Disusun oleh:
Kelompok 9, Kelas N2B:
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayahnya, sehingga makalah yang berjudul “Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat” dapat terselesaikan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Hukum Bisnis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ziauddin
Ulya, SE, MM selaku pengampu mata kuliah hukum bisnis, dan pihak terkait yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu kami memohon maaf apabila
dalam penulisan dan pengerjaan makalah ini terdapat kesalahan atau ketidak sempurnaan.
Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan perbaikan dimasa yang
akan datang. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dikemudian hari. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ekonomi transisi dari proteksi ke liberalisasi membuat implementasi undang-undang
persaingan usaha menjadi tugas yang lebih menantang daripada negara maju.
Hambatan masuk yang timbul dari konsentrasi pasar yang tinggi; kontrol dan
kepemilikan pemerintah; kekakuan dan bottleneck dalam mobilitas sumberdaya;
hambatan administratif; semuanya sangat tinggi di ekonomi transisi. Peraturan terhadap
persaingan, termasuk pemberian secara bebas berbagai bentuk subsidi kepada
perusahaan yang merugi banyak dilakukan. Dengan paparan tersebut, maka penulis
tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat”.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian “monopoli” dalam UU No.5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 1 angka 1
yaitu “penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu oleh
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”. Dengan demikian, definisi
monopoli adalah kondisi pasar dimana hanya terdapat satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha yang “menguasai” suatu produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan untuk konsumen, sehingga
mengakibatkan pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha dapat mengontrol dan
mengendalikan tingkat produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya.
Adanya ketentuan monopoli termasuk dalam salah satu kegitan yang dilarang oleh
undang-undang persaingan usaha, bukan berarti kegiatan monopoli tidak dapat
dilakukan di Indonesia, karena monopoli yang diperoleh melalui peraturan perundang-
3
undangan yakni monopoli yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran
barang/dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara masih diperbolehkan dengan undang-undang dan
yang diselenggarakan oleh BUMN atau badan/lembaga yang dibentuk atau ditunjuk
oleh pemerintah, termasuk kategori yang dapat ditoleransi oleh UU No.5 Tahun 1999
Lebih lanjut kegiatan monopoli diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) yang
berbunyi:
(3) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan tidak sehat;
(4) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa sebagiamana dimaksud ayat (1) apabila: a.
barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya, atau; b.
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usahara
barang dan/atau jasa yang sama; c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu. Dengan demikian, ketentuan dalam Pasal 17 harus diinterpretasikan dengan
memperhatikan beberapa batasan, yaitu formulasi “melakukan penguasaan/
menguasai” yang memiliki kaitan dengan ketentuan ditujukan kepada monopoli yang
memiliki posisi dominan (sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4). UU No. 5 Tahun
1999.
Adapun yang dimaksud dengan pelaku usaha lain yang terdapat dalam
ketentuan Pasal 17 ayat (2) di atas adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan
bersaing secara signifikan dalam pasar yang bersangkutan. Disamping itu, ketentuan
yang termuat dalam Pasal 17 ayat (2) mulai berlaku apabila disebabkan posisi dominan
di pasar, kemungkinan besar akan terjadi atau telah terjadi penyalahgunaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, 6, UU No.5 Tahun 1999 yaitu dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
4
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli; 4. Penguasaan yang dilakukan juga
menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sehinga dapat disimpulkan,
bahwa tidak adanya persaingan substitusi, penciptaan hambatan untuk masuk pasar
serta adanya monopolis yang memegang pangsa pasar lebih dari 50% harus dilihat
secara kritis, bahwa aspek itu dianggap sebagai kriteria relevansi oleh lembaga
pengawas anti monopoli (KPPU).
5
• Oligopoly
• Penetapan harga
• Pembagian wilayah
• Pemboikotan
• Kartel
• Trust
• Oligopsony
• Integrasi vertical
• Perjanjian tertutupp
• Perjanjian dengan pihak luar negeri
Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1999 sebagai dasar peraturan diikuti dengan
berdirinya KPPU untuk mengawasi ketentuan Undang-Undang tersebut. Keberadaan
UU No. 5 Tahun 1999 memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan masyarakat umum. KPPU memiliki fungsi kekuasaan campuran yang
dapat dilihat pada kewenangan yang dimiliki KPPU berdasarkan Pasal 36 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999.
6
2.4 Sanksi yang Berlaku dalam Monopoli
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Undang Undang
tentang Ciptaker), beserta Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP No. 44/2021), telah
merubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, salah satu diantaranya adalah terkait
Ketentuan Sanksi Administratif.
Dalam PP No. 44/2021, hal ini diatur dalam Pasal 12 ayat (1), yang berbunyi:
1.Paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/keuntungan bersih
yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan, selama kurun waktu
terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang; atau
2.Paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan pada pasar
bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-
Undang.
Jika dilihat ketentuan Pasal di atas maka aturan dasar denda dasar yang saat
ini dihitung sama/seragam, yaitu sebesar Rp 1.000.000.000,00- (satu milyar
Rupiah). Hal ini kemudian menjadi berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang
mana justru perhitungan yang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 ayat (1)
7
PP No. 44/2021 merupakan perhitungan denda dasar (Peraturan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha No. 4 Tahun 2009 tentang Pedoman Tindakan
Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47). Dalam perhitungan tersebut sebelum
UU Cipta Kerja diberlakukan, KPPU setelah menghitung denda dasar kemudian
dapat pula menambahkan denda berdasarkan hal yang memberatkan, penjara dan
perhitungan lainnya. Menurut Penjelasan Pasal 12 ayat (1) PP No. 44/2021,
penetapan batas maksimal besaran sanksi denda itu adalah sebenarnya demi
kepastian hukum dalam pelaksanaannya.
Ada perbedaan besar dalam kebijakan antitrust las anr negara dan dalam negara yang
sama dari waktu ke waktu. Hal ini telah mencerminkan ide yang berbeda tentang apa yang
merupakan monopoli dan, di mana ada satu, macam perilaku yang kasar. Di Amerika Serikat,
kebijakan monopoli telah dibangun di Sherman Act Antitrust 1890. Kontrak atau konspirasi
ini dilarang karena menghambat perdagangan atau, dalam kata-kata las an selanjutnya, untuk
memonopoli perdagangan. Pada awal abad ke-20 hukum ini digunakan untuk mengurangi
kekuatan ekonomi dipegang oleh apa yang disebut “baron perampok”, seperti JP Morgan dan
John D. Rockefeller, yang mendominasi las an besar las an Amerika melalui trust besar yang
hak suara perusahaan dikendalikan ‘.
Du Pont kimia, perusahaan kereta api dan Standard Oil Rockefeller, antara lain, yang
dipecah. Pada 1970-an Sherman Act berubah (akhirnya tidak berhasil) melawan IBM, dan pada
1982 berhasil break-up dari monopili telekomunikasi nasional oleh AT & T. Pada 1980-an
yang lebih menggunakan pendekatan laissez-faire diadopsi, didukung oleh teori-teori ekonomi
dari sekolah Chicago. Teori ini mengatakan satu-satunya las an untuk mengintervensi antitrust
karena kurangnya kompetisi yang merugikan konsumen, dan bukan bahwa perusahaan telah
menjadi, dalam arti tidak jelas, terlalu besar.
8
Beberapa kegiatan monopoli yang sebelumnya ditargetkan oleh otoritas antitrust,
seperti predatory pricing dan perjanjian pemasaran eksklusif, yang jauh lebih berbahaya bagi
konsumen daripada yang telah diperkirakan pada masa lalu.
Menurut Black,s Law Dictionary, pengertian dumping adalah : “The act of selling in
quantity at very low price or practically regardless of the price; also, selling goods abroad at
less than the market price at home” (Henry Campbell, 1998: 347). Dari definisi tersebut di atas
menunjukkan bahwa pengertian dumping, sering diekspresikan sebagai perbuatan curang
karena penjualan produk-produk untuk ekspor pada harga yang lebih rendah dari nilai normal.
Adapun suatu barang/produk yang masuk secara dumping disebut ”barang dumping”,
hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) PP.34 Tahun 1994 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan
Bea Masuk Imbalan, bahwa barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga
Ekspor yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa Dumping adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau eksporter yang melaksanakan penjualan
barang/komoditi di luar negeri atau negara lain (Negara pengimpor) dengan harga yang lebih
9
rendah dari harga normal barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor (eksporter) maupun
di negara pengimpor (importer), sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor.
Untuk menentukan bea masuk anti dumping diatur dalam Pasal 19 (1) UU Kepabeanan
No.10 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap
barang impor adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor
dari barang tersebut.
Tugas
Wewenang
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau dminist pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud nomor 5 dan nomor 6, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
8. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
ini;
9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat;
11
11. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
12. Menjatuhkan sanksi berupa dminist dministrative kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang.
12
persaingan sempurna, perusahaan hanya bisa meraih keuntungan wajar dalam jangka
waktu anjang.
3. Tidak ada persaingan. Karena tidak adanya persaingan, pada titik waktu tertentu bisa
berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas produk.
4. Meremehkan posisi konsumen. Di dalam pasar monopoli, konsumen dan masyarakat
dihadapkan pada posisi tidak berdaya. Mereka harus menerima produk apa pun yang
disodorkan produsen.
5. Mengurangi kesejahteraan konsumen. Hal ini berarti konsumen harus membayar harga
di atas biaya produksi komoditas tersebut. Akibatnya, kesejahteraan konsumen pun
kian berkurang.
Dumping ialah sebuah aktivitas yang dikerjakan oleh produsen ataupun eksporter
yang melakukan jual beli barang/komoditi di luar negeri atau negara lain (Negara
pengimpor) dengan harga yang lebih rendah dari harga normal barang yang sama baik di
dalam negeri pengekspor (eksporter) ataupun di negara pengimpor (importer), sehingga
mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor.
Penetapan dumping sudah diatur pada Bab I berbunya bahwa “suatu produk
dianggap sebagai dumping apabila dalam perdagangan antar negara, produk tersebut dijual
di bawah nilai normal” antara lain :
a. Apabila tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang bisa dibandingkan di negara
pengekspor, maka harga normal adalah ex factory price yang berasal dari hitungan
harga produk sejenis di negara tersebut yang diekspor ke negara ke tiga.
b. Harga dari produk serupa (like product) di pasar dalam negeri negara pengekspor.
Dalam hal ini harga pembanding (comparable price) harus dilakukan berdasarkan
perhitungan ex factory price (harga di luar pabrik) dari penjualan dalam negeri dengan
perhitungan ex factory price dari penjualan ekspor.
c. Biaya produksi di negara asal ditambah biaya administrasi, biaya pemasaran, dan laba
normal ialah dengan memakai pengertian nomor 1 a, akan tetapi apabila penjualan
dalam negeri di negara pengekspor sangat kecil atau harga dalam negeri tidak relevan,
13
seperti produk ini dijual oleh perusahaan negara di negara yang menganut non market
economy dapat menggunakan definisi 1 b atau 1”.
Penetapan Kerugian pada Pasal VI GATT 1994 didasari oleh pembuktian positif
dan mengaitkan uji obyektif antara lain:
a. Volume produk import harga dumping dan akibatnya pada harga-harga pasar dalam
negeri terhadap produk sejenisnya
b. Pengaruh impor tersebut pada pelaku usaha dalam negeri yang memproduksi barang
serupa.
Berdasarkan ketentuan di atas bahwa BMAD adalah “bea masuk yang dijatuhkan
terhadap produk-produk yang diekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea
masuk untuk barang-barang yang terbukti telah diekspor dengan harga yang lebih rendah
dari harga normal (less than fair value / LTFV”. Nilai normal dalam arti harga untuk produk
yang sama dengan produk yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor. Kemudian
14
pengertian dari nilai normal seperti yang diatur pada Pasal 1 ayat (3) PP No. 34 tentang Bea
Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan adalah “harga yang sebenarnya dibayar atau
akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di Pasar Domestik
negara pengekspor untuk tujuan konsumsi”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas,kegiatan monopoli dapat merusak persaingan
ekonomi dengan mengendalikan suatu barang atau jasa dgn tingkat
produksi,harga,serta wilayah pemasarannya seperti yg disebutkan dalam UU no.5 tahun
1999.
15
Dengan adanya penyalahgunaan kekuatan pasar dan juga penjualan komodity
pasar internasional dengan harga yang lebih rendah dari harga semestinya,pemerintah
mengeluarkan suatu kebijakan anti trust yaitu menangani pembatasan kegiatan
monopoli dan anti dumping yaitu kebijakan pengenaan bea masuk tambahan suatu
produk yang dikenakan dengan harga lebih rendah dibawah harga normal.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk dengan tujuan untuk
mencegah dan menindaklanjuti adanya praktek monopoli dan untuk menciptakan iklim
persaingan usaha yang sehat kepada para pelaku usaha di Indonesia. Di dalam Undang-
Undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan tugas tugas dan wewenang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha.
Di Indonesia sendiri kegiatan monopoli dilarang,tetapi BUMN mendapat hak
istimewa yang ditetapkan dalam pasal 51 UU no.5 tahun 1999 berupa kewenangan
monopoli suatu usaha tanpa harus melakukan sistem persaingan.
Dampak negative monopoli ada beberapa bentuk diantaranya kesenjangan
dalam pembagian pendapatan. Perusahaan monopoli bisa mendapatkan keuntungan
sangat besar dalam jangka waktu singkat atau lama. Sementara dalam pasar persaingan
sempurna, perusahaan hanya bisa meraih keuntungan wajar dalam jangka waktu
anjang. Tidak ada persaingan. Karena tidak adanya persaingan, pada titik waktu tertentu
bisa berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas produk.
Hukum anti dumping diberlakukan untuk membatasi praktik dumping yang
dilakukan oleh produsen luar negeri sehingga menimbulkan kerugian nyata bagi
industri dalam negeri. harus disadari bahwa keberadaan perangkat hukum nasional
dalam mengantisipasi masalah dumping memang masih lemah, baik sebagai instrumen
perlindungan praktik dumping oleh negara lain, maupun sebagai instrumen hukum
guna menghadapi tuduhan dumping di luar negeri.
Adanya praktik dumping,WTO mengeluarkan sanksi berupa pemberlakuan Bea
Masuk Anti Dumping (BMAD) yang diatur dalam Pasal 1 UU Kepabeanan no.10 tahun
1995. Pengenaan BMAD dimaksudkan untuk menutup kerugian industri dalam negeri
yang sudah seharusnya dilakukan
16
DAFTAR PUSTAKA
Aqmarina, Riesty. "Monopoli Oleh Bumn Dalam Prespektif Asean Economic Community
(Aec)." E-Jurnal SPIRIT PRO PATRIA 4.2 (2018): 170-179. (diakses pada 10 April 2022)
17
Posner, Richard A. Antitrust law. University of Chicago press, 2009. (diakses pada 15 April
2022)
Sudini, Luh Putu. "[Turnitin] DUMPING DAN MONOPOLI." (diakses pada 15 April 2022)
18