Bab 5. Model Hidrodinamika Tiga Dimensi. 5221edfwtfgww
Bab 5. Model Hidrodinamika Tiga Dimensi. 5221edfwtfgww
MODEL HIDRODINAMIKA
TIGA DIMENSI
Mulai
Pengembangan Model
Untuk Perairan Pantai
Semarang
Analisa
Selesai
67
67
Koordinat sigma () memiliki kisaran dari = 0 pada
z (permukaan perairan) hingga = -1 pada z = -H (dasar
perairan).
Melalui konversi kekoordinat tersebut selanjutnya
persamaan kontinuitas, persamaan momentum, persamaan keadaan
dan persamaan konveksi-difusi dapat dinyatakan sebagai berikut
(Mellor, 1998):
DU DV
0 (5.2)
x y t
UD U 2 D UVD U gD 2 0 ' ' D '
t o x D x '
fVD gD d '
t x y
K M U
D Fx
(5.3)
VD UVD V D V2
gD 0 ' ' D '
2
y o y D y '
fUD gD d '
t x y
K M U
Fy
D
(5.4)
TD TUD TVD T K H T R
FT
t x y D z
(5.5)
SD SUD SVD S K H S
F
t x y D S
(5.6)
q D Uq D Vq D q
2 2 2 2
K
q q 2
t x y D
2 K M U
2
V 2 g
2 ~ 2 Dq 3
K Fq
D o H B1l
(5.7)
68
68
dan persamaan model turbulen:
q 2 lD Uq 2 lD Vq 2 lD q 2 l Kq q 2 l
t x y s D
K U 2 V 2 g ~ ~
E1l M E K W Fl
D 3
o H
(5.8)
Dalam persamaan (5.2) merupakan transpormasi
kecepatan vertikal, secara fisik merupakan komponen arah normal
terhadap permukaan . Dalam koordinat kartesian kecepatan
vertikal tersebut adalah:
D D D
W U V
x x y y t t
(5.9)
Pada persamaan (5.3) dan (5.4) suku viskositas dan difusi
horizontal dinyatakan dengan:
Fx H xx H xy (5.10)
x y
Fy H xy H yy (5.11)
x y
dimana :
U
xx 2 AM ; (5.12)
x
U V
xy yx AM ; (5.13)
y x
V
yy 2 AM (5.14)
y
Kemudian juga bila bisa mewakili T,S,q2 atau q2l maka:
F Hq x Hq y (5.15)
x y
dimana :
q x AH ; (5.16)
x
q y AH (5.17)
y
69
69
5.2. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan ini lebih sering dikatakan sebagai
gelombang angin, dimana secara umum dicirikan oleh tinggi
gelombang signifikan H s , perioda gelombang signifikan Ts , dan
panjang gelombang signifikan Ls . Ketiganya didefenisikan sebagai
rata-rata tinggi, perioda dan panjang gelombang dari sepertiga
tinggi gelombang yang lebih tinggi (Rivera, 1997).
Tinggi gelombang signifikan H s menurut CERC (1984) dan
Bouws (1986) dapat ditentukan berdasarkan hubungan empirisnya
dengan angin, yakni :
0 , 42
gF
0,0125
0,283 W 2 gh
0 , 75
W2
Hs tanh 0,53 2 tanh 0 , 75
g W tanh 0,53 gh
2
W
(5.18)
Dengan kaitannya dengan angin, perioda gelombang
signifikan dapat ditentukan berdasarkan hubungan berikut :
0 , 25
gF
0,077 2
7,54 W gh
0 , 375
W
Ts tanh 0,833 2 tanh 0 , 375
g W tanh 0,833 gh
2
W
(5.19)
dimana F adalah jarak efektif angin W periode tertentu (fecth).
Sedangkan panjang gelombang siginifikan dapat ditentukan
berdasarkan hubungan eksplisit yang diberikan oleh Fenton dan
McKee (1990) berikut:
2/3
gTs2
3/ 2
2
Ls tanh h / g (5.20)
2 T
s
70
70
5.3. Nilai Awal dan Syarat Batas
Nilai awal dan kondisi batas termasuk dua faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam sebuah model, karena kedua faktor
tersebut akan mempengaruhi keakuratan hasil perhitungan.
Akan tetapi, satu dari sekian banyak permasalahan yang sulit
dalam pemodelan hidrodinamika secara numerik adalah dalam
menentukan syarat batas terbuka. Oleh karena itu, untuk mengatasi
hal tersebut beberapa penelitian telah melakukan dengan berbagai
bentuk variasi formulasi syarat batas terbuka (Arnold, 1987).
Pentingnya syarat batas tersebut karena sangat menentukan
keberhasilan pemodelan numerik. Dimana suatu model numerik
akan dapat dikembangkan dan digunakan secara efisien untuk
meneliti domain model regional dan pantai sangat ditentukan oleh
keberhasilan dalam pemberian syarat batas terbuka yang sempurna
(Marchesiello et al., 2001).
Tahapan simulasi model yang dijelaskan dalam buku ini
dilakukan atas dua tahapan ukuran model, yang disebut masing-
masing model besar dengan ukuran grid 500x500 m dan model
kecil dengan ukuran grid 50x50 m. Diskritisasi daerah model
disajikan dalam Gambar 5.3
71
71
5.3.1. Nilai Awal dan Syarat Batas Horizontal Model Besar
Saat awal simulasi model dilakukan kondisi perairan yang
ditinjau dianggap dalam keadaan tenang, yakni tanpa gangguan.
u=v=w==0 (5.21)
dalam bentuk numerik dapat dinyatakan sebagai berikut:
o o o o
ui,j,k vi,j,k wi,j,k ζ i,j,k 0 (5.22)
Kecepatan aliran tegak lurus terhadap batas tertutup dapat
diasumsikan sama dengan nol, dengan demikian pada batas tertutup
tersebut dapat kita gunakan pendekatan “syarat batas semi-slip”
sebagai berikut :
0 (5.23)
n
Berbeda dengan syarat batas tertutup, penentuan syarat batas
terbuka lebih sulit. Syarat batas terbuka untuk model besar ini
digunakan syarat batas berikut:
a. Syarat batas elevasi () :
η ς (5.24)
dimana : merupakan nilai elevasi yang diperoleh dari hasil
pengamatan di lapangan (data). Syarat batas elevasi ini digunakan
untuk mencari nilai elevasi pada batas terbuka sebelah Utara dari
model.
b. Syarat batas Gravity-wave radiation : Explicit (GWE):
0 (5.25)
t x
bentuk nemurik dari persamaan GWE adalah :
Bn1 Bn Bn Bn1 , (5.26)
dimana :
t
c ,
x
c gh
dimana: g = percepatan gravitasi, h = kedalaman perairan, t =
langkah waktu dan x = lebar grid horisontal.
72
72
terhadap batas tertutup (darat) adalah nol (syarat batas semi-slip) ,
maka secara matematis dapat dinyatakan sebagai :
0 (5.27)
n
Untuk batas terbuka horisontal yang digunakan dalam uji
model dan model kecil dibagi atas dua bagian, yakni syarat batas
untuk elevasi dan syarat batas kecepatan sebagai berikut :
a. Syarat batas terbuka elevasi () :
Untuk uji model, syarat batas elevasi diterapkan dalam
bentuk suatu persamaan, sedangkan untuk model kecil diambil dari
hasil simulasi model besar, yakni :
η ς , (5.28)
dimana : merupakan nilai elevasi yang diperoleh dari hasil model
besar. Karena ukuran grid model besar lebih besar dari grid model
kecil, maka penerapan elevasi yang diperoleh dari model besar
tersebut harus dilakukan interpolasi.
b. Syarat batas terbuka kecepatan:
Perhitungan batas terbuka untuk uji model dan horisontal
dalam model kecil ini digunakan beberapa pendekatan perumusan
syarat batas, yakni:
Syarat batas gradient (GRD) :
0, (5.29)
x
bentuk numerik dari persamaan GRD adalah :
nB1 nB11
Syarat batas Gravity-wave radiation: Explicit (GWE):
0 (5.30)
t x
bentuk nemurik dari persamaan GWE adalah :
Bn1 Bn Bn Bn1 ,
dimana :
t
c ,
x
c gh
Syarat batas Orlanski Radiation Implicit (ORI) sebagai berikut:
0, (5.31)
t x
73
73
bentuk nemurik dari persamaan ORI adalah :
Bn1 Bn1 1 2 Bn1 / 1 ,
dimana :
1 jika C L 1
Bn11 Bn11
C L jika 0 C L 1 C L n 1 ,
B 1 n 1
B 1 2 n
B2
0 jika C L 0
Penggunaan perumusan perhitungan batas terbuka kecepatan untuk
model kecil dipilih berdasarkan hasil analisa dari pengujian model.
U D V D
0, (5.46)
t x y
Setelah diintegrasikan, persamaan momentum (5.3) dan (5.4),
menjadi:
2
U D U D U V D ~
Fx f V D gD wu 0 wu 1
t x y x
gD o o ' D '
o 1 x x
+ Gx D ' d ' d
(5.47)
V D U V D V 2 D ~
Fy f U D gD wu0 wu 1
t x y y
gD o o ' D '
o 1 y y
+ Gy D ' d ' d
(5.48)
Obverbars menandakan integrasi kecepatan secara vertikal seperti:
o
U U d (5.49)
1
76
76
Suku dispersi didefenisikan menurut:
2
U D U V D ~ U 2 D UV D
Gx Fx Fx (5.52)
x y x y
2
U V D V D ~ UV D U 2 D
Gy Fy F y (5.53)
x y x y
Jika AM konstan dalam arah vertikal , maka suku “F” dan
(5.52) dan (5.53) diabaikan. Bagaimanapun, kita menghitung
variabel vertikal yang mungkin dalam difusi horizontal; termasuk
kasus jika tipe difusi Smagorinsky digunakan. Seluruh suku pada
sisi kanan dari (5.47) dan (5.48) dievaluasi pada masing-masing
langkah waktu internal dan dipertahankan konstan seluruh jumlah
langkah waktu eksternal .
77
77
permasalahan tersebut, maka penyelesaiannya diperhalus pada
masing-masing langkah waktu melalui penerapan filter Asselin
(1972), yakni berdasarkan persamaan berikut:
Ts T
2
T n 1
2T n T n1 (5.57)
dimana Ts adalah penyelesaian yang telah diperhalus, digunakan
= 0.05. Teknik ini mengintrodusir sedikit peredaman pada solusi
dengan teknik langkah Euler-bacward atau forward.
VA(I,J+1)
Y
UA(I,J) (I,J) UA(I+1,J)
VA(I,J)
X
Y T(I,J,K)
U(I,J,K) T(I,J, U(I+1,J,K)
Q(I,J,K)
K)
V(I,J,K)
X
Tampak mendatar
W(I,J+1,K)
Z(K)
Q(I,J,K+1)
Y
U(I,J,K) T(I,J,K) U(I+1,J,K) ZZ(K)
W(I,J,K Z(K+1)
X )Q(I,J,K+1)
Tampak vertikal
Gambar 5.5. Grid mode internal tiga-dimensi. Q mewakili KM, KH, Q2, atau
Q2L. T mewakili T, S, atau RHO. Sumber: Mellor,1988.
79
79
besar, namun untuk penerapan di perairan pantai Semarang faktor
DTI/DTE yang digunakan adalah 10.
Batasan tambahan ditentukan oleh difusi horizontal:
1
1 1 1
t I 2 (5.63)
4 AH x 2
y
dan rotasi:
1 1
t I (5.64)
f 2 sin
dimana:
AH = difusi horizontal,
= kecepatan sudut dari bumi, dan
Φ = latitude.
Δx Δx
F x ,y,σy, F x- ,y,σy,
2 2
F x,y,σ,y
x
(5.65)
2
Δx Δx
F x ,y,σy, F x- ,y,σy,
2 2
x F x,y,σ,y
Δx
(5.66)
F x x, y, ,t F x - x, y, ,t
x F x, y, ,t
x
(5.67)
2x
y x
F x,y,σ,y F x,y,σ,y F x,y,σ,y
xy x y
(5.68)
80
80
Operator „bar‟ dan „delta‟ menyatakan pembentukan
komutatif dan distributif aljabar. Variabel F(x,y,,t) dapat
n
dituliskan dalam bentuk Fi, j, k , x dan y merupakan selang grid
horisontal yang konstan. merupakan selang grid vertikal yang
besarnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan bertujuan untuk
mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin disebabkan oleh
besarnya nilai selang pada grid tertentu. Dengan demikian, sebagai
contoh penggunaan, maka persamaan 5.2, 5.3 dan 5.4 dapat ditulis
menjadi :
x y
t x ( D U ) y ( D V ) () 0 (5.69)
t x x x
x x y y y
t ( D xU ) x ( D U U ) y ( D V U ) f V D
x K x
x
(W U ) g D x Mx (U ) n 1
D
x
g (D ) 2 k
x m1 / 2 m1 / 2 Fxn1 (5.70)
o m1
t y y y
y x x y y x
t (D V ) y (D U V ) y (D V V ) f U D
y K y
y
(W V ) g D y My (V ) n 1
D
y
g (D ) 2 k
y m1 / 2 m1 / 2 Fyn1 (5.71)
o m1
81
81
Gambar 5.6. Domain untuk Teluk sederhana
82
82
Sedikit perbedaan hasil perhitungan terjadi saat penerapan
model pada kedalaman 2,5 m (Gambar 5.10). Dimana dalam
penerapan syarat batas GWE terjadi kenaikan mean sea level
(MSL) setinggi lebih kurang 0,2 m, sedangkan melalui penerapan
syarat batas GRD dan ORI hanya terjadi kenaikan MSL setinggi
lebih kurang 0,18 m. Hal ini berarti terjadi perbedaan melalui
penerapan syarat batas GRD dan ORI sebesar 0,02 m dari syarat
batas GWE. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa penerapan
syarat batas GRD dan ORI pada daerah yang lebih dangkal lebih
baik jika dibandingkan dari pada penerapan syarat batas GWE.
Namun demikian secara keseluruhan untuk penerapan ketiga syarat
batas pada kedalaman domain model 2,5 m telah terjadi kenaikan
MSL, akan tetapi perbedaan kenaikan tersebut tidak terlalu
signifikan. Oleh karena itu penerapan ketiga syarat batas untuk
berbagai variasi kedalam domain tidak memberikan hasil yang
berbeda, dengan pengertian lain kenaikan MSL bukan merupakan
pengaruh syarat batas yang berbeda, tetapi disebabkan oleh
kedalaman.
Hasil pengujian pengaruh syarat batas terbuka pada
kedalaman domain 250 m, pada semua titik pencuplikan dan
untuk seluruh syarat batas yang diuji, diperoleh hasilnya sama
(Gambar 5.7). Selain itu, amplitudo elevasi muka air hasil simulasi
sama dengan amplitudo elevasi pada syarat batas terbuka, yakni 1,0
m. Dalam pengujian tiga syarat batas terbuka dengan kedalaman
domain model 25 m, hasil simulasi memperlihatkan perbedaan
amplitudo elevasi muka air, terutama sekali elevasi muka air pada
bagian dekat batas terbuka dengan elevasi muka air pada bagian
lebih jauh dari batas terbuka (Gambar 5.8.). Amplitudo elevasi
muka air yang lebih jauh dari batas terbuka memberikan hasil yang
lebih besar yakni sekitar 1,75 m. Hal ini berarti terjadi kenaikan
elevasi muka air sebesar 0,75 m. Kenaikan sebesar tersebut terjadi
karena adanya akumulasi antara gelombang datang dan gelombang
pantul. Pengaruh gelombang pantul tersebut lebih kecil untuk
daerah yang lebih dekat dengan batas terbuka.
83
83
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.7. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 250 m.
84
84
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.8. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 25 m.
85
85
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.9. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 10 m.
86
86
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.10. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 2,5 m.
87
87
Pada pengujian tiga syarat batas terbuka dengan kedalaman
model 10 m, hasil memperlihatkan tidak terjadi perbedaan
amplitudo elevasi muka air yang berarti dari ketiga pendekatan
syarat batas terbuka (Gambar 5.9.). Dalam kasus kedalaman
domain model 10 m, yang terjadi untuk masing-masing pendekatan
syarat batas terbuka adalah elevasi muka air dalam domain model
lebih rendah dari elevasi muka air pada syarat terbuka. Dengan
demikian dapat dinyatakan pada kedalaman domain model 10 m
ini, telah terjadi peredaman elevasi muka air oleh model.
Pengujian penerapan syarat batas terbuka GRD dan GWE
pada saluran terbuka yang memiliki dua jety di tengah-tengah pada
kedua sisi darat saluran (Gambar 5.11). Hasil simulasi
memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan elevasi muka air yang
nyata. Dari hasil simulasi selama 24 jam dengan menerapkan
syarat batas GRD diperlihatkan pada titik tertentu dalam saluran
terjadi kenaikan MSL dari waktu ke waktu. Hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa penerapan syarat batas GWE akan memberikan
hasil lebih baik dari pada penerapan syarat batas GRD. Untuk lebih
jelasnya perbedaan yang terjadi diperlihatkan oleh Gambar 5.12.
Berdasarkan pengujian ketiga syarat batas terbuka yang
diterapkan pada dua bentuk domain model dan beberapa kedalaman
yang berbeda, terlihat bahwa syarat batas akan memberikan tingkat
keakuratan hasil yang berbeda. Dengan pengertian lain, bahwa
syarat batas yang sudah memberikan hasil yang baik diterapkan
pada domain tertentu belum tentu akan memberikan hasil yang baik
pada domain yang berbeda. Untuk itu, diperlukan pemilihan syarat
batas yang cocok untuk domain yang menjadi daerah kajian, karena
hal ini akan menentukan tingkat keberhasilan dan keakuratan dari
model yang dikembangkan untuk memprediksi suatu
permasalahan.
Gambar 5.11. Kanal dengan dua jety pada kedua sisi daratnya
88
88
Simpangan hasil yang ditimbulkan oleh syarat batas dapat
dikurangi dengan memberikan koefisien gesekan dasar yang cocok.
Chapman (1985) memperlihatkan bahwa saat menerapkan syarat
batas GRD dan ORI dengan koefisien gesekan dasar sebesar 0,
timbul kesalahan rms masing-masing sebesar 1,925 untuk syarat
batas GRD dan 0,2 untuk syarat batas ORI. Setelah nilai koefisien
gesekan dasarnya diganti menjadi 0,05, maka simpangan rms error
nya kurang menjadi 0,753 untuk syarat batas GRD dan 0,147 untuk
syarat batas ORI.
Gambar 5.12. Pengaruh perbedaan penggunaan syarat batas (GWE dan GRD)
pada saluran terbuka.
89
89
Berdasarkan hasil simulasi model (Gambar 5.13) terlihat
bahwa kedalaman dapat berpengaruh terhadap amplitudo elevasi
muka air dan juga dapat menggeser MSL. Untuk kedalaman 2,5 m,
hasil simulasi model memperlihatkan elevasi muka airnya lebih
rendah jika dibandingkan dengan hasil pada pengujian kedalaman
yang lainnya. Selain itu, pada kedalaman 2,5 m hasil simulasi juga
memberikan kenaikan MSL lebih kurang 0,25 m dari yang semula
MSL nya 0,0 m.
Sedangkan untuk kedalaman yang diuji, kedalaman hanya
berpengaruh terhadap elevasi muka airnya. Dari ketiga kedalaman
(10, 25 dan 250 m) tidak terjadi konsistensi pengaruh kedalaman
terhadap elevasi muka air, dimana untuk kedalaman 10 m,
memberikan elevasi muka air lebih rendah dari hasil kedalaman 25
dan 250 m. Sedangkan kedalaman 25 m, memberikan hasil
simulasi model elevasi muka airnya lebih tinggi dari kedalaman
250 m.
Gambar 5.13 juga memperlihatkan bahwa hasil simulasi
model pada kedalaman 25 m terjadi peningkatan elevasi muka air
dari syarat batas terbukanya, hal ini memberikan gambaran bahwa
akumulasi antara gelombang datang dan gelombang pantul telah
membuat elevasi muka air semakin tinggi sebesar 0,75 m.
Untuk mengurangi kesalahan yang ditimbulkan oleh
kedalaman perairan terhadap hasil simulasi model salah satunya
dapat dilakukan dengan merubah besarnya grid. berikut
diperlihatkan pengaruh perubahan ukuran grid terhadap magnitudo
elevasi muka air.
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1 Pers.IV
Elevasi (m)
_39
Pers.IV
0,05 _40
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
-0,05
-0,1
-0,15
-0,2
Waktu (jam)
Gambar 5.14. Pola elevasi muka air dengan tiga macam pendekatan koefisien
gesekan dasar dengan besar grid horizontal 1080 m.
91
91
5.12. Verifikasi Model Dengan Hasil Model Van Rijn
Sebelum model hidrodinamika POM diterapkan di perairan
pantai Semarang maka terlebih dahulu juga dilakukan uji model
melalui verifikasi model pada saluran sederhana. Uji model yang
dilakukan disini adalah dengan cara membandingkan hasil simulasi
yang diperoleh dengan hasil model van Rijn (1987).
Domain sintetik yang digunakan sebagai pembanding
merupakan sebuah saluran terbuka yang memiliki sebuah jety pada
salah satu sisi darat dari saluran, deskripsi lengkap dari domain
model adalah sebagai berikut: lebar : 1000 m, panjang : 3100 m,
panjang dam 400 m, grid numerik 20 x 40 titik grid, kedalaman 6
m, elevasi (inlet) 0,18 m, dan elevasi (outlet) 0,0 m, untuk lebih
jelas deskripsi di atas diperlihatkan oleh Gambar 5.15.
(a)
(b)
Gambar 5.16. Sirkulasi arus (a) Hasil simulasi model; (b) Hasil van Rijn (1987).
5,00E-01
4,00E-01
3,00E-01
Elevasi (m)
2,00E-01
Demak
1,00E-01
0,00E+00
Kendal
-1,00E-01
-2,00E-01
-3,00E-01
-4,00E-01
1 35 69 103 137 171 205 239 273 307 341 375 409 443
Waktu (Jam)
Gambar 5.18. Syarat batas model besar (elevasi) pasang surut untuk musim
kemarau (15 Juli – 2 Agustus 1997). Sumber: Laporan survei TIM
URGE BATCH III.
5,00E-01
4,00E-01
3,00E-01
Elevasi (m)
2,00E-01 Demak
1,00E-01
0,00E+00 Kendal
-1,00E-01
-2,00E-01
-3,00E-01
1 36 71 106 141 176 211 246 281 316 351 386 421 456
Waktu (Jam)
Gambar 5.19. Syarat batas model besar (elevasi) pasang surut untuk musim
hujan (21 Februari – 11 Maret 1998). Sumber: Laporan survei TIM
URGE BATCH III.
95
95
5.14.2. Verifikasi Model Besar
Untuk model besar hanya dilakukan verifikasi elevasi muka
air pada satu titik lokasi yakni di muara Tambak Lorok Semarang.
Data lapangan yang digunakan dalam verifikasi ini adalah data
yang diperoleh berdasarkan hasil survei pada tanggal 19 Juli – 3
Agustus 1997 dan hasil pengamatan pada tanggal 24 Februari – 11
Maret 1998.
0,5
0,4
0,3
Elevasi (m)
0,2
Observasi
0,1
0
Model
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
1 27 53 79 105 131 157 183 209 235 261 287 313 339
Waktu Jam
Gambar 5.20. Verifikasi Model Besar untuk Musim Kemarau pada titik C2
(Muara Bajir Kanal Timur).
0,5
Elevasi Muka Air (m)
0,4
0,3
0,2
Observasi
0,1
0
Model
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
1 27 53 79 105 131 157 183 209 235 261 287 313 339
Waktu (Jam)
Gambar 5.21. Verifikasi Model Besar untuk Musim Hujan pada titik C2 (Muara
Bajir Kanal Timur).
97
97
adalah stratifikasi vertikal kecepatan arus dari permukaan ke arah
dasar semakin kecil. Dimana kejadian ini disebabkan pada bagian
dasar perairan dipengaruhi oleh adanya gesekan dasar, sehingga
dengan demikian menyebabkan kecepatan aliran menjadi lambat.
Hasil yang diperoleh ini memiliki kemiripan kualitatif dengan
yang dihasilkan oleh Suprijo (1999) dan hanya memiliki sedikit
(tidak terlalu signifikan) perbedaan dalam hal magnitudo
kecepatannya). Adanya perbedaan tersebut diduga karena terdapat
perbedaan pada koefisien-koefisien yang dipakai, misalnya
koefisien kekasaran permukaan laut.
Dimana Suprijo (1999) menghasilkan saat kondisi pasang
menuju surut perbani menunjukkan bahwa arus pasang-surut di
perairan Teluk Semarang bergerak dari Timur ke Barat. Kisaran
magnitudo kecepatannya untuk kondisi ini adalah 0,03 - 0,28 m/dt
(lapisan permukaan), 0,02 - 0,22 m/dt (lapisan tengah) dan 0,05 -
0,1 m/dt (lapisan dekat dasar). Pada kondisi surut menuju pasang
dinyatakannya bahwa arus bergerak dari dari Barat / Baratlaut
menuju Timur / Timurlaut dengan kisaran magnitudo kecepatan
0,03 - 0,32 m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 m/dt (lapisan
tengah) dan 0,05 - 0,1 m/dt (lapisan dekat dasar).
Pada saat kondisi pasang surut purnama Suprijo (1999)
mengungkapkan bahwa kondisi arus di perairan Teluk Semarang
saat surut menuju pasang arus bergerak dari Barat / Baratlaut
menuju Timur / Timurlaut dengan magnitudo kecepatan 0,03 - 0,32
m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 m/dt (lapisan tengah) dan
0,05 - 0,1 m/dt (lapisan dekat dasar). Sedangkan pada kondisi surut
menuju pasang, arus bergerak dari arah Timur / Timurlaut menuju
Barat / Barat laut dengan kisaran magnitudo kecepatan 0,04 - 0,32
m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 (lapisan tengah) dan 0,08 -
0,15 m/dt (lapisan dekat dasar).
98
98
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.22. Sirkulasi arus menuju surut (perbani) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 196,5 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c)
dasar. Satuan dalam 10-4 m/dt.
99
99
(a)
(b)
(c )
Gambar 5.23. Sirkulasi arus menuju pasang (perbani) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 203 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.
100
100
(a)
(b)
(c )
Gambar 5.24. Sirkulasi arus menuju pasang (purnama) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 277 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.
101
101
(a)
(b)
(c )
Gambar 5.25. Sirkulasi arus menuju surut (purnama) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 284 jam) ; (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.
102
102
5.15. Model Kecil
Nilai batas pada daerah terbuka yang digunakan pada model
kecil ini ada dua bagian yakni: elevasi permukaan air, diberikan
berupa elevasi permukaan yang diperoleh dari hasil simulasi model
besar, dan untuk kecepatan adalah syarat batas persamaan ORI
diterapkan pada sisi sebelah Barat, Timur dan Utara.Dalam
simulasi model kecil ini dilakukan untuk dua kelompok kondisi
berdasarkan pembangkitnya, yakni: pasut dan pasut digabungkan
angin. Untuk kondisi dengan pembangkit gabungan antara pasut
dan angin dilakukan simulasi model untuk dua musim, yakni
monsun Barat dan Monsun Timur.
Verifikasi model kecil dilakukan dengan cara
membandingkan hasil simulasi model dengan data pengamatan
pada dua titik pengamatan, masing-masing adalah titik C1 dan C2.
Pada titik C1 verifikasi hanya dilakukan untuk kecepatan saja,
sedangkan pada titik C2 dilakukan untuk elevasi muka air dan
kecepatan. Verifikasi juga dilakukan dalam beberapa macam
pendekatan, yakni : amplitudo elevasi muka air dan kecepatan,
serta juga dilakukan pembadingan dengan data sebaran kecepatan
pada waktu-waktu tertentu.
Pada syarat batas terbuka, elevasi muka air yang digunakan
adalah elevasi muka air dari jenis pasut semidiurnal, dengan
demikian hasil simulasi model yang diperoleh juga merupakan
jenis pasut semidiurnal. Dari hasil ini terlihat adanya kecocokan
dan logika yang benar dari jenis pasut yang dihasilkan simulasi
model dengan jenis pasut yang merupakan syarat batas terbuka
model.
Hasil verifikasi elevasi muka air pada titik C2 disajikan
dalam Gambar 5.26. Gambar tersebut memperlihatkan kecocokan
yang cukup bagus antara elevasi muka air hasil simulasi model dan
data pengamatan, baik itu fasa pasang surut, maupun magnitudo
elevasi muka air, walaupun masih terjadi sedikit perbedaan pada
ketinggian elevasi muka airnya. Diduga sedikit perbedaan tersebut
karena titik C2 berada pada perairan yang cukup dangkal (1,5 m),
sehingga memberikan hasil yang kurang baik terhadap hasil model,
seperti yang telah dibuktikan dalam bagian pengujian sensitivitas
model pada bagian terdahulu. Dugaan lain juga dikarenakan belum
begitu sesuainya koefisien gesekan dasar yang diterapkan dengan
yang semestinya. Dengan demikian model yang diterapkan untuk
103
103
perairan pantai Semarang, berdasarkan hasil verifikasi elevasi
muka air, telah memperlihatkan hasil yang cukup baik.
Elevasi muka air hasil simulasi model pada titik C1 dan C2
tidak memperlihatkan perbedaan, sehingga dengan demikian
diharapkan juga bahwa kondisi lapangannya juga memiliki kondisi
yang sama. Oleh karena itu, maka dapat dianggap bahwa verifikasi
yang dilakukan pada titik C2 sudah cukup mewakili verifikasi
elevasi muka air daerah lainnya yang ada dalam domain model.
0,5
Elevasi Muka Air (m)
0,4
0,3
0,2
0,1
0
-0,1
-0,2
simulasi
-0,3
-0,4 pengamatan
1 25 49 73 97 121 145 169 193 217 241 265 289 313 337
Waktu (Jam)
Gambar 5.26. Verifikasi Elevasi Permukaan Air di Muara Banjir Kanal Timur
Semarang Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.
0,4
0,3
0,2
Elevasi Muka Air (m)
0,1
-0,1
-0,2
-0,3
1 15 29 43 57 71 85 99 113 127 141 155 169 183 197 211 225 239 253 267 281 295 309 323 337 351
Waktu (Jam)
104
104
Verifikasi kecepatan dipisahkan atas komponen-
komponennya, yakni komponen kecepatan u dan komponen
kecepatan v. Komponen kecepatan u merupakan komponen
kecepatan yang sejajar dengan sumbu x dan komponen kecepatan v
merupakan komponen kecepatan yang sejajar dengan sumbu y
dalam sistim koordinat kartesian. Verifikasi komponen kecepatan
dibagi atas dua bagian, yakni arus pasut dan arus pasut ditambah
angin (arus total).
Hasil verifikasi masing-masing komponen kecepatan arus
pasut pada titik C1 dan C2 secara berurutan diperlihatkan dalam
Gambar 5.28 dan 5.29. Verifikasi pada titik C1 untuk komponen
kecepatan arus pasut u dan v terlihat cukup bagus kesesuaian antara
hasil simulasi model dengan data pengamatan lapangan (Gambar
5.28). Pada awal-awal hasil simulasi model terlihat masih adanya
sedikit pergeseran fasa komponen kecepatan arus pasut u antara
hasil simulasi model dan data pengamatan, namun perbedaan
tersebut untuk waktu-waktu lebih lanjut makin berkurang.
Pergeseran fasa tersebut dikarenakan kestabilan numerik model
belum tercapai. Hasil yang lebih baik diperlihatkan oleh komponen
kecepatan arus pasut v (Gambar 5.29), dimana terlihat kecocokan
fasa antara hasil simulasi model dan data lapangan.
Amplitudo kedua komponen kecepatan hasil verifikasi
memperlihatkan adanya sedikit perbedaan. Sama halnya dengan
verifikasi elevasi muka air, maka diduga perbedaan ini disebabkan
belum dihasilkan koefisien gesekan yang semestinya. Namun
demikian berdasarkan tinjauan hasil verifikasi komponen kecepatan
arus pasut pada titik C1, walaupun masih ada sedikit perbedaan
dengan data pengamatan langsung dilapangan model yang
diterapkan ini relatif cukup bagus, akurat dan dapat dipercaya.
Berbeda dengan hasil verifikasi komponen kecepatan pada
titik C1, dimana hasil verifikasi kecepatan arus pasut pada titik C2
relatif kurang baik, karena antara hasil simulasi model dan data
pengamatan terdapat perbedaan yang signifikan, terutama sekali
dalam hal amplitudo komponen kecepatannya. Amplitudo
komponen kecepatan arus pasut u dan v hasil simulasi model jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan data lapangan (Gambar 4.28).
Komponen kecepatan arus pasut u hasil simulasi model memiliki
amplitudonya rata-rata sekitar 67% lebih kecil dari amplitudo
komponen kecepatan u data pengamatan, sedangkan amplitudo
105
105
komponen kecepatan v hasil simulasi memiliki rata-rata sekitar
36% lebih kecil dari amplitudo komponen kecepatan v data
pengamatan.
0,06
Kecepatan (m/det)
0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
pengamatan
Waktu (jam)
simulasi
(a)
Verifikasi Komponen Kecepatan (v) Arus Pasut
Lokasi: C1 (Musim hujan)
0,03
Kecepatan (m/det)
0,02
0,02
0,01
0,01
0,00
-0,01
-0,01
-0,02 pengamatan
-0,02
-0,03 Simulasi
-0,03
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
Waktu (jam)
(b)
Gambar 5.28. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Pasut di
Stasiun C1 Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.
106
106
gelombang pendek tidak dipertimbangkan. Suprijo (1999)
menyatakan bahwa pada zona gelombang pecah arus tidak linier,
sehingga sangat kecil kemungkinannya akan diperoleh kecocokan
antara hasil simulasi model dengan data lapangan jika pengaruh
gelombang pecah tersebut tidak dimasukkan, seperti yang
dilakukan dalam penelitian ini.
0,06
Kecepatan (m/det)
0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04 pengamatan
-0,06
simulasi
-0,08
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
Waktu (jam)
(a)
0,15
Kecepatan (m/det)
0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
pengamatan
-0,15
Simulasi
-0,20
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
Waktu (jam)
(b)
Gambar 5.29. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Pasut di
Stasiun C2 (Muara BKT ) Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret
1998.
Gambar 5.30. Data angin hasil pengamatan pada tanggal 19 Juli s/d
3 Agustus 1997
Gambar 5.31. Data angin hasil pengamatan pada tanggal 24 Pebruari s/d 10
Meret 1998
108
108
Apabila dibandingkan antara hasil simulasi model arus
pasut dengan hasil simulasi model arus total, secara keseluruhan
terlihat pengaruh angin terhadap hasil simulasi model cukup
signifikan.
0,25
0,20
0,15
Kecepatan (m/det)
0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
pengamatan
-0,15
-0,20 simulasi
-0,25
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
Waktu (jam)
(a)
0,08
0,06
Kecepatan (m/det)
0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
-0,10
-0,12
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
Simulasi
(b)
Gambar 5.32. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Total di
Stasiun C1 Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.
109
109
Verifikasi Komponen Kecepatan (u) Arus Total
Lokasi: C2 (Musim Hujan)
0,30
0,25
0,20
Kecepatan (m/det)
0,15
0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
-0,15
-0,20
-0,25
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
simulasi
(a)
1,00
0,80
Kecepatan (m/det)
0,60
0,40
0,20
0,00
-0,20
-0,40
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346
pengamatan
Waktu (jam)
Simulasi
(b)
Gambar 5.33. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Total di
Stasiun C2 pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5.34. Verifikasi Arah Kecepatan Arus Pasut di Stasiun C1 dan C2
(Depan Muara BKT) pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret
1998. (a) Pengamatan C1, (b) Simulasi C1, (c) Pengamatan C2 dan
(d) Simulasi C2.
111
111
Gambar 5.35. Pola arus pengamatan dan simulasi, 25 Februari 1998 pukul 14.00
WIB
Gambar 5.36. Pola arus pengamatan dan simulasi, 20 Juli 1997 pukul 13.00 WIB
113
113
Selatan. Kecepatan arus maksimum pada lapisan permukaan adalah
0,14 m/dt, lapisan tengah 0,14 m/dt dan lapisan dekat dasar 0,03
m/dt. Peralihan dari musim Timur ke musim Barat memiliki arus
ralatif lebih kecil dibandingkan dengan musim-musim yang
lainnya.
Berdasarkan hasil simulasi model untuk periode musiman
kecepatan arus maksimum terjadi pada musim Barat dan musim
Timur, yakni 0,35 m/dt, yang pada masing-masing musimnya pada
lapisan permukaan.
Musim Barat
Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km
(b)
(c)
Gambar 5.37. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada Musim barat; (a)
permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
114
114
Peralihan musim Barat-
Timur
Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km
(b)
(c)
Gambar 5.38. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada peralihan musim
Barat ke musim Timur; (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
115
115
Musim Timur
Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km
(b)
(c)
Gambar 5.39. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada musim Timur; (a)
permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
116
116
Peralihan musim
Timur- Barat
Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km
(b)
(c)
Gambar 5.40. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada musim peralihan
musim Timur ke musim Barat; (a) permukaan, (b) tengah dan (c)
dasar.
117
117