Anda di halaman 1dari 12

TRAINING OF TRAINER

MIRROR THERAPY (TERAPI CERMIN)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gerontik


Pembimbing Akademik : Sugiharto, Ns., MAN,Ph.D.
Pembimbing Klinik : Latifah, Amk

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. Adi Gunawan (202102040056)


2. Ganjar Widagdo (202102040086)
3. Ameliya Tri Yuliana (202102040080)
4. Ana Khaitul Sulistiani (202102040075)
5. Devita Listiani (202102040110)
6. Dian Islamiyah (202102040068)
7. Fifi Lutfiah (202102040076)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit stroke pada umumnya adalah penyebab kematian yang menempati
urutan ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Namun, stroke menyebabkan orang
menjadi cacat pada kelompok usia diatas 60 tahun. Penderitanya banyak yang cacat,
menjadi invalid, tidak mampu mencari nafkah, menjadi tergantung pada orang lain, dan
menjadi beban pada keluarga, dan beban ini dapat berupa beban tenaga, perasaan, dan
beban ekonomi. Ada beberapa macam komplikasi yang disebabkan oleh stroke non
hemoragik ini diantaranya adalah edema cerebri dan peningkatan intracranial dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, transformasi hemoragik,
infeksi : pneumonia (infeksi paru-paru yang disebabkan oleh virus, bakteri jamur dan
parasite), ISK yang terjadi karena bakteri yang menginfeksi saluran kemih, trombosit
vena dalam, dan gangguan aktivitas (Kusgiarti, 2017).
Penderita stroke di Indonesia sebanyak 5% yang berusia 65 tahun pernah
mengalami setidaknya satu kali serangan stroke (Oktaffrastya W. Septafani, Shella
Mangga Trusilawati, 2019). Menurut WHO 2018 dalam (Kemenkes RI, 2018) Indonesia
menduduki peringkat pertama sebagai negara yang mengalami stroke di seluruh Asia,
Data nasional Indonesia menunjukkan stroke merupakan penyebab kematian tertinggi,
yaitu sebanyak 15,4%, sekitar 750.000 pertahun orang mengalami stroke dan 200.000
orang diantarannya mengalami stroke berulang (Putri Arum Auliya, Aji Prima, 2020).
Menurut data dari RISKESDAS 2018 terjadi peningkatan jumlah penderita stroke
di Indonesia dari 7% permil di 2013 dan sekarang menjadi 10,9% permill pada tahun
2018, berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (RISKESDAS,
2018) dengan prevalensi kasus stroke menempati urutan ke 5 dari 8 provinsi kasus
penyakit yang tidak menular dengan presentase 3,91%.
Pada pasien stroke rata-rata 70-80% mengalami hemiparesis (kelemahan otot
pada salah satu bagian sisi tubuh) dengan 20% dapat meningkatkan fungsi motoric /
terjadi kelemahan pada anggota ekstremitas bila tidak mendapatkan terapi yang baik
dalam intervensi keperawatan maupun rehabilitasi pasca stroke (Setiyawan et al., 2019).
Intervensi untuk penyembuhan pada pasien stroke dapat dilakukan dengan terapi
medikasi obat-obatan yang dilakukan oleh fisioterapi atau latihan seperti latihan aerobic,
latihan rentang gerak (ROM), latihan koordinasi, latihan penguatan, selain itu bisa
menggunakan terapi yang dikombinasikan untuk meningkatkan status fungsional,
sensorik motoric dan intervensi yang bersifat non vasif, ekonomis dan langsung
berhubungan dengan system motoric yang menstimulus ipsilateral atau korteks sensori
motoric kontrateral yang mengalami lesi yaitu bisa menggunakan terapi rentang gerak
dengan menggunakan media cermin atau mirror therapy (Setiyawan et al., 2019).
Terapi yang dapat digunakan untuk membantu mengembalikan kekuatan otot
pada pasien stroke non hemoragik selain menggunakan terapi farmakologis bisa juga
menggunakan terapi non farmakologis, salah satu contohnya adalah dengan
menggunakan terapi alternatif yang dapat diterapkan, dan diaplikasikan pada penderita
stroke non hemoragik dengan menggunakan terapi cermin yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan status fungsional sensorik dan motoric yang merupakan intervensi yang
bersifat non invasive, ekonomis dan langsung terhubung dengan system motoric dengan
cara melatih dan menstimulus ipsilateral atau korteks sensori motoric kontralateral yang
mengalami lesi. Bentuk rehabilitasi yang mengandalkan bayangan motoric, dimana
cermin yang akan memberikan stimulasi visual yang cendrung diikuti oleh bagian tubuh
yang terganggu,terapi ini relative baru,murah,sederhana, dan berfungsi memperbaiki
anggota gerak yang terganggu karena terapi cermin melibatkan system mirror neuron
yang terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan motoric.
Penggunaan mirror therapy terhadap penderita stroke ini menunjukkan adannya
peningkatan kekuatan otot, pemberian mirror therapy pada pasien stroke dilakukan 5 kali
sehari selama 7 hari dan nampak perubahan yang sangat jelas, sebelum dilakukan mirror
therapy, kekuatan otot pasien stroke non hemoragik dikisaran 2 dan setelah dilakukan
mirror therapy selama 7 hari didapatkan hasil perubahan kekuatan otot nya menjadi
dikisaran 4 (Sataloff et al., 2020).
Terapi cermin dilakukan dengan mengandalkan bayangan motoric,dimana cermin
yang akan memberikan stimulasi visual yang cendrung diikuti oleh bagian tubuh yang
terganggu,terapi ini relative baru, murah, sederhana, dan berfungsi memperbaiki anggota
gerak yang terganggu karena terapi cermin melibatkan system mirror neuron yang
terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan motoric (Putri
Arum Auliya, Aji Prima, 2020).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Peserta mampu mengetahui dan melakukan mirror theraphy untuk kekuatan
otot pada lansia yang mengalami stroke di PPSLU Bojongbata.
2. Tujuan Khusus
a. Peserta mampu mengetahui pengertian mirror theraphy
b. Peserta mampu mengetahui tujuan dan manfaat mirror theraphy
c. Peserta mampu melakukan mirror theraphy pada lansia stroke
C. Setting Tempat

3 3 3 3 3

1 2

Keterangan :
1 = Leader (Ganjar Widagdo)
2 = Co leader (Devita Listiani)
3 = Fasilitator (Adi gunawan, Anna Khaitul Sulistiani, Dian Islamiyah, Fifi
Lutfiah, Ameliya Tri Yuliana)
4 = Audien/ sasaran (Petugas PPLSU Bojongbata).

D. Metode

Ceramah dan demonstrasi.

E. Media/ Alat
1. Laptop
2. LCD
3. Cermin

F. Tempat

Aula Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bojongbata.

G. Waktu
1. Hari, Tanggal : Selasa, 24 Mei 2022
2. Pukul : 09.00 WIB-Selesai
3. Durasi : 60 Menit.

H. Sasaran

Petugas Panti Pelayanan Sosial Lansia Bojongbata.


I. Pelaksana

Mahasiswa Profesi Ners UMPP Kelompok 1.

J. Uraian Kegiatan

No Uraian Kegiatan Respon Waktu


1 Pembukaan
1. Mahasiwa memberikan 1. Sasaran menjawab salam 10
salam 2. Sasaran mendengarkan menit
2. Mahasiwa memperkenalkan dan memperhatikan
anggota kelompok
3. Mahasiwa menjelaskan
tentang topik TOT
4. Mahasiwa membuat kontrak
5. Mahasiwa menjelaskan
tujuan dari TOT
6. Apersepsi
2 Pelaksanaan
1. Pengertian TOT mirror Sasaran mendengarkan dan 40
theraphy memperhatikan. menit
2. Tujuan TOT mirror
theraphy
3. Melakukan implementasi
mirror theraphy pada
lansia stroke

3 Penutup
1. Memberikan kesempatan 1. Sasaran memberikan 10
sasaran untuk bertanya pertanyaan menit
2. Menanyakan kembali materi 2. Sasaran menjawab
yang telah diberikan pertanyaan
3. Mahasiswa menyimpulkan 3. Sasaran mendengar dan
materi memperhatikan
4. Menutup pertemuan dengan 4. Sasaran menjawab salam
mengucapkan hamdalah
K. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
a. Materi sudah siap dan dipelajari sebelum dilakukan seminar
b. Media sudah siap 2 hari sebelum seminar
c. Kontrak waktu dengan sasaran sudah di sampaikan 1 hari sebelum seminar
d. Tempat sudah siap 2 jam sebelum seminar dilakukan.
2. Evaluasi Proses
a. Sasaran memeperhatikan penjelasan mahasiswa
b. Sasaran aktif bertanya atau memberikan pendapat
c. Media dapat digunakan secara efektif.
3. Evaluasi Hasil

a. Sasaran dapat menjelaskan kembali Pengertian mirror theraphy


b. Tujuan dan manfaat mirror theraphy
c. Melakukan implementasi mirror theraphy pada lansia yang mengalami stroke
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mirror Theraphy


Mirror Therapy adalah bentuk citra motorik di mana cermin digunakan untuk
menyampaikan rangsangan visual ke otak melalui pengamatan bagian tubuh yang tidak
terpengaruh saat ia melakukan serangkaian gerakan. Dalam terapi cermin, kami
menggunakan gerakan tangan dan lengan yang lebih kuat untuk mengelabui otak agar
berpikir bahwa lengan yang lebih lemah juga bergerak (Pradeephan, 2017).
Mirror Therapy (Terapi Cermin) adalah terapi rehabilitasi atau Latihan yang
mengandalkan dan melatih bayangan atau imajinasi motoric pasien, dimana cermin akan
memberikan stimulasi visual yang akan cendrung ditiru oleh bagian tubuh yang
mengalami gangguan (Putri Arum Auliya, Aji Prima, 2020).
Mirror Therapy merupakan intervensi yang diinduksi kognitif yang membuat
pasien melihat gerakannya dari sisi non paratik melalui cermin setelah menutupi lengan
paretik dengan cermin untuk memberi pasien sensasi motoric ilusi dari gerakan normal
lengan paretic dan menginduksi ilusi visual sehingga mengakibatkan wilayah otak yang
rusak (Novaes et al., 2018).
B. Tujuan Mirror Therapy
Menurut penelitian Anggi (2017) tujuan terapi cermin yaitu :
1. Meningkatkan fungsi motorik dan ADL
2. Mengurangi rasa sakit
3. Mengurangi gangguan sensorik

C. Manfaat Mirror Therapy


Terapi rentang gerak menggunakan metode Mirror Terapy atau terapi cermin ini
mengandalkan pembayangan motoric dimana cermin akan memberikan stimulasi pada
motoric kotrikal dan spinal melalui efeknya pada pada system neuron cermin, pantulan
pada cermin tersebut yang cendrung ditiru oleh bagian tubuh yang mengalami gangguan,
sehingga terapi ini bermanfaat dalam penyembuhan motoric dari tangan dan gerak mulut
karena terapi ini melibatkan system mirror neuron yang terdapat didaerah korteks serebri
(Putri Arum Auliya, Aji Prima, 2020).
D. Indikasi Mirror Therapy
Terapi cermin ini diberikan kepada seluruh penderita stroke yang mengalami
gangguan kelemahan otot (Anggi, 2017).

E. Persiapan Klien dan Alat


1. Persiapan alat : Cermin 25 x 20 inci, lembar observasi, kursi dan meja
2. Persiapan klien : kontrak topic, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan
terapi cermin.
3. Persiapan lingkungan : ciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien, jaga
privacy pasien (Anggi, 2017)
F. Standar Operasional Prosedur (SOP) Mirror Therapy
1. Penjelasan kepada pasien sebelum melakukan mirror therapy :
a. Sekarang anda akan melakukan latihan dengan bantuan cermin selama
latihan anda harus berkonsentrasi penuh.
b. Latihan ini terdiri atas 2 sesi masing-masing sesi 15 menit, dengan istirahat
selama 5 menit diantara masing-masing sesi.
c. Lihatlah pantulan tangan kanan anda dicermin, bayangkan seolah-olah itu
adalah tangan anda (jika yang paresis tangan kiri atau sebaliknya) anda tidak
di perbolehkan melihat tangan yang sakit dibalik cermin.
d. Lakukan gerakkan secara bersamaan (simultan) pada kedua anggota gerakats
gerakan diulang sesuai dengan instruksi dengan konstanta ±1 detik/gerakan.
e. Jika anda tidak bisa menggerakan tangan yang sakit berkonsentrasilah dan
bayangkan seolah-olah anda mampu menggerakkannya sambil tetap melihat
bayangan di cermin (Hardiyanti, 2013)
2. Posisi pasien saat melakukan mirror therapy
Pasien duduk atau berdiri menghadap cermin kedua tangan dan lengan
bawah di letakkan diatas meja. Sebuah cermin diletakkan dibidang mid sigital
didepan pasien tangan sisi paresis di posisikan di belakang cermin sedangkan
tangan sisi yang sehat diletakkan didepan cermin. Dibawah sisi paresis diletakkan
penopang untuk mencegah lengan bergeser atau jatuh selama latihan. Kantong
pasir diletakkan di sisi kanan dan kiri lengan bawah posisi diatur sedemikian rupa
sehingga dapat melihat tangan sisi paresis. Pantulan tangan yang sehat tampak
seolah-olah sebagai tangan yang sakit (Hardiyanti, 2013).
a. Pada latihan hari pertama, pasien diberikan latihan adaptasi. Pada
pertemuan berikutnya, bila pasien sudah mampu berkonsentrasi selam
latihan,maka dapat dilanjutkan latihan gerak dasar, namun bila belum
bias, akan tetapi diberikan latihan adaptasi sampai pasien berkonsentrasi
melihat pantulan bayangan di cermin (Hardiyanti, 2013)
b. Setiap sesi latihan, pasien akan diberikan 1 macem latihan gerak dasar,
jika sudah mampu melakukan terus-menerus maka dilanjutkan dengan 1
macam gerak variasi. Bila gerak variasi sudah dikuasai, maka dilanjkan
shapping (gerakan kombinasi) (Hardiyanti, 2013)
c. Selama latihan, perawat mengamati resppon dan keluhan subjek. Jika
subjek sudah merasa lelah, atau merasakan kesemutan yang megganggu
pada tangan sisi paresis, maka latihan di hentikan. Pasien dipersilahkan
untuk istirahat selama 5 menit, setelah itu dilanjutkan latihan sesi
berikutnya (Hardiyanti, 2013).
d. Jenis latihan yang dilakukakndan respon maupun keluhan pasien selama
latihan dicatat dalam formulir kegiatan latihan (Hardiyanti, 2013).
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Mirror Therapy ( Terapi Cermin) adalah terapi rentang gerak yang mengandalkan
bayangan atau imajinasi yang melibatkan saraf motoric yang tujuannya adalah
memberikan stimulasi visual kepada bagian tubuh yang mengalami gangguan.
B. Saran

Diharapkan seluruh petugas kesehatan khususnya di PPLSU Bojongbata untuk


menyediakan fasilitas pelayanan pemberian mirror therapy untuk Meningkatkan fungsi
motorik dan ADL.
DAFTAR PUSTAKA

Anggi, P. (2017, December). Prosedur Mirror Therapy Pada Pasien Stroke. In Seminar Nasional
Keperawatan(Vol. 1, No. 1, pp. 157-163).

Hardiyanti, Lulus. (2013). Pengaruh Mirror Therapy Dibandingkan Sham Therapy Terhadap
Perbaikan Fungsi Tangan: Studi Intervensi Pada Stroke Fase Pemulihan (tesis)
Universitas Indonesia

Kusgiarti, E. (2017). Pengaruh Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik Di RSUD Kota Semarang. Jurnal Smart Keperawatan, 4(1).
https://doi.org/10.34310/jskp.v4i1.95

Putri Arum Auliya, Aji Prima, O. M. (2020). Auhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di Rsud Dr.Mowardi.

Pradeepha. N. (2017). Effectiveness Mirror Therapy Upon Motor Function Of Upper Extremity
Amang Stroke Patiens. (Doctoral Dissertation, Universitas, Chennai, In Partial
RISKESDAS. (2018). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI
Tahun2018. Diakses Agustus 2018. Fulfillment of the Requirements for the Degree Of
Master Of Science In Nursing).

Sataloff, R. T., Johns, M. M., & Kost, K. M. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan
Stroke Non Hemoragik Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Latihan. Naskah
Publikasi Fiqih.

Anda mungkin juga menyukai