Anda di halaman 1dari 3

Nama : SYAHID KADIR

Nim : 044229776
Mata Kuliah : Ilmu Negara

TUGAS 2

1. Apakah ada hubungan perubahan bentuk Negara yang satu ke bentuk negara yang lain sebagai
siklus menurut Polybius? berikan alasan teoritis dan hasil analisis teman-teman
Jawaban:
Polybius mengklasifikasikan negara berdasar berdasar pendekatan klasik tradisional, yakni
kedalam beberapa bentuk. Ajaran Polybios tentang bentuk-bentuk negara dikenal dengan nama
cycles theory . Polybios menguraikan proses pertumbuhan dan musnah/leyapnya bentuk negara
secara psikologis. Teorinya tentang perkembangan bentuk negara didasarkan atas sebab dan
akibat (Kansil dan Kansil, 2007 : 196). Menurutnya bentuk negara yang satu merupakan akibat
dari bentuk negara yang lain yang telah mendahuluinya. Bentuk dari negara terakhir kemudian
akan menjadi sebab dari bentuk negara yang berikutnya. Disini terdapat hubungan kausal (sebab
akibat) antara bentuk yang satu dengan bentuk yang lain. Perubahan bentuk negara ini
menjelma menjadi suatu cycles (lingkaran) sesudah melalui fase tertentu perubahan akan
kembali lagi kepada bentuk yang semula (Soehino 1980:38).
Siklusnya dimulai dari negara dengan bentuk monarki. Menurut Polybios bentuk monarki
merupakan bentuk yang tertua dan pertama, dimana kekuasaan negara dipegang oleh seorang
satu orang tunggal, yang berkuasa dan berbakat, dan pula mendapat sifatsifat unggul daripada
warga negara yang lain. Raja sebagai penguasa semula melaksanakan kekuasaannya untuk
kepentingan umum. Artinya, kepentingan rakyat sangatlah diperhatikan oleh Raja. Tapi lama
kelamaan muncul seorang raja yang sewenang-wenang dan mementingkan kepentingannya
sendiri. Pemerintah monarki dengan demikian telah berubah menjadi tirani. Pemerintah dari
seorang tiran ini bersifat sewenang-wenang, maka kekuasaan sehingga banyak yang
menentangnya. Rakyat diperlakukan dengan tidak manusiawi oleh penguasa. Sebagai bentuk
respon atau berani kemudian muncul sekelompok orang cerdik pandai, berani, dan melakukan
perlawanan. Mereka ini bersatu, tampil kemuka dan melakukan pemberontakan. Setelah
kekuasaan beralih ke tangan mereka pemerintah di jalankan dengan sangat memperhatikan
kepentingan umum. Hal ini menyebabkan bentuk negara berubah dari bentuk tirani menjadi
aristokrasi. Dengan demikian, aristokrasi dipicu adanya monarki yang tiran. Pemerintahan
aristokrasi yang awal mulanya baik, lama kelamaan mengalami pemerosotan dimana penguasa
negara tidak lagi melaksanakan kepentingan umum, melainkan untuk kepentingan pribadi.
Perebutan kekuasaan dan revolusi tidak dapat dihindarkan lagi. Kekuasaan akhirnya jatuh di
tangan orang-orang yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Perubahan ini memunculkan
bentuk negara baru, yakni oligarki. Dalam bentuk negara oligarki sudah tidak terdapat keadilan
dan kesejahteraan rakyat kemudian memberontak, mengambil alih kekuasaan negara guna
memperbaiki nasib mereka. Pemegang kekuasaan negara kemudian jatuh pada rakyat.
Perubahan ini kemudian menimbulkan bentuk baru yakni demokrasi (Soehino 1980:39). Dengan
demikian, aristokrasi yang oligarkis mendorong adanya demokrasi. Demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat bersifat baik karena sangat menghargai
kepentingan umum dan persamaan ingin bebas tapi di ikat oleh suatu peraturan dan norma.
Muncul kekacauan, kebobrokan dan praktif korupsi dimanamana. Pemerintahan kemudian tidak
memiliki legitimasi karena masing-masing orang ingin mengatur dan memerintah. Keadaan yang
seperti ini tidak lagi dapat disebut sebagai demokrasi, demokrasi yang demikian ini telah
bermetamorfosis menjadi bentuk oklokrasi. Oklokrasi berasal dari kata ochlo yang berarti rakyat
yang hina. Jadi, oklokrasi memiliki arti pemerintahan oleh rakyat yang hina. Dari keadaan
oklokrasi yang serba kacau dimana-mana rakyat hidupnya berada di luar batas-batas ketertiban
dan kesusilaan timbul keinginan untuk memperbaiki negara. Mengambil alih kekuasaan ke
tangannya. Maka kekuasaan pemerintah beralih ke tangan seorang tunggal lagi. Disini terjadi
perubahan dari bentuk oklokrasi ke bentuk monarki. Berdasarkan uraiain tersebut negara dapat
dikatakan suatu proses yang setiap waktu dapat mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi
dari satu bentuk kebentuk lainnya. Dalam konteks ajaran Polybius perubahan bentuk negara itu
menyadari sebelum cycles yang kesemuanya itu akan kembali ke asal mulanya (Soehino,
1980:39). Skema cycles theory dapat digambarkan sebagai berikut (Atmadja, 2012:131) :

Bentuk negara yang sebagai siklus menurut Polybius saya dapat menganalisis bahwa perubahan
bentuk pemerintahan akan mengikuti siklus yang berurutan dari pemerintahan seorang yang
baik, kemudian digantikan oleh pemerintahan seorang yang buruk, kemudian diganti
pemerintahan sekelompok orang yang baik, dan seterusnya. Padahal, dalam praktik bisa saja
pemerintahan tirani ditumbangkan oleh rakyat, yang kemudian membangun pemerintahan
demokrasi. Jadi, perubahan pemerintahan tirani menuju demokrasi tidak perlu melewati
pemerintahan aristokrasi dan oligarki terlebih dahulu. Dalam sejarah banyak contoh
pemerintahan tirani dijatuhkan oleh penguasa lain yang kemudian menjadi raja / monark yang
baik. Jadi, perubahan tirani menjadi monarki tidak harus melalui jalur pemerintahan aristokrasi,
oligarki, demokrasi, dan oklokrasi.

2. Ada banyak sarjana yang membedakan antara monarki dan republic. Jelaskan bagaimana
konsep kajian perbedaan monarki dan republik menurut Jellinek? Bagaimana pula menurut
Duguit? Jelaskan
Jawaban:
Pada zaman renaissance klasifikasi negara didasarkan atas dasar dua golongan, yakni bentuk
monarki dan republik. Pengklasifikasian bentuk negara kedalam dua golongan ini di istilahkan
dengan klasifikasi bipartie.

- Monarki dan Republik menurut Georg Jellinek


Pada zaman modern Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre,
mengklasifikasikan bentuk negara kedalam dua jenis yaitu republik dan monarki. Jellinek
memakai istilah monarki sebagai ani thesis dari bentuk negara yang disebut republik.
Menurut Jellinek perbedaan antara monarki dan republik adalah mengenai sistem
pemerintahannya, teteapi kemudia Jellinek sendirn mengartikannya sebagai perbedaan
bentuk negara (Soehino 1980:174). Dalam ajarannya tentang klasifikasi negara Jellinek
mempergunakan kriteria cara terbentuknya kemauan negara karena menurut Jellinek negara
adalah suatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup. Berdasar hal tersebut maka
negara mempunyai kemauan atau kehendak. Kemauan negara itu bersifat abstak,
sedangkan dalam bentuknya yang kongkret kemauan negara itu menjelma menjadi hukum
atau undang-undang. Jadi, undang-undang merupakan perwujudan dari kehendak atau
kemauan negara.

- Monarki dan Republik menurut Leon Duguit


Sebagai seorang realis Duguit tidak setuju menggunakan ukuran staat wiil untuk menentukan
bentuk negara. Duguit dalam bukunya traite de Droit Constitusionel jilid II menyatakan bahwa
untuk menentukan bahwa negara berbentuk republik atau kerajaan didasarkan pada cara
bukunya tersebut, “la monarchie est la forme de gouvernment dans laquelle ilyun chef d “Etat
hereditaire; la republique celle ou il n’y pas hereditaire” (monarki adalah bentuk pemerintahan
yang kepala negaranya turun temurun, republik ialah apabila tidak terdapat kepa Negara atau
dimana kepala negaranya tidak berganti turun temurun) (Naning:1982:47). Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bentuk negara monarki apabila
kepala negara ditunjuk atau diangkat oleh tatanan penggantian secara keturunan (sistem
pewarisan) yang telah ditetapkan. Sementara itu, apabila kepala negaranya itu di tunjuk atau
diangkat tidak berdasarkan pewarisan, misalnya dengan cara pemilihan, perampasan, dll
maka disebut dengan istilah Republik (Kusnardi dan Saragih, 1995 :156).

Anda mungkin juga menyukai