Anda di halaman 1dari 3

Desa Panji

Sejarah cikal bakal Desa Panji berawal dari masa pemerintahan Dalem Segening di Kerajaan
Klungkung. Pada masa itu, raja Dalem Segening melakukan hubungan gelap dengan seorang
selirnya yang benama Ni Luh Pasek yang konon berasal dari wilayah Bali Utara (sekarang
Buleleng). Dari hasil hubungannya tersebut lahirlah seorang anak (sentana) yang diberi nama
I Gusti Gede Pasekan (Ki Barak).
Sebagaimana legenda yang masih dipercaya, bahwa pada saat kelahirannya (I Gusti Gede
Pasekan) menunjukan ciri-ciri yang sangat menonjol. Pada saat Ki Barak tidur, sang raja
melihat cahaya yang memancar dari ubun-ubun (pabaan) Ki Barak. Melihat pertanda
tersebut, sang raja memanggil penasehat istana serta menanyakan tentang arti pertanda.
Menurut pengamatan spiritual, penasehat istana mengatakan bahwa kelak ia (Ki Barak) akan
menjadi orang yang berpengaruh dan berkuasa di jagat ini. Rupa-rupanya hal ini
menimbulkan keresahan dalam hati sang raja tentang keutuhan kerajaan di kemudian hari.
Atas saran dari penasehat istana, raja Dalem Segening memutuskan untuk mengirim Ki Barak
ke Bali Utara. Disamping untuk menghindari perpecahan dalam kerajaan, keputusan ini juga
sebagai sebuah tindakan politis dalam perluasan kekuasaan nantinya. Sehingga pada saat Ki
Barak genap berumur 15 tahun, raja Dalem Segening kemudian memerintahkan Ki Barak
untuk pergi ke Bali Utara. Hingga pada akhirnya, ia sampai dan menetap di Desa Panji. Pada
saat itu, Desa Panji sudah berdiri sebuah kerajaan kecil yang diperintah oleh raja bengis yang
bernama Ki Pungakan Gendis.
Sebuah sayembara besar untuk menolong sebuah kapal laut besar milik seorang pengusaha
dari Cina yang karam di Segara Penimbangan yang berbunyi; "Barang siapa yang dapat
mengembalikan/mendorong kapal tersebut ke tengah laut, maka semua isi kapal tersebut
akan dihadiahkan kepadanya." Masyarakat berbondong-bondong mengikuti sayembara
tersebut namun tidak ada yang berhasil termasuk Ki Pungakan Gendis. Ki Barak pun ikut
dalam sayembara tersebut, dengan kemampuan gaib sebilah keris yang dibawanya, ia
mengacungkan tangannya kearah kapal dan perlahan-lahan kapal bergerak ke tengah.
Seketika itu, masyarakat yang menyaksikan bersorak mengelukan-elukan Ki Barak dan
pedagang cina itu pun memberikan semua isi kapalnya yang berupa emas, berlian, kain, beras
dan lain sebagainya sehingga membuat Ki barak menjadi kaya-raya.
Melihat prestasi gemilang serta dukungan rakyat yang semakin besar terhadap Ki Barak,
maka Ki Pungakan Gendis kian murka hingga memutuskan untuk melakukan peperangan
dengan Ki Barak. Pada akhirnya Ki Pungakan Gendis tewas dan peperangan dimenangkan
oleh Ki Barak. Dengan gugurnya raja Pungakan Gendis, mulai era pemerintahan baru di
bawah kekuasaan I Gusti Gede Pasekan yang kemudian dikenal sebagai I Gusti Ngurah Panji
Sakti yang setelah dinobatkan menjadi raja bergelar Anglurah Ki Barak Panji Sakti.
Megoak-goakan
Megoak-Goakan adalah salah satu bukti kekayaan budaya dan tradisi di Bali yang masih
dipertahankan kelestariannya sampai saat ini. Megoak-Goakan merupakan tarian tradisional
rakyat khususnya khas Desa Panji yang biasanya dipentaskan menjelang Hari Raya Nyepi
tiba.
Nama Megoak-Goakan sendiri diambil dari nama Burung Gagak (Goak yang gagah) yang
terilhami ketika melihat burung ini tengah mengincar mangsanya. Kegiatan Megoak-Goakan
sendiri merupakan pementasan ulang dari sejarah kepahlawanan Ki Barak Panji Sakti yang
dikenal sebagai Pahlawan Buleleng Bali ketika menaklukan Kerajaan Blambangan di Jawa
Timur.
Secara turun-temurun Megoak-Goakan konsisten terus dilaksanakan dan dijaga
kelestariannya sampai kini. Ketika merayakan acara Megoak-Goakan ini suasana
kekeluargaan dan kegembiraan warga yang merayakannya akan sangat terasa sekali.
Meskipun tak jarang para peserta yang melakukannya harus jungkir-balik karena memang
arena yang dipakainya miring, namun sama sekali tak mengendurkan semangat dan
antusiasme warga yang mengikutinya.
Bagi warga yang sudah ikut, bisa langsung pulang atau menonton rekannya bermain. Dalam
permainan tradisi kuna ini, satu regu terdiri dari peserta yang melawan kelompok yang
lainnya dengan jumlah yang sama. Supaya tertib, maka dalam arena permainan diatur oleh
pecalang. Disebutkan filosofi permainan ini, sebagai wujud purusa pradana (laki-laki
melawan perempuan). Disebutkan, dalam satu kelompok goak terdiri dari sebelas orang.
Sementara penentuan kemenangan adalah kelompok Goak-goakan yang pertama kali mampu
menangkap ekor (orang paling belakang) dalam kelompok lawannya. Maka dialah
pemenangnya.
Lawar
Lawar adalah masakan berupa campuran sayur-sayuran dan daging cincang yang dibumbui
secara merata yang berasal dari Bali. Makanan ini lazim disajikan dalam rumah tangga di
Bali atau dijual secara luas di rumah-rumah makan dengan sebutan lawar Bali. Lawar dibuat
dari daging yang dicincang, sayuran, sejumlah bumbu-bumbu dan kelapa. Kadang-kadang di
beberapa jenis lawar diberikan unsur yang dapat menambah rasa dari lawar itu yaitu darah
dari daging itu sendiri. Darah tersebut dicampurkan dengan bumbu-bumbu tertentu sehingga
menambah lezat lawar tersebut. Lawar sendiri tidak dapat bertahan lama makanan ini jika
didiamkan di udara terbuka hanya bertahan setengah hari.
Penamaannya bervariasi, biasanya berdasarkan jenis daging yang digunakan atau jenis
sayurannya. Bila yang digunakan daging babi maka lawar yang dihasilkan disebut lawar
babi., demikian juga bila yang digunakan sayur nangka, maka lawarnya diberi nama lawar
nangka. Ada juga pemberian namanya berdasarkan warna lawarnya yaitu lawar merah bila
warna lawarnya merah, lawar putih bila warna lawarnya putih dan ada lawar yang
bernama lawar padamare, yaitu sejenis lawar yang dibuat dari campuran beberapa jenis
lawar. Lawar disajikan sebagai teman nasi bersama jenis lauk-pauk lainnya.
Tugu Bhuana Kerta
Tugu ini dikenal memiliki peran penting dalam perjuangan rakyat Bali melawan para
penjajah.Awal mula dari keberadaan Tugu Bhuwana Kerta Buleleng bisa ditilikpada kejadian
yang berlangsung pada tanggal 17 Januari 1948. Pada waktu itu, rakyat Bali utara,
mengikrarkan janji bahwa lokasi tempat mereka mengucapkan janji bakal dibangun Pura
Republik. Janji itu bakal mereka wujudkan ketika Republik Indonesia berhasil menang
melawan penjajah.Meski memilih desain tugu yang dianggap begitu tepat dalam mewakili
perjuangan masyarakat Indonesia, namun dalam pembangunannya, tugu ini tetap
merepresentasikan budaya Bali. Desain tersebut bisa dilihat dengan adanya beberapa simbol
khas Bali yang bisa ditemukan pada tugu bersejarah ini.Di bagian puncak tugu, Anda akan
mendapati keberadaan padmasana serta api. Keduanya disimbolkan sebagai anugerah Sang
Pencipta yang telah memberikan kemerdekaan kepada masyarakat Indonesia. Jumlah helai
dari padmasana serta api yang ada di puncak pun sengaja dibuat ada 8 helai,
merepresentasikan bulan kemerdekaan Indonesia.
Pura Pejenengan
Pura Pajenengan di Desa Pekraman Panji. Pura ini memiliki nilai historis yang sangat
penting, karena Pura Pajenengan ini dulunya merupakan bekas Kerajaan Buleleng pada sekiar
pertengahan abad ke-17. Adapun keistimewaan dari Pura Pajenengan yaitu pertama, jika
dilihat dari sejarahnya, seperti dijelaskan di atas Pura Pajenengan merupakan dulunya bekas
Kerajaan Buleleng yang rajanya bernama I Gusti Ngurah Panji atau sering disebut Panji
Sakti. Pada saat Panji Sakti diangkat menjadi raja oleh rakyatnya, beliau membuat istana
(puri) untuk tempat istirahatnya (pemereman) dan sekaligus dibuatkan tempat suci (merajan)
yang sekarang menjadi Pura Pajenengan. Beliau diyakini wafat dengan cara moksa tempatnya
di Pemerajan Panji (Pemereman) dengan menerapkan atau melaksakan ajaran yang sangat
suci dengan melakukan “Yoga Samadi” dan yang beliau kuasai yakni “Ajaran Sang Hyang
Kamahayanikan”. Ajaran Tersebut merupakan ajaran “Ciwa-Budha”.

Anda mungkin juga menyukai