaman dalam bercocok tanam
yang meliputi jarak antar baris dan deret. Jarak tanam akan berpengaruh terhadap
produksi pertanian karena berkaitan dengan ketersediaan unsur hara, cahaya matahari
serta ruang bagi tanaman. Jarak tanam kelapa sawit tergantung pada tipe tanah dan jenis
bibit yang digunakan (Fauzi, dkk, 2002).
petani lebih banyak menggunakan pola jarak tanam segiempat, yaitu sebanyak
72.5%.Petani sampel lebih memilih pola jarak tanam segiempat karena pola segiempat
dianggap lebih mudah dan lebih cepat sehingga lebih efektif dari segi waktu pembuatan
lubang tanam dan penanaman. Hal ini bertolak belakang dengan Dinas Perkebunan yang
menyatakan bahwa pola jarak tanam segitiga sama sisi lebih banyak memiliki keunggulan
dibandingkan pola segiempat. Salah satunya adalah dari jumlah populasi yang lebih
banyak. Menurut Sastrosayono (2003) menyatakan bahwa pola jarak tanam segitiga sama
sisi mempunyai kelebihan dalam jumlah populasi tanaman kelapa sawit dalam persatuan
luasnya.
Pada umumnya ada dua pola jarak tanam yang digunakan dalam budidaya
tanaman kelapa sawit, yaitu segiempat dan segitiga sama sisi. Masing-masing pola jarak
tanam tersebut mempunyai kelebihan. Pola segiempat mempunyai kelebihan yaitu mudah
dan cepat dilakukan, sedangkan pola segitiga sama sisi mempunyai kelebihan dalam
jumlah populasinya dalam persatuan luas. Berdasarkan hasil penelitian, susunan dengan
bentuk segitiga sama sisi merupakan yang paling ekonomis karena populasi tanaman
mencapai 143 pohon/ha (Fauzi, dkk, 2012).
Petani sampel lebih cenderung tanpa menggunakan ukuran lubang tanam yaitu
sebesar 85% dan hanya 7.5% yang menggunakan ukuran lubang tanam 30 cm X 30 cm X
30 cm. Sedangkan sisanya menggunakan ukuran lubang tanam 40 cm X 30 cm X 30 cm
dan 50 cm X 50 cm X 40 cm. Alasan petani sampel tanpa menggunakan ukuran lubang
tanam karena hanya akan menghambat kinerja mereka dan membuang-buang waktu
Menurut Lubis dan Widanarko (2011) bahwa dengan ukuran lubang tanam lebih besar
maka tanah sekitar perakaran akan lebih gembur sehingga penyerapan unsur hara dari
pupuk lebih cepat dan mudah.
BAB VII
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Hama dan penyakit dapat menimbulkan
penurunan produksi bahkan kematian tanaman apabila tidak dikendalikan. Hama dan
penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman
menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang tanaman kelapa sawit berasal dari
golongan serangga (insekta) dan sebagian dari golongan mamalia, sedangkan penyakit
yang menyerang kelapa sawit disebabkan oleh mikroorganisme jamur, bakteri, dan virus
(Fauzi et al. 2008).
Pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit telah dapat
menggunakan teknologi pengendalian yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut antara
lain adalah pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik,
feromon, dan biofungisida.
Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya
penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah
(Rp75.000/sachet), cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga
kerja. Penggunaan feromon di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif
yang sangat baik untuk mengendalikan kumbang tanduk. Feromon produksi Pusat
Penelitian Kelapa Sawit ini telah banyak digunakan oleh perusahaan perkebunan negara,
swasta, dan rakyat.
Pada tanaman kelapa sawit diketahui terdapat beberapa jenis penyakit yang tidak
bisa dianggap remeh. Penyakit kelapa sawit bisa menyerang pada seluruh bagian
tanaman, mulai dari akar, batang, dan pucuk tanaman. Jenis-jenis penyakit yang
menyerang pertanaman kelapa sawit diantaranya yaitu penyakit akar, penyakit busuk
pangkal batang, penyakit busuk kuncup, penyakit garis kuning, anthracnose, dan
penyakit tajuk. Infeksi penyakit-penyakit tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, tanaman tumbuh kerdil, tanaman mati dan rebah serta menurunnya
produksi kelapa sawit secara keseluruhan.
Berikut ini jenis-jenis penyakit yang sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit
serta gejala serangannya ;
Berikut ini jenis-jenis hama yang dijumpai pada tanaman KELAPA SAWIT serta
cara pengendaliannya ;
1. Tungau
Kepompong berada di dalam kokon yang terbuat dari air liur larva, berbentuk
bulat telur dan berwarna coklat gelap, terletak di permukaan tanah sekitar piringan
atau di bawah pangkal batang kelapa sawit. Stadia kepompong berkisar antara 17 –
27 hari. Ngengat jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar. Sayap
depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. Ngengat aktif
pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah
tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi terbalik.
Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda,
sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya
menyebabkan penyakit busuk dan mengakibatkan kematian.
Pengendalian kumbang ini dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kebun,
terutama di sekitar tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar
larva hama mati. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan jamur
Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.
Hama penggerek tandan buah adalah ngengat Tirathaba mundella. Hama ini
meletakkan telurnya pada tandan buah, dan setelah menetas larvanya (ulat) akan
melubangi buah kelapa sawit. Tirathaba mundella banyak menyerang tanaman kelapa
sawit muda berumur 3-4 tahunan, tetapi pada kondisi tertentu juga ditemui pada
tanaman tua. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada
permukaan buah dan bunga. Bekas gerekan tersebut berupa faeces dan serat tanaman.
Larva Tirathaba mundella dapat memakan bunga jantan maupun bunga betina.
Larva menggerek bunga betina, mulai dari bunga yang seludangnya baru membuka
sampai dengan buah matang. Bunga yang terserang akan gugur dan apabila ulat
menggerek buah kelapa sawit yang baru terbentuk sampai ke bagian inti maka buah
tersebut akan rontok (aborsi) atau berkembang tanpa inti.
Akibatnya fruitset buah sangat rendah akibat hama ini. Buah muda dan buah
matang biasanya digerek pada bagian luarnya sehingga akan meninggalkan cacat
sampai buah dipanen atau juga menggerek sampai inti buahnya. Sisa gerekan dan
kotoran yang terekat oleh benang-benang liur larva akan menempel pada permukaan
tandan buah sehingga kelihatan kusam. Pada serangan baru, bekas gerekan masih
berwarna merah muda dan larva masih aktif di dalamnya. Sedangkan pada serangan
lama, bekas gerek berwarna kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena larva telah
berubah menjadi kepompong. Serangan hama ini dapat menyebabkan buah aborsi.
b. Buah busuk dikumpulkan pada satu lubang yang diaplikasi insektisida Fipronil dan
ditutup dengan tanah
c. Aplikasi dengan insektisida sistemik yaitu Fipronil dengan konsentrasi 7,5 ml/ 15
liter, dengan volume semprot 370-400 liter / ha supaya buah benar-benar basah
tersemprot insektisida. Karena stadia yang ada bermacam-macam maka perlu aplikasi
susulan yaitu 2 minggu setelah aplikasi pertama. Aplikasi terakhir atau ketiga
dilakukan pada 1 bulan setelah aplikasi. Hal ini dilakukan karena daur hidup hama ini
sekitar 1 bulan. Aplikasi semprot diusahakan jangan bersamaan pada semua kebun
diatur supaya tidak ikut mati dan menurun populasinya.
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit disebabkan
oleh jamur Ganoderma boninense Pat., suatu jamur tanah hutan hujan tropik. Jamur G.
boninense bersifat saprofitik (dapat hidup pada sisa tanaman) dan akan berubah
menjadi patogenik bila bertemu dengan akar tanaman kelapa sawit yang tumbuh di
dekatnya. BPB dapat menyerang tanaman mulai dari bibit hingga tanaman tua, tetapi
gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di kebun.
Busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit dapat dikendalikan dengan
menggunakan biofungisida Marfu-P. Hasil uji aplikasi Marfu-P menunjukkan bahwa 1
bulan setelah perlakuan masih dijumpai adanya Ganoderma dan Trichoderma pada
potongan akar. Ganoderma pada akar kelapa sawit sudah melapuk setelah 3 bulan
perlakuan Trichoderma.
Selain efektif dan efisien mengendalikan BPB pada kelapa sawit, pengendalian
dengan biofungisida juga bersifat ramah lingkungan. Biofungisida Marfu-P banyak
digunakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik negara dan swasta
(Sudharto, Agus Susanto, Roletha Y. Purba, dan Bambang Dradjat).
Pada tanaman kelapa sawit diketahui terdapat beberapa jenis penyakit yang tidak
bisa dianggap remeh. Penyakit kelapa sawit bisa menyerang pada seluruh bagian
tanaman, mulai dari akar, batang, dan pucuk tanaman. Jenis-jenis penyakit yang
menyerang pertanaman kelapa sawit diantaranya yaitu penyakit akar, penyakit busuk
pangkal batang, penyakit busuk kuncup, penyakit garis kuning, anthracnose, dan
penyakit tajuk. Infeksi penyakit-penyakit tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, tanaman tumbuh kerdil, tanaman mati dan rebah serta menurunnya
produksi kelapa sawit secara keseluruhan.
Berikut ini jenis-jenis penyakit yang sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit
serta gejala serangannya ;
Gejala yang terlihat pada tanaman yang terinfeksi jamur Rhizoctonia lamellifera
dan Phytium sp adalah ; pertumbuhan tanaman yang tidak normal, pertumbuhan kerdil,
tanaman menjadi lemah dan terjadi nekrosis (daun berubah warna dari hijau menjadi
kuning) pada daun tanaman. Perubahan warna daun (nekrosis) dimulai dari ujung daun
dan dalam waktu hanya beberapa hari saja tanaman akan mati. Penyakit ini bisa
menyerang mulai dari pembibitan, tanaman muda hingga tanaman dewasa.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit akar pada tanaman kelapa
sawit adalah dengan melakukan budidaya yang baik dan benar sesuai dengan prosedur
budidaya yang dianjurkan. Tindakan yang paling efesien untuk mencegah penyakit
akar sebaiknya dilakukan sejak dini, yakni sejak pemilihan bibit dan persemaian.
• Menggunakan media semai yang baik dan tidak terinfeksi jamur Rhizoctonia
lamellifera dan Phytium sp.
Penyakit busuk pangkal batang disebut juga penyakit Basal stem rot atau
Ganoderma, merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur dan menyerang pangkal
batang tanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa
sawit disebabkan oleh jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma lucidum, dan
Ganoderma pseudofferum. Pangkal batang tanaman yang terinfeksi akan membusuk
dan lunak. Penyakit ini sering dijumpai pada tanaman muda dan tanaman dewasa.
Penyakit ini dapat menular ketanaman lainnya jika akarnya bersentuhan dengan
tunggul pohon yang terinfeksi atau bersentuhan dengan sisa-sisa tanaman terinfeksi.
Gejala umum yang terlihat jika tanaman terinfeksi jamur tersebut adalah daun
berubah warna menjadi hijau pucat dan janur (daun muda) yeng terbentuk sedikit.
Pelepah banyak yang patah dan menggantung pada batang, daun-daun tua menjadi
terkulai layu. Gejala pada pangkal batang yaitu pangkal batang menghitam, terdapat
getah atau lendir keluar dari bagian yang terinfeksi. Selanjutnya batang tanaman akan
membusuk dan berwarna coklat muda. Dan pada akhirnya daun dan pelepah berjatuhan
dan batang roboh.
• Jika lahan adalah bekas tanaman kelapa sawit, tunggul-tunggul sawit harus dibongkar
dan dimusnahkan dengan cara dibakar.
• Jika ada tanaman yang terinfeksi harus segra dibongkar beserta tunggulnya dan
dibakar agar tidak menular ketanaman lainnya.
Penyakit busuk kuncup atau dikenal dengan istilah Spear rot, adalah penyakit
pada tanaman kelapa sawit yang menyerang bagian kuncup atau pucuk tanaman.
Penyakit ini menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, kerdil, pertumbuhan lambat
dan tidak mampu membentuk buah. Penyakit busuk kuncup sering menyerang tanaman
muda sebelum tanaman berproduksi.
Gejala penyakit ini dapat diketahui jika terdapat tanaman yang kuncupnya
membengkok atau melengkung. Jika diperhatikan dengan seksama, jaringan pada
kuncup membusuk dan berwarna kecokelat-cokelatan. Penyebab penyakit ini belum
diketahui dengan pasti. Upaya penanggulangan penyakit ini bisa dilakukan dengan
memotong bagian kuncup yang terinfeksi.
Penyakit garis kuning atau disebut juga Patch yellow merupakan penyakit yang
menyerang bagian daun tanaman yang dimulai dari daun muda. Penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit fusarium karena disebabkan oleh jamur Fusarium Oxiysporum.
Tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit ini daun-daunnya akan mengering dan
gugur. Penyakit garis kuning menyerang daun sejak daun bagian ujung daun belum
membuka. Serangan jamur Fusarium Oxysporum dapat menyebabkan tanaman
pertumbuhan yang tidak normal, tanaman tidak mampu membentuk bunga dan buah.
Gejala penyakit garis kuning terlihat pada daun yang terdapat bercak-bercak
lonjong berwarna kuning. Ditengah bercak-bercak kuning tersebut terdapat bercak
berwarna cokelat. Penyakit ini sudah menyerang pada saat bagian ujung daun belum
membuka, dan akan menyebar ke helai daun lain yang telah terbuka pada pelepah yang
sama. Penyakit ini menyerang tanaman yang mempunyai kepekaan tinggi dan
disebabkan oleh faktor turunan.
Usaha pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara usaha inokulasi
penyakit pada bibit dan tanaman muda. Dengan cara ini diketahui dapat mengurangi
penyakit di pesemaian dan tanaman muda di lapangan.
5. Anthracnose
Penyakit antraknosa juga dapat menyerang pada tanaman kelapa sawit. Bagian
tanaman yang diserang adalah daun dan tulang daun. Penyakit antraknosa pada
tanaman kelapa sawit disebabkan oleh beberapa jenis jamur, yaitu jamur Melanconium
sp, Glomerella cingulata, dan Botryodiplodia palmarum. Daun-daun tanaman kelapa
sawit yang terinfeksi akan mengering, dan pada serangan berat, penyakit antraknosa
dapat menyebabkan kematian tanaman.
Gejala penyakit antraknosa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui jika
terdapat bercak-bercak cokelat tua pada ujung daun dan tepi daun. Bercak-bercak
dikelilingi warna kuning yang merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan
yang terserang. Jika menyerang tulang daun, terlihat adanya warna cokelat dan hitam
diantara tulang daun. Pada serangan parah, seluruh daun akan mengering dan
selanjutnya tanaman mati.
• Pemeliharaan bibit yang baik dengan penyiraman dan pemupukan yang teratur,
• Menanam bibit dengan benar, jangan sampai media semai rusak atau pecah saat
melakukan penanaman.
6. Penyakit Tajuk (Crown disease)
Penyakit tajuk atau penyakit Crown disease adalah penyakit pada tanaman
kelapa sawit yang disebabkan oleh gen keturunan tanaman induk. Penyakit ini
merupakan penyakit merupakan penyakit yang berbahaya dan perlu penanganan yang
serius. Jika tidak, sudah dapat dipastikan tanaman kelapa sawit yang berasal dari induk
berpenyakit produktifitasnya sangat rendah karena tanaman tidak dapat membentuk
buah dengan maksimal.
Gejala penyakit keturunan ini tampak pada tanaman kelapa sawit yang berusia 2
hingga 4 tahun setelah tanam. Tanaman yang memiliki gen penyakit tajuk dapat
diketahui jika terdapat pelepah yang bengkok dan tidak memiliki helai daun. Gejala
lainnya yaitu helai daun mulai pertengahan sampai ujung pelepah kecil-kecil, sobek,
atau tidak ada sama sekali.
• Menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas dan jelas asal – usulnya,
Panen adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen
sesuai kriteria, mengutip dan mengumpulkan brondolan,menyusun tandan di tempat
pengumpulan hasil, pelepahdi letakan di gawangan mati.
Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja dibidang pemeliharaan
tanaman.Baik dan buruknya pemelihraan tanaman selama ini akan tercermin dari panen
dan produksi.Panen tidak dimasukan dalam pemelihraan dan dalam administrasinya
tersendiri.keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang
digunkan, manusia (pemanenan) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang digunakan
untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi
panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan (Lubis, 1992).
Rotasi panen adalah selang waktu (interval) antara satu perlakuan penen
dengan perlakuan penen berikutnya yang dinyatakan dalam hari. Berdasakan
peraturan jam kerja maka jumlah jam kerja panen adalah:
Jum’at :5/33 x 100% = 16% Jadi luas areal panen pada hari juma’at harus
lebih sedikit yaitu 16/21 kali luas areal panen Senin – Jum’at.
. Organisasi Panen
Rotasi panen 5/7 artinya dalam 5 kappel pusingan 7 hari.Tenaga panen harus
cukup baik yaitu 0,8 US/Ha.Kerapatan panen dan kebutuhan tenaga penen harus
dihitung dan dibahas oleh mandor penen yaitu oleh mandor I dan assisten afdeling
sehari sebelumnya.Sebelum pukul 06.00 WIB mandor panen mengatur ancak dan
pukul 06.30 WIB pemanenan harus mulai bekerja.Sistem panen harus dengan ancak
giring yaitu dengan menggiring tenaga kerja secara lebih efektif dan efisien.Tiap
pemanen harus membawa pembantu 1 orang BHL. Tandan buah segar yang harus di
antrikan:
10.1 Pemasaran
Bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, place, dan promotion (4P)
seiring perkembangan jaman dan tuntutan pasar yang senantiasa mengalami
perkembangan telah mengalami evolusi dan terus berkembang searah dengan
perkembangan perilaku konsumen dan kecerdasan para ahli pemasaran. Sebagaimana
definisi bauran pemasaran oleh William J. Stanton (1993:7) bahwa pemasaran adalah
suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat
memuaskan keinginan dan jasa baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen
potensial. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemasaran terdapat
empat unsur pokok kegiatan pemasaran yakni produk, harga, promosi dan distribusi
yang dimana satu sama lain saling berkaitan. Sehingga untuk menciptakan pemasaran
yang baik dan berhasil dalam mencapai tujuan perusahaan serta memberikan kepuasan
terhadap konsumen, maka keempat unsur tadi perlu dirancang sebaik mungkin
terutama dengan memperhatikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen sesuai
dengan konsep pemasaran.
Sub sektor perkebunan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti luas
merupakan komponen utama yang penting dalam perekonomian Indonesia. Di mana
hampir setiap tahunnya selalu di adakan pembukaan lahan-lahan baru untuk sektor
perkebunan. Peran pemerintah sangat penting untuk memajukan sektor perkebunan di
Indonesia khususnya perkebunan kelapa sawit yang setiap tahun produksinya
mengalami peningkatan. Menurut badan pusat statistik Indonesia, produksi perkebunan
kelapa sawit untuk minyak kelapa sawit pada tahun 1995 sebesar 2.476.400 ton
meningkat menjadi 14.290.054 ton pada tahun 2010. Hal ini memberi gambaran bahwa
untuk sektor perkebunan kelapa sawit sangat meningkat dan dapat memberikan
gambaran berupa peluang usahatani yang sangat baik untuk dikembangkan dan
dibudidayakan
Pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar.
Dalam pemasaran, barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang
di sertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui
proses pengangkutan, dan guna waktu melalui proses penyimpanan (Sudiyono, 2004).
Sifat produk pertanian yang tidak tahan lama memerlukan penanganan yang
intensif dan pemasaran yang efisien. Pemasaran TBS kelapa sawit juga memerlukan
penanganan yang khusus. TBS yang telah dipanen harus segera di angkut ke pabrik
untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak
segera diolah akan mengalami kerusakan (Fauzi, dkk, 2006).
a. Product (produk)
Kelapa sawit adalah penghasil minyak nabati yang memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain.
keunggulan tersebut di antaranya memiliki kadar kolesterol rendah bahkan tanpa
kolesterol, dapat menghasilkan berbagai produk turunan baik di bidang pangan
maupun non pangan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, dan
merupakan salah satu sumber bahan bakar alternatif.
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa
minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan
minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna/jernih. CPO
atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri sabun (bahan penghasil
busa), industri baja (bahan pelumas),industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan
bakar alternatif.
b. Price (harga)
Distribusi merupakan bagian yang vital dari bagian strategi pemasaran itu
sendiri. Pemilihan strategi dengan tepat akan dapat membantu produk sampai ke
konsumen dengan harga yang sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh
perusahaan.
Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia
dengan menguasai lebih dari 80 % pangsa pasar. Negara-negara produsen
lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, dan bahkan Pantai
Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap. Malaysia menempati
peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003 mencapai 13,35 juta ton.
Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan Oil World, volume
produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai 12 juta ton. Namun,
agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume produksi
CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak kalangan
optimistis volume produksi CPO Indonesia bakal segera mengalahkan
Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian terbatas,
sementara di Indonesia masih begitu luas.
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan
yang terbatas yaitu berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut, tentunya
menghasilkan produksi TBS yang terbatas, untuk mengatasi hal ini maka petani
harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi
kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke
prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada perkebunan rakyat.
Funsi – fungsi pemasaran TBS kelapa sawit merupakan hal yang sangat
penting dalam proses pemasaran TBS kelapa sawit. Setiap masing- masing
lembaga melakukan fungsi pemasaran sesuai dengan kebutuhan lembaga itu