Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Puasa
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah fiqih ibadah
Dosen Pengampu: Drs. Abu Manda Had

Disusun Oleh :

Melli Eliza(20.23.923)

Miranda Diah Putri(20.23.925)

Mistriani(20.23.926)

Mita juwita putri(20.23.923)

M.Reno Asdianto(20.23.930)

Winda Amelia Putri(18.23.876)

EKONOMI SYARIAH 4 C

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAHKUALA TUNGKAL

Tahun Ajaran 2021/2022


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah
memberikan berjuta-juta nikmat kepada kita dan juga memberikan kesempatan dan
karunianya kepada pemakalah yang hal ini makalah bisa terselesaikan dengan baik.

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang
mana beliau telah mengkontribusikan berbagai macam ilmu pengetahuan yang mana beliau
telah melahirkan berbagai macam para pakar-pakar ilmuan & pakar-pakar ulama terkenal
hingga sekarang yang luar biasa tak kalah hebatnya, seperti para keluarga, shahabat, tabi’in,
hingga seterusnya, untuk itu marilah kita bershalawat kepada beliau, agar diakhirat kelak
akan mendapatkan syafaat diyaumul qiyamah Amin yarabbal alamin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat lubuk-lubuk kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan pakar ilmuan pada saat ini mohon
saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ‘’FIQIH IBADAH’’
pada terbitan selanjutnya.

Kepada dosen pengajar yang telah memimbing kami dengan penuh keikhlasan &
kesabaran yaitu DRS. ABU MANDA HAD dan semua kepada pihak yang telah memberikan
saran & kritik yang bersifat membangun, kami ucapkan terima kasih.

Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan & bermanfaat bagi rekan-rekan semua
mahasiswa/I, dan pada umumnya.

Amin yarabbal alamin.

Kuala Tungkal 9 Maret 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................1
C. Tujuan ............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa ............................................................................................................3
B. Macam Macam Puasa ....................................................................................................3
1. Puasa Wajib ..............................................................................................................3
2. Puasa Sunnah ...........................................................................................................5
3. Puasa Makruh ...........................................................................................................7
4. Puasa Haram ............................................................................................................8
C. Syarat-Syarat Puasa........................................................................................................ 9
D. Rukun Puasa....................................................................................................................9
E. Sunat Puasa Dan Puasa Sunat ......................................................................................10
F. Hari-Hari Yang Diharamkan Berpuasa ........................................................................11
G. Hari Hari Yang Dimakruhkan Berpuasa ......................................................................11
H. Ketetapan Hilala ...........................................................................................................11
I. Hikmah Puasa ..............................................................................................................12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................14
B. Saran .......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah sering kali dimaknai dalam pengertian
sempit sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang
dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri
untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain
yang berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat
digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan
adanya tenggang rasa antar umat manusia.

Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan
sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi
muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain
puasa dapat dijadikan pedoman hidup.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak kami bahas
adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari puasa ?


2. Bagaimana pembagian puasa menurut agama islam ?
3. Bagaimana syarat dan rukun puasa ?
4. Bagaimana cara pelaksanaan puasa ?
5. Apakah hikmah puasa bagi umat manusia?
C. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan adalah :

1. Untuk menjelaskan pengertian dari puasa


2. Untuk menjelaskan pembagian puasa menurut agama islam
3. Untuk menjelaskan syarat dan rukun puasa
4. Untuk menjelaskan cara pelaksanaan puasa
5. Untuk menjelaskan hikmah puasa bagi umat manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa

Sebelum kita mengkaji lebih jauh meteri tentang puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa baik itu menurut bahasa arab maupun menurut istilah.
Pengertian puasa ( Saum ) menurut bahasa Arab artinya menahan dari segala sesuatu seperti
menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.

Sedangkan puasa menurut istilah ajaran islam yaitu menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkannya lamanya satu hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari
dengan niat dan beberapa syarat. Firman Allah SWT

“Hai orang-orang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al Baqarah 183 )

B. Macam-Macam Puasa

1. Puasa Wajib

Puasa wajib adalah puasa yang dilakukan untuk memenuhi kewajiban perintah allah
SWT, apabila ditinggalkan mendapat dosa.

Adapun macam-macam puasa adalah sebagai berikut:

a) Puasa di bulan Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang
dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar hingga terbenam
matahari. Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya wajib, yaitu
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.

Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah


merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah SWT. Harus
kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik manusia dan hati mereka .
Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita akan menjumpai beberapa masalah
yang penting dipecahkan antara lain:

Cara penempatan waktu

Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan teknologi
belakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu
astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus
ilmu falaq yang berkembang di dunia islam, semuanya mendukung / adilitas penetapan waktu
puasa.

Rukyat: adalah suatu cara untuk menetapkan awal-awal bulan Ramadhan dengan cara
melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan bila udara
mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka hendaknya menggunakan
istikmal yaitu menyempurnaka bulan sya’ban menjadi 30 hari. Di indonesia pelaksanaan
rukyat untuk penetapan puasa ramadhan telah dikoordinasi oleh Departemen Agama
( DEPAG ) RI.

Hisab: adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara
menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara eksak letak
bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh pemerintah, maka cara hisab pun
sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun
memang telah diambil kewenangan koordinatifnya oleh pemerintah.

Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama ( UN ),


Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi
masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir
ramadhan oleh pemerintah.

Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:

Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan ( waktu ). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda ( kebesaran-Nya ) kepada
orang-orang yang Mengetahui”. ( QS. Yunus: 5 )
Sabda Nabi SAW

Artinya Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan
Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: Bulan adalah itu sekian dari sekian
bulan, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga kali
(termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari 29 hari), maka berpuasalah
kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak dapat memelihatnya karena tertutup
awan / mendukung, maka pastikanlah bilangan itu menjadi 30 hari. ( HR. Muslim).

b) Puasa Nazar ( karena berjanji untuk berpuasa )

Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia
wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak
dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat.

Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa
nazar tersebut apabila ia berhasil. Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya
kepada Nabi Muhammad SAW.

Artinya: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar berpuasa


sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: Walinya berpuasa untuk
mewakilkannya”.

c) Puasa Kifarat

Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan suami
isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut.

2. Puasa Sunnah

Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:

a) Puasa enam hari pada bulan syawal

Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk


mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak mesti
berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa enam hari pada
bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi diharamkan pada tanggal
1 syawal karena ada hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya:
Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan
berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun”
(HR. Muslim).

b) Puasa Arafah

Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan puasa
pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah. Disebut
puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah.
Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa. Nabi
Muhammad SAW bersabda: Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu’ anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu’ alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu
beliau menjawab: “Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang. (Riwayat
Muslim)

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’ anhu bahwa Nabi Shallallaahu’ alaihi wa Sallam
melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah (Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi,
Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan hakim, Hadits munkar menurut Al – Uqaily).

c) Puasa Senin Kamis

Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah: Nabi Muhammad SAW memilih
waktu puasa hari senin kamis.

d) Puasa pada bulan sya’ban

Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada bulan
Sya’ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit sekali .
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya: Siti Aisyah berkata:
Adalah Rasulullah saw sering kali berpuasa, sehingga kami berkata: Beliau tidak “berbuka”.
Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: “Sehingga ia tidak berpuasa”. Saya tidak pernah
melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya
juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan
Sya’ban”. (HR. Bukhari dan Muslim).
e) Puasa As-Syura’

Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist Rasulullah
Saw yang berbunyi: “Rasulullah saw bersabda: Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh
Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu” (HR.
Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan
Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari
Asyura’, dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata:
“Ya Rasulullah,sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan
Nashrani”. Rasulullahsaw menjawab: “Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur,
kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya”. Ibn Abbas berkata: “Belum
juga sampai ke tahun berikutnya,Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu” (HR.
Muslim).

3. Puasa Makruh

a) Berpuasa pada hari jum’at

Berpuasa hanya pada hari Jum’at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya,
kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari
Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari
jum’at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan
sengaja hanya berpuasa pada hari Jum’at.

Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum’at saja adalah: Artinya: Rasulullah saw
bersabda: “Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum’at, kecuali ia berpuasa
sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari Muslim).

b) Puasa setahun penuh (puasa dahr)

Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat
untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Umar bertanya: “Ya Rasulallah,
bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?” Rasulullah saw menjawab: “Ia
dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka” (HR. Muslim).

c) Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya,
misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan
untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk
ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut: Artinya: Rasulullah saw bersabda: “Janganlah
kalian berpuasa wishal” beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya:
Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?” Rasulullah saw bersabda kembali:
“Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh
karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian” (HR. Bukhari Muslim).

4. Puasa Haram

Maksudnya ialah seluruh umat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika
kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka
sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah
mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah:

a) Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah

Artinya: “Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha” ( HR. Bukhari Muslim).

b) Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah

Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan
tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam), diperbolehkan untuk
berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits
berikut ini:

Artinya: Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: “Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-
hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)” (HR.
Bukhari).

c) Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu)

Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari
dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian
disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Artinya: Rasulullah saw
bersabda: “Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua
hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari
terebut” (Bukhari Muslim).

C. Syarat-Syarat Puasa

Syarat Wajib Puasa:

1. Beragama islam
2. Baligh dan berakal
3. Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua

D. Rukun Puasa

Rukun puasa ada tiga, dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri
(imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih diperselisihkan
yaitu niat.

1. Waktu

Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan
Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu siang
hari bulan ramadhan, Bukan waktu-waktu malamnya.

2. Menahan diri dari perkara yang membatalkan

Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga
terbenam matahari.

Hal-Hal yang membatalkan puasa:

a. Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.


b. Muntah dengan sengaja.
c. Haid dan Nifas.
d. Jima’ pada siang hari dengan sengaja.
e. Gila walau sebentar.
f. Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
g. Murtad.

3. Niat

Niat yaitu menyengaja puasa ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum
fajar shadiq. Artinya pada malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa besok
harinya akan mengerjakan puasa ramadhan.

E. Sunat Puasa Dan Puasa Sunat

Sunat puasa:

1. Makan sahur meski sedikit.


2. Mengakhirkan makan sahur.
3. Menyegerakan berbuka.
4. Membaca doa ketika berbuka puasa.
5. Menjauhi dari ucapan yang tidak senonoh.
6. Memperbanyak amal kebajikan.
7. Memperbanyak I’tikaf di masjid.

Puasa Sunat:

Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala
dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain:

1. Puasa hari Arafah ( 9 Dzulhijjah/selain mereka yang berhaji)


2. Puasa 6 hari dalam bulan syawal
3. Puasa tanggal 13, 14 dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4. Puasa hari senin dan kamis
5. Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6. puasa nabi Daud As.
F. Hari-Hari Yang Di Haramkan Berpuasa

1. Hari raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 Dzulhijjah.

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi

2. Berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.

Dari Nubaitsah al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu


'alaihi wa Sallam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum
serta berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla”. Riwayat Muslim.

G. Hari-Hari Yang Di Makruhkan Berpuasa

Hari jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa


Sallam bersabda: “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari Jum'at,
kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”. Muttafaq Alaihi

H. Ketetapan Hilal

Hilal ramadhan ditetapkan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Penglihatan Mata (Rukyah)

Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan
dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat. Ibnu Umar
Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan apabila engkau
sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka
perkirakanlah”. Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim : “ Jika awan menutupi kalian
maka perkirakanlah tiga puluh hari”. Menurut riwayat Bukhari: “Maka sempurnakanlah
hitungannya menjadi tiga puluh hari”.

2. Syiya’ ( Ketenaran )
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah
berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada keputusan
seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak berpuasanya mereka itu
berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah hendaknya hilal
dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.

3. Menyempurnakan Bilangan

Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah


manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30
hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan
Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal Syaban telah
diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan . Demikian pula jika telah
kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.

4. Bayyinah Syar’iyyah ( Bukti Syar’i )

Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang
disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah dengan lelaki
atau pun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi
tersebut maka ia harus mengamalkannya.

I. Hikmah Puasa

Adapun hikmah dari berpuasa yaitu:

1. Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa adalah
meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan
perintah, meninggalkan larangan, Firman Allah SWT: Artinya: “ Hai orang-orang yang
beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).

2. Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan kebiasaan yang
diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada keinginannya dan nafasnya itu
berkuasa padanya.
3. Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya lapar maupun tidak
dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan suatu kemiskinan
atau hajatnya tidak terlaksana, dengan sendirinya lalu bisa merasakan keadaan orang lain,
bahkan berusaha untuk membantu mereka yang berkepentingan dalam hidup ini.

4. Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai
berikut:

a. Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan
menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang
mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b. Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat
seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk
istirahat. Seperti Anda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon
insulin.
c. Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan
akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan.
Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses makanan
yang bertumpuk dan berlebihan. Puasa mengurangi berat badan berlebih, Puasa dapat
menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak
disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar gula
dalam darah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut
syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari mulai
terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai niat dan
syarat tertentu. Adapun hikmah dari berpuasa yaitu:

1. Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama


memberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
2. Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka memberi, serta peduli terhadap orang-
orang yang tak mampu.
3. Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam
berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
4. Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah
seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
5. Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa
seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
6. Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
7. Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah
menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
8. Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
9. Menjaga kesehatan jasmani

B. Saran

Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih
bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqih sunnah Jilid 2. Jakarta: Pena Pundi Aksara

Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Supiana dkk. 2001. Materi Pendidikan Islam. bandung : Remaja Rosdakarya.

Bahreisj, Hussein., 1980. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

Latif, M. Djamil., 2001. Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rifa’i, Moh., 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.

Anda mungkin juga menyukai