Anda di halaman 1dari 75

MAKALAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN DAN INDUSTRI SUB-


OPTIMAL I

“BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT”

DISUSUN OLEH

RICKY ZULHAM

1906156433

AGROTEKNOLOGI-C

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami dan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada
ibu Ir.ErlidaAriani,M.Si. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Agroekologi yang telah
membimbing kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya
yang berjudul “Ekosistem Hutan Rawa Gambut”.
Makalah ini berisikan tentang gambaran umum ekosistem hutan rawa gambut, faktor
edaphis dan klimatologis, manfaat , keanekaragaman hayati, dan interaksi yang terjadi di
ekosistem hutan rawa gambut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang ekosistem hutan rawa gambut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penulisan makalah ini dari awal sampai akhir.semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita.Amin

Pekanbaru, 19 Oktober 2021

Ricky Zulham
BAB I
1.1 Pendahuluan

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil minyak
nabati yang telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia.
Perkebunan kelapa sawit merupakan sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani,
sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, serta sebagai pendorong tumbuh dan
berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit di Indonesia (Nu’man, 2009).

Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia mengalami kemajuan yang


pesat, terutama peningkatan luas lahan dan produksi kelapa sawit. Perkembangan luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir meningkat dari 2,2
juta ha pada tahun 1997 menjadi 4,1 juta ha pada tahun 2007 atau meningkat 7.5%/tahun
(Sunarko, 2009). Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 10 juta Ha
dan untuk produksi mencapai 29 juta ton, sedangkan untuk Sumatera Barat luas
perkebunan kelapa sawit mencapai 3 juta Ha dan untuk produksinya mencapai 1 juta ton
(BPS, 2014).

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa luasnya areal lahan perkebunan


kelapa sawit dan jumlah produksi sangat tinggi, mengakibatkan jumlah limbah yang
dihasilkan pun tinggi, baik itu limbah padat (solid, tandan kosong dan lain-lain) maupun
limbah cair. Saat ini limbah kelapa sawit memang sudah banyak yang mulai mencoba
mendaur ulang dengan dijadikan pupuk, tetapi masih belum memecahkan masalah limbah
kelapa sawit. Namun belum semua limbah dapat diteliti oleh para peneliti. Jadi limbah
kelapa sawit masih menjadi sampah yang dibiarkan, termasuk limbah solid. Apabila
diolah atau didaur ulang akan memberikan banyak manfaat bagi tanaman kelapa sawit
sendiri bahkan juga bermanfaat bagi ternak.

Hasil penelitian Retno (2015), aplikasi solid pada medium bibit kelapa sawit di
main nursery, dosis 200 g/polybag berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi,
pertambahan jumlah daun, pertambahan diameter bonggol dan berat kering bibit.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit
kelapa sawit umur 3 - 7 bulan yang lebih baik disarankan untuk menggunakan solid
dengan dosis 200 g/polybag. Hasil penelitian Sunaidi (2010), pertumbuhan tanaman
bayam dengan pemberian solid berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun
tanaman, bobot basah dan bobot kering. Kadar limbah solid pabrik kelapa sawit yang
paling efektif untuk memacu pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Agar
tumbuh dengan baik adalah pada perlakuan P2 dengan dosis 50 gram.

Sekarang ini para peneliti mencoba mengaplikasikan limbah solid kelapa sawit
ke tanaman kelapa sawit itu sendiri, namun masih belum menemukan takaran yang tepat
pada tahap prenursery. Seperti pada hasil analisa solid PT Incasi Raya Grup. Diketahui
bahwa solid memiliki kandungan protein yang tinggi. Penulis ingin mencoba
mengaplikasikan solid pada dua varietas sawit yaitu dumpy dan simalungun dengan
berbagai takaran di pembibitan awal prenursery. Dengan harapan dapat menemukan
takaran solid yang tepat dan varietas sawit terbaik untuk digunakan dalam masa
pembibitan kelapa sawit di prenursery.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang
sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk
menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi
dibutuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu (syarat tumbuh tanaman kelapa sawit)
(Sulistyo, 2010).

Kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan yang utama
yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor
lainnya seperti bahan tanaman (genetis) dan perlakuan kultur teknis yang diberikan
(Sulistyo, 2010).

Evaluasi lahan bagi tanaman kelapa sawit merupakan aktivitas menilai kecocokan
potensi sumber daya lahan yang meliputi faktor iklim, tanah dan bentuk wilayah dengan
pesyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit. Apabila kondisi lahan dari wilayah tersebut
sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, maka lahan tersebut
dikategorikan sebagai lahan potensial untuk dikembangkan bagi perkebunan kelapa sawit.
Hasil evaluasi ini nantinya akan memberikan informasi tentang kelayakan suatu lahan
untuk budidaya kelapa sawit, cara pengelolaannya, dan gambaran produktivitasnya yang
dihasilkan dan nantinya kan menentukan keuntungannya secara finansial (sulistyo, 2010).

Luas areal tanaman kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2012 mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2009, luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai
1.925.342 hektar (ha) dengan total produksi sebesar 5.932.308 ton CPO. Pada tahun 2010
luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai 2.103.174 ha dengan total produksi sebesar
6.293.542 ton CPO dan pada tahun 2011 luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai
2.256.538 ha dengan total produksi 6.932.572 ton CPO (Badan Pusat Statistik Provinsi
Riau, 2012).

Beberapa faktor teknik budidaya yang mempengaruhi produksi kelapa sawit antara
lain: pembibitan kelapa sawit, pembukaan lahan, penanaman dan perawatan tanaman yang
benar. Perawatan tanaman meliputi: penyulaman, penanaman tanaman penutup tanah
(Cover Crop), pemberantasan gulma, penunasan, pemupukan, kastrasi, penyerbukan
buatan, pengendalian hama dan penyakit (Fauzi dkk., 2008).

Kelapa sawit termasuk famili Arecaceae (dulu palmae), sub famili Cocoideae,
genus elaeis yang mempunyai 3 spesies yaitu E. guineensis Jacq, E. oleifera (HBK)
Cortes, dan E. Odora W. Spesis pertama adalah yang pertama kali dan terluas
dibudidayakan. Dua spesies lainnya terutama digunakan untuk menambah lainnya
terutama digunakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik dalam
rangka program pemuliaan. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae (Dahulu Palmae)


Sub-famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : E. guineensis Jacq

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :


1. mengetahui bagaimana cara budidaya tanaman kelapa sawit, yang di mulai dari
pembukaan, pembenihan, pembibitan,,penanaman LCC, penanaman,
pemeliharaan,pemberantasan ama dan penyakit, panen dan pemasaran
BAB II

2.1 Pembukaan Lahan

PEMBUKAAN LAHAN

Tanaman kelapa sawit sering di tanam berbagai kondisi areal sesuai


dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa sawit. Persiapan
lahan merupakan kegiatan yang sangat dan harus di laksanakan berdasarkan jadwal
kegiatan yang sudah ditetapkan. Mengingat areal kebun kelapa sawit yang cukup
luas,pembukaan lahan dapat di lakukan sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang
terpenting adalah keadaan kebun sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang
akan diolah ketika pabrik sudah siap berproduksi.

1. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar

Pembukaan lahan dengan menggunakan teknik tanpa bakar ini telah di


lakukan pada beberapa perkebunan kelapa sawit, baik untuk pembukaan areal baru
maupun, untuk peremajaan kelapa sawit, sebagai di laporkan oleh Chee dan Chiu
(1997), Majid (1997) dan Purba et al. (1997) alasan utama penggunaan teknik tanpa
bakar lahan adalah sistem ini dapat di (a) mempertahankan kesuburan tanah, (b)
mempertahankan struktur tanah, (c) menjamin pengembalian unsur hara, (d)
mencegar erosi permukaan tanah dan (e) membantu pelestarian lingkungan.

Upaya mencari alternatif pengganti teknik pembukaan lahan dengan


cara bakar dilakukan baik pada tingkat nasional maupun internasional, karena
dampak penerapan.Teknik bakar bersifat global dan tidak mengenal batas teritorial,
apalagi terjadi dalam skala luas. Salah satu alternatif adalah teknik tanpa bakar,
dengan berbagai variasinya. Van noordwijk et al. (1995) mengusulkan teknik salsh-
and-mulch, dimana vegetasi yang di tebang tidak di bakar, namun di tumpuk dan di
biarkan terdekomposisi secara alami dan berfungsi sebagai mulsa. Usul yang hampir
mirip di kemukakan oleh Menteri Transmigrasi dan Pemukiman, yaitu teknik cutting-
chipping-decomposition (CCD) process.

Penerapan teknik tanpa bakar dalam pembukaan lahan hutan untuk


berbagi tujuan mengandung dua kegiatan utama, yaitu penebangan, dan penumpukan,
penerbangan bisa di lakukan secara normal secara manual atau secara mekanis
tergantung kondisi tegakkan pada lahan yang akan di buka. Sedangkan penutupan
sangat mengandalkan cara mekanis.

Majid (1991) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan efektifitas


dan efisiensi pembukaan lahan, diperlukan persiapan pendahuluan untuk pelaksanaan
penebangan dan pemupukan, yang meliputi, (a) pengukuran luas areal yang akan di
buka, (b) pengukuran setiap blok, (c) pengukuran jarak tanam, (d) pembuatan jarak
masuk, (e) pembuatan onservasi air. Hal ini penting dilakukan agar pemupukan
dilakukan secara tepat.

Produktivitas penebangan secara manual yang menggunakan chainsaw


sangat rendah, yaitu hanya 0,25 ha per HOK, sehingga untuk membuka areal seluas
1000 ha diperlukan 4000 HOK. Sedangkan produktivitas secara mekanis yang
menggunakan buldozer unutk penebangan dan pencabutan berkisar antara 3ha – 6ha
per HOK, yang sangat tergantung pada tingkat keterampilan operator dan komisi
kerja (Majid,1997). Selain penggunakan bulldozer, pembukaan lahan tanpa bakar
juga umum menggunakan excavator dan traktor.

Penumpukan secara mekanis bertujuan untuk memastikan agar


pencabutan tunggul dapat dilaksanakan lebih cepat dan lebih sempurna dibandingkam
cara manual, Apabila pencabutan tunggu tidak sempurna, maka tunas akan cepat
muncul dari tunggul-tunggul tersebut. Cara mekanis tersebut memberikan
keuntungan tambahan karena volume bahan organik meningkat (Majid, 1997).

Pergerakan alat berat selama penumpukan menyebabkan gangguan pada


tanah, sehingga erosi permukaaaan tanah pada daerah bergelombang hingga curah
yang bersifat sementara sebelum tanaman kacangan oenutup tanah tumbuh oleh
karena itu, untuk pembukaan lahan, Majid (1997) mengusulkan beberapa perbaikan,
yaitu (a) meletakan tumpukan tambahan, (b) menggali parit, (c) membuat plok areal
dengan tumpukan kayu – kayuan yang arahnya tegak lurus terhadap kemiringan
lereng, dan ditempatkan di setiap 30 m.

Pohon – pohon yang telah ditumbangkan tersebut, selain bisa di


tumpuk, juga bisa dicecah sehingga menjadi lebih kecil (chip) agar lebih cepat
terdekomposisi. Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan pada areal hutan dan
konversi yang di tumbukan oleh pohon – pohon besar. Pembukaan lahan secara
mekanis ini terdiri dari bebrapa pekerjaan sebagai berikut : babad pendahuluan, yaitu
membabad dan memotong pohon – kecil atau semak – semak yang tumbuh di bawah
pohon besar, menumbang, memotong pohon – pohon besar yang berdiameter di atas
10 cm dengan menggunakan gergaji mesin atau kapak, merencek, memotong –
motong cabang – cabang dan ranting – ranting kayu yang sudah tumbuh unutk
memudahkan perumpukan, merumpuk, yaitu mengumpulkan dan menumpuk hasil
tebangan dan rencekan biasanya memanjang arah utara – selatan agar dapat sinar
matahari secukupnya dan cepat kering, dan membakar, yaitu membakar rumpukan
agar area bersih dari bahan – bahan yang tidak di perlukan.

2. Pembukaan Lahan Secara Manual Dan Mekanis

Menurut A.U Lubis, (2008). Pembukaan areal hutan dapat dilakukan


dengan cara: kombinasi manual dan mekanis. Tahapan jenis pekerjaan dari kedua
cara tersebut meliputi :

a. Membabat Rintisan

Pekerjaan babat ppendahuluan di lakukan mendahului pengimasan.


Semak belukar dan pohon kecil yang diameter hingga 10 cm yang tumbuh di bawah
pohon di babat dan di potong, sehingga merupakan jalan dalam areal untuk
memudahkan pekerjaan selanjutnya. Pekerjaan ini membutuhkan 5 – 6 orang/ha.

b. Mengimas
Pengimasan adalah pemotongan semak dan pohon kayu yang
berdiameter <10 cm. Dengan mengunakan parang atau kampak untuk
mempermudahkan penumbangan pohon kayu besar.

c. Menumbang Pohon

Pohon kayu yang berdiameter > 10 cm di tebang dengan mengunakan


kapak atau gergaji rantai (chain saw). Tinggi tunggul pohon yang di tumbang
disesuaikan dengan diameter batang. Waktu yang terbaik buat penebangan adalah2 –
3 bulan pada bulan kering. Sebulan pekerjaan ini di mulai, agar kayu besar yang
berguna dikeluarkan dan izin dari kehutanan sudah ada.

Pekerjaan penebangan tidak perlu menuggu pengimasan selesai dan


dapat di laksanakan jika sebagian dari arela telah diimas, biasanya dilaksanakan oleh
tim yang terdiri atas dari orang dengan kelengkapan chain saw dan kapak. Dimana
tiap tim biasanya dapat di laksanakan 0,5 ha/hari. Arah penumbangan harus
mengikuti arah yang sudah di tentukan dan tidak boleh melintang sungai dan jalan.
Penumbangan pohon juga dapat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan
bulldozer.

d. Merencek

Dari pohon yang telah di tumbang, cabang dan ranting yang relatief
kecil di potong dan d cincang (direncek), dan batang dan cabang besar dipotong
dalam ukurannya 2 – 3 (dimerun), untuk kemudian ditebar merata dalam rumpukan.

e. Membuat pancang jalur rumpukan

Jalur rumpukan di pancang pada jarak 50 atau 100 m arah utara selatan
sejajar dengan jalur tanam.

f. Merumpuk

Batang, cabang, rating yang telah di potong di kumpulkan mengikuti


jalur rumpukan yang telah di buat dengan cara mekanis.
g. Membersihkan jalur tanaman

Jalur tanam dipancang menurut jarak antar barisan tanaman (gawangan)


pada jarak 1meter di kiri kanan jalur tanaman dibersihkan dari potongan-potongan
kayu hasil rencekan. Jarak waktu antar mengimas, menumbang, merumpuk hasil
tebangan, dekomposisikan awal dan menanam sepadat mungkin dilakukan pada
tahun yang sama.

Pembukaan hutan secara mekanis dilakukan pada areal yang memiliki


topografi datar hingga berombak (lereng 0 – 8 %). Umumnya menumbang pohon
dilakukan dengan traktor/tree dozer atau sputter. Sistem ini diadopsi untuk
menumbangkan sebanyak mungkin pohon kayu. Pohon yang besar maupun yang
kecil di tumbang dengan traktor atau ditebang dengab gergaji rantai. Penumbangan
dimulai dari pinggir ke tengah berbentuk spiral. Pohon di tumbangkan ke arah luar

Sebagian besar pertain sawit rakyat. Besar kecilnya pendapatan usaha tanii
kelapa sawit yang diterima dipengaruhi oleh biaya produksi. Jika produksi dan harga
jual kelapa sawit semakin tinggi maka akan meningkatkan penerimaan. Apabila biaya
produksi lebih tinggi dari penerimaan maka akan mempengaruhi pendapatan.

Biaya produksi merupakan biaya dasar yang memberikan perlindungan bagii


petani dari kemungkinan kerugian. Kerugian akan mengakibatkan suatu usaha tidak
dapat tumbuh dan bahkan akan dapat mengakibatkan petani meminimalkan biaya dari
produksi tanpa mengurangi mutu dan kualitas produk.

Masalah yang masih dihadapi oleh para petani diantaranya adalah aspek harga
produksi yang sering mengalami fluktuasi (naik-turun). Masalah harga komoditi hasil
pertanian yang sering tidak stabil (dalam hal ini komoditi kelapa sawit), tentunya
sangat merugikan para petani karena harga bahan-bahan produksi seperti pupuk dan
herbisida cenderung mengalami kenaikan begitu juga dengan upah tenaga kerja yang
masih relatif tinggi sehingga hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
peningkatan biaya produksi yang akan dikeluarkan.
Para petani juga cenderung berpikir sederhana tentang penggunaan sarana
produksi terhadap usahataninya, maka hal ini sering menimbulkan biaya produksi
yang bervariasi, dimana mereka tidak mengetahui tingkat penggunaan biaya yang
tepat akan sarana produksinya sehingga hal ini akan menimbulkan peningkatan pada
biaya produksi usahataninya. Jika biaya produksi sudah tinggi maka pendapatan
petani pun cenderung akan rendah.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit baik itu yang dikelola oleh perusahaan
negara, swasta ataupun rakyat tentu tidak terlepas dari masalah biaya produksi, yaitu
biaya yang digunakan selama pengusahaan tanaman. Tinggi rendahnya biaya
produksi yang dikeluarkan tergantung pada sistem manajemennya yaitu
mengefisiensikan segala biaya-biaya produksi yang dikeluarkan. Rendahnya biaya
produksi adalah salah satu dari satu indikator terciptanya efisiensi dalam pengelolaan
tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan biaya produksi adalah salah satu alternatif
yang dapat dipilih sebagai faktor yang dapat ditekan sehingga tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya produksi. Upaya untuk menciptakan dan meningkatkan
pendapatan petani dapat pula dilakukan dengan menekan biaya produksi menjadi
seminimal mungkin (Pardamean, 2008).

Namun, masalah yang sering dihadapi oleh petani dalam melaksanakan


usahatani adalah kurangnya pengetahuan cara berproduksi. Pada umumnya petani
hanya menginginkan jumlah produksi yang tinggi, tetapi kurang memperhatikan cara
berproduksi. Pengetahuan tentang jumlah sarana produksi yang tepat memyebabkan
peningkatan biaya produksi yang ada dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan
usahatani. Pendapatan maksimal, hanya dapat diperoleh jika produsen memilih
tingkat produksi tertentu atau berproduksi pada tingkat optimal

PEMBUKAAN LAHAN PADA AREAL HUTAN

Pembukaan lahan pada areal hutan dapat dilakukan dengan cara kombinasi
manual-mekanis dan mekanis.

a. Kombinasi Manual-Mekanis
Tahapan pekerjaan untuk system ini meliputi perencanaan penanaman,
membuat rintisan dan membagi petak petak tanaman, mengimas, menebang,
merencek, membuat jalur tanam dam membersihkan jalur tanaman.

b. Perencnaan Penanaman :
Membuat rencana dan desain kebun yang akan dikelola dengan
mempertimbangkan: ukuran kebun, ukuran petak tanaman, topografi, itpe
tanah, sistam/jaringan jalan dan transportasi, sistam konservasi tanah dan air,
dan operasional lainnya.
c. embuat Rintisan dan Pembagian Petak Tanaman:
Semak belukar dan pohon kecil yang berdiameter hingga 10 cm dibabat
dan dipotong, sehingga merupakan jalan didalam areal untuk memudahkan
pekerjaan selanjutnya. Pembagian petak tanaman antara lain didasarkan pada
kondisi topografi, jenis tanah dan jaringan jalan, sebagai contoh: kebun dapat
dibagi kedalam petak-petak seluas 100 ha yang kemudian dibagi kedalam sub
petak seluas 25 ha (1000 m x 250 m). setiap sub petak dikelilingi oleh jalan
utama (main roads) dan jalan pengupulan (collection roads).
d. Mengimas :
Penebangan semak dan pohon kayu yang berdiameter hingga 10 cm
dengan menggunakan parang atau kapak.
Pohon kayu yang berdiameter > 10 cm ditebang dengan menggunakan
kampak dan gergaji rantai (chainsaw). Tinggi penebangan tergantung pada
diameter batang, seperti dibawah ini :
- Diameter pohon 10-20 cm : tinggi tebang > 40 cm
- Diameter pohon 21-30 cm : tinggi tebang > 60 cm
- Diameter pohon 31-75 cm : tinggi tebang > 100 cm
e. Merencek :
Cabang dan ranting pohon yang telah ditebang, dipotong dan dicincang
(direncek) dan dirumpuk.
f. Membuat Pancang Jalur Tanam/Pancang Kepala
Jalur tanam dibuat menurut jarak antar barisan tanaman (gawangan). Hal
ini dimaksud untuk memudahkan pembersihan jaklur tanam dari hasil
rencengan.
g. Membersihkan Jalur Tanam :
Hasil rencekan ditempatkan pada lahan diantara jalur tanaman, dengan
jalur 1 meter di kiri-kanan pancang jalur tanam. Dengan demikian diperoleh 2
meter jalur yang bersih dari potongan-potongan kayu
h. Cara Mekanis:
System ini dilakukan pada areal yang memiliki fotografi datar hingga
berombak ( lereng 0-8 ). Umumnya menebang pohon yang dilakukan dengan
traktor /tree dozer atau stumper.
i. Perencanaan Penanaman:
Membuat rencana dan desain kebun yang akan dikelola dengan
mempertimbangkan: ukuran kebun, ukuran petak tanaman, topografi, tipe
tanah, system/ jaringan jalan dan trnsportasi, system konservasi tanah dan air,
dan rencana operasional lainnya
j. Membuat Rintisan dan Pembagian Petak Tanaman:
Semak belukar dan pohon kecil yang berdiameter hingga 10 cm dibabat
dan dipotong, sehingga merupakan jalan didalam areal untuk memudahkan
pekrjaan selanjutnya. Pembagian petak tanaman antara laindidasarkan pada
kondisi topografi, jenis tanah dan jaringan jalan, sebagai contoh: kebun dapat
dibagi kedalam petak-petak seluas 100 ha yang kemudian dibagi kedalam sub
petak seluas 25 ha (100 m x 250 m). setiap sub petak dikelilingi oleh jalan
utama ( main roads) dan jalan pengumpulan (collection roads).
k. Menebang:
Pohon yang besar maupun yang kacil ditebang dengan traktor atau
ditebang dengan gergaji rantai. Penumbangan dimulai pinggir ketengah
berbentuk spiral. Pohon ditebang kearah luar agar tidak menghalangi jalur
traktor
l. Merencek:
Cabang dan ranting pohon yang telah ditebang dipotong dan dicincang
(direncek).
m. Membuat Pancang Jalur Tanam/Pancang Kepala:
Jalur tanam dibuat menurut jarak antar barisan tanaman (gawang). Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan pembersih jalur tanam.
n. Membersihkan Jalur Tanam:
Hasil rencekan ditempatkan pada lahan diantar jalur tanaman, dengan
jarak 1 meter di kiri- kanan pancang jalur tanam. Dengan demikian diperoleh 2
meter jalur yang bersih dari potongan-potongan kayu.
BAB III

3.1 PEMBENIHAN
Benih Kelapa Sawit Sebagai Bahan Tanaman Benih yang baik adalah benih
penghasil tanaman yang bermutu, berproduksi tinggi dan memilki sifat sekunder yang
baik atau unggul serta telah dilepas pemerintah secara resmi (Lubis, 1993). Pada UU No.
12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dikatakan bahwa benih bermutu jika
varietasnya benar dan murni serta mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu
fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Lubis (1993) menyatakan
bahwa pengertian dilepas pemerintah adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan
menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan yaitu
silsilah, metode pemuliaan, hasil uji adaptasi, rancangan dan analisa percobaan, serta
kesediaan benih dari varietas yang bersangkutan pada saat dilepas. Untuk kelapa sawit,
varietas yang baik atau unggul yaitu: Berasal dari pemuliaan serta telah diuji pada
berbagai kondisi.
Tersedia sebagai bahan tanaman dalam jumlah yang dibutuhkan. Umur genjah.
Memiliki produksi dan kualitas minyak yang tinggi. Respon terhadap perlakuan yang
diberikan. Memiliki umur ekonomis cukup panjang (25 30 tahun). Tahan terhadap hama
penyakit dan toleran terhadap lingkungan (ekologi). Benih tersebut dihasilkan oleh Pusat
Sumber Benih kelapa sawit yang resmi ditunjuk pemerintah. Benih yang akan ditanam
sebagai bahan tanaman haruslah jelas asalusulnya, yaitu dari Pusat Sumber Benih. Perlu
juga diketahui jenis apa yang dianjurkan, bagaimana riwayat penemuannya, berapa
potensi produksinya dan tindakan kultur teknis apa yang dianjurkan agar potensi tersebut
dapat dicapai.
Purba et al. (1997) menyatakan bahwa dalam produksi benih kelapa sawit
digunakan metode Reciprocal Recurrent Selection (RRS). Melalui metode ini diperoleh
tiga keuntungan, yaitu: (1) pemilihan tetua untuk memproduksi hibrida komersial
didasarkan atas pengujian projeni, sehingga hanya hibridahibrida yang telah diuji yang
disalurkan kepada konsumen; (2) skema seleksi memungkinkan untuk mengekploitasi
sesegera mungkin persilangan-persilangan terbaik dan perbaikannya dapat dilakukan
melalui selfing tetua terpilih sehingga daya gabung khusus (Spesific Combining Ability /
SCA) dapat diekploitasi secara optimal; dan (3) hibrida komersial dapat direproduksi
menggunakan berbagai tipe persilangan dura di seleksi dura, dan berbagai persilangan
tenera/pisifera di seleksi tenera. Setelah berakhirnya siklus seleksi, dimungkinkan untuk
memproduksi benih dengan cara mereproduksi secara pasti persilanganpersilangan
terbaik dari hasil-hasil pengujian, dan mengawinkan tetua yang mempunyai daya gabung
umum (General Combining Ability / GCA) yang baik. Benih kelapa sawit termasuk
benih yang sulit ditumbuhkan karena memerlukan beberapa perlakuan sebelum plumula
tumbuh.
Pembenihan kelapa sawit sangat penting dalam proses peremajaan kelapa sawit.
Benih yang unggul, sehat, dan jumlah cukup akan berpengaruh terhadap keberlanjutan
program ini. Sistem perbenihan yang biasa dilakukan adalah pembenihan tahap ganda
atau doublestage.
Pada pembenihan tahap ganda, ada tahap pembenihan awal dan pembenihan
utama. Pembenihan awal atau prenursery dilakukan selama 3 bulan, sedangkan
pembenihan utama atau main nursery dilakukan selama 9 bulan.
Untuk melakukan pembenihan, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber benih
yang jelas, pelaksanaan kultur teknis, penggunaan naungan, pengisian media tanam,
penyiraman teratur, seleksi benih abnormal, pengelompokkan benih siap salur, dan
manajemen yang baik selama pembenihan.
Terkadang ada kalanya supaya tidak repot dan tidak melalui proses
pengecambahan benih sawit, petani langsung membeli bibit sawit diatas 12 bulan.
Padahal pembelian bibit sawit semacam itu rentan dengan penipuan bibit palsu
Namun bila membeli benih sawit unggul yang masih berupa kecambah, terbilang
lebih aman dari penipuan, tetapi memang petani mesti paham dengan proses pembibitan
supaya didapat bibit sawit yang unggul.
Dalam menanam kecambah sawit pun perlu diperhatikan beberapa hal, semisal
tatkala menanam plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta berwarna putih
kekuningan) mesti menghadap ke atas dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan
kasar) menghadap ke bawah, pastikan posisi ini dengan benar, sebab bila menanam
secara terbalik bakal mengakibatkan pertumbuhan yang melintir (twisted shoot) dan
terhambat.
Kemudian kecambah yang belum jelas bakal batang dan akarnya, sebaiknya
ditunda penanamannya. Lantas bagi kecambah yang terlalu panjang akarnya dapat
dipotong hingga tinggal kurang lebih 5 cm dari pangkalnya.
Terus proses penanaman sebaiknya diletakkan pada tengah kantong dalam lobang
yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm dari atas permukaan tanah. Penanaman yang
terlalu dangkal bakal mengakibatkan pertumbuhan bibit dipengaruhi tinggi rendahnya
temperatur dan kelembapan permukaan. Sebaliknya, bila penanaman dilakukan terlalu
dalam bakal membuat bibit tidak sehat lantaran bibit bisa terjepit oleh tanah.
BAB IV

10.1 Pembibitan

Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang
dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan
tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan
(Poeloengan, dkk. 1996). Faktor bibit memegang peranan penting di dalam
menentukan keberhasilan penanaman kelapa sawit. Kesehatan tanaman pada masa
pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingginya produksi. Oleh karena itu,
teknis pelaksanaan pembibitan perlu mendapat perhatian besar (Salman, dkk. 1993).
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan pembudidayaan
pada tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit
yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan
dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting. Salah
satu cekaman lingkungan adalah kekeringan. Kekeringan akibat musim kemarau
merupakan salah satu faktor yang nyata mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
kelapa sawit (Siregar, dkk. 1995).

Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini adalah
sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari
pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama (main-nursery). Pembibitan awal
(pre-nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang
merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Media persemaian biasanya dipilih
pasir atau tanah berpasir. Pembibitan awal dapat dilakukan dengan menggunakan
polibag kecil atau bedengan yang telah diberi naungan. Sedikit demi sedikit naungan
dalam persemaian dikurangi dan akhirnya dihilangkan sama sekali. Akan tetapi di
daerah yang sangat terik, naungan tetap dipertahankan sesuai kebutuhannya (Anonim,
2001a ).
Kecambah yang dipindahkan ke pembibitan awal adalah kecambah yang
normal. Ciri-ciri kecambah yang normal adalah : radikula (bakal akar) berwarna
kekuning-kuningan dan plumula (bakal batang) keputih-putihan, radikula lebih tinggi
dari plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta berlawanan arah, panjang
maksimum radikula adalah 5 cm dan plumula 3 cm (Chairani, 1991).

Pembibitan utama (main-nursery) yaitu bibit dari pembibitan awal (prenursery)


dipindahkan ke dalam polibag dengan ukuran 40x50 cm atau 40x60 cm setebal 0,11
mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Pada fase pembibitan utama
naungan tidak lagi dibutuhkan. Bibit yang telah dipindahkan kedalam polibag besar di
susun dengan jarak tanam 90x90cm atau 70x70cm. Pemeliharaan pada pembibitan
utama meliputi penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari.
Kebutuhan air sekitar 2 liter untuk setiap polibag. Penyiangan gulma dilakuakan 2- 3
kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Pemupukkan kelapa
sawit di pembibitan utama lebih dianjurkan menggunakan pupuk majemuk, karena
lebih menurunkan biaya transportasi dan biaya pemupukan yang lebih rendah serta
pemberian beberapa unsur sekaligus akan efektif dibandingkan dengan pemberian
pupuk tunggal. Komposisi pupuk majemuk (N:P:K:Mg) yang digunakan dengan
perbandingan 12:12:17:2 sebanyak 230 gram/bibit (Fauzi dkk, 2004). Pada fase
pembibitan utama (main-nursery) bibit tidak dapat langsung ditanam di lapangan
karena bibit masih terlalu kecil sehingga mudah terganggu pertumbuhannya oleh hama
penyakit. Selain itu. pertumbuhan bibit tidak seragam terutama untuk bibit yang sangat
muda. Pembibitan dapat dilakukan di lapangan maupun dengan memakai polibag besar
(Sutanto, dkk 2002).

Bibit merupakan benih yang telah berkecambah dan mengeluarkan akar dan
daun yang berasal dari asimilat yang terdapat pada endosperm benih/kecambah yang
akan tumbuh menjadi tanaman utuh. Benih memiliki kontribusi input 7-8 % dari total
biaya investasi awal, namun kualitas dan karakteristiknya merupakan hal yang sangat
krusial dalam mempengaruhi proses pertumbuhan dan produktivitas secara
keseluruhan. Benih yang digunakan adalah benih DxP Unggul Socfindo yang
merupakan persilangan dari Dura dan Pesifera yang disebut tenera.
Dalam proses pembibitan tanaman kelapa sawit ada dua cara yaitu pembibitan
satu tahap dan pembibitan dua tahap. Untuk di PT Socfindo menggunakan pembibitan
dua tahap karena ukuran kecambah PT Socfindo yang relatif kecil memerlukan
penanganan yang teliti agar diperoleh bibit yang bermutu baik. Secara umum,
pembibitan terbagi atas (pre- nursery dan main- nursery). tanaman yang terdapat pada
main-nursery yaitu tanaman yang berumur 3 bulan hingga 12 bulan sebelum dilakukan
transplanting

Pembibitan Awal (Pre Nursery) Tanaman yang terdapat pada pre-nursery yaitu
mulai dari benih hingga tanaman berumur 4-5 bulan. Sebelum proses pembibitan harus
dilakukan persiapan lahan untuk lokasi pembibitan. Lokasi diguakan dekan dengan
sumber air untuk penyiraman, aman dari gangguan binatang liar. Lokasi harus rata dan
terbuka namun tidak akan terkena banjir dan erosi.

Persiapan tanah umtuk polybag Dalam persiapan tanah dalam Main nursery
sama dengan Pre nursery dengan menggunkan tanah top soil (10-20 cm) yang bebas
dari sampah serta bebas dari jamur Genoderma.Tanah diayak dan dicampur dengan
pupuk RP dengan dosis 375 gr/100 kg tanah. Tanah hasil ayakan dicampur dengan
solid dengan perbandingan volume antara tanah dan solid 3:1 yang kemudian
dipadatkan sampai 3 cm bibir polybag. Polybag yang berisi tanah disusun dengan jarak
tanam 90 cm x 90 cm segitiga sama sisi yang telah di pancang sebelumnya

Penanaman bibit Sebelum ditanami bibit tanah disiram terlebiuh dahulu dan
dipadatkan kembali. Polybag yang disusun di bor menggunakan bor tangan sebagai
tempat untuk meletakkan bibit dari Pre nursery. Penanaman bibit dilakukan menurut
kelompok kategori atau crossing dan bibit babybag dikeluarkan dari bedengan dan
diecer di sisi polybag. Babybag direndam dalam air sebentar lalu ditekan sehingga ola
tanah dapat terlepas dary babybag.

Pemupukan Pembibitan (Nursery)

Pemupukan di Pre nursery berbeda aplikasi nya dengan Main nursey.


Pemupukan di Pre nursery dilakukan pada saat bibit berumur 3 minggu setelah tanam
yaitu ketika bibit telah memiliki satu helai daun berwarna hijau tua. Standar pupuk
yang diberikan di PT Socfindo pada saat Pre nursery menggunkan urea dan NPK 15-
15-6-4. Cara mengaplikasikan pupuk dalam bentuk cair dengan cara menyiram ke
dalam kantong, jangan dalan bentuk butiran karena dapat menyebabkan kerugian
dengan efek kontak ( terbakar) pada tanaman. Pemupukan di Main nursery dilakukan
pada umur 3 bulan setalah tanam dengan menggunakan urea dan NPK 15-15-6-4. Cara
pengaplikasian nya dengan sebar di polybag dalan bentuk butiran, untuk dosis pupuk
bisa dilihat di lampiran

Perawatan Pembibitan

(Nursery) Fungsi pemeliharaan pada areal pembibitan adalah untuk mencegah


kerusakan bahan tanaman akibat faktor lingkungan yang tidak mendukung. Perawatan
yang dilakukan antara lain : pemberian naungan, mulsa, penyiraman, penyiangan
gulma serta pengendalian hama dan penyakit

Pemberian naungan

Dalam pembibitan Pre Nursey diperlukan naungan untuk melindungi tanaman


yang masih lemah dari panas dan sinar matahari penuh serta untuk mencegah jatuhnya
air hujan secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah pada
babybag serta terganggunya bahan tanam. Naungan yang digunakan terbuat dari
paranetdengan kerapatan lubang sekitar 30% sehingga sinar matahari yang masuk
hanya sekitar 60-70% Tanaman akan terganggu pertumbuhannya apabila sinar
matahari yang diterima terlalu sedikit dan terlalu berlebihan, dimana akan terjadi
kerusakn dibagian tanaman salah satunya daun mengering yang tentunya akan
mengganggu proses fotosintesis tanaman tersebut.

Ketinggian paranet disesuaikan dengan keadaan areal pembibitan atau sekitar


2m -2.5 m. Baby bag disusun di bedengan dengan formasi lebar 12 baby bag dan
panjang disesuaikan dengan panjang bedengan. Setiap bedengan dilengkapi dengan
papan nama yang berisi nomor kategori , jumlah dan tanggal persemaian. Baby bag
disiram sampai jenuh setiap hari untuk memastikan kebasahan tanah cukup memadai,
tetapi harus dihindari jangan sampai air tergenang.

1.) Pemberian mulsa Pemberian mulsa tidak hanya dilakukan pada persemaian
atau pertanaman jenis tanaman hortikultura saja, namun, pemberian mulsa juga berlaku
pada areal pembibitan kelapa sawit, dimana mulsa yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi penguapan (evaporasi), menekan tumbuhnya gulma lain disekitar media
tanam yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit, serta
mengurangi terjadinya erosi akibat limpasan air yang jatuh ke permukaan polybag.
Mulsa diletakkan diatas permukaan polybag setiap bibit tanaman, mulsa yang
digunakan berasal dari cangkang kelapa sawit yang didapatkan dari sisa pengolahan di
PKS. Cangkang yang diberikan sekitar 0.5 kg/polybag.

2.) Penyiraman Penyiraman di pre nursery dilakukan setiap dua kali sehari,
yaitu pagi hari 07.00-10.00 dan sore hari 16.00-18.00 WIB terkecuali jika curah hujan
tinggi melebihi 10mm/hari. Penyiraman dilakukan pada keadaan curah hujan minimal
10 mm/hari. Jumlah air yang diberikan disesuaikan dengan kondisi curah hujan di areal
pembibitan, maka dari itu di areal pembibitan dilengkapi dengan 1 unit alat pengukur
curah hujan. Untuk main nursery, besarnya kebutuhan air per bibit atau polybag untuk
penyiraman adalah 10 mm/hari. Jika curah hujan melebihi 10 mm/hari maka
penyiraman dihari tersebut ditiadakan dan apabila curah hujan kurang dari 10 mm/hari,
maka perlu dilakukan penyiraman agar kebutuhan air per bibit atau polybag setara
dengan 10 mm/hari. Penyiraman di main nursery dilakukan secara mekanis dengan
menggunakn springkle. Alat digunakan untuk menyiram tanaman di areal pembibitan
yang luas dengan bantuan mesin diesel sebagai penggerak springkle.

3.) Penyiangan gulma Areal pembibitan harus tetap bersih dan terbebas dari
gulma. Penyiangan gulma pada polybag pada pre nursery dilaksanakan 2 minggu
sekali secara manual dengan mencabut secara langsung dari permukaan polybag,
kegiatan tersebut dilaksanakan seiring dengan penambahan tanah bagi tanaman yang
akarnya muncul ke permukaan tanah dan bibit yang mudah rebah. Pada main nursery
pengendalian gulma dipermukaan polybag juga dilakukan secara manual sama seperti
pada pre nursery sedangkan pada gulma yang tumbuh diluar polybag dapat dilakukan
pengendalian menggunakan herbisida dengan syarat herbisida yang dgunakan bersifat
selektif dan harus lebih rendah dari permukaan polybag. 4.) Pengendalian Hama dan
Penyakit Penyakit yang menyerang tanaman sawit sangat banyak dan harus ada
dilakukan pengendalian agar tetap terjaga bibit sawit. Penyakit yang biasanya
menyerang bibit sawit adalah penyakit karat daun Culvularia dan Anthracnose.
Pengendalian hama dengan bahan kimia santador konsentrasi 0,2 %, dosis 30 cc/15l
air, herbisida dengan pulmaron,roundop,fungisida dengan amistartop 0,1 dan manjate
0,2 5.1.5 Seleksi pembibitan Seleksi pembibitan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
dan memusnahkan semua bibit abnormal dan mempertahankan bibit yang benar sehat,
normal dan bermutu baik. Oleh karenanya seleksi harus dilakukan secara ketat dan
hati-hati untuk memperoleh bibit yang terbaik untuk ditanam di lapangan. Seleksi di
Pre nursery dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap I pada umur 4-6 minggu dan tahap II
sebelum dipindahkan ke polybag (umur 3-3,5 bulan). Besarnya seleksi pada masa pre
nursery yang direkomendasikan adalah kurang lebih 12%. Kriteria bibit yang diseleksi
pada masa Pre nursery adalah bibit mempunyai daun berputar dan batang melintir
(Twisted Leaf), bibit mempunyai daun dan tegak seperti rumput, helaian daun
menggulung (Roiler Leaf), helaian daun bersatu tidak terbuka (Colante), helaian daun
berkerut tampak seperti duri (Crincle Leaf), bagian helaian daun terdapat bagian yang
berwarna kuning (Chimera), bentuk seperti bibit normal dengan jumlah daun yang
sama akan tetapi ukuran bibit lebih kecil (Runt), bibit terkena serangan penyakit
Seleksi di Main nursery memilki 4 tahap yaittu tahap I pada umur 4 bulan, tahap II
pada umur 6 bulan, tahap III pada umur 8 bulan, tahap IV sesaat bibit akan
ditransplanting ke lapangan. Besarnya selesi pada Main nursery adalah maksimum
14% dan yang diseleksi harus dimusnahkan. Bibit yang diseleksi pada masa Main
nursery adalah pertumbuhan terhambat, pelepah tegak (barren/steril), pelepah
memendek (flat top), pelepah dan anak daun lemas (limp/flaccid form), pelepah tidak
pecah (juvenille), jarak anak daun lebar (wide internode), anak daun sempit (marrow
pinnae), pertumbuhan sisipan anak daun halus, anak daun pendek dan lebar.
Pemindahan dari Main nursery ke lapangan dengan memlih bibit yang sesuai kriteria
dan normal. Penanaman dilakukan jika terjadi hujan sebelumnya agar tanah yang
dipakai mengandung air tanpa disiram lagi per pokoknya. Sebelum pengangkutan ke
truk dilakukan pengikatan sawit agar pelepah sawit tidak patah dan mudah dimasukkan
ke dalam truk.Bibit yang harus ditanam di lapangan sekitar 150/ ha.

Persiapan tanah untuk babybag Dalam persiapan tanah real dibersihkan terlebih
dahulu dari sampah dan gulma, diratakan serta dibuat parit drainase dan pastikan areal
bibitan bebas banjir. Baby bag yang digunakan untuk Pre Nursery mempunyain ukuran 15
cm x 20 cm, tebal 0,10 mm, dengan lubang perforasi 18 buah untuk mengarue drainase,
diameter lobang kurang lebih 0,4 cm. Persiapkan tanah pengisi babybag bersumber dari
tanah top soil (10-20 cm) yang gembur, subur, bersih dari potongan kayu, bebas dari
sampah serta bebas dari jamur Genoderma. Ciri ciri tanah yang terserang dari jamur
tersebut bau dan lembab. Tanah yang bakal digunakan diayak dan dicampur dengan
pupuk Rock Phospate (RP) secara merata dengan dosis 375 g/100 kg tanah. Tanah diayak
agar tanah yangdigunakan tidak terikat. Pupuk RP merupakan berasal dari batu bata
dibakar yang digunakan agar tanah tidak lengket (gembur).

Persiapan bedengan Bedengan dibuat dari bambu dengan lebar 1,2 m panjang
dapat disesuaikan tergantung kebutuhan. Jarak antar bedengan adalah 0,6 m yang
digunakan untuk keperluan menanam, memupuk penyiraman, seleksi dan kontrol.

Penanaman kecamba Penanaman kecambah dilakukan setelah media tanam


dipastikan selesai dan siap tanam serta naungan dan instalasi penyiraman telah terpasang.
Kecambah yang ditanam adalah DxP Unggul Socfindo yang mempunyai keunggulan dan
karakteristik yaitu rata-rata produksi 28-32 ton/ha/tahun dengan potensi 40 ton/ha/tahun
pada kondisi dan umur tertentu, dan pertumbuhan homogen. Jenis kecambah yang
digunakan adalah DP MTG (Moderat tahan Genoderma).
Kantong kecambah dikeluarkan dari peti secara hati-hati dan dikelompokkan
berdasarkan nomor kategori. Buat lobang tanam dengan kedalam 2 cm di tengah-tengah
babybag. Sebelum ditanam kecambah direndam terlebih dahulu dengan larutan fungisida
agar tidak terserang jamur. Kecambah ditanam dengan posisi akar/radikula yang berwarna
coklat di bawah dan pumula berwarna putih kekuningan menghadap ke atas. Lubang yang
telah ditanam ditutup dengan tanah setebal 1-1,5 cm yang gembur agar plumula tumbuh
tanpa hambatan. Jika tanah penutup keras dan berbatu maka proses pertumbuhan akan
terhambat dan biasanya tanaman akan tumbuh membengkok.

Pembibitan Utama ( Main Nursery) Pemindahan dari Pre-nursey ke Main-nursey


sebaiknya dipindahkan pada waktu yang tepat pada saat bibit berumur 3 bulan hal tersebut
bertujuan agar bibit tidak mengalami shock pada saat transplanting pembibitan utama
(Main-nursery).

Bibit yan berumur 3 bulan biasanya telah memiliki 3-4 helai daun sehingga pada
proses pemindahan nantinya bibit tersebut telah mampu beradaptasi pada lingkungan
barunya
BAB V

5.1 Penanaman Legum Cover Crop (LCC)

Upaya peningkatan produksi kelapa sawit dilakukan dengan berbagai teknik salah
satunya teknik konservasi tanah dan air dengan metode vegetatif. Metode vegetatif
merupakan suatu cara pengelolaan lahan dengan menggunakan tanaman sebagai sarana
konservasi tanah dan air. Penanaman tanaman penutup tanah (TPT) atau legume cover
crops (LCC) berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma, melindungi tanah terhadap
penyinaran langsung sinar matahari, melindungi tanah dari tetesan langsung air hujan,
mengurangi aliran permukaan dan menjaga kelembaban tanah serta menambah
kesuburan tanah (sebagai pupuk hijau) (Ditjenbun 2007). Selain itu, tujuan penanaman
LCC pada perkebunan kelapa sawit, guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan
kelapa sawit lebih optimal, khususnya dalam menciptakan lingkungan mikro yang lebih
baik. Lingkungan mikro mencakup keadaan tanah dan iklim di sekitar tanaman kelapa
sawit. Pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang baik idealnya akan
menghasilkan tanaman yang memiliki produktivitas yang optimal.

Penelitian terkait penanaman LCC di perkebunan kelapa sawit lebih ditekankan


pada fungsinya sebagai tanaman konservasi tanah dan air. Legume cover crops (LCC)
memiliki beberapa fungsi yaitu mengurangi kepadatan tanah (Cock 1985), sebagai
tempat menyimpan karbon (Reicosky dan Forcella 1998), mempengaruhi hidrologi
tanah dan menjaga dari erosi yang disebabkan oleh air dan angin (Battany and Grismen
2000), dan meningkatkan laju infiltrasi air (Archer et al. 2002).

Calopogonium mucunoides Desv. merupakan LCC yang berakar serabut (radix


adventica) bercabang-cabang (radix lateralis) berbentuk benang (filiformis), dengan
kedalaman akar (radix) 17- 25 cm. Batangnya bulat (teres) berbuku-buku (nodus) yang
besar dan membelit (volubilis) pada bagian batang (caulis) mengeluarkan akar (radix),
ketebalan batang 2-4 cm berwarna hijau muda, permukaan batang berbulu (pinnate).
Daun (trifoliet) bentuk daun (folium) bulat (orbicularis) berwarna hijau tua permukaan
daunnya berbulu. Memiliki lebar daun 5,3 cm, panjang tangkai daun (petiolus) 1,8 cm
dan panjang permukaan daun 4,7-8 cm, ketebalan daun 0,2 cm-2 cm.

Calopogonium mucunoides Desv. memiliki bintil akar yang memungkinkan


jenis ini bersimbiosis dengan rhizobium membentuk cabang-cabang akar menyerupai
benang-benang. Hal ini memudahkan tanaman menyerap air pada tanah. Rambut akar
akan memberikan respon dengan membelokan akar hingga mencapai kedalaman akar
yang berkisar 1-2 m, karena sebagian besar bintil akar ini menambat N dari bebas
udara. Batang bersifat merambat di permukaan tanah, sehingga mudah mengeluarkan
akar pada setiap ruas batangnya jenis Calopogonium mucunoides Desv. memiliki
batang yang sangat tebal dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya, kondisi
ini memungkinkan Calopogonium mucunoides Desv. lebih tahan terhadap penyinaran
penuh. Jenis Calopogonium mucunoides Desv. diklasifikasikan dalam sistem takson
sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Calopogonium

Karakteristik Fisiologi (Biomassa) Tanaman Calopogonium mucunoides Desv.


Distribusi biomassa pada tiap bagian tumbuhan menggambarkan besaran distribusi
diserap oleh tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi
karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun
dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Biomassa LCC Calopogonium mucunoides Desv.
rata-rata produksi biomassa tertinggi LCC Calopogonium mucunoides Desv.
terdapat pada batang (52,08 g) dan terendah pada akar (31, 4 g). Tingginya biomassa
batang pada Calopogonium mucunoides Desv. disebabkan batang merupakan bagian
berkayu dan tempat penyimpanan cadangan makanan dari hasil fotosintesis. Menurut
Hilmi (2003) walaupun aktifitas fotosintesis terjadi di daun, namun ternyata distribusi
hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk pertumbuhan batang karena bagian batang
menyimpan karbon lebih banyak. tingginya kadar karbon pada bagian batang
disebabkan oleh unsur karbon yang merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel
batang. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih baik dibandingkan
dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian
rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen penyusun kayu dibanding air
sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang berfungsi untuk
pertukaran gas sehingga kurang padat dan tidak banyak menyimpan karbon. Kayu
secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar
disusun dari unsur karbon. Menurut Gardner dkk., (1991) rendahnya biomassa daun
juga dipengaruhi segi morfologi daun dan jumlah daun.

Produksi biomassa yang tinggi akan berkorelasi terhadap pengembalian unsur


hara ke dalam tanah dalam perbaikan kesuburan tanah. Berdasarkan pengaruhnya
terhadap kesuburan tanah Calopogonium mucunoides Desv. ternyata memenuhi syarat
sebagai LCC. Calopogonium mucunoides Desv. penghasil bahan organik yang tinggi
dan akan sangat bermanfaat jika ditanam di daerah dengan kandungan bahan organik
rendah dan seringkali mengalami kekeringan seperti di daerah perkebunan kelapa sawit

Penanaman Leguminosae sebagai penutup tanah dilakukan setelah


pemancangan titik tanam selesai dilakukan. Penanaman kacangan ini bertujuan untuk
menutup rumpukan sehingga meminimalkan potensi perkembangbiakan hama Oryctes
rhinoceros dan menjaga kelembaban tanah (Wibowo & Junaedi, 2017). Pada areal
datar hingga bergelombang, LCC harus segera siap ditanam setelah penyiapan lahan
dan pancang selesai dilakukan, agar pertumbuhan gulma yang tidak diinginkan
menjadi tertekan. Selain itu, agar lahan yang sudah siap ditanami terjaga
kelembabannya, sehingga kondisi fisik dan kimia tanah terjaga (Malangyoedo, 2014;
Sulistyo, 2010; Risza, 2010).

Pada lahan replanting, penanaman LCC (Legume cover crop) dilakukan


sebelum penanaman kelapa sawit. Fungsi tanaman penutup tanah adalah menekan
pertumbuhan gulma, meningkatkan bahan organik dalam tanah, memperbaiki sifat
fisik tanah dan menjaga kelembaban tanah. Selain itu LCC juga mencegah dan
mengurangi erosi permukaan tanah, memfiksasi unsur hara nitrogen dari udara dan
menekan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu. Jenis Leguminosae yang sering
digunakan adalah Calopogonium caeruleum (CC), Calopogonium mucunoides (CM),
Pueraria javanica (PJ), Mucuna cochinchinensis (MC), Mucuna bracteata (MB), dan
Centrosema pubescens (CP). Beberapa karakteristik umum tanaman ini adalah
perbanyakannya yang mudah, toleransi terhadap kekeringan, pertumbuhan yang cepat,
produksi biomassa yang tinggi (Mathews, 1998; Mar’ruf et al., 2017). LCC campuran
antara Colopogonium mucunoides, Pueraria phaseoloides dan Centrosema pubescens
dikenal sebagai penutup tanah yang tidak tahan naungan (Subronto & Harahap, 2002).

Pueraria javanica termasuk jenis LCC menjalar/merambat dengan batang keras


dan berbulu. Daun berbulu, berbentuk oval atau seperti jantung hati dengan ukuran 3-5
cm. Pertumbuhannya cepat, sehingga pada 5-6 bulan setelah tanam penutupannya
dapat mencapai 90- 100%. Selain itu, tahan bersaing dengan gulma dan dapat
menghasilkan banyak serasah, tahan terhadap naungan dan kekeringan. Pada saat tajuk
kelapa sawit sudah mulai menutup, pertumbuhan Leguminosae ini akan berkurang dan
akan didominasi oleh jenis LCC lainnya. LCC ini biasanya ditanam bercampur dengan
Calopogonium mucunoides (CM), Calopogonium caeruleum (CC), dan Centrosema
pubescens (CP). Biji ditanam secara berbaris searah dengan barisan tanaman kelapa
sawit. Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan dengan cangkul sedalam 2-3 cm
sepanjang jalur penanaman, kemudian benih LCC ditaburkan dan ditimbun tanah.
Selain itu, dapat juga dibuat lubang tanam dengan tugal sedalam 2-3 cm pada setiap
jarak sekitar 20 cm di sepanjang jalur penanaman (Prawirokarto et al., 2005).
Calopogonium mucunoides tumbuh baik pada ketinggian 0-300 m dpl,
terutama di daerah dengan kelembaban tinggi. Batang dan daun agak kecil
dibandingkan dengan jenis LCC lain dan tidak berbulu. Bunga berwarna ungu
keputihan dan berukuran relatif besar. LCC ini tidak tahan hidup lama dan tidak tahan
bersaing dengan gulma, karena batangnya yang kecil dan lemah. Daur hidupnya
bergantung pada kerapatan kanopi naungan. Biasanya ditanam dalam bentuk biji
dengan campuran 3 kg Calopogonium mucunoides dan 6 kg Pueraria javanica per ha.
Penanaman LCC bisa dilakukan dengan dua cara yaitu cara campuran dan cara murni.
Penanaman dengan cara campuran merupakan kombinasi penanaman benih Pueraria
javanica (PJ), Calopogonium mucunoides (CM), dan Calopogonium caeruleum (CC)
dalam larikan dengan Mucuna cochinchinensis (MC). Sedangkan penanaman dengan
cara murni adalah menanam kacangkacangan Mucuna bracteata (MB) pada selurh
areal tanpa campuran Pueraria javanica (PJ), Calopogonium mucunoides (CM),
Calopogonium caeruleum (CC), dan Mucuna cochinchinensis (MC). Pada saat
penanaman LCC, juga dilakukan pemberian pupuk RP (rock phosphate) sebanyak 30
kg sebagai starter. LCC perlu dipupuk agar tumbuh subur dan cepat menutup tanah.
Anjuran pemupukan LCC yang biasa digunakan diperkebunan, baik pada cara
campuran maupun cara murni (Mathews, 1998). Penelitian bertujuan untuk
mengetahui efektifitas metode penanaman LCC pada lahan replanting dengan sistem
larikan, tugal dan sebaran.

Sifat Fisik Tanah

Pengukuran sifat fisik dan kimia tanah dibedakan atas 2 (dua) stasiun yaitu
lahan perkebunan kelapa sawit dengan dan tanpa ditanami LCC Calopogonium
mucunoides Desv. pada lahan perkebunan kelapa sawit Hasil pengukuran sifat fisik
pada lokasi . terlihat bahwa persentase tekstur pasir pada lahan kelapa sawit tanpa
ditanami tanaman penutup tanah (cover crops) Calopogonium mucunoides Desv. lebih
tinggi (2,68%) dibandingkan lahan kelapa sawit dengan lahan yang ditanami tanaman
penutup tanah (cover crops) Calopogonium mucunoides Desv. (2,32%). Persentase
debu tertinggi pada tanpa cover crops sebesar 1,65% dan dengan cover crops yaitu
sebesar 0,94% dan persentase liat pada dengan cover crops (96,74%) lebih tinggi
dibandingkan pada lahan tanpa cover crops (95,67%).

Tanah-tanah yang bertekstur pasir, butir-butirnya berukuran lebih besar, maka


setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Fungsi utama fraksi pasir
adalah sebagai penyokong tanah yang di sekelilingnya terdapat partikel-partikel debu
dan liat yang lebih aktif. Pada tanah-tanah bertekstur liat lebih halus dan memiliki luas
permukaan yang lebih besar. Butir-butir liat memperlihatkan luas

permukaan yang besar. Di dalam tanah, molekul-molekul air mengelilingi


partikel-partikel liat membentuk selaput tipis (film) sehingga jumlah liat akan
menentukan kapasitas memegang air dalam tanah (Sarief, 1988).

Selain itu, pola penyebaran fraksi pasir, debu dan liat bervariasi berdasarkan
kedalaman. secara relatif kandungan liat dan pasir pada ``` 2 stasiun lebih banyak dari
pada fraksi debu sehingga tanah didominasi oleh fraksi liat. Tanah yang mempunyai
pori-pori makro disebut lebih poreus. Tanah yang didominasi debu mempunyai banyak
pori-pori meso (agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak
mempunyai pori-pori mikro (tidak poreus). Makin poreus tanah makin mudah air dan
udara untuk bersirkulasi, dan makin mudah akar untuk berpenetrasi, namun makin
mudah juga air untuk hilang dan sebaliknya (Hanafiah, 2012).

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah pH, N-total, P-tersedia, K-Tersedia dan
kandungan Corganik d untuk pH tanah tertinggi terdapat pada lahan kelapa sawit yang
ditanami LCC dengan rata-rata 6,0. Lahan yang tidak ditanami LCC nilai pH rata-rata
yang diperoleh yaitu 5,3. pH yang tinggi pada stasiun II disebabkan LCC mempunyai
korelasi positif. Serasah-serasah yang telah terdegradasi dapat menyebabkan
peningkatan pH tanah menjadi netral

Salah satu peran LCC adalah sebagai penyumbang bahan organik tanah
sehingga kesuburan tanah meningkat. Pengukuran kadar N-total pada lahan kelapa
sawit dengan LCC tanah kandungan Ntotal lebih tinggi (0,79%) dibandingkan lahan
kelapa sawit tanpa LCC (0,68%). Hal ini disebabkan karena LCC merupakan sumber
N tanah setelah mengalami pelapukan. Disamping itu rendahnya nilai N pada lahan
kelapa sawit tanpa LCC dimungkinkan akibat pengaruh dari penguapan, drainase, dan
erosi, karena akibat dari LCC sudah tidak ada lagi. Sementara itu, lahan yang ditanami
LCC pengembalian bahan organik secara terus-menerus ke tanah selalu terjadi.
Perbedaan jumlah N total juga dikarenakan jumlah N yang dapat difiksasi tanaman
legum sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar, dan jenis
bakteri, serta tempat tumbuh bakteri tersebut, terutama pH tanah yang sangat
menentukan (Islami dan Utomo, 1995).

Pengukuran kadar P-tersedia menunjukkan bahwa kadar P-tersedia tertinggi


ada pada stasiun II (12,50 ppm) yaitu tanah yang ditanami LCC dan yang terendah ada
pada stasiun I (11,21 ppm). Hal ini dikarenakan pada stasiun II terdapat LCC jenis
legum yang daunnya lebih mudah untuk gugur sehingga apabila jatuh ke tanah maka
akan didekomposisikan oleh mikroorganisme tanah sehingga kadar P-tersedia dalam
tanah lebih banyak.

Jenis leguminoseae juga mempengaruhi P-tersedia. Mateus (2014) melaporkan


bahwa kadar P-tersedia tanah tertinggi ditunjukkan oleh leguminoseae Centrocema
usaramoensis dan Phaseolus lunatus dengan peningkatan sebesar 61.83 % .
Peningkatan P-tersedia ini lebih tinggi jika dibandingan dengan Calopogonium
pubescens dan Mucuna pruriens. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa pemilihan jenis
leguminoseae mempengaruhi kadar P-tersedia didalam tanah.

Hasil penelitian Wahyuningtyas (2015) Calopogonium mucunoides


menghasilkan kompos dengan kandungan hara yang baik serta memenuhi syarat
kualitas kompos menurut SNI 19-7030- 2004. Kompos dari jenis legume C.
muconoides memiliki kandungan unsur N, P, Ca dan Mg terbaik dibandingkan lainnya.
Jenis ini juga memiliki potensi biomassa cukup besar yaitu sekitar 35 ton/ha tanaman
segar di lapangan. Kompos sendiri memiliki peran cukup penting sebagai bahan
pembenah tanah, meningkatkan hara dan bahan organik tanah, serta memberikan
lingkungan yang menguntungkan bagi mikroorganisme

Hasil pengukuran kadar K-tersedia tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu tanah
yang ditanami tanaman penutup tanah dan yang terendah ada pada stasiun I. Namun
untuk kadar Ktersedia pada kedua stasiun termasuk dalam taraf yang sangat rendah.
Hal ini dipengaruhi oleh jenis leguminoseae yang digunakan. Mateus (2014)
melaporkan bahwa kadar K-Tersedia yang tinggi adalah Phaseolus lunatus 0,33 me
100g-1 , berbeda dengan Centrocema usaramoensis 0,31 me 100g-1, Mucuna pruriens
0,26 me 100g-1, Centrocema pubescens 0,26 me 100g-1, dan tanpa LPT sebesar 0,17
me 100g-1 tanah. Dari sini dapat dilihat bahwa pemilihan jenis leguminoseae yang
tepat menentukan kadar KTersedia yang ada dalam tanah. Ketersediaan K di dalam
tanah juga dipengaruhi oleh pH, karena pH maksimum bagi unsur hara K adalah 6,0.

Pengukuran kadar C-organik menunjukkan bahwa kadar C-organik tertinggi


ada pada stasiun II, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun I. Kadar C-Organik
pada kedua stasiun termasuk

dalam taraf yang sangat rendah. Hal ini berkaitan dengan tanaman kelapa sawit
yang masih yang berumur 3 tahun pada lokasi penelitian. Penanaman kelapa sawit
yang ditanami LCC hingga umur 3 tahun penambahan bahan organiknya masih rendah.
Setelah tanaman kelapa sawit berumur 6 tahun jumlah bahan organik meningkat cukup
tinggi dari tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun yang juga ditanami LCC,
dimana kandungan C–organiknya sebesar 2,26 % untuk lahan kelapa sawit umur 6
tahun dengan menggunakan LCC dan 2,17 % untuk lahan kelapa sawit umur 6 tahun
tanpa LCC. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa umur dari tanaman kelapa sawit juga
mempengaruhi kandungan bahan organik yang ada dalam tanah (Yasin S., dkk., 2006).

bahwa karakteristik jenis Calopogonium mucunoides Desv. merupakan LCC


yang berakar serabut, dengan kedalaman akar (radix) 17-25 cm. Batangnya bulat
dengan ketebalan batang 2-4 cm berwarna hijau muda. Daun bentuk bulat (orbicularis)
berwarna hijau tua permukaan daunnya berbulu. Memiliki lebar daun 5,3 cm, panjang
tangkai daun (petiolus) 1,8 cm dan panjang permukaan daun 4,7-8 cm, ketebalan daun
0,2 cm-2 cm. Pengukuran produksi biomassa tertinggi pada LCC Calopogonium
mucunoides Desv. terdapat pada batang (52,08 g) dan terendah pada akar (31, 4 g).
Karakteristik tanah yang ditanami LCC Calopogonium mucunoides Desv. memiliki
tekstur liat lebih tinggi (96,74%), pH rata-rata 6,0, kadar N-total, P, K serta Corganik
yang tinggi. Karakteristik tanah yang tidak ditanami LCC Calopogonium mucunoides
Desv. memiliki tekstur pasir dan debu tinggi (2,68% dan 1,65%), pH rata-rata 5,3,
kadar N-total, P dan K dan COrganik sangat rendah. Produksi biomassa yang tinggi
akan berkorelasi terhadap pengembalian unsur hara ke dalam tanah dalam perbaikan
kesuburan tanah. Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan tanah Calopogonium
mucunoides Desv. ternyata memenuhi syarat sebagai LCC

BAB VI

6.1 Penanaman

Keberhasilan produksi CPO sangat ditentukan oleh penggunaan bibit unggul


bersertifikat, serta Kualitas (jenis bibit dan tingkat pertumbuhannya) dan kuantitas bibit
kelapa sawit. Kualitas bibit juga menentukan apakah tanaman kelapa sawit dapat dipanen
mulai pada umur 30 bulan di lapangan. Kualitas bibit dipengaruhi, antara lain oleh:

Varietas dan Sumber bibit atau potensi genetik.

 Proses pembibitan (Kultur teknis) dalam penanaman dan pemeliharaan bibit.

 Seleksi bibit

 Umur bibit pada waktu ditanam di lapangan


Pemilihan varietas dan sumber bibit merupakan faktor terpenting, karena setelah
ditanam di lapangan selama 25-30 tahun potensi produksi tidak mungkin dapat diperbaiki,
sedangkan faktor-faktor lain masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun keberhasilan dalam
mendapatkan bibit terbaik adalah persiapan pembibitan yang matang, disertai dengan
pelaksanaan kultur teknis yang baik.

Kegiatan membenamkan biji atau benih tanaman untuk mendapatkan produksi dan
hasil lainnya khususnya kelapa sawit, ada beberapa tahap persiapan penanaman yang
sangat penting dan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produksi buah kelapa
sawit itu sendiri. Pengajiran merupakan tahap yang sangat penting untuk menentukan
jarak tanam antar pohon. Pengajiran dilakukan dengan sistem jarak tanam segitiga sama
sisi berukuran 9 x 9 x 9 meter dengan populasi 143 pohon setiap hektarnya. Selain itu,
pekebun juga bisa menerapkan jarak 9,5 x 9,5 x 9,5 meter dengan populasi per hektar
sekitar 128 pohon.

Pada areal rata sampai bergelombang, pola tanam kelapa sawit berbentuk segitiga
sama sisi. Sedangkan pada areal berbukit, perlu dibuat teras kontur terlebih dahulu. Jarak
dan pola tanam harus dibuat seoptimal mungkin, sehingga setiap individu tanaman
mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata
untuk mendapatkan produksi per ha dan“economic life” yang maksimal.

Salah satu rangkaian aktifitas utama yang menentukan tingkat keberhasilan


perkebunan kelapa sawit yaitu kegiatan menanam kacang-kacangan sebagai penutup
tanah untuk mempersiapkan kondisi yang kondusif/positif bagi penanaman kelapa sawit.
Kacangan dibutuhkan sebagai penutup tanah untuk menutupi permukaan tanah sehingga
pertumbuhan gulma dapat ditekan, mengurangi kompetisi unsur hara, juga berfungsi
sebagai penghasil bahan organik, dan dapat mengikat unsur Nitrogen dari udara.
Penanaman Kacangan dalam perkebunan kelapa sawit tidak diwajibkan tetapi
direkomendasikan. Perkebunan dengan tanah yang kurang subur wajib ditanami kacangan
untuk menambah unsur N dalam tanah

Cara tanam kelapa sawit yang benar akan mempengaruhi kualitas tanaman sawit
dan mempengaruhi buah yang akan dihasilkan. Mungkin beberapa petani sawit masih ada
yang menanam kelapa sawit secara sembarangan dan tidak begitu memperhatikan teknik
menanam yang baik dan benar. Sehingga terkadang hal itulah yang menjadi penyebab
kenapa pohon kelapa sawit yang sedang ditanam tidak berproduksi secara maksimal
sesuai dengan harapan.

Langkah-langkah Cara Tanam Sawit

1.      Iklim

 Pohon sawit memerlukan penyinaran dari sinar matahari langsung selama 5 – 7 jam
per hari

 Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan pohon sawit yaitu 1.500 – 4.000 mm per
tahun

 Suhu lingkungan yang ideal pada perkebunan sawit yaitu 24 – 28 derajat Celcius

 Tanaman sawit akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian sekitar 1.500
mdpl

 Tanaman sawit membutuhkan kecepatan angin sekitar 5 – 6 km per jam untuk


membantu proses penyerbukannya

2.      Media Tanam

 Jenis tanah yang cocok untuk menanam sawit yaitu tanah yang mengandung lempung,
tidak berbatu dengan pH 4 – 6

 Tanah untuk menanam sawit harus memiliki aerasi yang baik dan subur

 Perkebunan sawit sebaiknya mempunyai sistem drainase yang baik, dengan permukaan
air yang cukup dalam, solum juga harus dalam keadaan cukup dam sekitar 80 cm,

3. Pembibitan Kelapa Sawit


Oleh karena itu, pada tulisan kali ini akan dijelaskan bagaimana cara tanam kelapa
sawit yang benar agar pohon kelapa sawit yang sedang dibudidaya dapat tumbuh dengan
subur dan baik serta menghasilkan buah sawit yang melimpah dan sesuai harapan.

Jenis-jenis pekerjaan utama dalam proses penanaman adalah: (a). Pembuatan


larikan tanaman atau penempatan pancang, atau ajir tanam, (b). Penanaman tanaman
penutup tanah dan (c). Penanaman kelapa sawit.

Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan bibit di pembibitan


utama, pengangkutan bibit ke lapangan, menaruh bibit di setiap lubang, persiapan lubang
tanam, menanam bibit pada lubang dan pemeriksaan areal yang sudah ditanami. Kegiatan
penanaman bibit tanaman kelapa sawit yang harus diperhatikan adalah pembuatan lubang
tanam, umur dan tinggi bibit yang akan ditanam di lapangan serta susunan jarak tanam.

Menurut Fauzi dkk, (2012) penanaman pada awal musim hujan adalah yang paling
tepat karena persediaa air sangat berperan dalam menjaga pertumbuhan bibit tanaman
kelapa sawit yang baru dipindahkan. Tanpa penanaman yang benar dan pemeliharaan
yang berkelanjutan, bibit yang berkualitas tinggi pun tidak akan memberikan hasil secara
optimal, karena itu penanaman dengan baik dan benar merupakan salah satu persyaratan
penting untuk mendapatkan produksi kelapa sawit per hektarnya (Lubis dan Widanarko,
2011).

Jarak tanam adalah pola pengaturan jarak antar tanaman dalam bercocok tanam
yang meliputi jarak antar baris dan deret. Jarak tanam akan berpengaruh terhadap
produksi pertanian karena berkaitan dengan ketersediaan unsur hara, cahaya matahari
serta ruang bagi tanaman. Jarak tanam kelapa sawit tergantung pada tipe tanah dan jenis
bibit yang digunakan (Fauzi, dkk, 2002).

Sebanyak 50% petani sampel menggunakan jarak tanam 9 m X 8 m dan 32,5%


menggunakan jarak tanam 8 m X 8 m dan sisanya menggunakan jarak tanam 9 m X 10 m
dan 9 m X 9 m. Alasan petani menggunakan jarak tanam 9 m X 8 m adalah karena jarak
tersebut sangat banyak digunakan oleh masyarakat setempat, sehingga mereka mengikut
saja dengan jarak tanam tersebut.
Jarak tanam kelapa sawit yang dianjurkan adalah 8,88 m x 8,88 m x 8,88 m atau
132 pohon/ha. Penempatan jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan terjadinya
persaingan dalam memperoleh sinar matahari dan jarak tanam yang terlalu jarang
menyebabkan pemborosan lahan. Karena akan mempengaruhi populasi perhektarnya dan
juga berpengaruh keproduksi.

petani lebih banyak menggunakan pola jarak tanam segiempat, yaitu sebanyak
72.5%.Petani sampel lebih memilih pola jarak tanam segiempat karena pola segiempat
dianggap lebih mudah dan lebih cepat sehingga lebih efektif dari segi waktu pembuatan
lubang tanam dan penanaman. Hal ini bertolak belakang dengan Dinas Perkebunan yang
menyatakan bahwa pola jarak tanam segitiga sama sisi lebih banyak memiliki keunggulan
dibandingkan pola segiempat. Salah satunya adalah dari jumlah populasi yang lebih
banyak. Menurut Sastrosayono (2003) menyatakan bahwa pola jarak tanam segitiga sama
sisi mempunyai kelebihan dalam jumlah populasi tanaman kelapa sawit dalam persatuan
luasnya.

Pada umumnya ada dua pola jarak tanam yang digunakan dalam budidaya
tanaman kelapa sawit, yaitu segiempat dan segitiga sama sisi. Masing-masing pola jarak
tanam tersebut mempunyai kelebihan. Pola segiempat mempunyai kelebihan yaitu mudah
dan cepat dilakukan, sedangkan pola segitiga sama sisi mempunyai kelebihan dalam
jumlah populasinya dalam persatuan luas. Berdasarkan hasil penelitian, susunan dengan
bentuk segitiga sama sisi merupakan yang paling ekonomis karena populasi tanaman
mencapai 143 pohon/ha (Fauzi, dkk, 2012).

Pekerjaan penanaman kelapa sawit diawali dengan membuat lubang tanam,


menaburkan pupuk dasar dan menanam bibit ke dalam lubang tanam yang telah
disediakan.Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan secara manual maupun dengan
mekanis dan biasanya dibuat satu minggu sebelum tanam.

Petani sampel lebih cenderung tanpa menggunakan ukuran lubang tanam yaitu
sebesar 85% dan hanya 7.5% yang menggunakan ukuran lubang tanam 30 cm X 30 cm X
30 cm. Sedangkan sisanya menggunakan ukuran lubang tanam 40 cm X 30 cm X 30 cm
dan 50 cm X 50 cm X 40 cm. Alasan petani sampel tanpa menggunakan ukuran lubang
tanam karena hanya akan menghambat kinerja mereka dan membuang-buang waktu
Menurut Lubis dan Widanarko (2011) bahwa dengan ukuran lubang tanam lebih besar
maka tanah sekitar perakaran akan lebih gembur sehingga penyerapan unsur hara dari
pupuk lebih cepat dan mudah.
BAB VII

7.1 Pemelihharaan Tanaman Sebelum Menghasilkan ( TBM) dan Tanaman Telah


Menghasilkan (TM)
a. Pemelihharaan Tanaman Sebelum Menghasilkan ( TBM)

Tujuan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan diantaranya agar


tanaman tumbuh cepat, sehat, dan dapat memasuki periode tanaman
menghasilkan (TM) lebih awal dengan biaya pemeliharaan yang rasional.
Pemeliharaan TBM meliputi pengendalian hama dan penyakit, penyiangan,
memupuk, merawat jalan, jembatan dan lain-lain (Sutarta, 2005).

Pemeliharaan TBM adalah untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang


seragam dan berproduksi tinggi. Manfaat pemeliharaan TBM mengoptimalkan
pertumbuhan vegetatif tanaman sawit sebagai penunjang pertumbuhan generatif
yang berproduksi tinggi.

Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) meliputi:

 Konsolidasi tanaman Konsolidasi adalah pemeriksaan pada setiap blok


yang sudah ditanam untuk melihat kekurangannya, kemudian
memperbaikinya misalnya perbaikan teras yang rusak dan lain-lain.
Kegiatan ini sekaligus menginventarisasi tanaman yang mati, abnormal,
tumbang, terserang berat hama atau penyakit. Kemudian ditentukan
kegiatan untuk menegakkan pohon yang doyong maupun menyisip pohon
yang mati. Semuanya harus dikerjakan secara teratur minimal 2 kali
setahun (Lubis, 2008). Kondisinya harus dicatat dan ditulis. Pekerjaan
pemeriksaan ini disebut sebagai konsolidasi dan diperlukan 0,10 hk/ha.
Dari pemeriksaan ini dapat dibuat peta tanaman yang jelas nomor baris
dan pohonnya. Dilapangan, pada pohon yang berada ditepi jalan harus
ditandai nomor baris dan nomor pohonnya untuk mempermudah
pelaksanaan pemupukan maupun pemeliharaan tanaman (Lubis,2008).

 Pemeliharaan jalan, benteng, teras Pemeliharaan jalan meliputi


pengerasan, penimbunan, pengupasan pada pendakian, perbaikan parit
jalan, pembersihan rumput yang tumbuh dan mempertahankan bentuk
seperti semula. Selama masa TBM ini pemeriharaan jalan terutama
pengerasan perlu dilakukan karena frekuensi pemakaiannya akan
meningkat, baik untuk pengangkutan para pekerja, pupuk, pengawasan
dan lainlain. Jembatan atau titi kecil dan gorong-gorong yang belum ada
harus dibangun dan jalan sementara yang dipakai saat penanaman ditutup.
Jalan batas blok juga harus sudah dibuat (Lubis, 2008). Parit primer,
sekunder, tertier harus dirawat dan dicuci serta dikembalikan pada bentuk
semula minimal 6 bulan sekali. Parit-parit yang berliku-liku diluruskan,
demikian pula yang kurang dalam perlu diperdalam dengan excapator.
Pekerjaan ini dilakukan pada musim kemarau atau sebelum musim hujan
tiba. Hal ini perlu dilakukan agar aliran air lancar, tidak menggenang dan
kayu-kayu tidak menyumbat gorong-gorong (Lubis, 2008). Pada tahun
awal parit-parit kecil biasanya masih banyak tertutup dan tersumbat
alirannya oleh batang-batang kayu dan semak serta cepat mengalami
pendangkalan. Pendangkalan parit yang cepat sering dijumpai akibat
kondisi lapang masih gundul sehingga tingkat erosi masih tinggi.
Pemeliharaan parit ini dilakukan 1 bulan sekali secara teratur (Lubis,
2008). Teras, tapak kuda, rorak, benteng dan lain-lain perlu dirawat
dengan teratur dan setiap 6 bulan diperbaiki agar berfungsi dengan baik.
Tapak kuda atau teras bersambung yan ukurannya belum sesuai segera
diperbesar dan dibentuk karena penting untuk penempatan pupuk (Lubis,
2008).
 Penyisipan tanaman Tanaman yang mati, rusak berat, sakit dan abnormal
perlu disisip sesegera mungkin agar pertumbuhannya tidak ketinggalan
dan sebaiknya menggunkan bibit yang telah disediakan untuk sisipan.
Tanaman yang perlu disisip adalah pada areal TBM I, TBM II, TBM III
penyisipan dilakukan pada areal yang kosong yang cukup luas atau
mengelompok. Namun penyisipan individu tidak dilakukan lagi karena
tanaman asli sudah cukup tinggi, sehingga tanaman sisipan terhambat
pertumbuhannya (Lubis, 2008). Kapasitas penyisipan umumnya rendah
yaitu 10 – 20 pohon/hari, pada daerah pengembangan dimana babi, tikus,
dan gajah banyak menimbulkan kerusakkan, persentase penyisipan
menjadi sangat tinggi bahkan kadangkala harus ditanam ulang. Semakin
lama dilakukan penyisipan akan meningkatkan biaya investasi karena
waktu pemeliharaan akan lebih lama (Lubis, 2008).
 Pemeliharaan piringan pohon Penyiangan dilakukan dengan
menyingkirkan semua jenis tumbuhandari permukaan tanah selebar
piringan pohon yang telah di tentukan sehingga tanah bersih dari rumput
(clean weeding). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara manual
(menggaruk) dan cara kimia (penyemprotan). Penggarukan dilakukan
dengan garus bertangkai panjang kearah dalam dan keluar piringan supaya
tidak terjadi cekungan pada piringan dan dijaga supaya pelepah daun tidak
terpotong pada waktu penggarukkan (Sulistyo dkk, 2010).
 Pemeliharaan penutup tanah Menurut Sulistyo dkk, 2010 pengendalian
gulma pada tanaman penutup tanah kacangan ini bertujuan untuk
mempertahankan kondisi areal agar tetap murni kacangan dengan jalan
menyingkirkan semua jenis gulma yang tumbuh diareal kacangan tersebut.
Teknik pelaksanaan pengendalian gulma pada areal kacangan adalah
 Mencabut atau membersihkan semua gulma yang tumbuh diantara
tanaman penutup tanah kacangan dengan rotasi yang teratur
dengan memakai garuk
 Membersihkan dengan memakai garuk semua gulma yang tumbuh
dipiringan pohon yang harus selalu bersih dengan teratur dan tidak
mengganggu perakaran tanaman pokok.
 Membalik dengan tangan atau memotong seluruh kacangan yang
masuk kepiringanatau yang membelit daun dan pohon kelapa
sawit.
 Mendongkel gulma berkayu yang tumbuh pada areal penutup
kacangan
 Pemupukan Tujuan pemupukan adalah menyediakan kebutuhan hara
bagi tanaman sehingga tanaman akan tumbuh dengan baik dan akan
mampu berpotensi secara maksimal. Dalam pelaksanaan pemupukan
harus memperhatikan curah hujan untuk menghindari kehilangan unsur
hara pupuk, curah hujan yang ideal adalah 60-200 mm perbulan dosis
pupuk pada TBM belum menggunakan hasil analisa daun tetapi
berdasarkan bagan pemupukan yang dikeluarkan PPKS atau prosedur
perusahaan (Sulistyo dkk, 2010).

b. Tanaman Telah Menghasilkan (TM)

Pemeliharaan TM adalah untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit dengan


produktivitas maksimal dengan biaya produksi serendah mungkin dan
mempertahankan produktivitas yang tinggi secara berkelanjutan dan menjaga
lingkungan perkebunan.

Setiap kegiatan pemeliharaan tentu bertujuan untuk menghasilkan produksi


kelapa sawit yang baik. Misalnya kegiatan penyulaman. Penyulaman sangat krusial
dilakukan untuk menjaga jumlah populasi di lapangan. Penyulaman merupakan
menganti tanaman yang mati, rusak atau yang pertumbuhanya kurang baik. Kematian
atau kurang baiknya pertumbuhan tanaman kelapa sawit dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu penanaman yang kurang teliti, kekeringan, terendam air, terserang
hama dan penyakit. Penyulaman sebaiknya di lakukan pada musim hujan.Penyulaman
perlu dilakukan agar pemanfaatan lahan lebih penyulaman sebaiknya dilakukan sedini
mungkin agar tanaman sisipan tidak terhambatkastrasi.
Begitu pula dengan kegiatan kastrasi. Secara fisiologis kastrasi menguntungkan
karena semua hasil fotosintesis akan tersalurkan untuk pertumbuhan batang sehingga
batang pohon kelapa sawit lebih tegap dan sehat.

Untuk penjabaran secara luas keseluruhan tahapan pemeliharaan tanaman belum


menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) akan dibahas pada bab
selanjutnya. Namun untuk kegiatan pemupukan dan pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) tidak disajikan dalam edisi ini. Pembahasan mengenai
pemupukan dan pengendalian OPT di perkebunan kelapa sawit disajikan dalam edisi
tersendiri.

Tanaman menghasilkan merupakan tanaman kelapa sawit dengan kondisi lebih


dari 25 % sudah mulai menghasilkan TBS dengan berat lebih dari 3 kg. Sasaran
pemeliharaan TM diantaranya memacu pertumbuhan daun dan buah yang seimbang,
mempertahankan buah agar mencapai kematangan yang maksimal dan menjaga
kesehatan tanaman kelapa sawit.
BAB VIII

9.1 Pemberantasan Hama dan Penyakit

Penurunan produksi kelapa sawit disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya


adalah faktor musim, pasokan air, nutrisi dan serangan hama tanaman. Selain itu, faktor
utama menurunnya produksi kelapa sawit di Indonesia terjadi karena serangan penyakit.
Serangan penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit diketahui memiliki pengaruh
yang besar terhadap produktifitas dan kualitas kelapa sawit.

Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Hama dan penyakit dapat menimbulkan
penurunan produksi bahkan kematian tanaman apabila tidak dikendalikan. Hama dan
penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman
menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang tanaman kelapa sawit berasal dari
golongan serangga (insekta) dan sebagian dari golongan mamalia, sedangkan penyakit
yang menyerang kelapa sawit disebabkan oleh mikroorganisme jamur, bakteri, dan virus
(Fauzi et al. 2008).

Pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit telah dapat
menggunakan teknologi pengendalian yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut antara
lain adalah pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik,
feromon, dan biofungisida.

1. Pengendalian hayati ulat api dengan mikroorganisme entomopatogenik

Pengendalian ulat api (Setothosea asigna) dengan menggunakan insektisida


kimiawi merupakan cara yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Namun
dalam praktek, penggunaan insektisida tersebut justru menimbulkan kerugian yang besar
berupa pencemaran lingkungan akibat residu insektisida serta munculnya resistensi dan
resurgensi hama. Semakin meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan,
termasuk perlindungan terhadap musuh alami hama di dalam ekosistem kelapa sawit,
telah mendorong para pengusaha perkebunan untuk menerapkan pengendalian hayati.

Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara


kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Pengendalian hayati
ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu
virus β Nudaurelia, multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff.
militaris. Virus β Nudaurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama pada
stadium ulat, sedangkan jamur Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong.

Mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan


insektisida kimia sintetis golongan piretroid, seperti Decis 2,5 DC dan Matador 25 EC
dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit. Biaya pengendalian hayati juga
lebih murah, yaitu hanya 7% dari biaya pengendalian secara kimiawi. Berdasarkan
berbagai pertimbangan tersebut, penggunaan insektisida alami menjadi pilihan bagi para
pengusaha kelapa sawit. Insektisida hayati mikroorganisme entomopatogenik kini telah
banyak digunakan dalam mengendalikan ulat api, baik di perkebunan negara, swasta
maupun rakyat.

2. Feromon untuk pengendalian kumbang tanduk

Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) umumnya menyerang tanaman kelapa


sawit muda. Serangan hama ini dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS)
pada tahun pertama hingga 69% dan menimbulkan kematian pada tanaman muda hingga
25%.

Pengendalian kumbang tanduk secara konvensional dilakukan dengan cara


pengutipan dan menggunakan insektisida kimiawi. Namun, cara tersebut dinilai tidak
efektif dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan.

Feromon dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan


kumbang tanduk dengan efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan
dengan pengendalian secara konvensional. Feromon merupakan bahan yang
mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, sekaligus mangsa, tanaman inang,
dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis ini adalah etil4 metil
oktanoat. Feromon tersebut dikemas dalam kantong plastik (sachet).

Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya
penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah
(Rp75.000/sachet), cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga
kerja. Penggunaan feromon di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif
yang sangat baik untuk mengendalikan kumbang tanduk. Feromon produksi Pusat
Penelitian Kelapa Sawit ini telah banyak digunakan oleh perusahaan perkebunan negara,
swasta, dan rakyat.

Penurunan produksi kelapa sawit disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya


adalah faktor musim, pasokan air, nutrisi dan serangan hama tanaman. Selain itu, faktor
utama menurunnya produksi kelapa sawit di Indonesia terjadi karena serangan penyakit.
Serangan penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit diketahui memiliki pengaruh
yang besar terhadap produktifitas dan kualitas kelapa sawit. Kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan
salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non
migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan ekspor minyak kelapa sawit. Namun kendala yang sering terjadi
dilapangan adalah produksi kelapa sawit yang tidak stabil, naik turun.

Pada tanaman kelapa sawit diketahui terdapat beberapa jenis penyakit yang tidak
bisa dianggap remeh. Penyakit kelapa sawit bisa menyerang pada seluruh bagian
tanaman, mulai dari akar, batang, dan pucuk tanaman. Jenis-jenis penyakit yang
menyerang pertanaman kelapa sawit diantaranya yaitu penyakit akar, penyakit busuk
pangkal batang, penyakit busuk kuncup, penyakit garis kuning, anthracnose, dan
penyakit tajuk. Infeksi penyakit-penyakit tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, tanaman tumbuh kerdil, tanaman mati dan rebah serta menurunnya
produksi kelapa sawit secara keseluruhan.
Berikut ini jenis-jenis penyakit yang sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit
serta gejala serangannya ;

Sejalan dengan meningkatnya pengembangan dan perluasan areal penanaman maka


para petani kerap kali menghadapi beragam serangan hama maupun penyakit yang
menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama dan penyakit tersebut tampak melalui
gejala-gejala fisik yang timbul pada tanaman, jika tidak segera dikendalikan maka dapat
mengakibatkan rendahnya perkembangan dan produktivitas kelapa sawit. Pada
pertanaman kelapa sawit terdapat hama yang menyerang tanaman sawit diantaranya yaitu
tungau, ulat setora, nematoda, kumbang Oryctes rhinoceros dan penggerek tandan buah.

Berikut ini jenis-jenis hama yang dijumpai pada tanaman KELAPA SAWIT serta
cara pengendaliannya ;

1. Tungau

Tungau yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah tungau merah


(Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Tungau ini berukuran 0,5 mm, hidup di
sepanjang tulang anak daun sambil mengisap cairan daun sehingga warna daun
berubah menjadi mengkilat berwarna kecoklatan. Hama ini berkembang pesat dan
membahayakan dalam keadaan cuaca kering pada musim kemarau. Gangguan tungau
pada persemaian dapat mengakibatkan rusaknya bibit.

Pengendalian terhadap tungau merah ini dapat dilakukan dengan penyemprotan


dengan akarisida yang berbahan aktif tetradion 75,2 gr/lt (Tedion 75 EC)
disemprotkan dengan konsentrasi 0,1-0,2%.

2. Ulat Api (Setora nitens)


Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah
bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 – 17. Seekor ngengat betina selama
hidupnya mampu menghasilkan telur 300 – 400 butir. Telur menetas setelah 4 – 7
hari. Telur pipih dan berwarna kuning muda. Larva S. nitens berwarna hijau
kekuningan, panjangnya mencapai 40 mm, mempunyai 2 rumpun bulu kasar di
kepala dan dua rumpun di bagian ekor.

Kepompong berada di dalam kokon yang terbuat dari air liur larva, berbentuk
bulat telur dan berwarna coklat gelap, terletak di permukaan tanah sekitar piringan
atau di bawah pangkal batang kelapa sawit. Stadia kepompong berkisar antara 17 –
27 hari. Ngengat jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar. Sayap
depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. Ngengat aktif
pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah
tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi terbalik.

Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan


mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan
epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela
memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan
mati kering seperti bekas terbakar. Mulai instar ke 3 biasanya ulat memakan semua
helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering disebut gejala melidi. Gejala
ini dimulai dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan
kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat
menurunkan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua.Ambang
ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna dan S. nitens pada tanaman kelapa sawit
rata-rata 5 – 10 ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas dan
lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda.

a. Pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan


kemudian dimusnahkan
b. Pengendalian secara hayati, dilakukan dengan :
> penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa
Eocanthecona sp
> Penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo
Polyhedro Virus)
> Penggunaan jamur Bacillus thuringiensis

c. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan:


> Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan
menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5
tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot
> Penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal
yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi

3. Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus

Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Serangan nematoda


Rhadinaphelenchus cocopilus menimbulkan gejala berupa daun-daun muda yang
akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Selanjutnya daun berubah
warna menjadi kuning dan mengering. Tandan bunga membusuk dan tidak membuka,
sehingga tidak menghasilkan buah.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara tanaman yang terserang
diracun dengan natrium arsenit. Untuk memberantas sumber infeksi, setelah tanaman
mati atau kering dibongkar lalu dibakar.

4. Kumbang Oryctes rhinoceros

Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda,
sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya
menyebabkan penyakit busuk dan mengakibatkan kematian.
Pengendalian kumbang ini dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kebun,
terutama di sekitar tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar
larva hama mati. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan jamur
Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.

5. Penggerek Tandan Buah

Hama penggerek tandan buah adalah ngengat Tirathaba mundella. Hama ini
meletakkan telurnya pada tandan buah, dan setelah menetas larvanya (ulat) akan
melubangi buah kelapa sawit. Tirathaba mundella banyak menyerang tanaman kelapa
sawit muda berumur 3-4 tahunan, tetapi pada kondisi tertentu juga ditemui pada
tanaman tua. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada
permukaan buah dan bunga. Bekas gerekan tersebut berupa faeces dan serat tanaman.

Larva Tirathaba mundella dapat memakan bunga jantan maupun bunga betina.
Larva menggerek bunga betina, mulai dari bunga yang seludangnya baru membuka
sampai dengan buah matang. Bunga yang terserang akan gugur dan apabila ulat
menggerek buah kelapa sawit yang baru terbentuk sampai ke bagian inti maka buah
tersebut akan rontok (aborsi) atau berkembang tanpa inti.

Akibatnya fruitset buah sangat rendah akibat hama ini. Buah muda dan buah
matang biasanya digerek pada bagian luarnya sehingga akan meninggalkan cacat
sampai buah dipanen atau juga menggerek sampai inti buahnya. Sisa gerekan dan
kotoran yang terekat oleh benang-benang liur larva akan menempel pada permukaan
tandan buah sehingga kelihatan kusam. Pada serangan baru, bekas gerekan masih
berwarna merah muda dan larva masih aktif di dalamnya. Sedangkan pada serangan
lama, bekas gerek berwarna kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena larva telah
berubah menjadi kepompong. Serangan hama ini dapat menyebabkan buah aborsi.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara:


a. Sanitasi buah busuk dan terserang

b. Buah busuk dikumpulkan pada satu lubang yang diaplikasi insektisida Fipronil dan
ditutup dengan tanah

c. Aplikasi dengan insektisida sistemik yaitu Fipronil dengan konsentrasi 7,5 ml/ 15
liter, dengan volume semprot 370-400 liter / ha supaya buah benar-benar basah
tersemprot insektisida. Karena stadia yang ada bermacam-macam maka perlu aplikasi
susulan yaitu 2 minggu setelah aplikasi pertama. Aplikasi terakhir atau ketiga
dilakukan pada 1 bulan setelah aplikasi. Hal ini dilakukan karena daur hidup hama ini
sekitar 1 bulan. Aplikasi semprot diusahakan jangan bersamaan pada semua kebun
diatur supaya tidak ikut mati dan menurun populasinya.

d. Menurunkan kelembaban dengan pengendalian gulma

e. Monitoring serangan hama selalu dilakukan. Monitoring populasi dilakukan


dengan mengamati jumlah dan intensitas serangan pada tandan buah kelapa sawit,
pohon per pohon, setiap sebulan sekali. Pada tanaman kelapa sawit tua dianjurkan
untuk digunakan teropong. Apabila 30% dari tanaman kelapa sawit dapat dijumpai
paling tidak satu tandan buah terserang hama ini sampai 50% (pada tanaman muda)
atau 60% (pada tanaman tua), maka perlu dilakukan tindakan pengendalian.

. Biofungisida Marfu-P Pengendali Jamur Ganoderma boninense

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit disebabkan
oleh jamur Ganoderma boninense Pat., suatu jamur tanah hutan hujan tropik. Jamur G.
boninense bersifat saprofitik (dapat hidup pada sisa tanaman) dan akan berubah
menjadi patogenik bila bertemu dengan akar tanaman kelapa sawit yang tumbuh di
dekatnya. BPB dapat menyerang tanaman mulai dari bibit hingga tanaman tua, tetapi
gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di kebun.
Busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit dapat dikendalikan dengan
menggunakan biofungisida Marfu-P. Hasil uji aplikasi Marfu-P menunjukkan bahwa 1
bulan setelah perlakuan masih dijumpai adanya Ganoderma dan Trichoderma pada
potongan akar. Ganoderma pada akar kelapa sawit sudah melapuk setelah 3 bulan
perlakuan Trichoderma.

Bahan aktif biofungisida MarfuP adalah sporakonidia dan klamidospora jamur


Trichoderma koningii (isolat MR 14). Harga biofungisida Marfu-P hanya Rp4.000/kg.
Perkembangan BPB perlu dipantau setiap 6 bulan hingga tanaman berumur 5 tahun.
Apabila dijumpai gejala BPB, maka tindakan pengobatan harus segera dilaksanakan.
Jika pengobatan tidak memungkinkan, perlu dilakukan eradikasi.

Selain efektif dan efisien mengendalikan BPB pada kelapa sawit, pengendalian
dengan biofungisida juga bersifat ramah lingkungan. Biofungisida Marfu-P banyak
digunakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik negara dan swasta
(Sudharto, Agus Susanto, Roletha Y. Purba, dan Bambang Dradjat).

Pada tanaman kelapa sawit diketahui terdapat beberapa jenis penyakit yang tidak
bisa dianggap remeh. Penyakit kelapa sawit bisa menyerang pada seluruh bagian
tanaman, mulai dari akar, batang, dan pucuk tanaman. Jenis-jenis penyakit yang
menyerang pertanaman kelapa sawit diantaranya yaitu penyakit akar, penyakit busuk
pangkal batang, penyakit busuk kuncup, penyakit garis kuning, anthracnose, dan
penyakit tajuk. Infeksi penyakit-penyakit tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, tanaman tumbuh kerdil, tanaman mati dan rebah serta menurunnya
produksi kelapa sawit secara keseluruhan.

Berikut ini jenis-jenis penyakit yang sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit
serta gejala serangannya ;

1. Penyakit Akar / Busuk Akar Sawit (Blast disease)


Penyakit akar atau disebut juga Blast disease disebabkan oleh cendawan/jamur
Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp. Cendawan ini menyerang sistem perakaran
tanaman kelapa sawit yang berada didalam tanah dan menyebabkan akar tanaman
membusuk. Akar tanaman yang terinfeksi membusuk dan rusak sehingga fungsinya
sebagai penyerap nutrisi dan air terhenti. Akibatnya tanaman kelapa sawit mengalami
pertumbuhan yang tidak normal dan lama kelamaan mati.

Gejala yang terlihat pada tanaman yang terinfeksi jamur Rhizoctonia lamellifera
dan Phytium sp adalah ; pertumbuhan tanaman yang tidak normal, pertumbuhan kerdil,
tanaman menjadi lemah dan terjadi nekrosis (daun berubah warna dari hijau menjadi
kuning) pada daun tanaman. Perubahan warna daun (nekrosis) dimulai dari ujung daun
dan dalam waktu hanya beberapa hari saja tanaman akan mati. Penyakit ini bisa
menyerang mulai dari pembibitan, tanaman muda hingga tanaman dewasa.

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit akar pada tanaman kelapa
sawit adalah dengan melakukan budidaya yang baik dan benar sesuai dengan prosedur
budidaya yang dianjurkan. Tindakan yang paling efesien untuk mencegah penyakit
akar sebaiknya dilakukan sejak dini, yakni sejak pemilihan bibit dan persemaian.

Berikut ini upaya – upaya pencegahan sejak pembibitan ;

• Menggunakan benih dari varietas bersertifikat yang sudah teruji kualitasnya.

• Menggunakan media semai yang baik dan tidak terinfeksi jamur Rhizoctonia
lamellifera dan Phytium sp.

• Mencegah perkembangbiakan jamur dengan mengkondisikan media semai pada pH


yang ideal.

• Melakukan penyemaian dengan baik agar bibit sehat dan kuat.

• Pemberian naungan pada bibit dimusim kemarau.

• Pemberian air yang cukup dan tidak berlebihan

• Mengaplikasikan fungisida sejak dini untuk pencegahan.


2. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Basal stem rot atau Ganoderma)

Penyakit busuk pangkal batang disebut juga penyakit Basal stem rot atau
Ganoderma, merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur dan menyerang pangkal
batang tanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa
sawit disebabkan oleh jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma lucidum, dan
Ganoderma pseudofferum. Pangkal batang tanaman yang terinfeksi akan membusuk
dan lunak. Penyakit ini sering dijumpai pada tanaman muda dan tanaman dewasa.
Penyakit ini dapat menular ketanaman lainnya jika akarnya bersentuhan dengan
tunggul pohon yang terinfeksi atau bersentuhan dengan sisa-sisa tanaman terinfeksi.

Gejala umum yang terlihat jika tanaman terinfeksi jamur tersebut adalah daun
berubah warna menjadi hijau pucat dan janur (daun muda) yeng terbentuk sedikit.
Pelepah banyak yang patah dan menggantung pada batang, daun-daun tua menjadi
terkulai layu. Gejala pada pangkal batang yaitu pangkal batang menghitam, terdapat
getah atau lendir keluar dari bagian yang terinfeksi. Selanjutnya batang tanaman akan
membusuk dan berwarna coklat muda. Dan pada akhirnya daun dan pelepah berjatuhan
dan batang roboh.

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit


ini adalah sebagai berikut ;

• Membersihakan lahan dari sisa-sisa pelapukan tunggul kayu.

• Menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas.

• Melakukan pengapuran atau penaburan dolomit pada lubang tanam untuk


meningkatkan pH tanah yang rendah.

• Jika lahan adalah bekas tanaman kelapa sawit, tunggul-tunggul sawit harus dibongkar
dan dimusnahkan dengan cara dibakar.
• Jika ada tanaman yang terinfeksi harus segra dibongkar beserta tunggulnya dan
dibakar agar tidak menular ketanaman lainnya.

• Pengapuran pada bekas tunggul tanaman yang terinfeksi.

3. Penyakit Busuk Kuncup (Spear rot)

Penyakit busuk kuncup atau dikenal dengan istilah Spear rot, adalah penyakit
pada tanaman kelapa sawit yang menyerang bagian kuncup atau pucuk tanaman.
Penyakit ini menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, kerdil, pertumbuhan lambat
dan tidak mampu membentuk buah. Penyakit busuk kuncup sering menyerang tanaman
muda sebelum tanaman berproduksi.

Gejala penyakit ini dapat diketahui jika terdapat tanaman yang kuncupnya
membengkok atau melengkung. Jika diperhatikan dengan seksama, jaringan pada
kuncup membusuk dan berwarna kecokelat-cokelatan. Penyebab penyakit ini belum
diketahui dengan pasti. Upaya penanggulangan penyakit ini bisa dilakukan dengan
memotong bagian kuncup yang terinfeksi.

4. Penyakit Garis Kuning (Patch yellow)

Penyakit garis kuning atau disebut juga Patch yellow merupakan penyakit yang
menyerang bagian daun tanaman yang dimulai dari daun muda. Penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit fusarium karena disebabkan oleh jamur Fusarium Oxiysporum.
Tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit ini daun-daunnya akan mengering dan
gugur. Penyakit garis kuning menyerang daun sejak daun bagian ujung daun belum
membuka. Serangan jamur Fusarium Oxysporum dapat menyebabkan tanaman
pertumbuhan yang tidak normal, tanaman tidak mampu membentuk bunga dan buah.

Gejala penyakit garis kuning terlihat pada daun yang terdapat bercak-bercak
lonjong berwarna kuning. Ditengah bercak-bercak kuning tersebut terdapat bercak
berwarna cokelat. Penyakit ini sudah menyerang pada saat bagian ujung daun belum
membuka, dan akan menyebar ke helai daun lain yang telah terbuka pada pelepah yang
sama. Penyakit ini menyerang tanaman yang mempunyai kepekaan tinggi dan
disebabkan oleh faktor turunan.

Usaha pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara usaha inokulasi
penyakit pada bibit dan tanaman muda. Dengan cara ini diketahui dapat mengurangi
penyakit di pesemaian dan tanaman muda di lapangan.

5. Anthracnose

Penyakit antraknosa juga dapat menyerang pada tanaman kelapa sawit. Bagian
tanaman yang diserang adalah daun dan tulang daun. Penyakit antraknosa pada
tanaman kelapa sawit disebabkan oleh beberapa jenis jamur, yaitu jamur Melanconium
sp, Glomerella cingulata, dan Botryodiplodia palmarum. Daun-daun tanaman kelapa
sawit yang terinfeksi akan mengering, dan pada serangan berat, penyakit antraknosa
dapat menyebabkan kematian tanaman.

Gejala penyakit antraknosa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui jika
terdapat bercak-bercak cokelat tua pada ujung daun dan tepi daun. Bercak-bercak
dikelilingi warna kuning yang merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan
yang terserang. Jika menyerang tulang daun, terlihat adanya warna cokelat dan hitam
diantara tulang daun. Pada serangan parah, seluruh daun akan mengering dan
selanjutnya tanaman mati.

Penanggulangan penyakit antraknosa pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan


dengan cara-cara sebagai berikut ;

• Menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas,

• Pemeliharaan bibit yang baik dengan penyiraman dan pemupukan yang teratur,

• Mengatur jarak tanam dengan menanam tidak terlalu rapat,

• Menanam bibit dengan benar, jangan sampai media semai rusak atau pecah saat
melakukan penanaman.
6. Penyakit Tajuk (Crown disease)

Penyakit tajuk atau penyakit Crown disease adalah penyakit pada tanaman
kelapa sawit yang disebabkan oleh gen keturunan tanaman induk. Penyakit ini
merupakan penyakit merupakan penyakit yang berbahaya dan perlu penanganan yang
serius. Jika tidak, sudah dapat dipastikan tanaman kelapa sawit yang berasal dari induk
berpenyakit produktifitasnya sangat rendah karena tanaman tidak dapat membentuk
buah dengan maksimal.

Gejala penyakit keturunan ini tampak pada tanaman kelapa sawit yang berusia 2
hingga 4 tahun setelah tanam. Tanaman yang memiliki gen penyakit tajuk dapat
diketahui jika terdapat pelepah yang bengkok dan tidak memiliki helai daun. Gejala
lainnya yaitu helai daun mulai pertengahan sampai ujung pelepah kecil-kecil, sobek,
atau tidak ada sama sekali.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini


adalah sebagai berikut ;

• Menggunakan bibit yang sehat dan berkualitas dan jelas asal – usulnya,

• Menggunakan bibit bersertifikat yang sudah terbukti kualitasnya,

• Menyingkirkan tanaman-tanaman yang memiliki gen panyakit tajuk.

Demikian tentang “Jenis-jenis Penyakit Tanaman Kelapa Sawit” serta cara


penanganannya. Tindakan yang paling efesien untuk menghindari penurunan produksi
kelapa sawit dan penurunan kualitas buah kelapa sawit adalah pencegahan sejak dini.
Agar tanaman kelapa sawit yang ditanam memiliki produksi yang tinggi dan sesuai
harapan diperlukan ketelitian sebelum memutuskan untuk membeli bibit.
Menggunakan bibit bersertifikat yang sudah teruji kualitasnya merupakan faktor utama
untuk menghasilkan tanaman yang memiliki produksi tinggi dan bebas penyakit.
Namun jangan lupa, perawatan dan pemeliharaan juga harus dilakukan dengan baik
dan benar agar hasil panen kelapa sawit tidak mengecewakan.
a) Bercak Daun
Penyakit ini menyerang daun pupus yang belum membuka atau daun dua muda
yang sudah membuka. Gejala awal adalah timbul bintik bulat kecil berwarna kuning
pada tepi daun dan tembus cahaya yang dapat dilihat dikedua permukaan daun,
bercak membesar, bentuknya bulat, warnanya lambat laun berubah menjadi coklat
muda dan pusat bercak mengendap (melekuk) (Gambar 1). Setelah itu, warna bercak
berubah menjadi coklat tua dan dikelilingi oleh holo jingga kekuningan. Penyakit
bercak daun disebabkan oleh jamur patogenik dari genera Culvularia sp. dapat lebih
dikenal sebagai hawar daun culvularia. Penyebaran dapat melalui tanah, terbawa
hembusan angin, percikan air hujan, dan kemungkinan infeksi dari serangga (Lalang,
2016).
b) Daun Berkerut
Daun berkerut yaitu bibit dengan pertumbuhan daun yang mengkerut karena
pertumbuhan lamina terhambat di bagian tengah yang menyebabkan pertumbuhan
daun terhambat pada gejala ringan bibit akan membentuk daun baru yang normal. Hal
ini disebabkan oleh faktor genetik dan faktor rangsangan dari luar (khususnya
cekaman kekeringan) (Rosa, 2017).
c) Daun menggulung
Bibit kelapa sawit dengan daun yang menggulung disepanjang tulang daun,
tumbuh tidak semestinya ke atas dan ke samping sehingga dapat dibedakan dengan
mudah. Penyebab daun menggulung adalah faktor genetik, serangan hama kutu atau
keracunan herbisida. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemotongan daun
pertama yang menggulung apabila tidak berhasil maka bibit dapat langsung
dimusnahkan.
d) Daun berputar
Daun tumbuh berputar memiliki ciri-ciri daun melengkung diatas permukaan
tanah sebagai akibat dari kesalahan sewaktu menanam kecambah Radikula (akar)
keatas plumula (pucuk) kebawah.
Penyakit yang paling dominan dipembibitan afdeling V Kebun Baru PT
Perkebunan Nusantara I Langsa adalah penyakit bercak daun, penyakit bercak daun
terjadi karena adanya jamur Cuvularia sp yang menginfeksi daun bibit kelapa sawit,
jamur ini dapat menyerang daun karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah satu
contohnya adalah kelembaban yang tinggi dikarenakan keterlambatan transplanting
bibit dari pre nursery (pembibitan awal) ke main nursery (pembibitan utama). Hal ini
sejalan dengan penelitian Solehudin, et. al (2012) yang berkata penyakit bercak daun
merupakan penyakit yang paling dominan dilokasi pengamatan, dan Penyakit bercak
daun ada karena disebabkan oleh faktor cuaca (suhu, kelembaban, dan curah hujan).
Penyakit bercak daun bermula dari bintik kecil berwarna kuning pada daun
yang telah membuka kemudian akan membesar dan menjadi agak lonjong dengan
panjang 6-7 mm, bercak ini akan berubah warna menjadi coklat terang dengan tepian
diikuti warna kuning atau tidak diikuti, ketika sudah banyak bercak yang membesar
ada beberapa bercak yang akan menyatu dan membentuk formasi bercak daun yang
besar dan tidak beraturan. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh faktor genetika
itu ada penyakit (kelainan) daun berkerut, daun mengulung, dan daun berputar.
Penyakit daun berkerut memiliki ciri permukaan daun mengerut tetapi bibit ini akan
mulai tumbuh daun yang baru yang tidak berkerut, unuk penyakit daun menggulung
memmiliki ciri daun akan mulai menggulung disepanjang tulang daun.
Dan untuk penyakit daun berputar memiliki ciri daun akan mulai melengkung
saat daun mulai pertama kali muncul dan menyebabkan daun melengkung diatas
permukaan tanah, daun berputar disebabkan oleh penanaman kecambah yang terbalik
sehingga membuat pucuk berada di bawah dan akar berada diatas selain karena faktor
genetika inilah yang juga membuat daun berputar pada bibit kelapa sawit. Dari 1.082
bibit yang telah diamati terdapat 2% atau 22 bibit yang terserang penyakit.

Cara Pengendalian Penyakit Pada Bibit Kelapa Sawit


Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh jamur Culvularia sp, ada beberapa
cara untuk mengendalikan penyakit tersebut yang berada dipembibitan PT.
Perkebunan Nusantara I Langsa:
Menggunakan fungisida. Pengendalian penyakit bercak daun dilakukan dengan
penyemprotan fungisida Score 250 EC dengan konsentrasi 0,1 - 0,2% (1 - 2 cc/liter
air). Penyemprotan dilakukan pada pagi atau sore hari dengan interval 2 minggu
sekali dan jika intensitas serangan tinggi, maka penyemprotan dapat dilakukan
dengan interval 1 minggu sekali
Pemotongan pada Daun. Pemotongan pada daun bibit kelapa sawit dilakukan
agar bercak daun tidak menyebar.
Tanaman Diisolasi. Penyakit bercak daun yang sudah banyak menyerang bibit
kelapa sawit akan dilakukan diisolasi agar tidak dapat menyebar, sehingga tanaman
yang masih sehat dapat terhindar dari penyakit bercak daun.
BAB IX
9.1 Panen

Panen adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen
sesuai kriteria, mengutip dan mengumpulkan brondolan,menyusun tandan di tempat
pengumpulan hasil, pelepahdi letakan di gawangan mati.

Pemanenan merupakan pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karna menjadi


sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS)
dan inti kelapa sawit (IKS) dengan demikian, tugas utama personil lapangan yaitu
mengambil buah dari pokok pada tingkat kematangan yang sesuai dengan
mengantarkannya ke pabrik sebanyak-banyaknya dengan cara dan waktu yang tepat
(pusingan potong buah dan transport) tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman. Cara
yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ektrasi), sedangkan waktu yang tepat
akan mempengaruhi kualitas produksi (asam lemak bebas atau FFA).

Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja dibidang pemeliharaan
tanaman.Baik dan buruknya pemelihraan tanaman selama ini akan tercermin dari panen
dan produksi.Panen tidak dimasukan dalam pemelihraan dan dalam administrasinya
tersendiri.keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang
digunkan, manusia (pemanenan) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang digunakan
untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi
panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan (Lubis, 1992).

Panen kelapa sawit memerlukan syarat-syarat tertentu akan diperoleh hasilnya


dalam kuantitas dan kuanltas yang tinggi.Mutu minyak yang diproleh sangat ditentukan
oleh mutu tandan dan panen.Selanjutnya kualiatas tandan di pengaruhi oleh iklim,
pemupukan, penyerbukan dan tindakan kultur teknis lainnya.mutu penen tergantung pada
kematangan buah dan cara panen. Panen yang baik adalah bila di peroleh tandan dengan
kandungan minyak yang tinggi dan kandungan asam lemak bebas (ALB) yang rendah
(Pusat penelitian Marihat, 1984)
 Keriteria Matang Panen Adapun kriteria panen yang dipakai adalah 2
brondolan (sudah ada 2 buah lepas dari tandannya atau jatuh
kepiringan) untuk tiap tandan. Untuk tandan lebih dari 10 kg dipakai 1
brondolan harus sudah ada yang jatuh ditanah.Namaun kondisi ini perlu
di sesuaikan dengan kondisi setempat misalnya untuk areal rawan
pencurian kriteria tersebut dapat diperkecil untuk mengurangi resiko
pencurian.Dengan adanya brondolan yang jatuh ketanah maka
pemanenan tidak perlu meliahat keatas (Lubis, 1992).
Tingkat kematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan
warna. Buah kelapa sawit yang masih mantah berwarna hijau, karena
pengaruh pigmen klorofil. Selanjutnya, buah akan berubah menjadi
merah atau orange akibat pengaruh pigmen beta karoten. Kondisi
tersebut menandakan minyak sawit yang terkandung dalam daging buah
telah maksimal dan buah sawit akan lepas dari tangkai tandannya
(Sunarko, 2009).
 Persiapan panen berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja dan alat-alat
panen yang diperlukan. Kegiatan awal lainnya dalam persiapan panen
adalah pembuatan atau peningkatan mutu jalan, karena jalan merupakan
faktor penunjang yang penting dalam pengangkutan hasil dari kebun ke
pabrik. Aksess jalan yang perlu disiapkan untuk proses panen
diantranya jalan penghubung (jalan utama), jalan produksi, jalan
kontrol, dan jalan pikul (pasar).
Jalan utama menghubungkan satu divisi dengan divisi lainnya atau
divisi dengan pabrik. Jalan produksi di buat di tengah perkebunan setiap
divisi. Dari divisi ke pabrik tegak lurus dengan barisan tanaman. Di
jalan produksi di buat TPH. Sementara itu, jalan kontrol
menghubungkan satu blok dengan blok lainnya (ditekankan hanya
untuk mengontrol). Semua akses jalan perlu mendapat perhatian dan
perwatan untuk menjamin kelancaran transpormasi saat panen
(Sunarko, 2009)
 Taksasi Produksi Peramalan atau produksi adalah kegiatan menhitung
jumlah tandan buah segar yang akan diproleh pada waktu panen
berdasarkan jumlah dan keadaan tandan buanga betina yang
kemungkinan menjadi tandan buah. Berat rata-rata tandan buah sesuai
dengan umur tanaman dan jenisnya.
Tujuan peramalan produksi diantaranya untuk memudahkan pengaturan
dan pelaksanaan pekerjaan panen di kebun dan pengolahan dipabrik.
Selain itu, tujuan lainnya untuk memudahkan penyediaan dan
pengaturan trasportasi. Perhitungan dilaksanakan untuk membuat
perkiraan produksi selama enam bulan, tiga bulan, satu bulan hingga
perkiraan produksi esok hari. Penyusunan perkiraan produksi harus
berdasarkan perkembangan bunga betina dan tandan kelapa sawit. Hal
ini dapat diprediksi melalui seludang pecah terbuka sehinga matang
panen dan berdasarkan berat tandan rata-rata pada masing-masing tahun
tanam.
Peramalan produksi yang perlu diperhatikan antara lain penetapan
jumlah pohon untuk pengamatan. Waktu dan cara pengamatan, serta
perhitungan produksi. Semua data yang diperoleh untuk setiap blok
dicatat di lembar pengamatan bunga dan buah data ini direkapitulasikan
kedalam tabel. Estimasi prodoksi dihitung dengan rumusan sebagai
berikut
(A + B + C) : D
A = Jumlah pohon dalam blok tersebut
B = Jumlah bunga betina dan tandan
C = Rata-rata berat tandan
D = Jumlah pohon yang diamati
 Cara Panen Adapun cara-cara panen yang dilakukan karyawan panen
yaitu :
 Pelepah yang menyangga (songgo) buah matang di potong.
 Tandan matang dipotong tangkainya.
 Brondolan yang ada diketiak pelepah diambil/ dikorek.
 Tandan dibawa ke jalan pikul, brondolan dipiringan
dikumpulkan.
 Pelapah disusun digawangan mati dan dipotong menjdi tiga
bagian.
 Setelah selesai pindah kepohon berikutnya.

Masalah yang dihadapi ketika memanen adalah bayaknya brondolan


yang tertinggal atau tidak terkutip. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi permasalahan tersebut diantaranya :

 Meningkatkan upah per berat brondolan, sebagai perangsang


pemanen.
 Premi atau insentif brondolan untuk mengutip dan pengangkut.
 Mengangkut brondolan setelah tendan selesai diangkut (tidak
bersamaan).
 Timbang dan tempatkan brondolan dikaruang, kemudian di
angkut ke pabrik.

Rotasi dan Sistem Panen

Rotasi panen adalah selang waktu (interval) antara satu perlakuan penen
dengan perlakuan penen berikutnya yang dinyatakan dalam hari. Berdasakan
peraturan jam kerja maka jumlah jam kerja panen adalah:

Senin sampai jum’at(4 x 7 jam) + (1 x 5 jam) = 33 jam Persentase areal panen


adalah :

 Senin sampai kamis : 7/33 x 100% = 21%

 Jum’at :5/33 x 100% = 16% Jadi luas areal panen pada hari juma’at harus
lebih sedikit yaitu 16/21 kali luas areal panen Senin – Jum’at.
. Organisasi Panen

Rotasi panen 5/7 artinya dalam 5 kappel pusingan 7 hari.Tenaga panen harus
cukup baik yaitu 0,8 US/Ha.Kerapatan panen dan kebutuhan tenaga penen harus
dihitung dan dibahas oleh mandor penen yaitu oleh mandor I dan assisten afdeling
sehari sebelumnya.Sebelum pukul 06.00 WIB mandor panen mengatur ancak dan
pukul 06.30 WIB pemanenan harus mulai bekerja.Sistem panen harus dengan ancak
giring yaitu dengan menggiring tenaga kerja secara lebih efektif dan efisien.Tiap
pemanen harus membawa pembantu 1 orang BHL. Tandan buah segar yang harus di
antrikan:

• 1/2 bagian yang pertama pada pukul 09.00

• 1/3 bagian yang kedua pada pukul 12.00

• 1/3 bagian yang terakhir pada pukul 15.00

Brondolan yang harus di setrorkan secara terpisah di tempat pengumpulan


brondolan (TPB) yang di tentukan dan diterima oleh krani penerima brondolan.
Mandor panen harus selalu melakukan sortasi panen di TPH dan TPB pada buah dan
berondolan yang sudah ada di TPH dan TPB. Sortasi buah dilakukan 5% dari buah
yang masuk 1 Afdeling 1 truk. Jika terdapat buah mentah, catat no pemanen yang ada
pada tandan dan denda tidak mendapat premi kerajinan (Risza, 1995).
BAB X

10.1 Pemasaran

Bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, place, dan promotion (4P)
seiring perkembangan jaman dan tuntutan pasar yang senantiasa mengalami
perkembangan telah mengalami evolusi dan terus berkembang searah dengan
perkembangan perilaku konsumen dan kecerdasan para ahli pemasaran. Sebagaimana
definisi bauran pemasaran oleh William J. Stanton (1993:7) bahwa pemasaran adalah
suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat
memuaskan keinginan dan jasa baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen
potensial. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemasaran terdapat
empat unsur pokok kegiatan pemasaran yakni produk, harga, promosi dan distribusi
yang dimana satu sama lain saling berkaitan. Sehingga untuk menciptakan pemasaran
yang baik dan berhasil dalam mencapai tujuan perusahaan serta memberikan kepuasan
terhadap konsumen, maka keempat unsur tadi perlu dirancang sebaik mungkin
terutama dengan memperhatikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen sesuai
dengan konsep pemasaran.

Sub sektor perkebunan sebagai salah satu bagian dari pertanian dalam arti luas
merupakan komponen utama yang penting dalam perekonomian Indonesia. Di mana
hampir setiap tahunnya selalu di adakan pembukaan lahan-lahan baru untuk sektor
perkebunan. Peran pemerintah sangat penting untuk memajukan sektor perkebunan di
Indonesia khususnya perkebunan kelapa sawit yang setiap tahun produksinya
mengalami peningkatan. Menurut badan pusat statistik Indonesia, produksi perkebunan
kelapa sawit untuk minyak kelapa sawit pada tahun 1995 sebesar 2.476.400 ton
meningkat menjadi 14.290.054 ton pada tahun 2010. Hal ini memberi gambaran bahwa
untuk sektor perkebunan kelapa sawit sangat meningkat dan dapat memberikan
gambaran berupa peluang usahatani yang sangat baik untuk dikembangkan dan
dibudidayakan

Peningkatan produksi berperan penting bagi pendapatan negara ataupun


pendapatan bagi masyarakat khususnya para petani kelapa sawit. Semakin besar
produksi kelapa sawit maka akan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani
kelapa sawit. Pendapatan petani ini akan meningkat jika ditunjang dengan pemasaran
tandan buah segar kelapa sawit (TBS) yang baik, khususnya dalam hal harga, saluran
pemasaran, dan fungsi pemasarannya.

Pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar.
Dalam pemasaran, barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang
di sertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui
proses pengangkutan, dan guna waktu melalui proses penyimpanan (Sudiyono, 2004).

Pengambilan responden pedagang perantara pemasaran TBS kelapa sawit


dilakukan dengan menggunakan metode snow ball sampling ( metode bola salju).
Dalam teknik pengambilan sampel bola salju, peneliti memilih suatu kelompok atau
satu orang, kemudian orang atau kelompok di gunakan untuk menempatkan orang atau
kelompok lain yang memiliki karakteristik serupa dan sebaliknya, mengidentifikasikan
yang lain. Ibarat bola salju yang menggiling, sehingga jika semakin lama maka jumlah
sampel semakin banyak. (Sumarni dan Wahyuni, 2006).

Sifat produk pertanian yang tidak tahan lama memerlukan penanganan yang
intensif dan pemasaran yang efisien. Pemasaran TBS kelapa sawit juga memerlukan
penanganan yang khusus. TBS yang telah dipanen harus segera di angkut ke pabrik
untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak
segera diolah akan mengalami kerusakan (Fauzi, dkk, 2006).

Bauran pemasaran pada komoditas kelapa sawit :

a. Product (produk)
Kelapa sawit adalah penghasil minyak nabati yang memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain.
keunggulan tersebut di antaranya memiliki kadar kolesterol rendah bahkan tanpa
kolesterol, dapat menghasilkan berbagai produk turunan baik di bidang pangan
maupun non pangan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, dan
merupakan salah satu sumber bahan bakar alternatif.

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa
minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan
minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna/jernih. CPO
atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri sabun (bahan penghasil
busa), industri baja (bahan pelumas),industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan
bakar alternatif.

b. Price (harga)

Penentuan harga dari suatu produk akan sangat mempengaruhi dari


keberhasilan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang akan
didapatkan oleh suatu perusahaan. Penetapan harga dari suatu produk, akan
sangat dipengaruhi dari seberapa besar pengorbanan yang telah dilakukan dalam
memproduksi produk itu sendiri.

Penetapan harga kelapa sawit berdasarkan pada besarnya biaya produksi


yang dikeluarkan dengan mark up keuntungan yang diinginkan produsen.
Dimana harga dari petani kepada pedagang di desa / KUD adalah Rp 1150/kg.
Kemudian pedagang pengumpul ini menjual kembali kepada Sub-District Seller
sebesar Rp 1.300/kg. Akhir dari rantai tataniaga ini adalah penjualan Kelapa
Sawit dalam bentuk CPO seharga Rp 6.650 kepada pedagang di dalam maupun
di luar negeri.

c. Place (sistem distribusi)

Distribusi merupakan bagian yang vital dari bagian strategi pemasaran itu
sendiri. Pemilihan strategi dengan tepat akan dapat membantu produk sampai ke
konsumen dengan harga yang sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh
perusahaan.

Hasil budidaya kelapa sawit di Riau pada umunya didistribusikan ke


industri pengolahan kelapa sawit yang terdapat di Riau dan sekitarnya. Saluran
distribusi yang umum terdapat di Riau adalah dari petani ke tengkulak dan
didistribusikan ke industri pengolahan oleh pedagang pengumpul.

d. Promotion (kegiatan promosi)

Kegiatan promosi merupakan komponen prioritas dari kegiatan


pemasaran dengan menganalisis keunggulan produk, modal lain yang dimiliki
oleh perusahaan, dan segmen pasar yang dibidik. Kegiatan promosi sangat erat
kaitannya dengan penyebaran informasi untuk disampaikan ke konsumen
mengenai keunggulan produk, harga, cara memperoleh serta informasi lain yang
dibutuhkan konsumen.

Pada perkebunan kelapa sawit biasanya petani kurang memperhatikan


aspek promosi karena para tengkulak atau pedagang akan datang dengan
sendirinya ke kebun sawit untuk melihat kualitas dan melakukan kerja sama.
Promosi yang dilakukan petani di Riau biasanya dalam bentuk penjualan yang
dilakukan secara pribadi atau lebih dikenal dengan istilah Personal Selling.
Kegiatan promosi ini merupakan ujung tombak dari kegiatan promosi, karena
kegiatan personal selling adalah kegiatan promosi yang mengharuskan
berhadapan dengan konsumen secara langsung. Melalui kegiatan promosi
personal selling secara profesional akan sangat membantu untuk tercapainya
penjualan yang diharapkan oleh petani.

Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia
dengan menguasai lebih dari 80 % pangsa pasar. Negara-negara produsen
lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, dan bahkan Pantai
Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap. Malaysia menempati
peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003 mencapai 13,35 juta ton.
Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan Oil World, volume
produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai 12 juta ton. Namun,
agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume produksi
CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak kalangan
optimistis volume produksi CPO Indonesia bakal segera mengalahkan
Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian terbatas,
sementara di Indonesia masih begitu luas.

Produksi minyak sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri


pangan terutama industri minyak goreng dan industri non pangan seperti
industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling besar adalah
industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya
jumlah penduduk yang berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan
terutama minyak goreng. Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng
Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton dengan kontribusi minyak goreng sawit
2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk memproduksi minyak goreng sawit
sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak sawit.

Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia ada


tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan
swasta. Dari ketiga jenis perkebunan tersebut memiliki pola pemasaran produk
kelapa sawit yang berbeda.

1. Pola pemasaran perkebunan rakyat

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan
yang terbatas yaitu berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut, tentunya
menghasilkan produksi TBS yang terbatas, untuk mengatasi hal ini maka petani
harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan lokasi
kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke
prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada perkebunan rakyat.

2. Pola Pemasaran Perkebunan Besar Negara dan Swasta


Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN)
dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB),
sedangkan untuk perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa
sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan
besar baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk
olahan yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO).
Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang/industri dalam
negeri.

Saluran Satu Tingkat

Saluran satu tingkat ini terdiri atas 2 macam pola yaitu :

1. Petani → Koperasi → Pabrik Petani yang memasarkan TBS melalui


koperasi terdapat 10 orang petani sampel. Pada saluran ini petani kelapa sawit
menjual hasil mereka melalui saluran pemasaran koperasi dan melalui koperasi
tersebut hasil produksi TBS kelapa sawit petani disalurkan ke pabrik.
Berdasarkan hasil penelitian jumlah TBS yang di jual pada bulan pebruari
adalah 30.130 Kg dengan harga Rp 1.059,96 kgˉ¹, bulan maret adalah 25.402
Kg dengan harga Rp 1.120,26 kgˉ¹, dan di bulan april adalah 22.458 Kg dengan
harga Rp 1.176,87 kgˉ¹. Pada saluran ini peran koperasi sangat membantu
petani yang menggunakan saluran pemasaran koperasi ini, walaupun pada
saluran ini para petani dikenakan potongan-potongan biaya pada saat proses
pemasaran tersebut berlangsung. Potongan – potongan biaya terdiri atas biaya
transportasi, biaya pengurus, dana jalan dan biaya panen.

2. Petani → Pedagang Pengumpul → Pabrik Pada saluran ini dapat


digambarkan Petani yang memasarkan TBS melalui pedagang pengumpul
terdapat 15 orang petani. Pada saluran ini petani menjual hasil panen mereka
kepada pedagang pengumpul dengan harga yang ditetapkan oleh para pedagang
pengumpul. Hasil penelitian menunjukkan jumlah TBS yang dijual pada bulan
pebruari adalah 41.281 Kg dengan harga beli rata-rata para pedagang
pengumpul membeli Rp 774,67 kgˉ¹, bulan maret adalah 38.961 Kg dengan
harga beli rata-rata pedagang pengumpul membeli Rp 813,33 kgˉ¹, dan di bulan
april adalah 36.923 Kg dengan harga beli rata-rata para pedagang pengumpul
Rp 856,67 kgˉ¹. Pada saluran ini untuk penetapan harga ditentukan oleh para
pedagang pengumpul, dengan harga yang sudah disepakati antara petani
dengan pedagang pengumpul. Petani yang menjual hasil panen mereka melalui
saluran ini, maka mereka akan langsung dibayar tunai oleh para pedagang
pengumpul. Hal ini yang membuat petani memilih saluran pemasaran ini.

Fungsi – fungsi pemasaran TBS kelapa sawit

Funsi – fungsi pemasaran TBS kelapa sawit merupakan hal yang sangat
penting dalam proses pemasaran TBS kelapa sawit. Setiap masing- masing
lembaga melakukan fungsi pemasaran sesuai dengan kebutuhan lembaga itu

Dari hasil yang diperoleh fungsifungsi pemasaran yang dilakukan oleh


setiap masing-masing lembaga di setiap jenis saluran pemasaran. Adapun
fungsi-fungsi pemasaran TBS kelapa sawit.

Fungsi pemasaran yang tidak dilakukan oleh petani selaku produsen


adalah pembelian dan pegolahan. Pada saluran pemasaran ini fungsi pemasaran
sortasi TBS tidak selamanya dilakukan, karena sortasi TBS hanya untuk TBS
yang sudah rontok/jatuh dari tandan buah, jika kondisi fisik buah segar maka
fungsi pemasaran sortasi TBS tidak perlu dilakukan.

Pada saluran pemasaran satu tingkat lembaga pemasaran koperasi


melakukan 7 fungsi pemasaran yaitu: pembelian, penjualan, transportasi,
pembongkaran, penampungan, sortasi TBS, dan pembiayaan.

Pada saluran pemasaran satu tingkat melalui pedagang pengumpul TBS


kelapa sawit melakukan 7 fungsi pemasaran yaitu: Pembelian, penjualan,
transfortasi,, pembongkaran, sortir TBS, pembiayaan, dan informasi pasar,
dimana pedagang pengumpul kelapa sawit mengikui informasi perkembangan
harga pasar di pabrik.
Margin pemasaran adalah selisih harga yang diterima produsen dengan
harga yang dibayar oleh konsumen. Margin pemasaran untuk setiap saluran
pemasaran

Anda mungkin juga menyukai