PENDAHULUAN
kesehatan anak saat ini karena merupakan cerminan dari staus kesehtan pada saat
ini. Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri.
Indonesia masih meniliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi.
(WHO,2002).
Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun
akibat penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi, misalnya : batuk renjan
setiap tahunnya meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh
Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5 % pada balita di Indonesia
adalah penyakit yang dapat dicegah denga Imunisasi (PD3I). Imunisasi harus
(Kekebalan Masyarakat) yang tinggi. Salah satu program yang telah terbukti
efektif untuk menekan angka kematian dan kesakitan akibat PD3I adalah
1
2
saat ini di Indonesia adalah untuk BCG (77,9%), campak (74,4%), polio4
cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ketingkat
90% tingkat nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia
telah mencapai standar UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap desa telah
2010).
2005 yaitu sebesar 76,23%. Capaian tahun 2008 sebesar 74,02%, tahun 2009
hanya sebesar 69,76% desa/kelurahan UCI di Indonesia. Capaian tahun 2010 yaitu
sebesar 75,31%, yang cenderung naik dari pada tahun 2009, tetapi termasuk masih
di bawah standar yang telah ditentukan. Angka tersebut juga masih di bawah
indicator UCI tahun 2010-2014 sebesar 80% dan standar pelayanan minimal yang
Angka Kematian Balita (AKBA) dan kematian Neonatal (0-28 hari) yang selama
menjukan penurunan AKB dari 35 menjadi 34 per 1.000 kelahiran pada tahun
2007, namun masih jauh lebih tinggi dari target AKB dalam MDGs pada tahun
2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. AKBA juga mengalami penurunan
dari 46 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sementara itu,
angka kematian neonatal menurun sedikit dari 20 menjadi 19 per 1.000 kelahiran
Diperkirakan di seluruh dunia, pada tahun 2013, 1 dari 5 anak atau sekitar
21,8 juta anak tidak mendapatkan Imunisasi yang bias menyelamatkan nyawa
anak yang sudah divaksinasi campak ketika bayi ternyata pada umur 5-7 tahun
28,3% masih terkena campak. Sedangkan pada umur >10 tahun masih banyak
dijumpai kasus difteri. Artinya, status kekebalan yang diperoleh dari Imunisasi
dasar yang diberikan pada saat bayi akan berkurang sesuai usia anak. Karena itu
yang perlu diberikan ulang pada anak sekolah dasar yaitu Imunisasi campak dan
DT (kelas 1) dan TT (kelas 2,3 dan 6). Untuk pemberantasan Tetanus Neonatorum
hingga dewasa , sehingga kekebalan pada umur dewasa akan berlangsung sekitar
anak tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak
mengizinkan, tempat imunisasi jauh, kesibukan orang tua, seringnya anak sakit,
tidak tahu tempat imunisasi, dan kurang nya pengetahuan orang tua terhadap
Menurut hasil wawacara pada petugas puskesmas bahwa ibu yang memiliki
sedangkan untuk Booster Campak sebanyak 10,34 %. Hal ini menujukan bahwa
memenuhi target.
faktor pemungkin, dan faktor penguat, yang disebut faktor predisposisi seperti
pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat terhadap apa yang dilakukan.
tokoh – tokoh masyarakat, peraturan per undang – undangan dan surat keputusan
dorongan psikis dari prilaku setiap hari sehingga dapat dikatakan bahwa
2010).
pendahuluan pada tanggal 21 februari 2017 terdapat 6 ibu dengan usia balita
wawancara ke 6 ibu tersebut, dan didapatkan 4 dari 6 ibu tau apa itu imunisasi
Booster namun tidak mengetahui dengan jelas apa itu jenis – jenis, manfaat
imunisasi, efek samping dan jadwal imunisasi Booster, sedangkan 2 dari 6 ibu
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi rumusan masalah dalam
pengetahuan ibu tentang imunisasi booster pada anak usia 18 bulan – 24 bulan
Tahun 2017.
Hasil penelitian ini dapat di jadiakan sebagai data awal untuk dilakukan
Cilengkrang.
b. Bagi Keperawatan
Puskesmas Cilengkrang.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang ilmiah yang
b. Bagi Puskesmas