Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

LANGKAH-LANGKAH PEMBERANTASAN KORUPSI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 (F2):

Rohayati 210605467
Uun Kumalasari 210605480
Eha Putri Dewi 210605442
Anggita Rohmasintia 210605431
Nur Noviah 210605459
Siti Lomrah 210605126
Ramai Sri Litna 210605464
Maudy Ulfariana M 210605049

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN AHLI JENJANG


STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahamat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Langkah-
langkah pemberantasan korupsi” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen ibu DR. Maryati,
SPD, SST,MARS,MH. pada mata kuliah ANTI KORUPSI. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Langkah-langkah pemberantasan korupsi bagi para pembaca
dan bagi kami penulis.

Kami mengucapkan terimaksih kepada ibu DR. Maryati, SPD, SST,MARS,MH. sebagai dosen
mata kuliah ANTI KORUPSI, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan sesuai dengan bidang studi yg kami tekuni.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kita dapat sama-sama menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yg kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yg membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta,21 Maret 2022

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Kata “Korupsi” berasal dari bahasa latin “Coruptio” (Fackema Andrea: 1951) atau
“Corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“Corruption” berasal dari kata “Corrumpere”, suatu bahasa latin yang lebih tua. Dari
bahasa latin tersebut kemudian dikenal istilah “Corruption, Corruptie” (Inggris),
“Corruption” (Perancis) dan “Corruptie/Korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak
jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Istilah korupsi yang
telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan,
keburukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran” (S. Wojowasito
– Wjs Poerwadarminta: 1978).
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan
dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 200. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

a. Kerugian keuangan negara

b. Suap-menyuap

c. Penggelapan dalam jabatan

d. Pemerasan

e. Perbuatan curang

f. Benturan kepentingan dalam pengadaan

g. Gratifikasi
B. Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi

Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi dan juga bisa
berasal dari situasi lingkungan yang kondusif untuk melakukan korupsi (faktor eksternal).

Faktor Internal, merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal dari dalam diri
setiap individu. Faktor internal dapat diperinci menjadi:

a. Sifat Tamak/Rakus Manusia 

Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu.
Hal itu terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri
dan tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki

b. Gaya Hidup Konsumtif

Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan


hal yang sering mendorong terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu,
apabila Perilaku konsumtif tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai,
maka hal tersebut akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
dengan korupsi.

c. Moral Yang Kurang Kuat

Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk


melakukan tindakan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.

Factor eksternal, merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang


berasal dari luar diri pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1) Faktor Politik

Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini
dapat dilihat ketika terjadi intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai
hasrat untuk mempertahankan kekuasaannya.
2) Faktor Hukum

Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu
sisi dari aspek perundang-undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak
hukum. Hal lain yang menjadikan hukum sebagai sarana korupsi adalah tidak
baiknya substansi hukum, mudah ditemukan aturan-aturan yang diskrimatif
dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan
multi tafsir, serta terjadinya kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.

3) Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi.


Hal itu dapat dilihat ketika tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk melakukan
tindakan korupsi demi terpenuhinya semua kebutuhan.

4) Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak
hanya organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem
pengorganisasian yang ada didalam lingkungan masyarakat.

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi


meliputi:

a) Kurang adanya teladan dari pemimpin

b) Tidak adanya kultur organisasi yang benar

c) Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai

d) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi

e) Lemahnya pengawasan.

C. Langkah Pemberantasan Korupsi

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tindak


pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan
menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.

Pemberantasan korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindak


pidana korupsi itu sendiri. Dengan adanya persepsi yang sama, pemberantasan korupsi
bisa dilakukan secara tepat dan terarah. Agar pemberantasan berjalan lebih efektif, maka
hendaknya ketiga strategi harus dilakukan secara bersamaan. Melalui:

a) Perbaikan System

Banyak system yang diterapkan di Indonesia memberikan peluang tindak


pidana korupsi, system yang baik bisa meminimalisir terjadinya tindak pidanan
korupsi, maka itu diperlukan perbaikan system, misalnya mendorong transparansi
penyelenggara negara seperti yang dilakukan KPK menerima laporan LHKPN
(Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan juga gratifikasi.
Memberikan rekomendasi kepada kementrian dan Lembaga terkait untuk
melakukan langkah-langkah perbaikan. Memodernisasi pelayanan public dengan
online dan system pengawasan yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.

b) Edukasi Dan Kampanye

Edukasi dan kampanye adalah strategi pembelajaran Pendidikan anti


korupsi dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak
korupsi mengajak masyarakat untuk terlibat dalam Gerakan pemberantasan
korupsi serta membangun perilaku dan budaya anti korupsi. Tidak hanya bagi
mahasiswa dan masyarakat umum namun juga anak usia dini, taman kanak-kanak
dan sekolah dasar.

c) Represif

Upaya represif adalah upaya penindakan hukum untuk menyeret koruptor


ke pengadilan. Hampir sebagian besar kasus korupsi terungkap berkat adanya
pengaduan masyarakat, pengaduan masyarakat adalah salah satu sumber
informasi yang sangat penting untuk diteruskan oleh KPK. Dalam strategi ini
tahapan yang dapat dilakukan adalah penanganan laporan pengaduan masyarakat
(KPK melakukan proses perifikasi dan penelaahan), penyelidikan, penyidikan,
penuntutn dan eksekusi.

Anda mungkin juga menyukai