Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latat Belakang

Angka Kematian Bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

kesehatan anak saat ini karena merupakan cerminan dari staus kesehtan pada saat

ini. Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang

sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri.

Indonesia masih meniliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi.

(WHO,2002).

Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun

akibat penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi, misalnya : batuk renjan

294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), Campak 540.000 (38%). Sedangkan di

Indonesia sendiri UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia

setiap tahunnya meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh

menit seorang anak di Indonesia meninggal karena campak.(www.imunisasi.net

diperoleh tanggal 05 Januari 2017 )

Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5 % pada balita di Indonesia

adalah penyakit yang dapat dicegah denga Imunisasi (PD3I). Imunisasi harus

dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity

(Kekebalan Masyarakat) yang tinggi. Salah satu program yang telah terbukti

efektif untuk menekan angka kematian dan kesakitan akibat PD3I adalah

imunisasi (Depkes RI, 2007).

1
2

Peresentase Imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampi terendah pada

saat ini di Indonesia adalah untuk BCG (77,9%), campak (74,4%), polio4

(66,7%), dan terendah DPT-HB3 (61,19%).(Riskesdes, 2010).

Salah satu indicator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya

Universal Child Immunization (UCI). Pencapaian uci merupakan gambaran

cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ketingkat

pedesaan. WHO dan UNICEF menetapkan indicator cakupan imunisasi adalah

90% tingkat nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia

telah mencapai standar UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap desa telah

mendapatkan imunisasi dasar leengkap sebelum berumur satu tahun.(Depkes RI,

2010).

Peresentase desa/kelurahan UCI di Indonesia, selama 6 tahun terakhir belum

menunjukan perkembangan yang bermakna. Pencapaian tinggi terjadi di tahun

2005 yaitu sebesar 76,23%. Capaian tahun 2008 sebesar 74,02%, tahun 2009

hanya sebesar 69,76% desa/kelurahan UCI di Indonesia. Capaian tahun 2010 yaitu

sebesar 75,31%, yang cenderung naik dari pada tahun 2009, tetapi termasuk masih

di bawah standar yang telah ditentukan. Angka tersebut juga masih di bawah

indicator UCI tahun 2010-2014 sebesar 80% dan standar pelayanan minimal yang

menetapkan target 100% di setiap desa/kelurahan untuk kabupaten atau kota.

(Kemenkes RI, 2011).


3

Kesehatan anak di tandai dengan indicator Angka Kematian Bayi (AKB),

Angka Kematian Balita (AKBA) dan kematian Neonatal (0-28 hari) yang selama

empat tahun terakihi mengalami perlambatan penurunan. Data SDKI (2007),

menjukan penurunan AKB dari 35 menjadi 34 per 1.000 kelahiran pada tahun

2007, namun masih jauh lebih tinggi dari target AKB dalam MDGs pada tahun

2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. AKBA juga mengalami penurunan

dari 46 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sementara itu,

angka kematian neonatal menurun sedikit dari 20 menjadi 19 per 1.000 kelahiran

hidup pada tahun 2007. (Bappenas, 2010).

Diperkirakan di seluruh dunia, pada tahun 2013, 1 dari 5 anak atau sekitar

21,8 juta anak tidak mendapatkan Imunisasi yang bias menyelamatkan nyawa

mereka. Di Indonesia, Imunisasi Dasar Lengkap (ADL) mencapai 86,8 %. Banyak

anak yang sudah divaksinasi campak ketika bayi ternyata pada umur 5-7 tahun

28,3% masih terkena campak. Sedangkan pada umur >10 tahun masih banyak

dijumpai kasus difteri. Artinya, status kekebalan yang diperoleh dari Imunisasi

dasar yang diberikan pada saat bayi akan berkurang sesuai usia anak. Karena itu

diperlukan Imunisasi Booster untuk meningkatkan kekebalan anak lagi. Imunisasi

yang perlu diberikan ulang pada anak sekolah dasar yaitu Imunisasi campak dan

DT (kelas 1) dan TT (kelas 2,3 dan 6). Untuk pemberantasan Tetanus Neonatorum

setidaknya dibutuhkan 5 kali suntik/imunisasi TT (tetanus toksoid) sejak bayi

hingga dewasa , sehingga kekebalan pada umur dewasa akan berlangsung sekitar

20 tahun.(kesehatananakku.com diperoleh tanggal 06 Januari 2017).


4

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan beberapa alasan

anak tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak

mengizinkan, tempat imunisasi jauh, kesibukan orang tua, seringnya anak sakit,

tidak tahu tempat imunisasi, dan kurang nya pengetahuan orang tua terhadap

penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi.(www.depkes.go.id)

Menurut hasil wawacara pada petugas puskesmas bahwa ibu yang memiliki

anak usia 18 Bulan – 24 Bulan jarang berkunjung ke puskesmas untuk melakukan

imunisasi Booster, dikarnakan ibu kurang mengtahui tentang imunisasi booster,

manfaat imunisasi booster, padahal pihak puskesmas selalu mengingatkan pada

saat imunisasi dasar. Berdasarkan data laporan mengenai imunisasi Booster di

Puskesmas Cilengkrang pada Tahun 2015 imunisasi Booster DPT-HB-HIB

sebanyak 23,40 % sedangkan untuk Booster Campak sebanyak 15,02 % dan

sedangkan pada Tahun 2016 imunisasi Booster DPT-HB-HIB sebanyak 11,58 %

sedangkan untuk Booster Campak sebanyak 10,34 %. Hal ini menujukan bahwa

pencapaian imunisasi Booster di Puskesmas Cilengkrang belum mencapai atau

memenuhi target.

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2005 mengungkapkan

bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi prilaku sehat, penulis memodifikasikan

terhadap prilaku seseorang tentang Imunisasi Booster yaitu faktor predisposisi,

faktor pemungkin, dan faktor penguat, yang disebut faktor predisposisi seperti

pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat terhadap apa yang dilakukan.

Selanjutnya faktor pemungkin (enabiling factors) seperti fasilitas, sarana atau

prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya prilaku seseorang atau


5

masyarakat. Dan terakhir faktor penguat (reinforcing factors) misalnya seperti

tokoh – tokoh masyarakat, peraturan per undang – undangan dan surat keputusan

dari pejabat pemerintah.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

membentuk tindakan seseorang (over behavior), pengetahuan diperlukan sebagai

dorongan psikis dari prilaku setiap hari sehingga dapat dikatakan bahwa

pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2010).

Hasil penemuan yang didapatkan mengenai pengetahuan ibu tentang

imunisasi Booster pada anak usia 18 Bulan – 24 Bulan berdasarkan studi

pendahuluan pada tanggal 21 februari 2017 terdapat 6 ibu dengan usia balita

datang ke puskesmas untuk melakukan imunisasi dasar, dan peneliti melakukan

wawancara ke 6 ibu tersebut, dan didapatkan 4 dari 6 ibu tau apa itu imunisasi

Booster namun tidak mengetahui dengan jelas apa itu jenis – jenis, manfaat

imunisasi, efek samping dan jadwal imunisasi Booster, sedangkan 2 dari 6 ibu

tidak tahu mengenai apa itu imunisasi Booster.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka peneliti

tertarik melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang

Imunisasi Booster Pada Anak Usia 18 Bulan – 24 Bulan Di Puskesmas

Cilengkaran Kota Bandung Tahun 2017”


6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang

Imunisasi Booster pada anak usia 18 bulan – 24 bulan dikelurahan cisurupan di

wilayah kerja puskesmas Cilengkrang, Kota Bandung Tahun 2017?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran

pengetahuan ibu tentang imunisasi booster pada anak usia 18 bulan – 24 bulan

dikelurahan cisurupan di wilayah kerja puskesmas Cilengkarang, Kota Bandung

Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pengertian imunisasi

Booster pada anak usia 18 – 24 bulan di wilayah kerja puskesmas

cilengkrang, Kota Bandung.

1.3.2.2 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang jenis-jenis imunisasi

Booster pada anak usia 18 – 24 bulan diwilayah kerja puskesmas

cilenkrang, Kota Bandung.

1.3.2.3 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi

Booster pada anak usia 18 – 24 bulan diwilayah kerja puskesmas

cilengkrang, Kota Bandung.

1.3.2.4 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang efek samping Imunisasi


7

Booster pada anak usia 18 – 24 bulan diwilayah kerja puskesmas

cilengkrang, Kota Bandung.

1.3.2.5 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang jadwal imunisasi

Booster pada anak usia 18 – 24 bulan diwilyah kerja puskesmas

cilengkrang, Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat di jadiakan sebagai data awal untuk dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu

tentang imunisasi booster dikelurahan cisurupan di wilayah kerja Puskesmas

Cilengkrang.

b. Bagi Keperawatan

Untuk menambah ilmu bagi mahasiswa/i keperawatan tentang gambaran

pengetahuan ibu tentang imunisasi Booster dikelurahan cisurupan di wilayah kerja

Puskesmas Cilengkrang.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang ilmiah yang

dapat bermanfaat dan menambah litelatur kepustakaan yang berhubungan dengan

gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi Booster dikelurahan cisurupan di

wilayah kerja Puskesmas Cilengkrang


8

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi para ibu

Sebagai sumber pengetahuan ibu tentang imunisasi booster dikelurahan

cisurupan di wilayah kerja puskesmas Cilengkrang.

b. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan petugas kesehatan dikelurahan cisurupan di

wilayah kerja puskesmas Cilengkrang dapat melakukan penyuluhan pada ibu

tentang imunisasi booster.

Anda mungkin juga menyukai