Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah filsafat sudah cukup dikenal sejak zaman dahulu. Meski begitu,
untuk mulai mendefinisikannya ternyata bukan perkara mudah, bilah
dilihat dari arti katanya,  filsafat berasal dari dua kata
yunani philo dan shopia. Philo berarti cinta, sedangkan shopia berarti
bijaksana. Dengan demikian philoshopia berarti cinta terhadap
kebijaksanaan, namun untuk membuka pemahaman lebih lanjut tentang
filsafat, ada baiknya dimulai dengan mengutik pertanyaan Suryasumantri
yang membedakan antara pengetahuan (ilmu) dengan filsafat.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa
ragu-ragu, dan filsafat di mulai dari keduanya. Selanjutnya, Suryasumantri
mengutik pertanyaan Will Duranp yang mengumpamakan filsafat sebagai
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri
(mewakili ilmu pengetahuan).

Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan


keilmuan. Setelah pantai dapat direbut oleh pasukan marinir (filsafat)
sedangkan maka pasukan marinir akan pergi dan selanjutnya tugas
pasukan infanteri (ilmu pengetahuan untuk menyempurnakan tempat yang
telah direbut tersebut. Untuk dapat lebih memperjelas perbedaan filsafat
dengan ilmu pengetahuan, atau untuk membedakan suatu cabang ilmu
dengan cabang ilmu lainnya, dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu (a) objek
yang dikaji (ontologis), (b) prosedur / metode untuk mengkajinya
(epistemologis), (c) tujuan penggunaan filsafat / ilmu itu sendiri
(oksiologis).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat filsafat, agama, etika, dan nilai itu?
2. Apa hubungan antara agama, etika, dan nilai ?
3. Apa persamaan dan perbedaan antara hukum dan etika ?
4. Bagaimana paradigma manusia utuh itu ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat filsafat, agama, etika dan nilai.
2. Untuk mengetahui hubungan antara agama, etika, dan nilai.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara hukum dan etika.
4. Untuk mengetahui paradigma manusia utuh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. FILSAFAT, AGAMA, ETIKA DAN NILAI


a. Hakikat Filsafat
Filsafat/filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia
(kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti :
mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum menampakkan arti
filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif.
Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif.1

Karakteristik utama berpikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh,


sangat mendasar dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh artinya
mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan
itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan dari
perspektif bidang per bidang atau sepotong-sepotong. Menurut
Suriasumantri pokok permasalah yang dikaji filsafat mencakup tiga segi
yaitu: apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana
yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa
yang dianggap indah dan apa yang dianggap jelek (estetika). Itulah
sebabnya filsafat dikatakan sebagai induk dari seluruh cabang ilmu
pengetahuan dan seni. Ilmu pengetahuan merupakan cabang yang sudah
terspesialisasi, melihat hakikat kebenaran dari sudut pandang yang
berbeda-beda atas suatu objek keberadaan yang tunggal. Sifatnya yang
mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu
adalah benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat ingin selalu mencari
jawab bukan saja pada suatu yang sudah diketahui, tetapi juga segala
sesuatu yang belum diketahui.

Theo Hujibers (dalam Abdulkadir Muhammad,2006) menjelaskan


filsafat sebagai kegiatan intelektual yang metodis, sistematis dan secara

1 The Liang Gee, Pengantar Filsafat Ilmu, (Jakarta: Liberti,1991), hal. 1

3
reflektif menangkap makna hakiki keseluruhan yang ada. Abdulkadir
Muhammad menjelaskan pendapat dengan melihat unsur-unsurnya
sebagai berikut:

a. Kegiatan intelektual (pemikiran).


b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi ).
c. Segala fakta dan gejala (objek).
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode).
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan).

Untuk dapat memperjelas perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan,


atau untuk membedakan suatu cabang ilmu dengan cabang ilmu lainnya,
dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:

a. Objek yang dikaji (ontologis).


b. Prosedur atau metode untuk mengkajinya (epistemologis).
c. Tujuan penggunaan filsafat atau ilmu itu sendiri (aksiologis).

b. Hakikat Agama

Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, di bawah ini dikutip


beberapa pengertian dan definisi tentang agama :

1. Agus M.Harjana (2005) megutip pengertian agama dari Ensiklopedi


Indonesia karangan Hassan Shadily. Agama berasal dari bahasa
sansekerta :

A berarti tidak, gam berarti pergi, dan a berarti bersifat atau keadaan.
Jadi istilah agama berarti: bersifat tidak pergi, tetap lestari, kekal dan
tidak berubah. Dengan demikian agama adalah pegangan atau
pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup kekal.

2. Fuad Fahri Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan


bahwa agama adalah satu bentuk terhadap ketetapan ketetapan Illahi
yang mengarahkan mereka yang berakal dengan pilihan mereka sendiri

4
terhadap ketetapan Illahi tersebut-kepada kebaikan hidup didunia dan
kebaikan hidup di akhirat.

3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu


(a) menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan
luar yang laindan lebih dari pada apa yang dialami oleh manusia, dan
(b) apa yang diisyaratkan Allah dengan perantara para nabi-Nya,
berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan di akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirinci rumusan agama


berdasarkan unsur-unsur penting sebagai berikut :

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang


transcendental yang Illahi-Tuhan Yang Maha Esa.

2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah )


nilai-nilai dan norma-norma yang diwahyukan langsung oleh Illahi
melalui nabi-nabi.

3. Untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan hidup kekal diakhirat.

Dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama sebagai berikut :

1. Ada kitab suci.

2. Kitab suci yang dituliskan oleh Nabi berdasarkan wahyu langsung dari
Tuhan.

3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun umat manusia, dan


menafsirkan kitab suci bagi kepentingan umatnya.

4. Setiap agam berisi ajaran dan pedoman tentang :

a. Tagwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.


b. Susila, moral atau etika.
c. Ritual, upacara, atau tata cara beribadat.
d. Tujuan agama.

5
c. Hakikat Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Etos yang artinya karakter atau


kebiasaan. Etika adalah aturan atau perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang salah (buruk). Menurut H armon Chaniago (2013:237)
etika adalah nilai-nilai yang  dianut masyarakat didasarkan
pada kebiasaan mereka hal ini dipertegas oleh Barten dalam Gustina
(2008:138)’etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral
dalam suatu mayarakat.2

Etika dapat dilihat dari dua hal :

a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berararti
adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku
dalam kelompok atau masyarakat.

b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian
moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah
bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis,
metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja mencoba
merumuskan suatu teori, konsep, asas atau prinsip-prinsip tentang
prilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku
tersebut dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik itu
sangat bermanfaat, dan sebagainya.

d. Hakikat Nilai

Dari penjelasan tentang nilai sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal,yaitu :

a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal).

b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang


sudah cukup dikenal.
2 Selvia Nuriasari, Pengantar Bisnis Islami, (Bandar Lampung: Ta’lim Press, 2012), hal.
65

6
c. Gugus-gugus nilai ini membentuk semacam hierarki dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi.

B. HUBUNGAN ANTARA AGAMA, ETIKA dan NILAI

Semua agama melalui kitab sucinya masing-masing mengajarkan


tentang tiga hal pokok yaitu :

1) Hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahman, Kekuatan


yang tidak terbata, dan lain-lain).

2) Etika, tata susila.

3) Ritual, tata cara beribadat.

Jelas sekali bahwa antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan.
Tidak ada agama yang tidak mengajarkan etika/moralitas. Kualitas
keimanan (spiritualitas) seseorang ditentukan bukan saja oleh kualitas
peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat dan dengan alam). Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah
menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral.

Tingkat keyakinan dan kepasrahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,


tingkat/kualitas peribadatan, dan tingkat kualitas moral seseorang akan
menentukan gugus/hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai. Tujuan
semua agama adalah untuk merealisasikan nilai tertinggi, yaitu hidup
kekal di akhirat. Dari sudut pandang semua agama, pencapaian nilai-nilai
kehidupan duniawi (nilai-nilai yang lebih rendah) bukan merupakan tujuan
akhir, tetapi hanya merupakan tujuan sementara atau tujuan antara, dan
dianggap hanya sebagai media atau alat (means) untuk mendukung
pencapain tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).

C. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM DAN ETIKA

No Hukum Etika

7
1. Persamaan: Sama-sama mengatur perilaku manusia
2. Perbedaan :
A. Sumber hukum : Sumber etika:
Negara, pemerintahan Masyarakat
B. Sifat pengaturan : Sifat pengaturan:
Tertulis berupa undang- Ada yang lisan (berupa adat
undang, peraturan kebiasaan) dan yang tertulis berupa
pemerintah, dan kode etik
Sebagainya
C. Objek yang di atur : Obek yang di atur:
Bersifat lahiriah (misalnya Bersifat rohaniah, misalnya : prilaku
hukum warisan, hukum etis (bersikap jujur dan tidak menipu
agraria, hukum tata juga bertanggung jawab) dan prilaku
negara) dan rohaniah tidak etis (korupsi, mencuri, dan
(misalnya hukum pidana) berzina)

D. PARADIGMA MANUSIA UTUH

Perlu dipahami pengertian beberapa konsep dan atau hubungan antar


berbagai konsep penting yang terkait dengan pembangunan manusia
seutuhnya, antara lain: karakter, kepribadian, kecerdasan, etika,
gelombang otak, tujuan hidup, agama, dan meditasi/zikir.

Karakter dan Kepribadian

Soedarsono (2002) mendifinisikan kepribadian sebagai totalitas


kewajiban seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan
(orang tua, leluhur)dan sisi yang didapat dari pendidikan, pengalaman
hidup serta lingkungannya. Karakter adalah sisi kepribadian yang didapat
dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehingga bisa dikatakan
bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian. Cloud (2007)
menegaskan bahwa karakter seseorang akan sangat menetukan apakah
ia akan berhasil dalam menghadapi tuntutan kenyataan dalam situasi

8
tertentu, sementara tuntutan tersebut sangat banyak dan beragam. Ezra
(2006) mengatakan bahwa karakter adalah cilture untuk sebuah
kesuksesan yang langgeng dan tahan uji. Lilik Agung mendefinisikan
karakter sebagai kompetensi yang harus dimiliki seseorang berkaitan
dengan kinerja terbaik agar ia mampu menghadapi tantangan
realita/kenyataan yang selalu berubah dan mampu meraih kesuksesan
yang bersifat langgeng.

Dari berbagai definisi karakter tersebut di atas, maka dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:

a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang.


Kompetensi ini mencakup pengembangan secara seimbang dan utuh
ketiga lapisan yaitu: fisik (body), pikiran (mind), dan jiwa/roh (spiritual).

b. Karakter menentukan keberhasilan seseorang.

c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan, dan


pelatihan tiada henti serta melalui pengalaman hidup.

d. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan olehtingkat kecocokan


karakter yang dimilikinya dengan tuntutan kenyataan.

Kecerdasan, Karakter dan Etika

Melalui pemahaman Wahyuni Nafis (2006) atas pemikiran/ajaran


tradisional islam dan diinspirasi oleh beberapa pemikiran Stephen R.
Covey, ia menyebut tiga jenis kecerdasan dengan tiga golongan etika,
yaitu: 1) psiko etika, 2) sosio etika, dan 3) teo etika. Psiko etika
merupakan masalah aku dengan aku, sosio etika menyangkut masalah
aku dengan orang lain, dan teo etika menyangkut masalah aku dengan
Tuhan.

Hubungan antara pemikiran kecerdasan Covey, karakter/sifat-sifat sel,


dan golongan etika menurut Nafis ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Empat Sepuluh Sifat Karakter/Sel Chopra Etika Nafis

9
Kecerdasan
Covey
PQ  Efisiensi (setiap sel menerima  Psiko
energi/mkanan dengan tidak berlebihan etika
untuk mempertahankan hidup, tidak
mau menimbun makanan/energi)
IQ  Kesadaran (kemampuan beradaptasi)  Psiko
 Keabadian (meneruskan pengetahuan etika
dan talenta kepada sel-sel generasi
berikutnya)
EQ  Penerimaan (menerima kehadiran dan  Sosio
ketergantungan dengan sel-sel lainnya) etika
 Memberi (memberi/membantu integritas
sel-sel lainnya)
 Pembentukan ikatan (kesadaran bahwa
keunikan/perbedaan fungsi setiap sel
tidaklah meniadakan kesamaan
identitas mereka)
SQ  Maksud yang lebih tinggi (mengabdi  Teo
kepada kepentingan tubuh/sesuatu etika
yang lebih besar, lebih luas, lebih tinggi,
serta tidak mementingkan diri sendiri)
 Kesatuan (semua sel menyadari
kesatuan/kesamaan mereka)
 Kreatifitas (menemukan cara-cara baru,
tidak berpegang pada perilaku lama)
 Keberadaan (semua sel patuh pada
siklus hidup universal)
Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh

Covey mengatakan bahwa untuk membangun manusia berkarakter,


diperlukan pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang

10
terhadap empat kemampuan manusia, yaitu: tubuh (PQ), intelektual (IQ),
hati (EQ), dan jiwa/roh(SQ).

Akhir-akhir ini sudah makin banyak pakar yang mengungkapkan hal


senada dengan Corvey. Sekadar contoh, Cloud (2007) sendiri
mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter adalah integritas. Tentu
pemahaman atas integritas ini tidak sekadar berarti jujur atau punya prisip
moral, tetapi terkandung juga pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu,
berkonstruksi kukuh, serta mempunyai konsistensi.

Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual

Sampai sekarang belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang


mampu mengkaji ranah spiritual melalui pendekatan rasional. Ilmu
psikologi mencoba memasuki ranah kejiwaan, namun dalam
perkembangannya ilmu ini cenderung membatasi kajiannya hanya pada
lapisan pikiran dan tidak berupaya untuk masuk ke dalam kesadaran
spiritual. Selain itu, ajaran agama yang seharusnya dapat dijadikan
panduan dalam pengembangan batin dalam perjalanannya sering kali
pengajarannya bersifat indokrinasi, sebagai menjalankan praktik berbagai
ritual, serta kurang mengedepankan pendekatan melalui proses nalar,
pengalaman, dan pengalaman langsung melalui refleksi diri. Akibatnya,
ajaran agama yang mulia itu tidak mampu memberikan pencerahan
kepada umatnya.

Akhir-akhir ini sudah banyak para pakar yang tertarik untuk


mendalami ranah spiritual ini. Mereka menulis ulang dengan kemasan
yang baru (dengan pendekatan yang lebih rasional) dari literatur kuno
yang telah ada sejak zaman dahulu yang ditulis oleh para nabi, praktisi
keagamaan, dan praktisi spiritual di negara-negara timur, seperti India,
Cina, dan negara-negara Arab. Dengan cara ini justru masyarakat barat
makin banyak yang berminat untuk menyelami dan menjalani prakti-
praktik spiritual.

Pikiran, Meditasi dan Gelombang Otak

11
Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan
keterampilan untuk mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai
dengan aktivitasnya sehingga bisa mencapai hasil optimal (sentanu,
2007). Otak akan memancarkan gelombang sesuia dengan tingkat
keadaan pikiran/kejiwaan seseorang. Ada empat golongan gelombang
otak, yaitu:

Nama Ciri-ciri
Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi,
Beta (14 – 100 prasangka, pikiran sadar, aktif, cemas, was-was,
Hz) khawatir, stres, fight or flight, disease, cortisol,
norepinephrine
Khusyuk, relaksasi, meditatif, focus-alertness,
Alpha (8 – 13,9 superlearning, akses nurani bawah sadar, ikhlas,
Hz) nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar, bahagia,
endorphine, serotonin
Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving,
Theta (4 – 7,9
mimpi, intuisi, nurani bawah sadar, ikhlas, kreatif,
Hz)
integratif, hening, imajunatif, catecholamines, AVP
Tidur lelap, non physical state, nurani bawah sadar
Delta(0,1 – 3,9
kolektif, tidak ada pikiran dan perasaan, cellular
Hz)
regeneration, HGH

Kunci untuk membangun karakter adalah melatih pikiran untuk


memasuki gelombang alpha. Latihan meditasi, yoga, zikir, retret, dan
sejenisnya sangat efektif untuk memasuki gelombang alpha. Penelitian
ilmiah telah berhasil membutikkan bahwa praktik meditasi dan sejenisnya
mampu membantu melakukan transformasi diri menuju ke arah
pengembangan karakter-karakter positif secara efektif. Meditasi adalah
upaya untuk mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan
menemukan ruang yang tenang (Rodenbeck. 2007).

Model Pembangunan Manusia Utuh

12
Berdasarkan konsep yang dibahas sebelumnya dapat dibuat dua
model tentang hakikat keberadaan manusia, yaitu:

1. Model hakikat manusia tidak utuh (paradigma materialisme)

Model ini menjelaskan bahwa tujuan manusia hanya mengejar


kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasan yang
dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik sehingga praktis kurang atau
bahkan lupa mengembangkan EQ dan SQ. Dengan kata lain, manusia
dalam kehidupan mereka sehari-hari telah bertindak secara tidak etis yang
mengakibatkan terbentuknya karakter negatif umat manusia. Sebagai
konsekuensinya, walaupun dengan kemajuan iptek manusia telah berhasil
meningkatkan produksi barang dan jasa, namun berbagai persoalan
muncul sebagai akibat dari tindakan yang tidak etis atau kealpaan
mengembangkan EQ dan SQ tersebut, antara lain: meluasnya korupsi
dan kejahatan, melebarnya kesenjangan orang kaya dan miskin,
meningkatnya berbagai konflik, kegelisahan, ketakutan, kemarahan,
depresi, anarkisme, dan sebagainya.

Gambar: Model Hakikat Manusia Tidak Utuh (Paradigma Materialisme)

KARAKTER
KAYA/ TIDAK
NEGATIF
BAHAGIA

13
MAKANAN ENAK PQ SEHAT (FISIK)
OLAHRAGA

EGO TINGGI
IPTEK IQ TINGGI

EQ RENDAH
EQ DAN SQ TIDAK SOMBONG,
DIKEMBANGKAN GELISAH, BENCI

SQ RENDAH
TIDAK PERCAYA
TUHAN

2. Model hakikat manusia utuh (paradigma manusia utuh)


Pengembangan model hakikat mansia utuh perlu untuk mengatasi
hal-hal yang terjadi berkaitan dengan hakikat manusia tidak utuh.
Paradigma hakikat manusia seutuhnya mengembangkan sikap dan
perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu dengan memadukan dan
menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual,
kematangan emosional dan kerukunan sosial, dan kesadaran spiritual.
Meditasi, zikir, retret, dan sejenisnya terbukti dapat melengkapi praktik
keagamaan guna meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual.
Meditasi melatih pikiran memasuki gelombang alpha. Transformasi
karakter akan terjadi bila pikiran memasuki gelombang yang sama dengan
energi tak terbatas. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir dan retret akan
mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi
pengembangan intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik melalui
olahraga dan makanan sehat.

Gambar: Model Hakikat Manusia Utuh (Paradigma Manusia Utuh)

KARAKTER NEGATIF
KEBAHAGIAAN

14
MAKANAN ENAK
OLAHRAGA PQ SEHAT (FISIK)

PSIKO ETIKA
IPTEK Berilmu, Sabar,
IQ TINGGI
Syukur

MEDITASI, ZIKIR,
RETRET EQ TINGGI SOSIO ETIKA
Silaturrahmi, Baik
Sangka, Amanah

AGAMA SQ TINGGI TEO ETIKA


Takwa, Ikhlas,
Tawakal

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

15
Filsafat adalah hasil pemikiran manusia yang menempati posisi
sebagai induk pengetahuan. Filsafat juga diartikan mencari sebuah
kebenaran, karakteristik utama berfikir filsafat adalah sifatnya yang
menyeluruh, sangat mendasar, dan spekulatif. Sifatnya menyeluruh
artinya mempertanyakan hahekat keberadaan, dan kebenaran tentang
keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan
persektif dari bidang perbidang atau sepotong-sepotong. Sifatnya yang
mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu
benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat selalu ingin mencari jawab
bukan bukan saja pada suatu hal yang sudah diketahui, tetapi segalah
sesuatu belum diketahui. Agama adalah satu bentuk ketetapan  ilahi yang
mengarahkan mereka  yang berakal dengan pilihan mereka sendiri
terhadap ketetapan ilahi itu tersebut kepada kebaikan hidup didunia dan
kabahagian hidup di akhirat. Etika sama dengan moral.  Moral berasal dari
kata latin: mos  (bentuk tunggal), ataumores  (bentuk jamak) yang berarti
adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhalk, cara
hidup. Hukum, etika dan etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan 
dan mempunyai atri yang hampir sama  walaupun terdapat juga
perbedaaan.

B. Saran
Dengan kita mempelajari filsafat, agama, etika, dan hukum, semoga
kita menjadi orang yang kritis, berpikir yang benar dalam berbagai hal,
dan semoga kita menjadi manusia yang bermoral dan berahlak mulia
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada tuhan yang
maha Esa dan semoga kita dapat mencapai hakikat kehidupan yang
sesungguhnya yaitu surga.  

DAFTAR PUSTAKA

Heizer, Jay & Rander, Barry. 2005. Etika bisnis dan profesi Edisi ke 7.
Jakarta: Salembat Embat.

16
Nuriasari, Selvia. 2012. Pengantar Bisnis Islami. Bandar Lampung: Ta’lim
Press.

Gee, The Liang Gee. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: Liberti.

17

Anda mungkin juga menyukai