Anda di halaman 1dari 3

BAHAN DEBAT

MOSI: PERPANJANGAN INSENTIF PAJAK MASA PANDEMI

Pembicara 3 Kontra

Dengan adanya perpanjangan insentif ini akan memperbaiki peforma ekonomi yang menurun
yang membutuhkan peran aktif pemerintah untuk memperbaikinya melalui langkah penerbitan
kebijakan fiskal. Permasalahan dan tantangan yang kerap dihadapi oleh pemerintah dalam
menerbitkan kebijakan fiskal adalah ketidakpastian. Ketidakpastian yang dimaksud adalah
tidak diketahui kapan waktu dan seberapa cepat kebijakan tersebut dapat memperbaiki
kondisi ekonomi yang sedang terganggu. Risiko terburuk yang muncul dari ketidakpastian
waktu tersebut adalah gagal tercapainya tujuan stabilisasi ekonomi yang diinginkan. Oleh
karena itu pemerintah harus memiliki kehati-hatian dalam menentukan kebijakan fiskal.

Ditambah lagi pada masa pandemi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal
yang dialokasikan pada beberapa sektor, seperti sektor kesehatan, sektor jaringan pengaman
sosial, dan sebagainya. Pemerintah menggelontorkan dana sekitar Rp 405 triliun pada stimulus
tersebut. Hal itu secara jelas semakin membawa Indonesia menuju peningkatan defisit
anggaran.

Dampak Jangka Panjang


Insentif pajak yang dilakukan oleh pemerintah memang terkesan membantu sektor industri dan
komponen-komponen yang terlibat di dalamnya pada masa pandemi ini. Namun dampak jangka
panjang dari kebijakan insentif pajak tersebut bisa dibilang tidak menguntungkan masyarakat.

Pemotongan pajak di satu sisi memberi efek yang mampu mendorong peningkatan pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Masyarakat akan meningkatkan permintaannya terhadap barang dan
jasa, sehingga produksi dari barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan dan
memungkinkan untuk memperbesar penyerapan tenaga kerja.

Namun di sisi lain juga mengurangi tabungan nasional. Turunnya tabungan nasional memicu
naiknya tingkat suku bunga. Saat tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka tingkat
investasi akan mengalami penurunan. Tingkat investasi yang rendah merupakan mimpi buruk
bagi Indonesia. Investasi yang rendah akan berdampak pada rendahnya persediaan modal
dan persediaan output. Jika kondisi tersebut sampai terjadi, maka konsumsi akan berkurang
dan kesejahteraan ekonomi akan menurun.

Kembali pada kondisi tabungan nasional yang menurun dari sisi ekonomi global. Saat tabungan
nasional menurun, orang-orang akan tergerak untuk mendanai investasi dengan meminjam dana
dari luar negeri sehingga akan menyebabkan terjadinya defisit perdagangan. Negara secara tidak
langsung menjadi berutang pada negara-negara asing sehingga utang luar negeri menjadi lebih
besar.
Oleh karena itu output negara akan cenderung lebih kecil dan proporsi output yang lebih besar
didominasi oleh pihak/negara asing. Kronologi sistematis dari kebijakan tersebut hanya akan
membuat negara mewariskan defisit anggaran dan utang negara saat ini kepada generasi
mendatang/generasi masa depan bangsa ini.

Mungkin kemunculan beberapa dampak buruk di atas memberi kesan bahwa pemberlakuan
kebijakan insentif pajak oleh pemerintah direspons secara pesimis. Namun terdapat beberapa
alasan pendorong mengapa beberapa dampak tersebut memungkinkan untuk terjadi.

Pertama cakupan pemeberian insentif tidak memperhatikan rumah tangga dan sektor
industri kecil , kondisi pandemi Covid-19 pada saat ini menyebabkan krisis ekonomi yang
berbeda dengan beberapa krisis pada masa lalu.

Krisis ekonomi sebelumnya merupakan krisis yang menyerang langsung sektor perbankan dan
finansial, sehingga tidak terlalu berdampak pada konsumsi masyarakat dan sektor industri kecil
dan menengah. Tetapi krisis ekonomi kali ini berdampak langsung terhadap rumah tangga
dan mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga serta menyerang sektor industri kecil
dan menengah. Di mana konsumen dari output industri tersebut didominasi oleh rumah tangga.

Oleh karena itu, pemberlakuan insentif pajak oleh pemerintah yang menyasar pada pembebasan
pajak pendapatan masyarakat dan industri kecil memicu masyarakat untuk menggunakan
kelebihan pendapatan tanpa beban pajak untuk tujuan kegiatan konsumsi ketimbang
menabungnya.

Kedua, belum tingginya tingkat literasi atau pemahaman masyarakat atas


pemberlakuan kebijakan insentif pajak oleh pemerintah. Masyarakat belum cukup mengerti
bahwa insentif pajak yang berlaku saat ini merupakan suatu sistem peminjaman secara tidak
langsung yang diberikan oleh pemerintah untuk membantu pada masa krisis ekonomi akibat
pandemi.

Akibatnya, pola pikir masyarakat kurang terbentuk untuk memprediksi bahwa akan terjadi
pembebanan pajak yang lebih tinggi pada masa depan saat pandemi sudah berakhir. Oleh
karena itu, kecil sekali kemungkinan bahwa pengetahuan dan pandangan jauh ke depan oleh
masyarakat sudah cukup baik untuk menyikapi alasan pemberian insentif pajak tersebut
sebenarnya hanya menggeser waktu pembayaran pajak kepada pemerintah.

Ketiga, masyarakat yang hidup saat ini dan merasakan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-
19 secara tidak sadar terbentuk menjadi kelompok masyarakat "egois". Masyarakat yang
terdampak ekonominya akan merasa terbantu karena adanya insentif pajak dari
pemerintah. Kepedulian terhadap generasi masa depan untuk tidak membebankan utang
pada generasi mendatang menjadi terabaikan.

Keterpurukan ekonomi yang dialami saat ini mengakibatkan insentif pajak yang dibiayai oleh
utang negara membuat masyarakat masa kini lebih memilih untuk survive, mendorong untuk
konsumtif atas beban utang yang sebenarnya sudah diwariskan pada generasi mendatang.
Menambah Utang
Kondisi defisit anggaran negara memang menyulitkan pemerintah untuk menolong masyarakat.
Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menutupi penurunan penerimaan yang
bersumber dari pajak akibat kebijakan insentif pajak adalah dengan meningkatkan utang
negara. Posisi utang pemerintah Indonesia hingga hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp
6.074,56 triliun. Angka ini naik Rp 1.296,56 triliun dalam setahun.

Tetapi, Jika utang negara terus meningkat dan penerimaan pajak terus menurun diiringi
dengan pengeluaran yang tak sebanding dengan APBN maka bisa jadi akan mengalami
penurunan tax ratio pada tahun berikutnya

Kebijakan utang terkesan mudah untuk dilakukan, tetapi sebenarnya pemerintah harus benar-
benar telah mempertimbangkan cost dan benefit dari utang secara prudent. Jangan sampai
pembiayaan utang menjadi lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima oleh negara.

Jika pun harus menambah utang pada masa krisis ekonomi seperti saat ini, ada baiknya
jika utang tersebut dialokasi pada kegiatan belanja negara yang sifatnya segera seperti
penyediaan fasilitas kesehatan, ketahanan pangan, kegiatan produktif. Hal tersebut akan
lebih bijak ketimbang menggunakan utang untuk menutupi penurunan penerimaan negara karena
memberlakukan kebijakan insentif pajak. Penggunaan utang untuk kegiatan produktif
dengan pembiayaan yang efisien dan berisiko rendah akan meringankan beban utang
warisan kepada generasi mendatang

Sumber:

https://news.detik.com/kolom/d-5072305/kelemahan-insentif-pajak

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210217114838-4-223961/utang-ri-rp-6000-t-nih-
jawaban-mengejutkan-sri-mulyani

Anda mungkin juga menyukai