Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILUR (CHF)

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan Gawat darurat


Dosen : Aap Apipudin S.KM. M.Kep

Oleh :
Puji Ayu Suarningsih
2160277053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac
output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat
akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam
darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai
organ. (Muzaki & Ani, 2020)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya adakalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (Prabowo et al., 2018)
Pengertian lain menyebutkan bahwa dekompensasi cordis adalah ketidakmampuan
jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kebutuhan
oksigen jaringan.(Ismoyowati et al., 2021)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi cordis
merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
2. Anatomi Fisiologi
Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari ronga dada (toraks) diantara kedua
paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang terdiri atas 2 lapisan:
 Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput
paru.
 Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang juga disebut
epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa.
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium.
2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
3. Lapisan dalam disebut endokardium.
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik), yaitu sebagai berikut
:
1. Atrium
 Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta
sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium kanan kemudian
darah di pompakan ke ventrikel kanan.
 Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru melalui 4 buah vena
pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke ventrikel kiri. Antara kedua atrium
dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
2. Ventrikel
 Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang kemudian dipompakan ke
paru melalui arteri pulmonalis.
 Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri kemudian memompakannya ke
seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut
septum ventrikel.
Katup-katup pada jantung terdiri dari :
1) Katup Atrioventrikuler
Merupakan katup yang terletak diantara atrium dan ventrikel.. katup antara
atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut katup
trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup disebut katup bikuspidalis atau katup mitral.
Katup AV memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel
pada waktu diastole ventrikel, serta mencegah aliran balik ke atrium pada saat sistol
ventrikel.
2) Katup Semilunar
Katup pulmonal, terletak antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Katup
aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar terdiri dari 3
daun katup. Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-
masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistol ventrikel, dan
mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel.
Sirkulasi jantung terdiri atas :
1) Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner
terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri koroner bermuara di
sebelah atas daun katup aorta yang disebut ”sinus valsava”.
2) Vena Koroner
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner.
Sistem vena jantung terdiri dari 3 bagian: vena tebesian, vena kardiaka anterior, sinus
koronaria.
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) yang terdiri dari arteri, arteriola,
kapiler, venula dan vena, mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke seluruh
jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya membantu
mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Dinding arteri banyak
mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan rekoil saat
diastol.
2) Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai dinding
yang kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran normal,
sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi oleh serabut
saraf kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama
resistensi/tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya menyebabkan perubahan
besar pada resistensi.
3) Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang
berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena
(membawa darah kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan
berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme
berpindah dari jaringan ke dalam darah.
4) Venula
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul- venul
lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung.
5) Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar
daripada arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi
dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Karena tekanan
dalam sistem vena rendah maka memungkinkan vena berkontraksi sehingga
mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai kebutuhan
tubuh.
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi koroner yang
juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung, yaitu mempunyai fungsi sebagai
berikut :
a. Sirkulasi Sistemik 
 Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
 Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
 Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
 Banyak mengalami tahanan.
 Kolom hidrostatik panjang.
b. Sirkulasi Pulmonal
 Hanya mengalirkan darah ke paru.
 Hanya berfungsi untuk paru-paru.
 Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
 Hanya sedikit mengalami tahanan.
 Kolom hidrostatiknya pendek.
c. Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang
cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
jantung dan membawa oksigen untk miokardium melalui cabang- cabang
intramiokardial yang kecil-kecil.
Aliran darah koroner meningkat pada:
 Peningkatan aktifitas
 Jantung berdenyut
 Rangsang sistem saraf simpatis
Jantung sebagai pompa fungsinya dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang saling
terkait dalam menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output)
yaitu:
1. Beban awal (pre load)
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian
ventrikel. Hal ini sesuai dengan Hukum Starling: peregangan serabut miokardium
selama diastole melalui peningkatan volume akhir diastole akan meningkatkan
kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Sebagai contoh karet yang diregangkan maksimal
akan menambah kekuatan jepretan saat dilepaskan. Dengan kata lain beban awal adalah
kemampuan ventrikel meregang maksimal saat diastolik sebelum berkontraksi/sistolik.
2. Kontraktilitas
Kontraktilitas merupakan kemampuan otot-otot jantung untuk menguncup dan
mengembang. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil dari interaksi protein otot
aktin-miosin yang diaktifkan oleh kalsium. Peningkatan kontraktilitas otot jantung
memperbesar curah sekuncup dengan cara menambah kemampuan ventrikel untuk
mengosongkan isinya selama sistolik.
3. Beban akhir (after load)
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel untuk dapat memompakan
darah saat sistolik. Beban akhir menggambarkan besarnya tahanan yang menghambat
pengosongan ventrikel. Beban akhir juga dapat diartikan sebagai suatu beban pada
ventrikel kiri untuk membuka katup semilunar aorta, dan mendorong darah selama
kontrakis/sistolik.
4. Frekuensi jantung
Frekuensi dan irama jantung mempengaruhi kontaktilitas, misalnya bila ada ekstra
sistol ventrikel, maka akan terjadi potensiasi pada ekstasistolik.
Faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tekanan
pembuluh darah perifer dan volume/aliran darah. Faktor-faktor yang meregulasi tekanan
darah bekerja untuk peride jangka pendek dan jangka panjang, yaitu sebagai berikut :
1. Regulasi tekanan darah jangka pendek 
a. Sistem Saraf
Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan
pembuluh darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah mempengaruhi
distribusi darah dan mempengaruhi diameter pembuluh darah.
Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan:
 Pusat Vasomotor (hipotalamus dan serebrum), mempengaruhi diameter pembuluh
darah dengan mengeluarkan epinefrin sebagai vasokonstriktor kuat, dan
asetilkolin sebagai vasodilator.
 Baroresptor, berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta. Baroresptor sensitif
terhadap perubahan tekanan darah dan regangan arteri.
 Kemoresptor, berlokasi pada badan karotis dan arkus aorta. Kemoreseptor
berespon terhadap perubahan kadar oksigen, karbon dioksida dan hidrogen dalam
darah.
b. Kontrol kimia
Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi tekanan
darah melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat vasomotor. Hormon
yang mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin, natriuretik atrial, ADH, angiotensin
II, Nitrit oxide, dan alkohol.
2. Regulasi tekanan darah jangka panjang
Ginjal melakukan regulasi tekanan darah jangka panjang melalui 2 mekanisme,
yaitu : secara langsung melalui pengaturan kecepatan filtrasi cairan di ginjal dan secara
tidak langsung melalui pengaturan sistem renin angiotensin.

Gambar 1 Anatomi Jantung


3. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas: (Khoiriah et al.,
2017)
1) kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
2) kelas 2 :Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
3) kelas : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4) kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring.
4. Etiologi
Decompensasi cordis adalah sebagai berikut:
1) Kelainan mekanis.
a. Peningkatan beban tekanan
 Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
 Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal dan
sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
g. Dis sinergi ventrikel.
2) Kelainan miokardium
a. Primer
 Kardiomiopati.
 Miokarditis.
 Kelainan metabolik.
 Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
 Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) .
 Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
 Kelainan metabolik.
 Inflamasi.
 Penyakit sistemik.
 Penyakit paru obstruktif menahun.
3) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
 Henti jantung.
 Fibrilasi.
 Takikardi atau bradikardi yang berat.
 Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
5. Tanda dan Gejala
Gejala yang muncul dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang
terjadi.
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi, yaitu :
a. Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.Dapat
terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme
juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
6. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula
pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder
akibat dilatasi ruang (smeltzer 2001).
Secara skematis, patofisiologi diare dapat digambarkan pada bagan pathway dibawah ini
sebagai berikut :
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura
yang menegaskan diagnosa CHF.
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), Ekokardiogram
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl,
Ureum, gula darah
8. Komplikasi
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) apabila tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan komplikasi serius seperti syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi
perikardium dan tamponade perikardium. Meskipun berbagai macam penyakit jantung
seperti gangguan katup telah menurun akibat teknologi penatalaksanaan yang canggih,
namun Congestive Heart Failure CHF masih tetap merupakan ancaman kesehatan yang
dapat menimbulkan kematian (Pambudi & Widodo, 2020)
9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat
farmakologi.
3) Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
4) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis, miksedema, dan aritmia
digitalisasi
5) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/pembatasan aktivitas
Terapi farmakologis :
1) Glikosida jantung.
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
2) Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal. Penggunaan
harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3) Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Data biografi yang perlu dipertimbangkan adalah usia, jenis kelamin, suku/bangsa.
Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60 tahun, laki- laki lebih sering dari
pada wanita, bising jantung lebih sering pada kulit putih, sedangkan hipertensi lebih
sering pada kulit hitam.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Dispneu, edema periper, kelelahan dan kelemahan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah pasien menderita :
 Hipertensi
 Hiperliproproteinemia
 Diabetes melitus
 Rematik fever dan penggunaan obat-obatan tertentu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit cardiovaskuler, DM, Penyakit renal dan predisposisi genetik.
c. Pemeriksaan fisik/Focus pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada
dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema
(umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit
pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan
bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum : Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental : Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit : Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat
saluran kalsium.
b. Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal.
3. Intervensi Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural, ditandai dengan :
 Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola
EKG
 Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
 Bunyi ekstra (S3 & S4)
 Penurunan keluaran urine
 Nadi perifer tidak teraba
 Kulit dingin kusam
 Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam curah jantung adequat dengan
kriteria hasil : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan
epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) penurunan
kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni.
Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF
lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat normal
lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan
kongesti vena.
f. Posisikan pasien dengan posisi fowler (Pambudi & Widodo, 2020)
Rasional : dapat meningkatkan oksigen pada pasien.
g. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai oksigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam ADL terpenuhi dengan kriteria
hasil : Klien akan berpartisipasi pada ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. (Halimuddin, 2016)
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan,
hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam kelebihan volume cairan teratasi,
dengan kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
f. Pijat kaki yang mengalami edema (Kasron & Engkartini, 2019)
Rasional : dengan pijat kaki dapat menstimulasi pengeuaran cairan melalui saluran limfe kebagian
yang lebih proksimal.
g. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
h. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
4) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan membran
kapiler-alveolus.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam gangguan pertukaran gas tidak
terjadi, dengan kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi
dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi dengan posisi fowler atau semi fowler
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit tidak
terjadi, dengan kriteria hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit,
Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi dan gangguan
status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak (Nirmalasari,
2017)
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawtan selama 3x24 jam pengetahuan klien meningkat
dengan kriteria hasil, klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk
menangani
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi :
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan
pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila
merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko
eksaserbasi gejala.
c. Jelaskan pada keluarga tentang penyakit
Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Halimuddin. (2016). PENGARUH MODEL AKTIVITAS DAN LATIHAN INTENSITAS RINGAN KLIEN GAGAL
JANTUNG TERHADAP TEKANAN DARAH. Idea Nursing Journal, 3(3), 93–104.
Ismoyowati, tri wahyuni, Teku, imelda sri desisi, Banik, jen christian, & Sativa, rineke anitya oryza. (2021).
Manajemen Nyeri untuk congestive heart failure. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 12(3), 107–112.
https://doi.org/DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf12126
Kasron, & Engkartini. (2019). PIJAT KAKI EFEKTIF MENURUNKAN FOOT OEDEMA PADA PENDERITA
CONGESTIVE HEART FAILURE ( CHF ). Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 2(1), 14–26.
Khoiriah, F., Anggraini, D. I., Kedokteran, F., Lampung, U., Gizi, B. I., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2017).
Congestive Heart Failure NYHA IV et causa Penyakit Jantung Rematik dengan Hipertensi Grade II dan Gizi
Kurang Congestive Heart Failure NYHA IV et causa Reumatoid Heart Disease with Hypertension Grade II and
Low Level Nutrition. Majority, 6(3), 102–108.
Muzaki, A., & Ani, Y. (2020). PENERAPAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Ahmad. Nursing Science Journal, 1(1), 19–24.
Nirmalasari, N. (2017). DEEP BREATHING EXERCISE DAN ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF. NurseLine
Journal, 2(2), 159–165.
Pambudi, D. A., & Widodo, S. (2020). Posisi Fowler Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien ( CHF )
Congestive Heart Failure Yang Mengalami Sesak Nafas. Ners Muda, 1(3), 146–151.
https://doi.org/https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.5775
Prabowo, ridho kunto, Nurachmah, E., & Dahlia, D. (2018). PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL
FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN CONGESTIVE
HEART FAILURE (CHF). Jurnal Kesehatan Indra Husada, 6(2), 8–20.
Nanda International.Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2018-2020.

Anda mungkin juga menyukai