Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA Ny. N DENGAN DIAGNOSA


RETENSIO PLASENTA TEKNIK ANESTESI UMUM DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BENDAN PEKALONGAN

Disusun Oleh

Nama : Aditha Zetra Irawan

NIM : 190106002

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(….....................................) (....................................)

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021/2022
A. PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir ½ jam sesudah bayi lahir
(Sastrawinata, 2008).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banya, artinya hanya sebagian plasenta
yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan
terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta (Manuaba
(2008).
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap
pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh
kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari
bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian
ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di
desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari
kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali
perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan
sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon,
serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
B. ETIOLOGI
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2008) adalah:
Secara fungsional:
1. His kurang kuat (penyebab terpenting)
2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Secara patologi – anatomi:
1. Plasenta akreta
2. Plasenta inkreta
3. Plasenta perkreta

Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.


2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium-
sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2008) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
1. Darah penderita terlalu banyak hilang
2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi.
3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalaM.

Plasenta manual dengan segera dilakukan :

1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang


2. Terjadi perdarahan postpartum berulang.
3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam
C. PATOFISIOLOGI
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan
retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran Dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke
arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta adalah kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus,
serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta
letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan
manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

D. KLASIFIKASI
Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2005).
Jenis retensio plasenta :
1. Plasenta adhesiva
adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miomentrium.
3. Plasenta inkreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miomentrium.
4. Plasenta akreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkaserata
adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi
ostium uteri.
E. PATHWAY
F. TANDA & GEJALA
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang – banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Inkreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat
(Prawirohardjo, S: 2005).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan akan menunjukan hasil positif bila janin masih hdiup bahkan 2-3 hari
setelah abortus
2. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk memerlukan apakah janin masih hidup (Arif
Mansjoer, 2001 dalam(Darmawan, 2019)
H. TEKNIK ANESTESI
Anestesi umum menurut American Association of Anestesiologis tmerupakan
pemberian obat yang menginduksi hilangnya kesadaran dimana pasien tidak arousable,
meskipun dengan stimulasi yang sangat menyakitkan. Kemampuan untuk mengatur
fungsi pernafasan juga terganggu. Pasien seringkali membutuhkan bantuan untuk
menjaga patensi jalan nafas, dan tekanan ventilasi positif dibutuhkan karena hilangnya
ventilasi spontan atau hilangnya fungsi neuromuskular. Fungsi kardiovaskular juga
terganggu (ASA., 2013).
Anestesi umum dibagi menjadi tiga tehnik yaitu tehnik anestesi total intravena,
anestesi total inhalasi, dan anestesi kombinasi antara intravena dan inhalasi yang sering
disebut balance anestesia. Masing-masing dari tehnik tersebut memiliki kekurangan dan
kelebihan. Pemilihan tehnik seriingkali ditentukan oleh karakteristik pasien sehingga
tepat penggunaan dan resiko efek samping yang paling minimal. Saat ini penggunaan
tehnik ini sudah umum dan sering dikerjakan.
General anestesi menurut Mangku dan Senapathi-, dapat dilakukan dengan 3 teknik,
yaitu:
1. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesiyang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2. GeneralAnestesi Inhalasi
Teknikgeneralanestesiyang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
alatatau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
3. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
generalanestesidengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu:
a. Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obathipnotikum atau obat
anestesi umum yang lain.
b. Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau
obat generalanestesiatau dengan cara analgesia regional.
c. Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
generalanestesi, atau dengan cara analgesia regional.
I. Fokus pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya (Manurung, 2011). Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dankeperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut Effendy
(1995dalam Dermawan, 2012).
a. Data Subjektif
Data Subjektif, menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti nyeri. Data subjektif
adalah informasi yang diucapkan pasien kepada perawat selama pengkajian, yaitu
komentar yang didengar oleh perawat. Data subjektif dapat disebut gejala. Data
subjektif atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu
permulaan kebiasaan sensasi normal klien.
b. Data Objektif
Data Objektif, didasarkan pada fenomena yang dapat diamati secara faktual. Data
objektif dapat diamati dan diukur.2 Data objektif merupakan informasi yang
dikumpulkan perawat melalui indera perawat. Data objektif adalah informasi dimana
perawat dapat melihat (Observasi) , merasakan ( palpasi ), Mendengar(auskultasi)
dan perkusi.
J. MASALAH KEPERAWATAN
1. Anseitas (cemas) berhubungan dengan kurang nya pengetahuan
2. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan pengaruh obat anestesi
3. Resiko jatuh berhubungan dengan keadaan pasien
K. INTERVENSI
Langkah-langkah perencanaan dalam proses keperawatan yaitu, menentukan prioritas
masalah, menuliskan tujuan dan kriteria hasil, dan memilih rencana tindakan atau
intervensi keperawatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui langkahlangkah
perencanaan dalam proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan cara yang
sistematis yang dilakukan oleh oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan
asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, melakukan diagnosis, merencanakan
tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan
yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap
tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan.

Menurut Nursing Interventions Classification (NIC) (2013), intervensi keperawatan


merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan
pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcoem pasien/klien.Perencanaan adalah suatu
kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan berpusat pada klien dan hasil yang di
perkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut
(Potter & Perry, 2005).

Tujuan dilakukannya perencanaan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan komunikasi antara pemberi asuhan keperawatan.


2. Memberikan asuhan secara langsung dan didokumentasikan
3. Catatan dapat digunakan untuk evaluasi, penelitian, dan aspek legal.
4. Sebagai dokumentasi bukti untuk layanan asuransi.

Menurut Deswani (2009), kategori intervensi terdiri dari 2, yaitu:

1. Intervensi keperawatan langsung Yaitu kegiatan yang dilakukan langsung


berinteraksi dengan klien, seperti membantu klien turun dari tempat tidur atau
memberikan pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus.
2. Intervensi keperawatan tidak langsung Yaitu kegiatan yang dilakukan tanpa
langsung berhadapan dengan klien, misalnya: memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium atau memindahkan klien dari satu ruangan ke ruangan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, D. (2019). Kuretase. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),

1689–1699.

Henri. (2018). 済無 No Title No Title No Title. Angewandte Chemie International Edition,

6(11), 951–952.

Jeklin, A. (2016). 済無 No Title No Title No Title. July, 1–23.

Anonim. 2012. White Blood Cells and Its Function. Medical Journal Online

http://medicaljournalonline.blogspot.co.id/2012/04/white-bloodcells-and-its-function.html

diakses pada tanggal 9 Februari 2015.

Faizul, 2013. Cara Budidaya Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus).

http://budidayaikangabusku.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 6 Agustus 2016.

Anwar, E. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi. Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta : PT.

Dian Rakyat

Anda mungkin juga menyukai